Anda di halaman 1dari 50

2

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak awal masyarakat Indonesia telah mengenal dan menggunakan

tanaman obat untuk mengatasi masalah kesehatan, jauh sebelum masyarakat

mengetahui tentang pelayanan medis formal dengan menggunakan obat-

obatan modern. Dalam bentuk pengetahuan dan pengalaman yang diturunkan

dari generasi ke generasi, pengetahuan tentang tanaman obat dijadikan

warisan budaya bangsa untuk menciptakan berbagai ramuan herbal dengan

ciri khas pengobatan tradisional Indonesia. Oleh karena itu, selain memiliki

kekayaan hayati yang besar, masyarakat lokal juga memiliki pemahaman yang

tinggi terhadap pemanfaatan sumber daya hayati tersebut. Oleh karena itu,

tidak bijaksana untuk tidak mengembangkan dan memanfaatkan tanaman obat

untuk pengobatan penyakit dan pemeliharaan kesehatan untuk kepentingan

masyarakat dan negara (Rieuwpassa, 2011).

Salah satu tanaman obat yang efektif adalah lidah buaya atau biasa

disebut dengan lidah buaya. Setelah Cleopatra, lidah buaya digunakan sebagai

bahan baku kosmetik. Orang Arab telah lama menggunakan ramuan obat dan

kosmetik yang disebut "tanaman ajaib".

Seperti orang Yunani dan Romawi, mereka menggunakan lidah buaya

untuk mengobati berbagai masalah kesehatan. Lidah buaya (Aloe vera)

merupakan salah satu tanaman obat tradisional dari famili Liliaceae yang

sering ditanam di pot atau pekarangan rumah. Hanya saja khasiat tersebut

belum dimanfaatkan secara maksimal.Walaupun lidah buaya mengandung


3
berbagai zat aktif yang dapat mengobati berbagai penyakit, namun diketahui

khasiat tanaman ini hanya digunakan sebagai penyubur rambut dan

menghaluskan kulit (Candida, 2019).

Lidah buaya merupakan tanaman yang semua bagiannya bermanfaat.

Pelepah lidah buaya dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian yang dapat

digunakan untuk pengobatan, antara lain daun, keseluruhan daunnya dapat

digunakan secara langsung atau dalam bentuk ekstrak. Eksudat adalah getah

berbentuk kental berwarna kuning dan rasanya pahit, kemudian gel

merupakan bagian yang berlendir yang diperoleh dengan cara menyayat

bagian dalam daun. Lidah buaya memiliki sifat antibiotik, antiseptik,

antibakteri, antikanker,antivirus, antiinfeksi(Candida, 2019).

Staphylococcus aureus yaitu bakteri aerob yang bersifat grampositif

dan merupakan salah satu flora normal manusia pada kulit dan selaput

mukosa. Staphylococcus aureus merupakan patogen utama pada manusia dan

hampir setiap orang pernah mengalami infeksi Staphylococcus aureus yang

bervariasi dalam beratnya, mulai dari keracunan makanan hingga infeksi kulit
ringan sampai berat yang mengancam jiwa. Jika Staphylococcus aureus

menyebar dan terjadi bakterimia, maka kemungkinan bisa terjadi endocarditis,

osteomyelitis hematogenus akut, meningitis, dan infeksi paru-paru . Penyakit

infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen yang bersifat

dinamis (Utami et al., 2019).

antibakteri merupakan salah satu pilihan untuk menangani penyakit

infeksi. Namun, penggunaan antimikroba yang tidak terkontrol dapat

meningkatkan resistensi terhadap antimikroba tertentu (Dewi & Marniza,

2019). Adanya resistensi tersebut akan menimbulkan banyak permasalahan

dalam pengobatan penyakit infeksi, oleh karena itu diperlukan upaya

pengembangan obat herbal tradisional yang dapat membunuh bakteri agar

tidak terjadi resistensi. Salah satu tanaman yang secara empiris digunakan

sebagai bahan obat adalah lidah buaya atau lebih dikenal dengan lidah buaya

(Biologi et al., 2009).

Berdasarkan uji penelitian hasil pemeriksaan identifikasi fitokimia

ekstrak lidah buaya positif mengandung tanin, fenol dan saponin (Wijaya,

2013). Arifin (2015; 18) menyatakan bahwa, jel lidah buaya mengandung

lignin, saponin, tannin dan aloctin. Tannin bersifat antibakteri dengan cara

mempresipitasi protein. Tanin merupakan senyawa organik yang terdiri dari

campuran kompleks senyawa pylophenol. Tanin tersebar di setiap batang

tanaman. Tanin terdapat dalam jumlah tertentu, biasanya pada bagian tanaman

tertentu seperti daun, buah, akar dan batang. Tanin merupakan senyawa

kompleks, biasanya merupakan campuran polifenol, dan karena tidak

berbentuk kristal maka sulit untuk dipisahkan.

Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa ekstrak lidah buaya

memiliki efek yang signifikan pada penyembuhan luka. Hal ini karena lidah
buaya mengandung banyak senyawa. Kandungan senyawa tersebut antara lain

mannose 6-phosphate yang dapat meningkatkan kontraksi luka dan sintesis

kolagen. Serta kandungan senyawa polisakarida yang dapat mendorong

proliferasi fibroblas, produksi asam hialuronat dan hidroksiprolin pada

fibroblas, yang berperan penting dalam remodeling matriks ekstraseluler

selama penyembuhan luka (Ananda et al., 2014).

Seperti yang kita semua tahu, lidah buaya memiliki peran yang kuat

dalam mengobati jaringan parut dan mencegah pembentukan bekas luka

setelah cedera kulit. Ini karena lidah buaya merangsang produksi sel melalui

aktivitas asam amino, yang merupakan dasar untuk pembentukan sel-sel baru,

dan juga karena kapasitas enzimatiknya untuk mendorong regenerasi lapisan

kulit terdalam.

Berdasarkan dari lidah buaya diatas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul ‘’ Uji daya hambat Antibakteri Ekstrak

Lidah buaya terhadap bakteri Staphylococcus aureus’’

B. Rumusan masalah
Berdasarkan dari masalah diatas maka penelitian dapat merumuskan suatu

masalah yaitu Bagaimana antibakteri lidah buaya (Aloe vera) dapat

menghambat bakteri sthaphylococcus aureus

C. Tujuan penelitian .

Untuk mengetahui daya hambat antibakteri lidah buaya (Aloe vera) terhadap

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bermanfaat

mengenai ekstrak lidah buaya (Aloe vera) yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan menambah pengetahuan

tentang khasiat obat dari bahan alami.

2. Manfaat Aplikatif

a. Manfaat untuk masyrakat Untuk memperluas wawasan di bidang

kesehatan dan memberikan informasi tambahan dalam memilih

pengobatan terhadap infeksi bakteri Staphylococcus aureus .

b. Manfaat untuk institusi Sebagai bahan referensi dan tambahan ilmu

pengetahuan bagi mahasiswa jurusan Analis Kesehatan Stikes


Panrita Husada pada penelitian selanjutnya, terkhusus pada bidang

mikrobiologi

c. Manfaat untuk peneliti Sebagai tambahan wawasan dan ilmu

pengetahuan bagi peneliti tentang efek ektrak lidah buaya (Aloe vera

) terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dan sebagai aplikasi

ilmu yang diperoleh selama proses perkuliahan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan teori

1. Tinjauan umum tentang lidah buaya

a. Definisi lidah buaya

Gambar 2.1, Tanaman lidah buaya (Aloe vera)

(Jaringannya & Melliawati, 2018)

Tanaman lidah buaya (Aloe vera) merupakan atanaman

Liliaceae yang mempunyai sejumlah spesies yang berbeda.

Diantara spesies ini, hanya satu jenis yang lazim digunakan

sebagai tanaman obat sejak ribuan tahun yang lalu yaitu Aloe vera

barbadensis (Jhonson, 2012)

Lidah buaya merupakan tanaman yang mirip dengan tanaman

kaktus dan mengandung banyak cairan. Daun lidah buaya

berbentuk seperti tombak, berwarna hijau, memiliki lapisan lilin di

permukaan, dan berair, yang berarti mengandung air, getah, atau

lendir yang mendominasi daun. Panjang daunnya bisa mencapai

30-50 cm, dan lebar bagian bawahnya bisa mencapai 10 cm,


berangsur-angsur meruncing ke atas. Kependekan batang

disebabkan oleh fakta bahwa bagian batang terkubur di dalam

tanah dan ditutupi oleh daun yang lebat. Anakan yang terbentuk

keluar dari mata tunas melalui batang lidah buaya (Sudarto, 1997)
8
sekulen yaitu mengandung air, getah atau lendir yang mendominasi

daun. Daun dapat mencapai panjang sekitar 30-50 cm dan lebarnya

mencapai 10 cm pada bagian bawah, meruncing ke atas. Pendeknya

batang disebabkan karena sebagian batang terbenam dalam tanah dan

tertutup oleh daun-daun yang rapat. Anakan yang terbentuk muncul

dari tunas-tunas melalui batang lidah buaya (Sudarto, 1997).

b. Klasifikasi lidah buaya

Kingdom : Plantae

Devisi : Spermatophyta

Class : Anngiospermae

Sub class : Monocotyledoneae

Ordo : Liliflorae (Liliales)

Family : Liliaceae

Genus : Aloe

Spesies : Aloe vera ( sudarto, 1997 )

Nama lokal

Prancis, Portugis, jerman : Aloe

Inggris : Crocodiles tongues

Indonesia : Lidah buaya

Malaysia : Jadam

Tibet : Jelly Leek


Spanyol : Salvilla

India : Mussabbar (sudarto, 1997)

c. Morfologi lidah buaya

Lidah buaya merupakan tanaman sukulen, yaitu tanaman yang

habitat aslinya di daerah kering dan tidak dapat tumbuh besar serta

mampu menyimpan cadangan air dalam jangka waktu yang lama

hingga daunnya menjadi tebal dan kaku.

Lidah buaya memiliki akar yang sangat Pendek dan berakar

serabut yang panjangnya dapat mencapai 30 - 40 cm. batang lidah

buaya umumnya sangat pendek dan hamper tidak terlihat karena

tertutup oleh daunnya dan sebagian terbenam dalam tanah. Melalui

batang lidah buaya inilah akan tumbuh tunas yang kemudian

menjadi anakan (Furnawathi, 2002).

Daun lidah buaya berbentuk tombak dengan helaian

memanjang yang mencapai kisaran panjang 15 – 36 cm dan lebar

daun bagian bawahnya antara 2 – 6 cm. daunnya berdaging tebal

sekitar 1 – 3 cm, tidak bertulang daun, berwarna hijau keabu-

abuan, mempunyai lapisan lilin di permukaannya dan memiliki

duri pada tepinya. Pada daun lidah buaya muda terdapat bercak

berwarna putih sampai hijau muda, bercak ini akan hilang pada

daun lidah buaya dewasa (Furnawathi, 2002).


Tanama lidah buaya dapat tumbuh dengan baik di dataran

rendah dan dataran tinggi samapi ketinggian 1.500 m di atas

permukaan laut, tanaman ini dapat tumbuh di daerah kering sampai

basah dengan curah hujan 1.000 – 3.000 mm/tahun dengan

penyinaran matahari penuh pada tempat terbuka dan dan tidak

ternaungi (Anita Sahara, 2015). Lidah buaya juga memiliki bunga

yang berwarna kuning jingga berbentuk seperti terompet atau

tabung kecil sepanjang 2 – 3 cm dan panjang tangkainya yang

mencapai 50 – 100 cm (Yates A, 2002).

Menurut Candra dkk (2009), struktur daun lidah buaya terdiri

atas tiga bagian, yaitu:

a. Kulit daun merupakan bagian terluar dari struktur daun lidah

buaya yang berwarna hijau.

b.Eksudat berupa getah yang keluar dari daun saat daunnya

dipotong. Eksudat berwarna kuning dan rasanya pahit serta

mengandung aloin.

c.Gel adalah bagian yang berlendir yang dapat diperoleh dengan

cara menyayat bagian dalam daun setelah eksudat dikeluarkan.

d. Kandungan senyawa kimia lidah buaya

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan lidah buaya

dapat dihambat bakteri seperti Escherichia coli, proteus sp, dan


peseundoman aeruginos. Hal ini dikarenakan senyawa yang

terkandung dalam ekstrak lidah buaya.

Daun lidah buaya memiliki kandungan senyawa kimia yang

lebih dari 200 jenis. Kandungan jel lidah buaya sebagian besar

adalah air (98,5%). Kandungan karbohidrat lidah buaya sebesar

0,3%. Kandungan antrakuinon dan saponin adalah bahan dasar

obat yang bersifat sebagai antibiotik dan penghilang rasa sakit.

Daun lidah buaya mengandung antrakuinon yang merupakan

senyawa fenolik dan ditemukan dalam getah. Lidah buaya juga

memiliki anti infla-masi dan anti-bakteri untuk membantu

penyembuhan luka jaringan nekrotik. Saponin dan tanin bersifat

antiseptik pada luka permukaan, bekerja sebagai bakteriostatik

yang biasanya digunakan pada infeksi kulit, mukosa dan infeksi

pada luka (Rahmawati 2014, h. 122).

Lidah buaya dilaporkan mengandung mono dan poli sakarida,

tannin, sterol-sterol, asam-asam organik, enzim, saponin, vitamin

dan mineral (Newall,et all, 1998). Lidah buaya juga mengandung

komplek antrakuinon antara lain aloe emodin, aloin, barbaloin. Zat

lain terkandung di dalam lidah buaya yaitu zat saponin yang

mempunyai kemampuan membersihkan dan bersifat antiseptik

(Furnawanthi, 2007)
Menurut journal of the Amerika Pediatric Medical Association,

lidah buaya dapat membantu mencegah encok (rematik) dan

mengurangi peradangan persendian. Penelitian dr. Bill Wolfe pada

tahun 1969 membuktikan bahwa lidah buaya sangat efektif

membunuh bakteri penyebab infeksi. Journal of Alternatif

Medicine mempublikasikan efektifitas lidah buaya untuk

mengatasi gangguan percernaan.

e. Kegunaan dan manfaat lidah buaya

Kegunaan lainnya antara lain menurunkan kadar gula darah

penderita diabetes, menghambat sel kanker, serta membantu

penyembuhan luka, ambeien dan radang tenggorokan

(Furnawanthi, 2007). Ekstrak lidah buaya (Aloe vera) mempunyai

berbagai aktifitas antibakteri antara lain terhadap Staphylococcus

aureus, Klebsilla pneumonia, Pseudomonas aeruginosa,

Mycobacterium tuberculosis (Furnawanthi, 2007).

Manfaat lidah buaya antara lain adalah sebagai alkalisasi

tubuh, sistem imun tubuh, mengeluarkan racun tubuh

(detoksifikasi), mengurangi berat badan, kesehatan kardiovaskuler,

sumber asam amino, melawan peradangan membantu sistem

pencernaan, sumber vitamin dan mineral, membantu penderita

diabetes, kesehatan rambut dan kulit, Mengobati wasir,


menyembuhkan luka, mengobati bisul, mengobati ketobe, menjadi

sunblock, mencegah penuaan dini, mengurangi bekas stretch mark,

melebatkan alis mata, menjadi pembersih riasan (makeup),

menghilangkan jerawat, menghilangkan flek hitam, menjaga

kesehatan bulu mata, menjaga kelembaban wajah (Jaringannya &

Melliawati, 2018).

f. Ekstraksi

Ekstrak adalah bahan kental dari simplisia hewani atau nabati

dengan menggunakan pelarut yang sesuai sehingga didapatkan

ekstrak senyawa aktif, selanjutnya menguapkan pelarut yang

berada pada simplisia sampai hilang kanduang pelarutnya

(Anonim, 2000). Beberapa dasar metode ekstraksi sebagai berikut

yaitu :

1. Infundasi

Infundasi merupakan proses penyairan yang umum digunakan

untuk mencari bahan-bahan nabati yang zat kandungan aktif

yang larut dalam air.

2. Maserasi

Metode ekstraksi yang sederhana adalah maserasi. Proses

maserasi dilakukan dengan cara menggabungkan bahan pelarut

ekstraksi tertentu seperti etanol atau air, dan dengan cara

dihaluskan. (Simanjuntak, 2008)


2. Tinjauan umum Bakteri Staphylococcus aureus

a. Morfologi

Gambar 2.2. Staphylococcus Aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif

yang berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 μm, dimana koloni

mikroskopik cenderung memiliki bentuk seperti buah anggur.

Menurut bahasa yunani, staphyle berarti anggur dan coccus berarti

bulat atau bola. Salah satu spesies yang menghasilkan pigmen

berwarna kuning emas sehingga dinamakan aureus ( berarti emas

seperti matahari ) bakteri ini dapat tumbuh dengan atau tanpa

bantuan oksigen (Radji, 2016).

Ada beberapa jenis bakteri Staphylococcus aureus

diantaranya flora normal yang hidup pada kulit, saluran

pencernaan, dan saluran pernafasan. Makanan pada manusia.

Udara dan lingkungan sekitar juga merupakan tempat bakteri ini

sering ditemukan. Staphylococcus aureus dapat menyebabkan

penyakitkarna kemampuannya melakukan pembelahan dan

menyebar luas ke
dalam jaringan dan melalui produksi beberap a bahan ekstraseluler.

Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim, yang lain dapat berupa

toksin, meskipun fungsinya adalah sebagai enzim. Staphylococcus

aureus menghasilkan toksik antara lain yaitu eksofoliatin,

enterotoksin, leukosidin, apsilon, gamma delta, beta, haemolysin

alfa (Yulia, 2018)

b. Klasifikasi bakteri Staphylococcus aureus.

Klasifikasi bakteri staphylococcus aureus sebagai berikut

Kindom : Eubacteria

Filum : Firmicutes

Classis : Bacilli

Ordo : Bacillales

Family : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Species : Staphylococcus aureus Rosenbach ( Florensia, 2018)

c. Karasteristik Bakteri Staphylococcus aureus

Bakteri Staphylococcus aureus memiliki bersifat patogen pada

manusia. sthaphylocuccus aureus adalah bakteri Gram-positif yang

berbentuk bulat dan berdiameter 0,8-1,0 mikron, tidak bergerak,

dan tidak berspora (Radji, 2011). bakteri gram positif memiliki

dinding sel luar yang tebal yang terbuat dari polimer kompleks

yang disebut peptidoglikan. Bakteri gram positif


memiliki lapisan kandungan lipid yang rendah yaitu hanya sebesar

1-4% (Pelczar dan Chan, 2005).

staphylococcus aureus memiliki suhu pertumbuhan 15-400

C dan suhu optimum 350 C. Staphylococcus aureus akan

membentuk koloni besar berwarna agak kuning dalam media yang

baik. Staphylococcus ureus bersifat anaerob fakultatif dan dapat

tumbuh karena melakukan respirasi aerob atau fermentasi yang

menghasilkan asam laktat. Diantara semua bakteri yang tidak

membentuk spora, staphylococcus aureus termasuk alam bakteri

yang memiliki daya tahan paling kuat (Aktivitas et al., 2018).

d. Penyakit yang disebabkan Staphylococcus aureus

Bakteri Staphylococcus aureus dapat menyebabkan

berbagai jenis infeksi pada manusia, diantaranya : infeksi pada

kulit seperti impetigo, dan bisul; serta infeksi yang lebih serius

seperti: pneumonia, mastitis (infeksi pada payudara), blefaritis

(infeksi tepi kelopak mata); dan infeksi pada saluran urin.

Staphylococcus aureus juga menyebabkan infeksi kronis seperti

osteomielitis (infeksi tulang dan otot), dan endokarditis (infeksi

katup jantung). Staphylococcus aureus salah satu penyebab utama

infeksi nosokomial akibat luka tindakan operasi dan pemakaian

alat- alat perlengkapan perawatan di rumah sakit. Staphylococcus

aureus juga dapat menyebabkan keracunan pada makanan akibat


enterotoksin yang dihasilkannya dan menyebabkan sindrom renjat

toksik (toxic shock syndrome) (Radji, 2009).

hampir setiap orang akan mengalami beberapa tipe infeksi

staphylococcus aureus sepanjang hidupnya. Setiap jaringan

maupun organ tubuh dapat terinfeksi dan menimbulkan penyakit

dengan tanda-tanda khas, seperti perdangan, nekrosis, dan

pembentukan abses. Bakteri staphylococcus juga dapat

menyebabkan penyakit kulit yang dapat menyerang bayi yang baru

lahir hingga orang dewasa. Beberapa antibiotik antibiotik dapat

digunakan untuk memghambat St.aureus antara lain ampisilin,

penisilin, tetrasiklin, kloksasilin, sefalosporin, vankomisin, dan

metisilin (Tirta, 2010)

3. Metode pemeriksaan bakteri

Dalam penelitian ini, antibiotik alami yang akan dilihat respon dari

pertumbuhan populasi mikroorganisme. Ada beberapa cara pengujian

antibiotik adalah sebagai berikut:

1. Metode Difusi

Metode ini yaitu metode yang sering digunakan. Dapat dilakukan

dengan dengan tiga cara yaitu difusi cakram kertas, terode lubang dan

metode parit.

a. Metode Difusi Cakram Kertas


Menurut Greenwoo (1995), prinsip dari metode difusi cakram

adalah bahan yang akan dijadikan antibakteri direndam dalam

cakram kemudian diletakkan di atas media perbenihan agar yang

dioleskan dengan bakteri yang akan diuji, setelah itu diinkubasi

pada suhu 37℃ selama 18-24 jam. Selanjutnya diamati zona jernih

disekitar cakram uji yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan

bakteri. Efektivitas antibakteri berdasarkan pada klasifikasi respon

penghambat perkembangan bakteri.

Metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya

yaitu mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus dan

relative murah. Sedangkkan kelemahannya adalah ukuran zona

bening yang terbentuk oleh kondisi inkubasi, inokuluk, predifusi

dan preinkubasi serta ketebalam medium. Apabila keempat factor

tersebut tidak sesuai maka hasil dari metode cakram disk biasanya

sulit untuk diinterpretasikan (Prayoga et al., 2013).

b. Metode Lubang / sumuran

Metode ini dilakukan dengan cara membuat beberapa lubang

pada media agar yang telah diberi bakteri. Lubang lubang tersebut

kemudian diisi dengan berbagai zat antibakteri yang akan diuji.

Kemudian media tersebut diinkubasi selama 24 jam dan diamati

zona hambat yang terbentuk pada sekeliling lubang.


Kelebihan metode ini yaitu lebih mudah mengukur luas zona

hambat yang terbentuk karna isolate beraktifitas tidak hanya

dipermukaan agar tetapi juga sampai bawah, sedangkan

kekurangannya yaitu pada metode ini media sangat rentan

terkontaminasi pada saat pembutan lubang dan memasukkan

sampel karna sering membuka cawan dari pada metose deperti

difusi disk (Daya et al., 2019).

c. Metode Parit

Lempeng agar yang telah dilakukan inokulasi dengan bakteri

dibuat sedidang parit. Parit tersebut diisi dengan zat antimikroba,

kemudian mikroba yang diuji diinkubasi suhu optimum dan waktu

yang sesuai. Hasil pengamatan yang akan diperoleh adalah ada

tidaknya zona hambat disekitar parit.

2. Metode Dilusi

Selain prosedur difusi, metode pengenceran dalam tabung berisi kaldu

dapat digunakan untuk menentukan sensivitas/kepekaan suatu organisme

terhadap suatu antibiotik. Prosedur pengenceran antibiotik ini juga dapat

digunakan untuk mengetahui konsentrasi hambat minimum (KHM) suatu

antibiotik. KHM yaitu konsentrasi terendah dapat menghambat

perkembangan bakteri dari senyawa antimikroba.

Pada metode dilusi, diperlakukan kadar dari larutan antimikroba yang

dibuat menurun dengan cara pengenceran serial. Kemudian pada larutan


tersebut ditambahkan perbenihan cair yang telah mengandung kuman

yang dites. Metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan larutan broth

di dalam tabung atau dengan menggunakan agar padat pada plate.

Pada cara agar plate, larutan antimikroba yang sudah diencerkan

dicampurkan ke dalam medium agar yang masih cair (tidak terlalu panas)

kemudian dibiarkan sampai memadat. Selanjutnya diinokulasi pada

kuman. Dengan metode dilusi akan dapat diketahui KHM (Kadar hambat

Minimal) dari antimikroba dan KBM (Kadar Bunuh Minimal) dari

antimikroba .

bebrapa factor yang dapat mempengaruhi diameter zona hambat

pertumbuhan bakteri menurut sumarno (2000), yaitu kekeruhan suspense

bakteri. Jika suspense kurang keruh maka diameter zona hambat akan

semakin kesil. Dalam mengukur kekeruhan sebaiknya menggunakan alat

yaitu nephometer agar kekeruhan suspensi bakteri lebih akurat saat

dibandingkan dengan kekeruhan Mc Farland 0,5. (Pop, dkk.2019)

Dali, dkk (2011) menjelaskan terdapat bebrapa factor yang

memepengaruhi besar kecilnya zona hambat pada bakteri. Fator-faktor

tersebut adalah kepekaan pertumbuhan, reaksi antara bahan aktif dengan

medium dan suhu inkubasi, pH lingkungan, komponen media, waktu

inkubasi dan aktifitas metabolic mikroorganisme.


B. Kerangka Teori

Lidah buaya

Akar Bunga

Kandungan lidah buaya saponin dan tanin

Bakteri

Klebsilla pneumonia Staphylococcus aureus Pseudomonas aeruginosa

Difusi Metode Dilusi

Metode difusi
lubang / sumuran

Gmabar 2.3, kerangka teori

Ket :

: diteliti

: Tdk diteliti
C. Kerangka konsep

Lidah Bakteri Staphlococcus


buaya
(Aloe vera)

Gambar 2.4 kerangka konsep

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis atau anggapan dasar adalah jaaban semntara terhadap masalah

yang masih bersifat praduga karena masih harus ibuktikan kebenarannya.

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu Terdapat daya hambat antibakteri

Ekstrak lidah buaya (Aloe vera) terhadap pertumbuhan Bakteri

Staphylococcus aureus.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain penelitian

Jenis penelitian ini bersifat kuantitatif dan metode yang digunakan

adalah Observasi Laboratorium, dimana mengamati secara langsung keadaan

laboratorium. Dalam hal ini untuk mengetahui adanya daya hambat ekstrak

Daun Lidah Buaya (Aloe Vera) terhadap pertumbuhan bakteri

Staphylococcus Aureus

B. Variabel penelitian

Variable dalam penelitian ini yaitu daya hambat antibakteri ekstrak lidah

buaya ( Aloe vera ) dan Bakteri Staphylococcus aureus

C. Defenisi operasional

1. Ekstrak Lidah buaya ( Aloe vera ) merupakan ekstrak yang diperoleh

dari daun lidah buaya (Aloe vera) yang diencerkan menggunakan etanol

96 %

2. Staphylococcus aureus pada penelitian ini berasa dari Stikes panrita

husada bulukumba. Efek antibakteri terhadap pertumbuhan

Staphylococcus dilihat dari zona hambat yang terbentuk pada

pertumbuhan koloni Staphylococcus aureus pada media muller hiton

agar yang diberi sumuran ekstrak lidah buaya dengan konsetrasi 20%,

40
41

40%, 60%, 80%, 100% dan telah diingkubasi semalam 24 jam dengan

suhu 370C.

D. Waktu dan lokasi penelitian

1. Waktu penelitian

Penilitian dilakukan pada bulan juli-agustus 2021

2. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Stikes Panrita

Husada Bulukumba

E. Teknik sampling

Teknik sampling yaitu teknik pengambilan sampel. Teknik sampling

yang dilakukan dalam penelitian yaitu pengambilan sampel secara acak

( simple random sampling ) ( Eka Sapitri, 2020 ). Dalam penelitian

masing-masing perlakuan diulangi dengan jumlah yang dapat ditentukan

dari persamaan berikut:

(t-1)(n-1)≥15

Ket:

n= jumlah ulangan

t= jumlah perlakuan

15 = factor derajat kebebasan umum

(t-1)(n-1)≥15
(7-1)(n-1)≥15

6(n-1)≥15

6n-6≥15

6n≥15+6

6n=21

n= 21
6
n=3,5

n=3

Berasarkan perhitungand diatas , pengulangan yang dilakukan dalam

penelitian ini sebanyak 3 kali pengulangan Dengan 7 perlakuaan

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Data primer

Sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpulang data

2. Data sekunder

Data sekunder adalah sumber data yang diambil melalui media lain yang

bersember darai literatur, buku-buku, serta dokumen.

G. Instrumen penelitian

1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

Autoclave, batang pengaduk, beker gelas, lubang tipis atau pencandang,

cawan petri, erlemeyer 200 ml, gelas ukur, incubator, karet gelang,
laminar air flow (Eyela), lampu bunsen, ose, oven, pipet tetes, pipet

mikro, cotton bud, tabung reaksi, wadah meserasi, rotavator.

2. Bahan

bahan yang digunakan alam pemeriksaan ini yaitu bakteri

Staphylococcus aureus, etanol 96%, lidah buaya, akuades steril, Mueller-

Hilton Agar (MHA), alkohol 70%, alumunium foil, kertas saring, kapas,

kain kasa, ketas payung,Ampicilin , NaCl fisiologis,

3. Prosedur kerja

Prosedur kerja pada uji aktivitas antinakteri ekstrak lidah buaya ( Aloe

vera ) terhadap bakteri staphylococcus aureus.

a. Pra analitik

1. Sterilisasi alat dan bahan

Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian

disterilisasi untuk menghindari terjadinya kontaminasi dalam

pengujian. Pertama, alat- alat yang akan digunakan didetoks

terlebih dahulu lalu dikeringkan. kemudian alat yang telah

didetoks bersama dengan bahan media disterilisasi menggunakan

autoklaf dengan suhu 180 0C selama 1 jam. Alat-alat yang

disterilkan menggunakan autoklaf biasanya alat-alat yang terbuat

dari kaca seperti tabung reaksi, Erlenmeyer, dan cawan petri.

Sedangkan alat yang lain dapat disterilisasi dengan dipijarkan pada


lampu bunsen atau dicelupkan ke dalam alkohol dan dilewatkan di

api Bunsen.

2. Prosedur pengambilan sampel

Sampel daun lidah buaya (Aloe vera) diambil dari daerah

Bontotiro, penggambilan dilakukan dengan cara memilih lidah

buaya yang baik dan tidak rusak, kemudian potong lidah buaya

dari akarnya setelah itu bersihkan dengan air mengalir.

3. Pembuatan Ekstrak Daun Lidah Buaya.

Ekstrak Daun Lidah Buaya dibuat dengan cara maserasi.

a. Daun lidah buaya dicuci hingga bersih kemudian dikupas

untuk memisahkan kulit daun lidah buaya dengan dangin dau

(gel).

b. Kemudian mengeringkan daun lidah buaya dengan cara

diangin-anginkan sampai benar-benar kering.

c. Setelah kering ditimbang sebanyak 50 gram lalu di Blender

hingga menghasilkan serbuk, kemudian dilarutkan dengan

pelarut polar, yaitu etanol 96% sebanyak 250 ml pada

elyenmeyer 1000 ml hingga serbuk benar-benar terendam

seluruhnya.

d. Perendaman dilakukan pada suhu kamar hingga 3 hari .

e. Setelah 3 hari, hasil maserasi disaring dengan corong yang

dialasi kertas saring.


f. Selanjutnya hasil ekstraksi diuapkan dengan alat destilasi

dengan suhu di bawah 64,7oC kemudian di pekatkan

mengunakan hotplate dengan suhu 64,7 oC sampai dihasilkan

ekstrak daun lidah buaya yang kental.

g. Ekstrak tersebut disimpan di lemari es sampai saat digunakan

untuk pengujian.

4. Pembuatan Konsentrasi ekstrak daun lidah buaya (Aloe vera)

Ekstrak daun lidah buaya (Aloe vera) yang dibuat dalam 5

variasi konsentrasi yaitu konsentrasi (20%, 40%,60%,80%

dan100% ) dalam 5ml sesuai dengan rumus pengenceran berikut:

V1.M1=V2.M2

Keterangan:

V1:Volume Larutan Stok

M1:Konsentrasi Larutan Stok

V2:Volume Larutan Perlakuan

M2:Konsentrasi Larutan yang Diinginkan

Berdasarkan rumus pengenceran tersebut, maka cara pembuatan

konsentrasi (20%,40%,60%,80%dan100%) ekstrak daun lidah

buaya ( Aloe vera ) dalam 1 ml yaitu:


a) Membuat konsentrasi 20% yaitu 0,2 mL daun lidah buaya

yang telah di ekstrak dan ditambahkan 0,8 ml aquadest

kemudian dihomogenkan

b) Membuat konsentrasi 40% yaitu 0,4 mL daun lidah buaya

yang telah di ekstrak dan ditambahkan 0,6 ml aquadest

kemudian dihomogenkan.

c) Membuat konsentrasi 60% yaitu 0,6 mL daun lidah buaya

yang telah di ekstrak dan ditambahkan 0,4 ml aquadest

kemudian dihomogenkan.

d) Membuat konsentrasi 80% yaitu 0,8 mL daun lidah buaya

yang telah di ekstrak dan ditambahkan 0,2 ml aquadest

kemudian dihomogenkan.

e) Membuat konsentrasi 100% yaitu 1 mL lidah buaya yang

telah di ekstrak kemudian dihomogenkan.

5. Pembuatan media

a. Media Mueller-Hilton Agar (MHA)

(1) Melarutkan sebanyak 6.5 gram kedalam 150ml aquades

(2) Kemudian dipanaskan hingga mendidih menggunakan

microwave

(3) Diaduk hingga homogen lalu ditutup mulut erlenmeyer

dengan kasa steril dan disterilkan dalam alat autoclave

dengan suhu 121◦C selama 15 menit.


b. Media Nutrient Agar (NA)

(1) Menimbang 3,25 gram serbuk media Nutrient agar (NA)

(2) Lalu memindahkan serbuk Nutrient Agar (NA) dalam gelas

kimia

(3) Lalu dilarutkan dalam 100 ml aquadest dan dihomogenkan

dengan bantuan pemanasan di waterbath

(4) Setelah homogen, kemudian mensterilkan menggunakan

autoclave dengan suhu 121◦C selama 15 menit.

6. Penyiapan bakteri uji

a. Mengambil satu jarum ose biakan isolate

b. Kemudian digoreskan dalam biakan Nutrient Agar (NA)

pada tabung yaitu dengan mendekatkan tabung reaksi pada

nyala api saat menggoreskan permukaan miring

menggunakan ose.

c. Kemudian tabung reaksi ditutup kembali dan diinkubasi

pada suhu 37◦ C selama 24 jam.

7. Pewarnaan Gram

a) Menyiapkan alat dan bahan

b) Menyiapkan objek glass yang bersih dan bebas dari lemak

c) Mengambil koloni bakteri yang tumbuh pada media NA setelah

mengukur zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus

aureus
d) Membuat sediaan objek glass dengan ukuran 2X3 dikeringkan

e) Kemudian diwarnai secara perlahan dengan Kristal violet

selama 1 menit. Selanjutnya dibilas pewarna dengan air

mengalir secara perlahan.

f) Meneteskan iodin gram secara perlahan selama 1 menit.

Kemudian dibilas iodin gram dengan air kerang secara

perlahan.

g) Menambahkan alkohol 95% tetes demi tetes hingga menutupi

preparat

h) Kemudian membilas secara perlahan berikan pewarna Safranin

selama 45 detik lalu dibilas dengan air mengalir secara

perlahan dan keringkan. Kemudian dipriksa dibawah

mikroskop dengan pembesaran 10 kali.

8. Pembuatan Larutan Standar Mc. Farland

a) Membuat larutan standar Mc. Farland dengan cara di

campurkan 9,5 ml larutan H2SO4 1% dengan 0,5 ml larutan

BaCl2 1% sehingga volume menjadi 10 ml

b) Lalu dikocok sampai homogenkan untuk membandingkan

suspense bakteri.

9. pembuatan suspensi bakteri

a) Mengambil 1 ose bakteri staphylococcus aureus


b) Masukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan

NaCl fisiologi

c) Kemudian dihomogen, hingga diperoleh kekeruhan yang sama

dengan standar Mc. Farland

10. Pembuatan Control Positif

a) Menghaluskan 2 butir ampicilin menggunakan lumping alu.

b) Melarutkan dengana aquadest sebanyak 120 ml didalam

Erlenmeyer.

c) Menghomogenkan dan disimpan di botol tertutup.

d) Memberi label identitas larutan.

11. Pembuatan Control Negatif

Aquadest sebagai control negative tanpa tambahan apapun.


b. Analitik

Pada penelitiaan ini dilakukan dengan menggunakan metode

difusi dengan cara sumuran.

Prosedurnya yaitu :

1. media yang telah disterilkan, dituang ke dalam cawan

petri. Setiap cawan petri berisi 20 mL MHA.

2. Ambil cotton bud yang telah disterilkan kemudian

masukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi suspensi

bakteri.

3. Kemudian cotton bud diusapkan di seluruh permukaan agar

pada cawan petri secara merata.

4. Pada media MHA padat Dibuat sumuran dengan

menggunakan alat lubang tipis atau pencadang

5. Diberi label pada masing-masing lubang sumuran dengan

masing-masing konsentrasi serta control negative dan

positif

6. Setelah pemberian label masukkan ekstrak kedalam lubang

sumuran pada masing-masing konsentrasi, perlakuan ini

diulang sebanyak tiga kali

7. Bungkus cawan petri munggunakan kertas HVS, lalu

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC


8. Aquades steril digunakan sebagai kontrol negatif dan

larutan Ampicilin sebagai kontrol positif. Kemudian agar

sumuran diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C.

c. Pasca analitik

Pelaporan hasil penelitian merupakan kegiatan melaorkan hasil

penelitiian setelah dilakukan pengukuran dan pengamatan, hasil

penelitian dilaporkan berdasarkan hasil pengukuran yang dijadikan

sebagai hasil berikut:

Nilai meter zona hambat dianalisis berdasarkan kategori respon hambat :

a) Diameter zona hambat 11-20 mm: daya hambat kuat

b) Diametr zona hambat 6-10 mm : daya hambat sedang

c) Diamtere zona hambat < 5 mm : daya hambat lemeh


A. Alur Penelitian

Teknik sampling

Persiapan alat dan


bahan penelitian

Pembuatan ekstrak daun


lidah buaya

Pembuatan MHA

Penyiapan bakteri uji

Metode Difusi sumuran

Uji Aktivitas Antibakteri

Analisi data

Pembahasan / kesimpulan

Gambar 2.5. Alur penelitian


B. Teknik pengelolaan dan Analisa data

1. Teknik penggumpulan data

Pengolahan data yaitu salah satu langkah yang penting untuk

memeperolrh penyajian data sebagai hasil yang berarti dan kesimpulan

yang baik. ( yulia yustika, 2018)

a. Editing

Pemeriksaan kembali pengisian data, kebenaran data, keberagaman

data, kelengkapan data dan sebagainya merupakan pengetian dalam

Editing.

b. Coding

Coding merupakan langkah pengkodean data yan bertujuan agar

tidak terjadi kekeliruan dalam penelitian

c. Tabulating

Cara penyajian data dari penelitian yang dilakukan dalam bentuk

tabel.

2. Analisis Data

Penelitian yang dilakukan untuk memilih dari permasalah atau

beberapa sumber yang sesuai termasuk prosedur analisa data

(Natoadmodjo, 2010). Setelah data diolah menjadi suatu data yang

diharaokan dapat tepat dan konsisten, selanjutnya dilakukan analisa

untuk menjawab pertanyaan peniliti yang disajikan dalam bentuk tabeel

kemudian dinarasikan
C. Etika Penelitian

Masalah etika yang harus diperhatikan secara umum yaitu :

1. Integritas (Integrity)

Tetaplah berkomitmen dan sepakat dalam melakukan aktifitas

penelitian dengan keiklasan, konsistensi, dari pemikiran dan tindakan

(Raodatul Janna, 2020).

2. Ketelitian (carefulnes)

Hindari kecerobohan, hati-hati menguji data. Tetaplah buat rekaman-

rekaman selama melakukan penelitian, seperti pengumpulan data,

Merancang penelitian dan komunikasi dengan jurnal atau badan-

badan ilmiah (Raodatul Janna, 2020).

3. Keterbukaan (Openness)

Membagi atau dapat menggunakan data bersama, hasil, ide, alat-alat

dan sumber acuan. Terbuka untuk di beri saran dan menerima ide

baru untuk perbaikan (Raodatul Janna, 2020).

4. Penghargaan Kepada Hak Intelektual (Respect for Intellectual

Property)

Tidak melanggar hak paten, hak cetak, dan berbagai bentuk

kepemilikan intelektual lainnya. Jangan menggunkan data atau hasil

yang tidak dipublikasikan tanpa izin. Berikan pengakuan atau

penghargaan untuk setiap sumbangan pada penelitian dan tidak

menciplak (Raodatul Janna, 2020).


5. Kerahasian (Confidentiality)

Menjaga kerahasian komunikasi dalam bentuk makalah, dana yang

diajukan untuk publikasi, catatan pribadi, dan catatan pasien

(Raodatul Janna, 2020).

6. Tanggung jawab untuk publikasi (Responsible Publication)

Publikasi untuk penelitian lanjut dan dana bantuan Pendidikan bukan

hanya untuk memajukan karier diri sendiri. Hindari publikasi yang

tidak berguna dan duplikasi (Raodatul Janna, 2020).

7. Kompetensi (Competence)

Tetap menjaga dan memperbaiki kompetensi professional diri dan

keahlian melalui pendidikan dan pembelajaran seumur hidup. Ambil

Langkah-langkah didalam memperbaiki kompetensi didalam ilmu

secara menyeluruh (Raodatul Janna, 2020).

8. Legalitas (Legality)

Mengetahui dan mematuhi hukum yang relevan serta kebijakan

institusi dan pemerintah (Raodatul Janna, 2020).


D. Jadwal Penelitian

No. Jenis
Kegiatan Bulan terlaksana
Desember
januari Feb April juni Juli agustus
maret mei agustus
1. Pengajuan judul

2. Penyusunan
proposal

3. Pembimbingan
proposal

4. Ujian proposal

5. Revisi
dan penelitian

6. Penulisan
dan pelaporan
hasil

7. Ujian
hasil penelitian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi DIII Analis

Kesehatan STIKES Panrita Husada Bulukumba yang dilakukan pada bulan

Maret-April 2021 dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak Lidah

buaya (Aloe vera ) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus

aureus. Adapun hasil yang didapatkan sebagai berikut.

1. Pewarnaan Gram Bakteri

Setelah dilakukan pewarnaan gram yang dilihat menggunakan

mikroskop cahaya, didapatkan hasil sebagai berikut:

Gambar 4.1 Morfologi bakteri Staphylococcus aureus pembesaran 100x


(dokumentasi pribadi 2021)

Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat jelas bahwa setelah dilakukan

pewarnaan gram bakteri didapatkan hasil berwarna ungu dan memiliki

bentuk bulat bergerombol seperti bauh anggur. Hal ini menunjukkan bahwa

bakteri ini termasuk jenis bakteri gram positif.


2. Uji Aktifitas Antibakteri

Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak daun pepaya terhadap

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, yang diliat berdasarkan zona

bening yang terbentuk disekitar paper disk pada masing masing konsentrasi

(Tabel 4.1).

Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Zona Hambat Ekstrak lidah buayaTerhadap


Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus Pada Inkubasi 24 Jam.

Konsentrasi Luas zona Hambat (mm) Rerata Respon


Pengulangan hambat
I II III
20% 5 8 7.5 6.8 mm Sedang
40% 8.5 6.5 8 7.6 mm Sedang
60% 7.5 8 8 7.8 mm Sedang
80% 9.5 7 9.5 8.6 mm Sedang

100% 8 9.5 10.5 9.3 mm Sedang

Control (+) 5.5 8.5 6.5 6.8 mm Sedang

Control (-) - - - - Tidak ada

Table 4.1 Menunjukan bahwa nilai rata-rata zona hambat ekstrak lidah

buaya pada pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus didapatkan nilai

tertinggi pada konsetrasi 100% yaitu 9,3 mm , konsetrasi 80% yaitu 8,6 mm,

konsetrasi 60% yaitu 7.8 mm, konsetrasi 40% 7.6 mm sedangkan konsetrasi

terendah 20% dengan diameter zona hambat 6,8 mm. dan control positiif(+)

memiliki zona hambat teredah yaitu 6,8 mm sedangkan kontol negative (-)

tidak terdapat zona hambat.


B. Pembahasan

Penelitian ini diawali dengan mensterilisasi alat yang akan digunak an

menggunakan oven pada suhu 180•C selama 1 jam agar bakteri yang ada pada

alat tidak terkontaminasi pada pengujian daya hambat bakteri. Pengujian daya

hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus menggunakan

metode sumuran yang diinkubasi di menggunakan inkubator dengan suhu 37 •C

selama 1 x 24 jam. Masa inkubasi bakteri dilakukan selama 24 jam karena pada

waktu 24 jam merupakan fase logaritmik atau eksponensial, dimana pada fase

tersebut bakteri melakukan pembelahan secara konstan dan jumlah sel meningkat

jumlah selnya terbanyak yaitu mencapai 10 sampai 15 milyar sel bakteri per

milliliter. Diameter zona hambat ditandai dengan terbentuknya daerah bening

disekitar area lubang sumuran.

Pengujian daya hambat dilakukan dengan 3 kali percobaan dengan

menggunakan ampicilin sebagai kontrol positif (+) dan aquadest sebagai kontrol

negative. Antibiotic ampicilin merupakan antibiotic yang digunakan untuk

mencegah dan menggobati penyakit infeksi Sedangkan Aquadest digunakan

sebagai control negative karena bersifat netral dan tidak mengandung antibakteri

sehingga tidak terbentuk zona hambat pada area sekitar

Kemudian melakukan pewarnaa gram untuk mengetahui bakteri

Staphylococcus aureus yang akan digunakan dalam penelitian. Hasil peawarnaan

gram menunjukkan bahwa bakteri Staphylococcus aureus sesuai dengan

morfologi yaitu jenis gram positif, berbentuk bulat dimana koloni microskopik
memiliki bentuk seperti buah anggur dan ber warna ungu saat pewarnaan gram.

Terjadinyanya Warna ungu karena bakteri mempertahankan warna pertama, yaitu

gentian violet. Perbedaan sifat gram dipengaruhi oleh kandungan pada dinding

sel, yaitu bakteri gram positif memiliki kandungan peptidoglikan lebih tebal jika

dibandingkan dengan gram negatif.

Setelah itu pembuatan ekstrak daun lidah buaya yang dikeringkan pada

suhu ruang kemudian dihaluskan menggunakan blender dan dilakukan

pengekstrakan dengan metode meserasi menggunakan pelarut Etanol 96%

sehingga diperoleh ekstrak daun lidah buaya yang kental. Selanjutnya dilakukan

pembuatan konsentrasi ekstrak dengan tingkat konsentrasi dan dilakukan

pengujian untuk mengetahui kemampuan ekstrak daun pepaya dalam

menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.

Zona bening yang terbentuk disekitar sumuran ini memiliki daya hambat

yang berbeda beda. Rata-rata jumlah diameter zona hambat bakteri yang tumbuh

dengan pemberian ekstrak daun lidah buaya konsentrasi 100% adalah 9,3 mm,

sementara pada konsentrasi 80% adalah 8,6 mm, pada konsentrasi 60% adalah

7,8 mm, pda konsentrasi 40% adalah 7,6 mm, dan pada konsentrasi 20% adalah

6,8 mm. pada control positif adalah 6,8 mm sementara pada control negative

tidak terdapat zona hambat.

Hasil penelitian ini menunjukkan ekstrak daun lidah buaya pada

konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80% 100%, efektif dalam menghambat

pertumbuhan bakteri .karena luas zona hambat yang tebentuk disekitan sumuran
> 5 mm dengan kategori sedang.Hal ini menunjukan terdapat pengaruh ekstarak

daun lidah buaya terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus.

Pada pemberian ekstrak lidah buaya (Aloe vera) 20%, 40%, 60%, 80%

100%, memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan control positif.

Perbedaan yang signifikan ini terlihat dari diameter zona hamabt bakteri yang

semakin banyak pada penggunaan ekstrak dengan konsetrasi yang semakin

tinggi.

Hasil ini sama dengan teori sebelumnya menyebutka bahwa kandungan

ekstrak daun lidah buaya (Aloe vera) yang didalamnya terdapat kandungan

saponin, tannin dan antrakuinon yang mampu menghambat petumbuhan bakteri.

Tannin mempunyai daya anti bakteri yaitu melalui reaksi dengan membram sel,

dimana tannin menyeran poli peptide dinding sel sehingga pembetukan dinding

sel kurang sempurna dan memyebabkan sel bakteri lisis karna terkanan osmotic

sehingga sel akan mati (Rahmawati 2014,h.122).

Pada penelitian yang sama dilakukan oleh Sainal dkk (2018) “Uji

Efektivitas Infusa Ekstrak Daun lidah buaya (Aloe vera.) Terhadap Pertumbuhan

Propionibacterum acnes penyebab jerawat” dengan hasil pertumbuhan bakteri

Propionibacterum acnes mampu menghambat pertumbuhan dengan rerata

diameter 12,65 mm sampai 17,00 mm.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang t dilakukan Whyu

susilowati(1997) dan Eko prayoga(2013) manyatakan bahwa dengan

menggunaka metode sumuran dapat meghasilkan diameter hambat yang besar.


Dan diperkuat dalam penelitian dari novel kojong dkk. Hal ini terjadi karena

pada motode sumuran akan terjadi proses osmolaritas dimana osmolaritas yaitu

pengukuran suatu zat yang terlarut dalam zat lain. Semakin tinggi konsetrasi zat

yang terlarut, maka semakin tinggi osomilitas zat yang diukur Pada metode

sumuran, setiap lubang akan diisi dengan berbagai konsetrasi ekstrak maka

osmolitas terjadi lebih menyeluruh dan homogen serta konsetrasi ekstrak yang

dihasilkan akan lebih tinggi dan lebih kuat dalam menghambat pertumbuhan

bakteri.

Penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak lidah buaya (Aloe vera)

memiliki efektivitas antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus dan melewati control positif.

C. Keterbatasan Penelitian

1. Pengambilan lidah buaya yang digunakan sebagai ekstrak dalam penelitian ini

dilakukan secara random, sehingga tidak diketahui usia dari tumbuhan yang

digunakan.

2. Proses pengeringan membutuhkan waktu yang lama karena lidah buaya

mengandung gel.

3. Keterbatasan alat dimana alat yang dibutuhkan dalam mealukan metode

sumuran relaf mahal dan susah didapatkan.


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Ekstrak lidah buaya dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80% 100% efektif

dalam menghambat pertumbuhan bakteri karena diameter zona hambat yang

terbentuk diatas > 5 mm dengan kategori sedang.

2. Konsetrasi tertinggi dari ekstrak lidah buaya (Aloe vera) yang dapat

menghambat pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus yaitu konsetrasi

100% sedangkan kosetrasi terendah yaitu konsetrasi 20% dan control positif

dimana diameter zona hambat 6,8 mm hal ini menunjukan semakin tinngi

konsetrasi maka semakan lias zona hambat yang terbentuk.

B. Saran

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bermanfaat

mengenai ekstrak lidah buaya (Aloe vera) yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan menambah pengetahuan

tentang khasiat obat dari bahan alami

2. Bagi peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian uji daya hambat

ekstrak lidah buaya (Aloe vera.) Dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%,

100% terhadap pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus secara in vitro.

24
64

Anda mungkin juga menyukai