Catatan : Diambil dari Tabel 7.1.2-3 Spesifikasi Teknis versi 2007 – Divisi 7
Untuk bangunan atas jembatan beton bertulang, mutu bahan yang kurang
lebih sesuai adalah mutu sedang, artinya perencana dapat memilih untuk
gelagar utama, pelat lantai dan diafragma bahan dengan mutu K250, K300
atau K350.
3-10
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
• Semen
• Air
3-11
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
tekan minimum 90% dari kuat tekan mortar dengan air suling untuk
periode umur yang sama.
• Aggregat
Sifat-sifat Agregat:
3-12
Modul RDE 10 : Perencanaan Geometrik Bab III Cara Pengerjaan
BAB III
CARA PENGERJAAN
Pekerjaan perencanaan geometrik jalan antar kota meliputi 5 tahapan yang berurutan
sebagai berikut:
1. Melengkapan data dasar
2. Identifikasi lokasi jalan
3. Penetapan kriteria perencanaan
4. Penetapan alinemen jalan yang optimal
5. Pengambaran detail perencanaan geometrik jalan dan pekerjaan tanah.
1. Tetapkan:
a. Untuk perencanaan geometrik, perlu ditetapkan klasifikasi menurut fungsi jalan
(Tabel II. 1)
b. Kendaraan Rencana (Tabel II. 3)
c. VLHR dan VJR (II.2.3)
d. Kecepatan Rencana, VR.
2. Kriteria perencanaan tersebut di atas ditetapkan berdasarkan pertimbangan
kecenderungan perkembangan transportasi di masa yang alcan datang sehingga
jalan yang dibangun dapat memenuhi fungsinya selama umur rencana yang
diinginkan.
Perencanaan untuk beberapa alternatif bertujuan mencari alinemen jalan yang paling
efisien yaitu alinemen dengan kriteria sebagai berikut:
1. Alinemen terpendek;
2. Semua kriteria perencanaan harus dipenuhi. Eka tidak ada alternatif alinemen yang
memenuhi kriteria perencanaan, maka kriteria perencanaan harus dirubah;
3. Memiliki pekerjaan tanah yang paling sedikit atau paling murah. Yang dimaksud
pekerjaan tanah di sini melingkupi volume galian, volume timbunan, dan volume
perpindahan serta pengoperasian tanah galian dan timbunan; dan
4. Memiliki jumlah dan panjang jembatan paling sedikit atau paling pendek atau paling
murah.
5. Pada alternatif yang paling efisien, perlu dievaluasi koordinasi antara alinemen
horisontal dan alinemen vertikal (II.7.5). Perubahan kecil pada alinemen terpilih ini
dapat dilakukan, tetapi jika perubahan alinemen tersebut menyebabkan penambahan
pekerjaan tanah yang besar maka proses seleksi alinemen perlu diulang.
Thin HMA
Micro
Teknologi Penanganan Lentur Fog Seal Chip Seal Slurry Seal Overlay
surfacing
(LTBA)
9
PERKERASAN JALAN
1. Umum
Desain yang baik harus memenuhi kriteria - kriteria sebagai berikut:
1. menjamin tercapainya tingkat layanan jalan sesuai umur rencana;
2. merupakan discounted-life-cycle cost yang terendah;
3. mempertimbangkan kemudahan pelaksanaan dan pemeliharaan;
4. menggunakan material secara efisien dan memanfaatkan material lokal semaksimal mungkin;
5. mempertimbangkan faktor keselamatan jalan;
6. mempertimbangkan kelestarian lingkungan.
Geotekstil yang berfungsi sebagai separator harus dipasang dibawah lapis penopang (capping layer) atau
lapis drainase langsung diatas tanah lunak (tanah rawa) dengan CBR lapangan kurang dari 2% atau di atas
tanah gambut.
Bahu jalan berpenutup harus diperkeras seluruhnya dengan kekuatan minimum untuk 10% beban
rencana atau sesuai dengan beban yang diperkirakan akan menggunakan bahu jalan.
Sistem drainase permukaan harus disediakan secara komprehensif. Drainase bawah permukaan
(subdrain) perlu dipertimbangkan dalam hal:
- Terjadi kerusakan akibat air pada perkerasan eksisting;
- Terdapat aliran air ke perkerasan, seperti aliran air tanah dari galian atau saluran irigasi;
- Galian konstruksi perkerasan segi-empat (boxed construction) yang tidak dilengkapi dengan drainase
yang memadai untuk mengalirkan air yang terperangkap dalam galian
-> Faktor yang digunakan untuk mengoreksi jumlah pengulangan beban sumbu (ESA) pangkat empat
menjadi nilai faktor pangkat lainnya yang dibutuhkan untuk desain mekanistik dengan software. (Contoh:
untuk mendapatkan nilai ESA pangkat 5 (ESA untuk kelelahan lapisan aspal) dari nilai ESA pangkat 4,
gunakan ESA5 = (TM) x ESA4.
Tied Shoulder
-> Bahu jalan yang terbuat dari pelat beton yang tersambung dengan tepi luar pelat beton lajur perkerasan
melalui batang pengikat (tie bar), atau berupa lajur perkerasan yang diperlebar dan menyatu dengan lajur
lalu lintas atau selebar 500 – 600 mm (widened concrete slab). Bahu beton juga berfungsi memberikan
dukungan lateral terhadap beban roda pada tepi perkerasan.
3. Umur Rencana
Umur rencana overlay structural ditetapkan minimum 10 tahun.
Jika dianggap sulit untuk menggunakan umur rencana diatas, maka dapat digunakan umur rencana
berbeda, namun sebelumnya harus dilakukan analisis dengan discounted lifecycle cost yang dapat
menunjukkan bahwa umur rencana tersebut dapat memberikan discounted lifecycle cost terendah. Nilai
bunga diambil dari nilai bunga rata-rata dari Bank Indonesia
4. Pemilihan Struktur Perkerasan
Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi berdasarkan volume lalu lintas, umur rencana, dan kondisi
fondasi jalan
Perkerasan Lentur:
Tanah dasar normal adalah tanah dasar yang secara umum mempunyai nilai CBR in-situ lebih besar dari
2,5%, termasuk pada daerah timbunan, galian dan permukaan tanah asli.
Tanah lunak didefinisikan sebagai tanah terkonsolidasi normal1 atau sedikit over konsolidasi (lightly over
consolidated), biasanya berupa tanah lempung atau lempung kelanauan dengan CBR kurang dari 2,5%
dan kekuatan geser (qc) lebih kecil dari 7,5 kPa, dan umumnya IP>25
Tanah aluvial kering pada umumnya memiliki kekuatan sangat rendah (misalnya CBR < 2%) di bawah lapis
permukaan kering yang relatif keras. Kedalaman lapis permukaan tersebut berkisar antara 400 – 600 mm.
Metode termudah untuk mengidentifikasi kondisi tersebut adalah menggunakan uji DCP
Perkerasan Kaku
Apabila semakin dalam kekuatan tanah dasar semakin meningkat maka formula tersebut di atas tidak
berlaku. Dalam kasus ini nilai CBR karakteristik adalah nilai CBR lapis teratas tanah dasar. CBR efektif tanah
dasar hendaknya tidak kurang dari 6%
Perkerasan kaku sebaiknya tidak digunakan di atas tanah lunak, kecuali jika dibangun dengan fondasi
micro pile.
Material lapisan pondasi bawah harus cukup kuat, mempunyai CBR > 20% dan IP < 10% (sirtu dll).
Material pondasi bawah relative lebih murah disbanding lapisan di atasnya.
Pemadatan yg baik pada tanah dasar jika dilakukan pada kadar air optimum dan diusahakan kadar air
tersebut konstan selama umur rencana.
Batas plastis adalah kadar air minimum dimana tanah dapat dibentuk secara plastis.
Plastisitas adalah kemampuan butir-butir tanah halus untuk mengalami perubahan bentuk tanpa terjadi
perubahan volume atau pecah.
Daya dukung tanah dasar dipengaruhi oleh jenis tanah, tingkat kepadatan, kadar air, dan kondisi
drainase.
CBR tanah dasar yg diambil adalah CBR tanah dasar yg sudah dipadatkan minimal sampai 95%.
Nilai Sand Equivalen (SE) yg memenuhi syarat untuk bahan konstruksi perkerasan jalan adalah > 50%.
Agregat dengan soundness ≤ 12% menunjukkan agregat cukup tahan terhadap pengaruh cuaca dan dapat
digunakan untuk lapis permukaan.
Aspal bersifat termoplastis artinya menjadi keras jika temperature turun dan akan lunak atau cair bila
temteratur bertambah.
Aspal Semen (AC, beku di temperatur ruangan, dan cair di temperature panas) dengan penetrasi rendah
bercuaca panas atau lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal semen dengan penetrasi tinggi
digunakan u/ daerah bercuaca dingin atau dengan volume lalu lintas rendah.
Di Indonesia pada umumnya dipergunakan aspal semen dengan penetrasi 60/70 dan 80/100.
Umur rencana jalan adalah jumlah tahun dari saat jalan tersebut dibuka untuk lalu lintas kendaraan
sampai diperlukan suatu perbaikan yg bersifat structural ( sampai diperlukan overlay lapisan perkerasan)
Umur rencana untuk perkerasan lentur jalan baru umumnya 20 tahun dan untuk peningkatan jalan 10
tahun (overlay). Umur rencana yg lebih dari 20 tahun tidak lagi ekonomis karena perkembangan lalu lintas
yg terlalu besar dan sukar mendapatkan ketelitian yg memadai (tambahan tebal lapisan perkerasan
menyebabkan biaya awal yg cukup tinggi)
Karakteristik campuran yg harus dimiliki oleh campuran aspal beton campuran panas adalah:
1. Stabilitas
Kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap,
seperti gelombang, alur, ataupun bleeding.
2. Durabilitas
Lapisan dapat mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air, dan perubahan suhu ataupun
keausan akibat gesekan kendaraan.
3. Fleksibilitas
Kemampuan lapisan untuk dapat mengikuti deformasi yg terjadi akibat beban lalu lintas berulang
tanpa timbulnya retak dan perubahan volume.
4. Tahan geser (skid resistance)
Kekesatan yg diberikan oleh perkerasan sehingga kendaraan tidak mengalami slip balik di waktu hujan
atau basah maupun di waktu kering.
5. Kedap air
6. Kemudahan pekerjaan (workability)
Mudahnya suatu campuran untuk dihampar dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil yg memenuhi
kepadatan yg diharapkan
7. Ketahanan kelelahan (fatigue resistance)
Ketahanan dalam menerima beban berulang tanpa terjadinya kelelahan yg berupa alur(ruting) dan
retak.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Cement Treated Base (CTB) harus dilaksanakan dalam satu lapisan, tidak boleh dibuat dalam beberapa
lapisan. jalan yang melayani lalu lintas sedang dan berat dapat dipilih lapis fondasi CTB karena dapat
menghemat secara signifikan dibandingkan dengan lapis fondasi berbutir
Aspal modifikasi hanya boleh digunakan jika sumber daya untuk pencampuran dan penyimpanan secara
benar tersedia. Aspal modifikasi (SBS) direkomendasikan digunakan untuk lapis aus (wearing course) pada
jalan dengan repetisi lalu lintas selama 20 tahun >10 juta ESA
Formula di atas digunakan untuk periode rasio volume kapasitas (RVK) yang belum mencapai tingkat
kejenuhan (RVK ≤ 0.85).
Perencana perkerasan harus menjelaskan kriteria drainase perkerasan kepada perencana drainase dan
harus memastikan bahwa drainase yang dikehendaki diuraikan dengan jelas pada gambar rencana.
Setelah penyesuaian harus diingat bahwa akurasi nilai DCP (Dynamic Cone Penetration Test) pada musim
kemarau adalah rendah. Dengan pertimbangan tersebut, untuk mengurangi ketidakpastian nilai DCP
akibat pengaruh musim kemarau, disarankan untuk mengadakan pengujian DCP pada musim hujan.
Dalam penetapan nilai karakteritsik, nilai-nilai CBR yang kecil, bersifat lokal (terisolasi) dan terindikasi
memerlukan penanganan khusus, dikeluarkan dari kumpulan data dengan catatan bahwa penanganan
yang tepat harus diprogramkan pada lokasi bersangkutan
Manfaat utama aspal modifikasi adalah untuk meningkatkan durabilitas dan ketahanan terhadap alur
(rutting) serta umur fatigue.
Tanah lunak di Indonesia pada umumnya terletak di atas lapisan dasar (platform) dengan nilai CBR 2%
hingga 3 % pada kedalaman 1 hingga 3 meter. Posisi lapisan dasar tersebut menentukan waktu pra-
konsolidasi dan atau kedalaman tanah yang harus digali dan diganti.
Kedalaman dasar lapisan dapat sangat bervariasi. Oleh sebab itu, ketebalan lapisan tanah lunak sebaiknya
diukur dengan DCP dan hasilnya dipetakan dalam petak-petak (grid) 25 meteran untuk memetakan
penyebaran tanah lunak. Ketebalan tanah lunak adalah kedalaman dimana kekuatan tanah eksisting
mencapai CBR 2,5%
1. Mslh beton, agregat, kurva daktalitas aspal, metode pekerjaan, KAK, metode postpretension jembatan.
2. HPS pekerjaan, tahapan pekerjaan (rekonstruksi, rehabilitasi,preservatif preservasi, preventif).
3. Memg terasa lebar tp memg mengerucut kok kearah jalan & jembatan.
4. Saran sy cari literatur/bahan belajar dr banyak sumber.
5. Utamanya peraturan², baik APBN atau APBD. Peraturan ttg jalan tol, managemen jembatan.
6. Intinya begitu jd pegawai pemerintah, memg harus menguasai ttg regulasi peraturan, baik internal ke-PU-an
atau antar K/L.
7. Utk bidang yg kurg kegiatan fisiknya, kmgkinan byk soal peraturan, yg mana pasti jebakan semua bahahahaa
8. Utk bidang spti SDA, jalan&jembatan CK & fisik lainnya, metode pelaksanaan mgkin 30-40% soal berupa
metode pelaksanaan, baik teori atau lapangan
9. Soal skb itu, gabungan pengetahuan dasar di kuliah + materi pekerjaan.
10. Materi pekerjaan berupa metode pelaksanaan, HPS, RAB, metode perhitungan (kurva, grafik dll).
11. Oiya 1 lagi, banyak juga soal (kurleb 10soal) ttg regulasi/peraturan mulai dari PP, perpres, permen, SeMen dan
turunannya..
12. 20an nomor ttg peraturan", uu, pp, sama permen
13. sisanya ttg teori" kuliah jalan sama jmbatan
14. peraturan ttg:
15. kbnyakan ttg pengadaan lahan
16. sisanya ttg jalan
17. yg standar" ukuran, dll jg lmyan bnyak
18. (yg pake beban sumbu ee, tapi hitungan sederhana kok, yg penting tahu konsep)
19. teori" umum jl jembatan, mis: jarak lurus maksimal tanpa hambatan berapa? 1km, 10km, ato berapa?
20. pwraturan yg umum sja
21. kayak pembayaran lahan dll
22. SKB PUPR sesuai dgn jabatan dan kualifikasi pendidikan,
23. Teknik Jl Jembatan Ahli Pertama : T. SIpil & T. Perancangan Jalan
24. dan Jembatan -> Uji pengetahuan terkait substansi jabatan
25. Hal-hal yang saya simpulkan dari soal yang saya dapatkan adalah : mektek, sifat beton jika mendapat tekanan
dan momen, baja (hitung profil WF), mektan, drainase, tatanan taman, limbah, opsi jika girder patah, dll (maaf
saya lupa). Kisi lain adalah, update mengenai proyek yang terkena masalah atau sedang hitz.
26. Yang pernah ikut asesmen pupr kenaikan pangkat ato jenjang ato status, tipe dan model soal mirip soal CPNS
psikotes pupr
JENIS – JENIS ASPAL
A. Komponen Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) terdiri atas:
1. Tanah Dasar (sub grade)
Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau permukaan tanah timbunan,
yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat- sifat dan daya dukung
tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut:
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dengan macam
tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.
2. Lapis Pondasi Bawah (sub base course)
Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar.
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain:
a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban roda.
b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan selebihnya dapat
dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi).
c. Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.
d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.
Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat-alat besar
atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.
Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR > 20%, PI < 10%) yang relatif lebih baik dari tanah dasar
dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah. Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau
semen portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan, agar dapat bantuan yang efektif terhadap
kestabilan konstruksi perkerasan.
3. Lapis Pondasi (base course)
Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dengan lapis pondasi bawah
(atau dengan tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah).
Fungsi lapis pondasi antara lain:
a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda,
b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban-
beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya
dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.
Bermacam-macam bahan alam / bahan setempat (CBR > 50%, PI < 4%) dapat digunakan sebagai bahan
lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah dan stabilisasi tanah dengan semen atau kapur.
4. Lapis Permukaan (surface course)
Lapis Permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis permukaan antara lain:
a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda
b. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan kerusakan akibat cuaca.
c. Sebagai lapisan aus (wearing course).
Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis pondasi, dengan
persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air,
disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya
dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas.
Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur rencana serta
pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
B. Jenis-jenis Lapis Permukaan (surface course)
Jenis lapis permukaan terdapat bermacam-macam yaitu:
a. Lapis Aspal Beton (LASTON)
Lapis Aspal Beton (LASTON) adalah merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari
agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal keras, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam
keadaan panas pada suhu tertentu.
b. Lapis Penetrasi Makadam (LAPEN)
Lapis Penetrasi Macadam (LAPEN) adalah merupakan suatu lapis perkerasan yang terdiri dari agregat
pokok dengan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal keras dengan cara
disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis dan apabila akan digunakan sebagai lapis
permukaan perlu diberi laburan aspal dengan batu penutup.
c. Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG)
Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG) adalah campuran yang terdiri dari agregat kasar, agregat
halus, asbuton, bahan peremaja dan filler (bila diperlukan) yang dicampur, dihampar dan dipadatkan
secara dingin.
d. Hot Rolled Asphalt (HRA)
Hot Rolled Asphalt (HRA) merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi
timpang, filler dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam
keadaan panas pada suhu tertentu.
e. Laburan Aspal (BURAS)
Laburan Aspal (BURAS) adalah merupakan lapis penutup terdiri dengan ukuran butir maksimum dari
lapisan aspal taburan pasir 9,6 mm atau 3/8 inch.
f. Laburan Batu Satu Lapis (BURTU)
Laburan Batu Satu Lapis (BURTU) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang
ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam. Tebal maksimum 20 mm.
g. Laburan Batu Dua Lapis
Laburan Batu Dua Lapis (BURDA) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal ditaburi
agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan. Tebal maksimum 35 mm.
h. Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS)
Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS) adalah merupakan pondasi perkerasan yang terdiri dari
campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu, dicampur dan dipadatkan dalam keadaan
panas.
i. Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah (LASTON BAWAH)
Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah (LASTON BAWAH) adalah pada umumnya merupakan lapis perkerasan
yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal
dengan perbandingan tertentu dicampur dan dipadatkan pada temperatur tertentu.
j. Lapis Tipis Aspal Beton
Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara
agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan perbandingan tertentu yang dicampur dan
dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Tebal padat antara 25 sampai 30 mm.
k. Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR)
Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran pasir dan
aspal keras yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
l. Aspal Makadam
Aspal Makadam adalah merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan/atau agregat
pengunci bergradasi terbuka atau seragam yang dicampur dengan aspal cair, diperam dan dipadatkan
secara dingin.
Bagian perkerasan jalan umumnya meliputi: lapis pondasi bawah (sub base course), lapis pondasi (base
course), dan lapis permukaan (surface course).
PREVENTIF JALAN
Pemeliharaan preventif perkerasan jalan hanya dapat diterapkan pada ruas jalan berpenutup untuk
perkerasan lentur dan perkerasan kaku dalam kondisi mantap dengan tanah dasar yang stabil
Beberapa keuntungan lain pemeliharaan preventif yaitu:
a) Mengurangi kerusakan di masa mendatang;
b) Mempertahankan atau meningkatkan kondisi fungsional dari perkerasan;
c) Memperpanjang masa layan perkerasan sesuai umur rencana.
Pelatihan Jab Kerja Road Design Engineer Perencanaan Geometrik Jalan
5) Panjang lengkung vertikal bisa ditentukan langsung sesuai Tabel H.24 vang
didasarkan pada penampilan. kenyamanan, dan jarak pandang. Untuk Jelasnva llhat
Gambar II.27 dan Gambar II.28
1) Alinemen vertikal, alinemen horizontal, dan potongan melintang jalan adalah elemen
elemen jalan sebagai keluaran perencanaan harus dikoordinasikan sedemikian
sehingga menghasilkan suatu bentuk jalan yang baik dalam arti memudah.kan
pengemudi mengemudikan kendaraannya dengan aman dan nyaman. Bentuk
kesatuan ketiga elemen jalan tersebut diharapkan dapat memberikan kesan atau
petunjuk kepada pengemudi akan bentuk jalan yang akan dilalui di depannya
sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi lebih awal.
2) Koordinasi alinemen vertikal dan alinemen horizontal harus memenuffi ketentuan
sebagai berikut:
(a) alinemen horizontal sebaiknya berimpit dengan alinemen vertikal, dan secara.
ideal alinemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi alinemen vertikal;
(b) tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau pada
bagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan;
(c) lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang harus
dihindarkan;
(d) dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal harus
dihindarkan; dan
(e) tikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan panjang harus
dihindarkan.
3) Setiap tikungan gabungan balik arah harus dilengkapi dengan bagian lurus di antara
kedua tikungan tersebut sepanjang paling tidak 30 m (lihat Gambar 11.26).
-ct
E
d+
dL
r_r
FA
Etr
6a
frs !pE
F' |-v
E zQ Xe .H(,
:
2
J
<E
e2
Jf
<y
td
Tul
ifi eHq
zw
<a
(t
E
"tr
o
.t
a
{ eh
lt $.
I
_a
EV
P=
JO
<J
-s,
,/:>,
E3 E3 ,/-=T'.. Y'"
o-
G
5s ffi* tE
+c)6J lrl +
-<G
er
d3
,Y
lrl
o
za
<z
Jf
<v
:, lrl
ut
YZ
:iY=
{ur
JAD
-,
s#-E
e,w
<o
JZ
<)
'"-
lrl
a
aeH a
J:.Y J
(I qgu 3
3 $Hq
<of,
., JY* =
lrl
a
F
3t iE, 3 €ili $T
t 3Btff f$-€{i$s
EESo
33P
'
i-v
G! GI
3i+t E
ii{?i
+$E
4)A
2-7.e
HPE
q
iiii{ii}iisi}{iig{B
E E.E
F'Es *
i
.e
]€€{
EEEE E E a CI
5E ;E r E
h.g uo
d55=i\
eE E E F Ig E JJ
d
;iiE EiE BJi*$
t;-;
"-$$;
t
? n u) E
H (lt
c
(ll
taini H i E;g{;;}*rtit
Hiir E Ee
&d
Ig tat fs gs ri Ei ir i +ii lf
{iie
t-
:. 'A siti Flt F$t{i'
()
O.
f, f,f x
g€t ?t)
E€{; fi ++ $;
o
rc
B d t- 5.8'E I i' = - ..r .'.)
GEOMETRI JALAN
Ruang Daerah Pengawasan Jalan (Ruwasja) adalah ruang sepanjang jalan di luar Rumaja yang dibatasi oleh tinggi dan
lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan sebagai berikut:
1. jalan Arteri minimum 20 meter,
2. jalan Kolektor minimum 15 meter,
3. jalan Lokal minimum 10 meter.
Untuk keselamatan pernakai jalan, Dawasja di daerah tikungan ditentukan oleh jarak pandang bebas.
Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu kepada MLKJI berdasarkan tingkat kinerja yang direncanakan, di mana untuk
suatu ruas jalan dinyatakan oleh nilai rasio antara volume terhadap kapasitas yang nilainya tidak lebih dari 0.80.
Untuk kelancaran drainase perrnukaan, lajur Ialu lintas pada alinemen lurus memerlukan kemiringan melintang normal
sebagai berikut :
a. 2-3% untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton;
b. 4-5% untuk perkerasan kerikil
Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi sedemikian sehingga
jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari
bahaya tersebut dengan aman
ALINEMEN HORIZONTAL
Jalan Lurus
Dengan mempertimbangkan faktor keselarnatan pernakai jalan, ditinjau dari segi kelelahan pengernudi, maka panjang
maksimum bagian jalan yang lurus harus ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR).
Tikungan
Superelevasi adalah suatu kerniringan melintang di tikungan yang berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima
kendaraan pada saat bedalan melalui tikungan pada kecepatan VR. Nilai superelevasi maksimum ditetapkan 10%.
Lengkung peralihan
Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan di antara bagian lurus jalan dan bagian lengkung jalan bedari-jari
tetap R; berfungsi mengantisipasi perubahan alinemen jalan dari bentuk lurus (R tak terhingga) sampai baglan lengkung
jalan berjari-jari tetap R sehingga gaya sentrifugal yang bekeda pada kendaraan saat berjalan di tikungan berubah secara
berangsur-angsur, baik ketika kendaraan mendekati tikungan maupun meninggalkan tikungan.
Lama waktu pedalanan di lengkung peralihan perlu dibatasi untuk menghindarkan kesan perubahan alinemen yang
mendadak, ditetapkan 3 detik (pada kecepatan VR)
ALINEMEN VERTIKAL
Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal dapat berupa landai positif (tanjakan), atau landai negatif
(turunan), atau landai nol (datar).
Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh yang mampu bergerak dengan
penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah
Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disedlakan agar kendaraan dapat mempertahankan
kecepatannya sedemikian sehingga penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan tersebut
ditetapkan tidak lebih dari satu menit.
Pelatihan Jab Kerja Road Design Engineer Perencanaan Geometrik Jalan
Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat
mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya ter-
sebut dengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu Jarak Pandang Henti (Jh) dan
Jarak Pandang Mendahulul (Jd).
a. jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak
pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan la harus berhenti
sampai saat pengemudi menginjak rem; dan
b. jarak pengereman (Jhr) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan
kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampal kendaraan berhenti.
4) Jh, dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus:
di mana:
VR= kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det'
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35-0,55.
5) Tabel II.10 berisi Jh minimum yang dihitung berdasarkan persamaan (II.3) dengan
pembulatan-pembulatan untuk berbagal VR.
Pelatihan Road Design Engineer (RDE) II-17
Pelatihan Jab Kerja Road Design Engineer Perencanaan Geometrik Jalan
2) Jd diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan
tinggi halangan adalah 105 cm.
Jd = d1 + d 2 + d 3 + d 4 (II. 4)
di mana
d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m),
d2= jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur
semula (m),
d3 = jarak antara kendaraan vang mendahului dengan kendaraan vang datang dari
arah berlawanan setelah proses mendahulul selesal m),
d4 = jarak yang ditempuh olch kendaraan yang datang dari arah berlawanan, yang
besarnva diambil sama dengan 2/3 d2 (M).
di mana:
R = Jari-jari tikungan (m)
Jh= Jarak pandang henti (m)
Lt = Panjang tikungan (m)
Tabel II. 12 berisi nilai E, dalarn satuan meter, yang dihitung menggunakan persamaan
(II.5) dengan pembulatan-pembulatan untuk Jh<Lt. Tabel tersebut dapat dipakai untuk
menetapkan E.
Potongan Memanjang
Denah
4-47
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Penampang Melintang
Pembebanan
Pembebanan yang digunakan dalam perencanaan dan perhitungan
bangunan atas jembatan gelagar komposit ini didasarkan atas Standar
Pembebanan yang berlaku untuk pekerjaan jembatan yaitu:
4-48
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan
Abutment adalah suatu bangunan yang didesain untuk meneruskan beban dari
bangunan atas, baik beban mati atau beban hidup, berat sendiri dari abutment
(beban mati) dan tekanan tanah ke tanah pondasi.
Jenis dari abutment yang sekarang lazim digunakan adalah abutment dari beton
bertulang (minimal mutu sedang), sedangkan dari abutment tipe lama dikenal jenis
abutment yang dibuat dari pasangan batu kali, sering disebut sebagai abutment tipe
gravitasi. Berikut ini diberikan bentuk umum dari tipe-tipe abutment yang sering
digunakan:
Tipe T Terbalik
Tipe Gravitasi Tipe Balok Kepala Tipe T Terbalik
dengan Penopang
Gambar 2-1 Tipe-tipe Abutment
2-5
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan
dipilih karena kondisi tanah dasar baik dan memungkinkan untuk dibuat pondasi
langsung.
Abutment tipe balok kepala (pile cap) sekarang sering digunakan, dimaksudkan
untuk memperkecil berat sendiri dari abutment, sementara itu untuk mencapai tanah
keras diperlukan tiang pancang karena lokasi tanah keras yang berfungsi sebagai
pondasi untuk memikul jembatan lokasinya “agak dalam” atau “dalam” dihitung dari
permukaan tanah dasar.
Abutment tipe T terbalik, ini merupakan tipe yang mulai digunakan pada era tahun
1970-an sampai sekarang, pada umumnya digunakan apabila tinggi abutment
berkisar antara 6-12 m. Kadang-kadang perencana mengambil tipe ini meskipun
tinggi abutment hanya 2 m, atau bahkan untuk abutment dengan tinggi 15 m juga
masih menggunakan tipe ini. Abutment tipe T terbalik ini dapat dipikul oleh tiang
pancang, atau sumuran atau bahkan pondasi langsung tergantung, pada kondisi
tanah di bawah abutment.
Abutment tipe T terbalik dengan penopang, tipe ini jarang digunakan, pada
umumnya digunakan apabila tinggi abutment berkisar antara 9-20 m. Kadang-
kadang perencana mengambil tipe ini meskipun tinggi abutment hanya 5 m, padahal
sebenarnya dapat digunakan alternative lain yaitu tipe T terbalik tanpa penopang.
Abutment tipe T terbalik ini dapat dipikul oleh tiang pancang, atau sumuran atau
bahkan pondasi langsung tergantung, pada kondisi tanah di bawah abutment.
Permasalahan yang dihadapi dalam penggunaan tipe ini adalah keberadaan
penopang akan menyulitkan pemadatan timbunan oprit jembatan.
Berikut ini diberikan grafik yang menunjukkan hubungan antara tipe abutment
dengan tinggi pemakaian:
Tipe T Terbalik
Tipe Gravitasi
Sumber : Mekanika Tanah & Teknik Pondasi, Penterjemah Ir. L. Taulu dkk,
Ir. Suyono Sosrodarsono – Kazuto Nakazawa - 1981
2-6
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan
Pilar adalah suatu bangunan yang didesain untuk meneruskan beban dari bangunan
atas, baik beban mati atau beban hidup, berat sendiri dari pilar (beban mati) ke
tanah pondasi. Dari segi jenis, pilar dibuat dari beton bertulang minimal mutu
sedang.
Pada sketsa pilar tersebut di bawah, diberikan bentuk-bentuk umum pilar yang
dibangun di sungai serta di darat:
2-7
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan
Perencanan pilar jembatan perlu memperhatikan penggerusan akibat aliran air banjir di
sekitar dinding pilar. Ternyata penggerusan terdalam terjadi pada bagian lengkungan
dinding. Sudut kemiringan lereng yang tergerus kurang lebih sama dengan sudut
material dasar yang terkumpul dalam air yaitu sekitar 30-40 derajat meskipun bervariasi
sesuai dengan ukuran butir, merupakan penggerusan berbentuk kerucut.
Pada gambar di atas terlihat bahwa scouring terjadi di ujung bawah pilar tempat air
banjir “menabrak” dinding pilar. Jika scouring akibat arus air tambah besar, bisa terjadi
keruntuhan pilar yang akhirnya menyebabkan jembatan runtuh.
2-8
DESAIN JEMBATAN
Pedoman berdasarkan SKBI 1.3.28.1987 tersebut dapat digunakan untuk perencanaan jembatan dengan panjang
bentang / 200 m, dengan mengadakan modifikasi sesuai jenis konstruksi dan kondisi lapangan.
Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut tentang beban-beban yang diperhitungkan dalam perencanaan jembatan,
artinya juga untuk bangunan bawah (abutment dan pilar) jembatan:
Beban primer, adalah beban yang merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap
perencanaan jembatan.
Beban sekunder, adalah beban yang merupakan beban sementara yang selalu diperhitungkan dalam
perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan.
Beban khusus, adalah beban yang merupakan beban-beban khusus untuk perhitungan tegangan pada
perencanaan jembatan. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan 2-3
Beban mati, adalah semua beban yang berasal berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau,
termasuk segala unsur tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya.
Beban hidup, adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraankendaraan bergerak / lalu litas dan/atau
pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan.
Beban mati primer, adalah berat sendiri dari pelat dan sistem lainnya yang dipikul langsung oleh masing-
masing gelagar jembatan.
Beban mati sekunder, adalah berat kerb, trotoir, tiang sandaran dan lain-lain yang dipasang setelah pelat
dicor. Beban tersebut dianggap terbagi rata di semua gelagar.
Untuk abutment jembatan, disarankan menggunakan beton K-350. Agregat kasar harus dipilih sedemikian rupa
sehingga ukuran agregat terbesar tidak lebih dari ¾ jarak bersih minimum antara baja tulangan atau antara baja
tulangan dengan acuan, atau celah-celah lainnya di mana beton harus dicor. Kekuatan karakteristik untuk beton K-350
pada umur 28 hari Fc’ = 29.05 Mpa
Berdasarkan tipe strukturnya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain :
1) Jembatan plat (slab bridge),
2) Jembatan plat berongga (voided slab bridge),
3) Jembatan gelagar (girder bridge),
4) Jembatan rangka (truss bridge),
5) Jembatan pelengkung (arch bridge),
6) Jembatan gantung (suspension bridge),
7) Jembatan kabel (cable stayed bridge),
8) Jembatan cantilever (cantilever bridge).
2. Analisis Data
Sebelum membuat rancangan teknis jembatan perlu dilakukan analisis data hasil survei dan investigasi yang meliputi,
antara lain :
1) Analisis data lalu-lintas.
Analisis data lalu-lintas digunakan untuk menentukan klas jembatan yang erat hubungannya dengan penentuan
lebar jembatan dan beban lalu-lintas yang direncanakan.
2) Analisis data hidrologi.
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya debit banjir rancangan, kecepatan aliran, dan gerusan
(scouring) pada sungai dimana jembatan akan dibangun.
3) Analisis data tanah.
Data hasil pengujian tanah di laboratorium maupun di lapangan yang berupa pengujian sondir, SPT, boring, dsb.
digunakan untuk mengetahui parameter tanah dasar hubungannya dengan pemilihan jenis konstruksi fondasi
jembatan.
4) Analisis geometri.
Analisis ini dimaksudkan untuk menentukan elevasi jembatan yang erat hubungannya dengan alinemen vertikal
dan panjang jalan pendekat (oprit).
· Kelas C, option 0,5 m + 4,5 m + 0,5 m dengan beban 50% Bina Marga Loading.
Penggunaan penetapan Kelas Jembatan dalam perencanaan jembatan adalah sebagai berikut:
- Kelas A digunakan untuk jembatan yang terletak pada jalan Nasional atau jalan Propinsi,
- Kelas B digunakan untuk jembatan yang terletak pada jalan Kabupaten, sedangkan
- Kelas C digunakan untuk jembatan yang terletak pada ruas jalan kabupaten atau pada ruas jalan yang lebih rendah
dari pada jalan Kabupaten.
Bentang jembatan minimal = 5.00 m, artinya untuk perlintasan jalan dengan sungai yang memerlukan bentang < 5.00
m konstruksi perlintasan yang digunakan bukan jembatan, akan tetapi gorong-gorong.
Tabel 3-1 Standar Pendekatan Pemilihan Tipe dan Jenis Gelagar Bangunan Atas Jembatan
I. Struktur prategang
1 Slab berongga 1/22 (1/20 - 1/30)
2 Str. komposit sederhana : gelagar I 1/15 (1/13 - 1/20)
3 Str. komposit menerus : gelagar I 1/18 (1/16 - 1/22)
4 Str. sederhana : gelagar I 1/18 (1/16 - 1/22)
5 Str. menerus : gelagar I 1/20 (1/18 - 1/22)
6 Str. komposit sederhana : gelagar U 1/18 (1/16 - 1/20)
7 Gelagar kotak sederhana 1/20 (1/18 - 1/24)
8 Gelagar kotak menerus * 1/22 (1/20 - 1/27)
9 Gelagar kotak menerus ** 1/18 (1/16 - 1/22)
II. Struktur beton bertulang
1 Gelagar sederhana 1/15
2 Slab berongga 1/20
3 Konstruksi kaku 1/12
4 Slab di tiang 1/20
Catatan :
* = di-ereksi dengan penopang H = tinggi gelagar
** = di-ereksi dengan metoda kantilev er L = bentang
3-3
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Tabel 3-2 Tipe-tipe bangunan atas jembatan yang menggunakan beton bertulang
3-4
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Tabel 3-3 Tipe-tipe bangunan atas jembatan yang menggunakan beton prategang
3-5
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
3-6
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas
Jembatan
Selain tipe beton bertulang, beton prategang, dan beton komposit, terdapat tipe
rangka baja, yang meskipun tidak diberikan secara mendetail di dalam modul ini,
perlu diketahui oleh Ahli Muda Perencana Jembatan untuk dapat
merekomendasikan jumlah dan panjang bentang jembatan.
Tipe rangka baja yang digunakan selama ini di Indonesia antara lain adalah
sebagai berikut:
Berikut ini adalah Tabel-tabel yang menunjukkan bentang jembatan dan lebar jalur
lalu lintas berdasarkan Kelas Jembatan untuk beberapa tipe:
3-7
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Denah
4-33
KLASIFIKASI TANAH
Berdasarkan ukuran partikel (gradasi butirannya), tanah dapat didefinisikan dari komponennya sendiri seperti:
Geotekstil adalah lembaran sintesis yang tipis, fleksibel, permeable yang digunakan untuk stabilisasi dan perbaikan
tanah dikaitkan dengan pekerjaan teknik sipil. Pemanfaatan geotekstil merupakan cara moderen dalam usaha untuk
perkuatan tanah lunak.
Geosintetik yang ada terdiri dari berbagai jenis dan diklasifikasikan dalam beberapa bentuk sebagai berikut :
1. Geotekstil, bahan lulus air dari anyaman (woven) atau tanpa anyaman (non woven) dari benang-benang atau
serat- serat sintetik yang digunakan dalam pekerjaan tanah.
2. Geogrid, produk geotekstil yang berupa lubang-lubang berbentuk segi empat (geotextile grid) atau lubang
berbentuk jaring (geotextile net) , biasanya terbuat dari bahan Polyester (PET) atau High Density Polyethylene
(HDPE)
3. Geofabric, semua produk geosintetik yang berbentuk lembaran
4. Geocoposite, kombinasi dua atau lebih tipe geosintetik
5. Geomembrane, geosintetik yang bersifat impermeable atau tidak tembus air, biasanya dibuat dari bahan high
density polyethylene (HDPE).
6. Geocell, berbentuk sel-sel sebagai bahan penahan erosi atau perkuatan , terbuat dari bahan High Density
Polyethylene (HDPE)
7. Geotube, berbentuk tabung memanjang yang digunakan di daerah pantai
8. Geobag, berbentuk karung sebagai perkuatan di aliran sungai atau pantai.
9. Geocontainer, sebagai bahan pembuat pulau atau konstruksi ditengah laut dan diturunkan dari kapal .
10. Vertical drain, sebagai bahan pemercepat aliran disipasi air pori sehingga mempercepat proses settlement.
11. Concrete matras, berbentuk matras atau kasur yang diisi dengan beton untuk penahan dinding sungai
pencegah erosi
12. Geojute, terbuat dari jaring-jaring atau bahan serat alami seperti dari serat kelapa sawit untuk penahan erosi
.Produk ini mempunyai aplikasi yang sangat luas di bidang geoteknik & teknik sipil dari mulai konstruksi jalan
raya, embankmen, perkuatan tanah lunak, jalan kereta api, jembatan, perkuatan lereng dan dinding, waduk,
reklamasi pantai dan lainnya.
1. CBR
Pengujian CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan terhadap bahan standar dengan kedalaman
dan kecepatan penetrasi yang sama untuk mendapatkan nilai kekuatan tanah dasar.
Makin tinggi nilai CBR tanah (subgrade) maka lapisan perkerasan diatasnya akan semakin tipis dan semakin kecil nilai
CBR (daya dukung tanah rendah), maka akan semakin tebal lapisan perkerasan di atasnya sesuai beban yang akan
dipikulnya.
Jenis – Jenis CBR :
a. CBR Lapangan (CBR inplace atau field Inplace)
Digunakan untuk memperoleh nilai CBR asli di Lapangan sesuai dengan kondisi tanah pada saat itu. Umum
digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan yang lapisan tanah dasarnya tidak akan dipadatkan lagi.
Pemeriksaan ini dilakukan dala kondisi kadar air tanah tinggi (musim penghujan), atau dalam kondisi terbuuk yang
mungkin terjadi.
b. CBR lapangan rendaman (undisturbed soaked CBR)
Digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di Lapangan pada keadaan jenuh air dan tanah mengalami
pengembangan (swell) yang maksimum. Hal ini sering digunakan untuk menentukan daya dukung tanah di daerah
yang lapisan tanah dasarnya tidak akan dipadatkan lagi, terletak pada daerah yang badan jalannya sering
terendam air pada musim penghujan dan kering pada musim kemarau. Sedangkan pemeriksaan dilakukan di
musim kemarau. Pemeriksaan dilakukan dengan menambil contoh tanah dalm tabung (mould) yang ditekan
masuk kedalam tanah mencapai kedalaman yang diinginkan. Tabung berisi contoh tanah dikeluarkan dan
direndam dalam air selama beberapa hari sambil diukur pengembangannya. Setelah pengembangan tidak terjadi
lagi, barulah dilakukan pemeriksaan besarnya CBR
c. CBR Laboratorium
Tanah dasar (Subgrade) pada konstuksi jalan baru dapat berupa tanah asli, tanah timbunan atau tanah galian yang
telah dipadatkan sampai menncapai kepadatan 95% kepadatan maksimum. Dengan demikian daya dukung tanah
dasar tersebut merupakan nilai kemampuan lapisan tanah memikul beban setelah tanah tersebut dipadatkan. CBR
ini disebut CBR laboratoium , karena disiapkan di Laboratorium. CBR Laboratorium dibedakan atas 2 macam, yaitu
CBR Laboratorium rendaman (soaked design CBR) dan BR Laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR).
Umumnya CBR dinyatakan pada penetrasi 0,1 inchi
Jika CBR pada penetrasi 0,2 inchi lebih besar pada CBR pada penetrasi 0,1 inchi maka pengujian harus dilakukan
minimal 3 kali pada lokasi yang berdekatan
Jika dari 3 hasil pengujian menunjukkan CBR pada penetrasi 0,2 inchi lebih besar dari CBR pada penetrasi 0,1 inchi
maka ditetapkan nilai CBR adalah CBR pada penetrasi 0,2 inchi
5. Core Drill
Tujuan dari pengujian core drill yaitu untuk menentukan/mengambil sample perkerasan di lapangan sehingga bisa
diketahui tebal perkerasannya serta untuk mengetahui karakteristik campuran
perkerasan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui secara tepat susunan
struktur dari suatu konstruksi jalan, jenis perkerasan, persentase susunan dan
untuk memeriksa perubahan dari struktur jalan.
Dalam pelaksanaan uji alat core drill perlu diperhatikan kontinuitas pemakaian
air karena jika ada keterlambatan dalam pemberian air pada ujung mata bor,
akan menyebabkan terjadinya kerusakan dari alat tersebut.
6. Skid Resistance Tester
Skid resistance tester adalah pengujian yang bertujuan untuk menguji tingkat kekesatan yang diberikan oleh beban
terhadap perkerasan.
Makin besar nilainya berarti jalan itu makin kesat dan apabila nilainya kecil maka kekesatan perkerasan tersebut
kurang.
Pada saat melakukan percobaan perlu dilakukan penyetelan alat. Karena hasil
akan optimal jika kondisi alat dalam keadaan seimbang (Sebelum dilakukan
percobaan kondisi jarum dalam keadaan 0).
Untuk jalan yang melayani lalu lintas sedang dan berat dapat dipilih lapis fondasi CTB karena dapat menghemat secara
signifikan dibandingkan dengan lapis fondasi berbutir. Biaya perkerasan dengan lapis fondasi CTB pada umumnya lebih
murah daripada perkerasan beraspal konvensional dengan lapis fondasi berbutir untuk beban sumbu antara 10 – 30
juta ESA, tergantung pada harga setempat dan kemampuan kontraktor. CTB dapat menghemat penggunaan aspal dan
material berbutir, dan kurang sensitif terhadap air dibandingkan dengan lapis fondasi berbutir. Konstruksi CTB
membutuhkan kontraktor yang kompeten dengan sumber daya peralatan yang memadai. Perkerasan CTB hanya dipilih
jika sumber daya yang dibutuhkan tersedia. CTB harus dilaksanakan dalam satu lapisan, tidak boleh dibuat dalam
beberapa lapisan.
LMC (Lean Mix Concrete) dapat digunakan sebagai pengganti CTB, dan akan memberikan kemudahan pelaksanaan di
area kerja yang sempit misalnya pekerjaan pelebaran perkerasan atau pekerjaan pada daerah perkotaan.
Discounted lifecycle cost perkerasan kaku umumnya lebih rendah untuk jalan dengan beban lalu lintas lebih dari 30
juta ESA4. Untuk beban lalu lintas ringan sampai sedang, perkerasan kaku akan lebih mahal dibandingkan perkerasan
lentur, terutama di daerah pedesaan atau perkotaan tertentu yang pelaksanaan konstruksi jalan tidak begitu
mengganggu lalu lintas. Perkerasan kaku dapat menjadi pilihan yang lebih murah untuk jalan perkotaan dengan akses
terbatas bagi kendaraan yang sangat berat. Pada area yang terbatas, pelaksanaan perkerasan kaku akan lebih mudah
dan cepat daripada perkerasan lentur.
Perkerasan tanpa penutup (jalan kerikil) khusus untuk beban lalu lintas rendah (≤ 500.000 ESA4). Tipe perkerasan ini
dapat juga diterapkan pada konstruksi secara bertahap di daerah yang rentan terhadap penurunan (settlement).
Jika perkerasan kaku digunakan untuk pelebaran perkerasan lentur di atas tanah lunak, sebaiknya pelebaran dilakukan
satu lajur penuh, karena akan memudahkan pemeliharaan sambungan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku.
Pelebaran jalan sebaiknya dijadwalkan bersamaan dengan rencana rekonstruksi (termasuk overlay)
Konstruksi jalan di atas tanah gambut harus menggunakan perkerasan lentur. Perkerasan kaku tidak sesuai jika
digunakan di atas tanah gambut karena masalah keseragaman daya dukung dan penurunan yang besar. Untuk
membatasi dampak penurunan yang tak seragam dianjurkan untuk menggunakan konstruksi bertahap dan
penanganan khusus.
HRS-WC tebal ≤ 50 mm di atas Lapis Fondasi Berbutir merupakan solusi yang tepat biaya untuk jalan baru atau
rekonstruksi dengan beban lalu lintas sedang (<1 juta ESA5) tetapi membutuhkan kualitas konstruksi yang tinggi
khususnya untuk LFA Kelas A (Solusi ini kurang efektif dari segi biaya namun jumlah kontraktor yang kompeten
melaksanakannya lebih banyak daripada pake surface dressing: burtu ato burda).
Soil cement dapat digunakan di daerah dengan keterbatasan material berbutir atau kerikil, atau jika biaya stabilisasi
tanah lebih menguntungkan.
2. LALU LINTAS
Analisis volume lalu lintas didasarkan pada survei yang diperoleh dari:
a. Survei lalu lintas, dengan durasi minimal 7 x 24 jam1 . Survei dapat dilakukan secara manual mengacu pada
Pedoman Survei Pencacahan Lalu Lintas (Pd T-19-2004-B) atau menggunakan peralatan dengan pendekatan yang
sama.
b. Hasil – hasil survei lalu lintas sebelumnya.
Lajur rencana adalah salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan yang menampung lalu lintas kendaraan niaga (truk
dan bus) paling besar. Beban lalu lintas pada lajur rencana dinyatakan dalam kumulatif beban gandar standar (ESA)
dengan memperhitungkan faktor distribusi arah (DD) dan faktor distribusi lajur kendaraan niaga (DL).
Timbangan survei beban gandar yang menggunakan sistem statis harus mempunyai kapasitas beban roda (tunggal atau
ganda) minimum 18 ton atau kapasitas beban sumbu tunggal minimum 35 ton.
Nilai VDF regional masing-masing jenis kendaraan niaga yang diolah dari data studi WIM yang dilakukan Ditjen Bina
Marga pada tahun 2012 – 2013. Data tersebut perlu diperbarui secara berkala sekurang-kurangnya setiap 5 tahun.
Berdasarkan pedoman desain perkerasan kaku (Pd T-14-2003), beban lalu lintas desain didasarkan pada distribusi
kelompok sumbu kendaraan niaga (heavy vehicle axle group, HVAG) dan bukan pada nilai ESA
3. DRAINASE PERKERASAN
Jika lapis fondasi bawah lebih rendah dari ketinggian tanah disekitarnya, maka harus dipasang subdrain (apabila
memungkinkan hindari kondisi seperti ini dengan membuat desain geometrik yang baik).
Subdrain harus dipasang dengan kemiringan seragam tidak kurang dari 0.5% untuk memastikan bahwa air dapat bebas
mengalir melalui subdrain ke titik-titik pembuangan. Selain itu, harus disediakan akses untuk memudahkan
pembersihan subdrain pada interval jarak tidak lebih dari 60 m. Level inlet dan outlet subdrain harus lebih tinggi dari
level banjir. Untuk jalan dengan median pemisah, sistim subdrain pada median harus dibuat jika kemiringan permukaan
jalan mengarah ke median (pada superelevasi).
Secara umum perencana harus menerapkan desain yang dapat menghasilkan “faktor m” ≥ 1,0 kecuali jika kondisi di
lapangan tidak memungkinkan. Dalam proses desain, penggunaan koefifien drainase m yang lebih besar dari 1 tidak
digunakan kecuali jika ada kepastian bahwa mutu pelaksanaan untuk mencapai kondisi tersebut dapat dipenuhi. ???
Spesifikasi umum pelaksanaan menetapkan bahwa lapisan tanah yang lebih dalam dari 30 cm di bawah elevasi tanah
dasar harus dipadatkan sampai 95% kepadatan kering maksimum. Hingga kedalaman 30 cm dari elevasi tanah dasar
tanah dipadatkan hingga 100% kepadatan kering maksimum (SNI 03-1742-1989)
Dalam hal tanah lunak kepadatan berdasarkan standar pengujian laboratorium tidak mungkin dicapai di lapangan.
Dengan demikian nilai CBR laboratorium untuk tanah lunak menjadi tidak relevan.
Apabila waktu pelaksanaan konstruksi terbatas, proses konsolidasi dapat dipercepat antara lain dengan pembebanan
sementara (surcharge), drainase vertikal, konsolidasi dengan vakum, pemadatan dengan energi tumbukan yang tinggi
(high energy impact compaction - HEIC), atau kombinasi dari penanganan tersebut.
Penentuan segmen tanah dasar yang seragam
Ruas jalan yang didesain harus dikelompokkan berdasarkan kesamaan segmen yang mewakili kondisi tanah dasar
yang dapat dianggap seragam (tanpa perbedaan yang signifikan). Pengelompokan awal dapat dilakukan berdasarkan
hasil kajian meja dan penyelidikan lapangan atas dasar kesamaan geologi, pedologi, kondisi drainase dan topografi,
serta karakteristik geoteknik (seperti gradasi dan plastisitas).
Secara umum disarankan untuk menghindari pemilihan segmen seragam yang terlalu pendek. Jika nilai CBR yang
diperoleh sangat bervariasi, pendesain harus membandingkan manfaat dan biaya antara pilihan membuat segmen
seragam yang pendek berdasarkan variasi nilai CBR tersebut, atau membuat segmen yang lebih panjang berdasarkan
nilai CBR yang lebih konservatif.
Hal penting lainnya yang harus diperhatikan adalah perlunya membedakan daya dukung rendah yang bersifat lokal
(setempat) dengan daya dukung tanah dasar yang lebih umum (mewakili suatu lokasi). Tanah dasar lokal dengan
daya dukung rendah biasanya dibuang dan diganti dengan material yang lebih baik atau ditangani secara khusus.
Dalam perencanaan jika dipilih stabilisasi kapur atau semen maka nilai daya dukung material (CBR) dipilih nilai terkecil
dari tiga nilai berikut:
a. daya dukung rendaman 4 hari dari material yang distabilisasi;
b. empat kali daya dukung tanah asal sebelum distabilisasi;
c. daya dukung yang diperoleh dari formula berikut:
CBRstabilisasi= CBRtanah asal x 2^(tebal lapis stabilisasi dalam mm)/150
Tebal total tanah dasar stabilisasi adalah 150 mm untuk pemadatan biasa atau sampai dengan 300 mm apabila
disyaratkan dan digunakan alat pemadat pad foot dengan berat statik 18 ton.
DESAIN PERKERASAN
Basis dari prosedur desain perkerasan lentur dengan campuran beraspal yang digunakan pada manual ini adalah
karakteristik mekanik material dan analisis struktur perkerasan secara mekanistik. Metode ini menghubungkan
masukan berupa beban roda, struktur perkerasan dan sifat mekanik material, dengan keluaran berupa respons
perkerasan terhadap beban roda seperti tegangan, regangan atau lendutan. Respons struktural tersebut digunakan
untuk memprediksi kinerja struktur perkerasan dalam hal deformasi permanen dan retak lelah. Karena prediksi
tersebut didasarkan pada kinerja material di laboratorium dan pengamatan di lapangan, pendekatan ini disebut juga
sebagai metode mekanistik empiris.
Timbunan tanpa penahan pada tanah lunak (CBR < 2.5%) atau tanah gambut harus dipasang pada kemiringan tidak
lebih curam dari 1V : 3H
Konstruksi perkerasan pada galian berbentuk segi empat (boxed construction) mengacu pada struktur perkerasan
dengan lapisan perkerasan berbutir yang tidak dapat mengalirkan air kecuali melalui sistem drainase bawah
permukaan (Gambar 8.3.a. Tipikal Konstruksi dan Gambar 8.3.b Tipikal Kerusakan). Konstruksi pada galian berbentuk
segi empat hendaknya hanya digunakan apabila tidak ada pilihan lain. Pada daerah perkotaan dan antar kota, pada
umumnya dibutuhkan konstruksi perkerasan berbentuk segi-empat. Perkerasan pada galian berbentuk segi-empat
harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang diuraikan dalam bab ini. Pelaksanaan konstruksi perkerasan dengan
galian harus dilengkapi dengan sistem drainase bawah permukaan, termasuk drainase bawah permukaan dalam arah
lateral untuk tepi yang lebar
Perencana harus mempertimbangkan pengaruh musim hujan terhadap aktivitas pelaksanaan terutama di daerah
aluvial yang cenderung menjadi jenuh selama musim hujan. Pada umumnya tidak ada jaminan bahwa pelaksanaan
konstruksi dapat dilaksanakan pada musim kemarau, oleh karena itu desain hendaknya mempertimbangkan kondisi
tanah dasar saat musim hujan
Sambungan memanjang terutama pada perkerasan kaku tidak boleh diletakkan di lintasan roda kendaraan.
PERBAIKAN JALAN
Kerusakan perkerasan eksisting berupa kerusakan yang dapat dilihat secara visual. Apabila kerusakan pada perkerasan
eksisting diperkirakan akan mempengaruhi kinerja perkerasan maka kerusakan tersebut harus diperbaiki terlebih
dahulu sebelum pelapisan. Sering terjadi kerusakan overlay terjadi akibat tidak diperbaikinya kerusakan perkerasan
eksisting sebelum overlay
Retak refleksi
Jenis kerusakan yang sering terjadi setelah overlay adalah retak refleksi. Berbagai cara perlu dipertimbangkan untuk
mencegah atau mengurangi terjadinya retak refleksi seperti pembongkaran dan penggantian lapisan retak,
penambahan tebal, atau tindakan pengendalian lain seperti penggunaan Stress Absorbing Membrane Interlayer (SAMI)
dan geotekstil.
Lapisan overlay harus lebih besar atau sama dengan tebal minimum.
Besar lendutan permukaan perkerasan aspal dipengaruhi oleh jenis tanah dan kelembaban tanah dasar. Selain dari
ketinggian muka air tanah, kelembaban tanah dasar dipengaruhi oleh iklim. Atas pertimbangan tersebut maka
pengukuran sebaiknya dilakukan pada waktu perkerasan dalam keadaan terlemah yaitu pada musim penghujan.
Penggantian lapisan aspal dilakukan jika lapis aspal eksisting telah dalam kondisi mencapai umur pelayanan sedangkan
lapis fondasi di bawahnya masih dalam keadaan baik. Aspal eksisting dikupas, material kupasan diangkut keluar,
dikumpulkan dan dapat diproses untuk digunakan kembali sebagai bahan jalan (daur ulang). Selanjutnya, permukaan
lapis fondasi dibentuk dan diratakan kembali untuk kemudian dilapis kembali dengan lapisan beraspal yang baru.
Penggantian aspal (lapis permukaan) dapat juga dilakukan dengan memanfaatkan teknik daur ulang lapis aspal di
tempat (hot in-place recycling).
Foam bitumen adalah bahan pengikat aspal yang panas yang dalam waktu singkat diubah bentuknya dari bentuk cair
menjadi busa (foam) dengan cara menambahkan sedikit air (2% – 3% terhadap berat bitumen)
Regravelling dibutuhkan untuk memperkuat jalan kerikil (tanpa penutup aspal) atau sebagai bagian dari proses
rekonstruksi jalan berpenutup aspal setelah pengupasan lapis penutup. Jika tebal penutup 100 mm atau lebih maka
alternatif penanganan dengan recycling dapat lebih murah. Lapis fondasi agregat eksisting dipertahankan.
Heavy Patching diperlukan pada lokasi yang perkerasan eksistingnya rusak atau yang struktur perkerasan dan
fondasinya tidak memadai untuk didaur ulang atau direkonstruksi.
Tanah lunak
Lapis penopang harus sesuai persyaratan antara lain: pada tempat-tempat di bawah air gunakan material batu atau
sirtu; batu, sirtu atau material berbutir dengan plastisitas rendah yang mudah dipadatkan atau material timbunan
berbutir pada tempattempat di atas muka air. Lapisan geotekstil harus digunakan jika tanah asli dalam kondisi jenuh
atau berpotensi menjadi jenuh, untuk memisahkan tanah asli dengan lapis penopang guna mengurangi pumping
butiran halus.
Tebal lapisan tanah lunak ditentukan dengan pengujian DCP dengan batang yang diperpanjang sampai kedalaman 3
meter. Pengujian dilakukan dengan jarak antara titik tidak lebih dari 20 m
Penanganan khusus seperti micro pile atau cakar ayam harus dipertimbangkan pada lokasi perkerasan kaku di atas
tanah dengan daya dukung rendah (CBR kurang dari 2.5%) hingga kedalaman lebih dari 2 meter, atau pada lokasi yang
pelat betonnya mengalami retak blok. Perkerasan kaku baru di atas tanah lunak harus diberi penulangan. Perkerasan
lentur di atas tanah lunak dengan kedalaman lebih dari 2 meter, gunakan micro pile dengan poer atau rangkaian tiang
dolken yang diikat.
Kemiringan timbunan dengan tinggi lebih dari 2 m tidak boleh kurang dari 1V:3H, kecuali bila tersedia bordes atau
dinding penahan tanah.
Tanah gambut
Penanganan perkerasan pada tanah gambut harus mendapatkan masukan teknis dari tenaga ahli geoteknik dan
memperhatikan hal-hal berikut:
1. Pelebaran perkerasan eksisting harus diberi pra-pembebanan;
2. Drainase melintang harus senantiasa dipelihara dan umumnya disediakan dengan jarak tidak lebih dari 200 m.
3. Lereng timbunan tidak boleh lebih curam dari 1:3.
4. Drainase samping harus sekurang-kurangnya berjarak 3 m dari kaki timbunan.
5. imbunan dengan tinggi lebih dari 3 m harus dibuat bertangga dan dilaksanakan secara bertahap untuk
memberikan waktu konsolidasi primer sebelum tahap kedua dimulai.
6. imbunan dengan tinggi lebih dari 2,5 m di atas tanah lunak atau gambut, yang terletak cukup dekat dengan
jembatan sehingga dapat menyebabkan pergerakan lateral pada abutment atau fondasi jembatan perlu diberi
tiang pancang (piling). Untuk itu, penyelidikan geoteknik harus dilakukan untuk mendesain tiang pancang
tersebut. Apabila pemancangan ternyata diperlukan, pemancangan harus diperluas hingga mínimum jarak dari
abutment sama dengan dua kali ketinggian timbunan. Dalam arah lebar, pemancangan harus dilakukan dari
tumit ke tumit timbunan.
7. Pemasangan geogrid di antara tanah dasar dan lapis pondasi bawah harus dipertimbangkan. Geotekstil harus
digunakan pada perbatasan antara permukaan tanah asli dan pelebaran
Tanah ekspansif
Pertimbangan yang terpenting adalah untuk membatasi perubahan kadar air pada tanah ekspansif, yang dapat
dilakukan antara lain dengan:
1. Membuat bahu jalan berpenutup (sealed shoulder).
2. Menyediakan drainase permukaan dan drainase bawah permukaan yang baik, termasuk melapis semua drainase
permukaan dan memastikan kelandaian minimum sebesar 0,5% sesuai dengan persyaratan kelandaian minimum
jalan. Elevasi pembuangan drainase bawah permukaan harus di atas muka air banjir dan di atas muka air sistem
drainase.
3. Tebal lapis penopang minimum memenuhi ketentuan pada Bagian 1, Struktur Perkerasan Baru. d)
Mempertimbangkan penggunaan geotekstil, geogrid atau bronjong untuk memberikan dukungan lateral.
UMUM
Bridge Management System (BMS) adalah suatu sistem untuk pengelolaan jembatan yang terintegrasi,
dimulai dari Planning, Programming, Budgeting, Construction Monitoring and Evaluation.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan
anggaran yang dibuat oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga atau Satuan Kerja (Satker) serta disahkan oleh
Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas
nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dasar untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran negara dan pencairan dana atas beban APBN serta dokumen pendukung kegiatan
akuntansi pemerintah
Detailed Engineering Design (DED) adalah hasil perencanaan teknis yang berupa perhitungan dan
gambar dilakukan mengikuti tahapan yang lengkap dan dilakukan dengan akurat
Naskah Perjanjian Hibah Luar Negeri, yang selanjutnya disebut NPHLN. adalah naskah perjanjian atau
naskah lain yang disamakan yang memuat kesepakatan mengenai Hibah Luar Negeri antara Pemerintah
Republik Indonesia dengan Pemberi Hibah Luar Negeri
Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri (NPPLN) atau Loan Agreement (LA) adalah dokumen perjanjian
Pinjaman Luar Negeri antara Pemerintah RI dan Bank Dunia yang memuat kesepakatan mengenai
Pinjaman Luar Negeri antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemberi Pinjaman Luar Negeri,
didalamnya mencakup uraian besaran dan jadual penarikan, bunga jangka waktu pengembalian, hak dan
kewajiban dari Pinjaman tersebut
Naskah Perjanjian Hibah Luar Negeri, yang selanjutnya disebut NPHLN. adalah naskah perjanjian atau
naskah lain yang disamakan yang memuat kesepakatan mengenai Hibah Luar Negeri antara Pemerintah
Republik Indonesia dengan Pemberi Hibah Luar Negeri
Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri (NPPLN) atau Loan Agreement (LA) adalah dokumen perjanjian
Pinjaman Luar Negeri antara Pemerintah RI dan Bank Dunia yang memuat kesepakatan mengenai
Pinjaman Luar Negeri antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemberi Pinjaman Luar Negeri,
didalamnya mencakup uraian besaran dan jadual penarikan, bunga jangka waktu pengembalian, hak dan
kewajiban dari Pinjaman tersebut
Pasca Kualifikasi/Postqualification adalah evaluasi kualifikasi dari rekanan pengadaan jasa pekerjaan
konstruksi dan pengadaan barang dilakukan setelah pemasukan penawaran dan penawaran dinyatakan
responsive dengan kriteria mendasarkan pada pengalaman untuk pekerjaan sejenis beberapa tahun
terakhir, pengalaman minimum kontrak dengan besaran mendekati nilai pekerjaan yang akan
dilelangkan, kapasitas produksi berdasarkan pengalaman serta kemampuan financial dri rekanan.
Pra Kualifikasi/ Prequalification adalah evaluasi kualifikasi dari rekanan pengadaan jasa pekerjaan
konstruksi dan pengadaan barang dilakukan sebelum pemasukan penawaran dan penawaran dinyatakan
responsive dengan kriteria mendasarkan pada pengalaman untuk pekerjaan sejenis beberapa tahun
terakhir, pengalaman minimum kontrak dengan besaran mendekati nilai pekerjaan yangakan
dilelangkan, kapasitas produksi berdasarkan pengalaman seta kemampuan finansial dari rekanan.
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan, yang selanjutnya disebut PPTK adalah pejabat pada unit kerja SKPD
yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya
Peta Kapasitas Fiskal adalah gambaran kemampuan fiskal Daerah yang dicerminkan melalui Penerimaan
Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat,
dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran
tertentu) dikurangi belanja pegawai.
Pelelangan Nasional (National Competitive Bidding/NCB). adalah pelelangan yang dilakukan secara
nasional yang pada umumnya nilai paket NCB relatif kecil sehingga kurang menarik bagi rekanan asing.
Sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010 beserta perubahannya, untuk nilai perkiraan kontrak di bawah Rp.
100 Miliar hanya diperuntukkan bagi rekanan nasional. Rekanan asing diperbolehkan untuk
berpartisipasi padan pelelangan dengan nilai perkiraan kontrak di atas Rp. 100 Miliar
Petunjuk Operasional (PO) adalah merupakan penjabaran dari DIPA dalam uraian yang lebih rinci seperti
nama-nama PPK, Paket, tolok Ukur, sasaran/target, dan lain-lain
Program Jangka Panjang yg selanjutnya disebut PJP adalah suatu Program Pembangunan baik secara
Nasional maupun secara sektor/subsektor dalam kurun waktu sekitar 25 tahun
Program Jangka Menengah yang selanjutnya disebut PJM. adalah suatu Program Pembangunan baik
secara Nasional maupun secara sektor/subsektor dalam kurun waktu sekitar 5 tahun
Project Appraisal Document yang selanjutnya disebut PAD. adalah suatu dokumen yang dihasilkan oleh
Bank Dunia setelah proses appraisal dilakukan dan sebagai dokumen untuk negosiasi antara
Government of Indonesia (GOI) dan Bank Dunia.
Project Implementation Unit yang selanjutnya disebut PIU adalah suatu unit proyek yang melaksanakan
pembinaan dan pengendalian pelaksanaan fisik, melakukan koordinasi dengan PMU dan Unit
Pelaksanaan Teknis Jalan Nasoinal.
Rekening Khusus adalah Rekening Pemerintah yang berada di Bank Indonesia atau bank pemerintah
lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menampung penarikan initial deposit (uang muka)
dan bersifat revolving fund (berdaur ulang)
Revisi Desain adalah proses kajian ulang desain terhadap Detailed Engineering Design yang dilakukan
dengan sangat selektif
Satuan Kerja adalah pejabat yang diangkat dengan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan
Umum/Gubernur/ Bupati sebagai Kepala Satker yang mewakili dan bertindak untuk dan atas nama
Pemerintah RI untuk mengendalikan pekerjaan yang tercantum di dalam dokumen Kontrak
Satuan 3 adalah suatu indikasi awal alokasi dana APBN tahun berikutnya yang sudah terurai dalam tiap
program dan proyek yang merupakan kesepakatan antara Bappenas, Kementerian Keuangan, DPR dan
Kementerian terkait
Surat Penyediaan Dana, yang selanjutnya disebut SPD. adalah dokumen yang menyatakan tersedianya
dana untuk melaksanakan kegiatan sebagai dasar penerbitan SPP.
Surat Permintaan Pembayaran, yang selanjutnya disebut SPP. adalah suatu dokumen yang
dibuat/diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan dan disampaikan
kepada Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk selaku pemberi
kerja untuk selanjutnya diteruskan kepada pejabat penerbit SPM berkenaan.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut SPM. adalah dokumen yang diterbitkan oleh
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana
yang bersumber dari DIPA (Daftar Isian Pelaksana Anggaran) untuk sumber dana yang berasal dari APBN
dan DPA-SKPD (Dokumen Pelaksanaan Anggaran – SKPD) untuk sumber dana yang berasal dari APBD
atau dokumen lain yang dipersamakan
Surat Perintah Pencairan Dana, yang selanjutnya disebut SP2D. adalah surat perintah yang diterbitkan
oleh KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) selaku Kuasa Bendahara Umum negara untuk
pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN atau beban pengeluaran DIPA-SKPD apabila sumber dananya
berasal dari APBD berdasarkan SPM
Technical Justification (Justifikasi Teknis) atas Revisi Desain dan/atau Variation Order adalah suatu kajian
teknis atas usulan proyek atau perubahan/penambahan/ pengurangan suatu kegiatan proyek dengan
disertai data-data pendukung yang terkait.
Withdrawal Application yang selanjutnya disebut WA. adalah dokumen permintaan pembayaran kepada
Pemberi Pinjaman/Hibah Luar Negeri.
11. Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) atau hot roll sheet / HRS
Campuran ini menggunakan agregat bergradasi senjang dengan aspal dan ditambah filler. Suhu pencampuran
tergantung pada aspal sedang pemadatan pada saat suhu minimal 80º C. Tebal padat 2,5 cm – 3 cm dan tidak bernilai
struktural
Istilah-Istilah
Menurut SNI 06-2441-1991 , syarat minimum berat jenis aspal adalah 1 gr/cc.
Terdapat 2 jenis Spesifikasi yaitu Spesifikasi Hasil Akhir (End Result Specifi-cations) dan Spesifikasi Berjenjang atau
Bertahap (Multi Steps Specifications). Spesifikasi yang digunakan di Indonesia, khususnya untuk bidang jalan dan
jembatan adalah Spesifikasi Berjenjang atau Bertahap.
Lapisan Perkerasan
Tabel 6.2. Batasan Penurunan (settlement) pada Timbunan di Atas Tanah Lunak Setelah Pelaksanaan Perkerasan.
Jenis penurunan Status/ Kelas Jalan Uraian Batas izin Pencegahan tipikal
Kasus umum; penurunan total. Semua jalan nasional, provinsi, Penurunan mutlak setelah Total 100mm a) Pra-pembebanan sebelum
kab/kota dan lokal. pelaksanaan perkerasan pelaksanaan perkerasan
(sama dengan perbedaan (pada oprit struktur mungkin
penurunan berdekatan dengan diperlukan pra pembebanan
struktur tetap) yang sama dengan
konsolidasi primerkecuali
jika ada penanganan
tambahan)
b) Drainase vertikal atau beban
tambah (surcharge) untuk
mempercepat konsolidasi.
c) penggantian tanah atau
pemancangan pada bagian
oprit struktur
Perbedaan penurunan Jalan bebas hambatan atau Di antara setiap dua titik 0,003:1 Seperti penanganan
(differential settlement) dan jalan raya dengan kecepatan secara memanjang dan (perubahan kemiringan 0,3%) penurunan total
penurunan total jika rencana 100 – 120 km/jam melintang termasuk yang
berdampingan dengan berdampingan dengan struktur
bangunan struktur. Jalan raya atau jalan kecil tertanam dan atau pada relief 0,006:1 (0,6%) (nilai antara
dengan kecepatan rencana 60 slab abutment jembatan bisa dipakai untuk kecepatan
km/jam atau lebih rendah rencana lainnya)
Penurunan Rangkak (Creep Jalan bebas hambatan atau Berlaku untuk perkerasan kaku Perlu penanganan atau Tinggi timbunan minimum
Settlement) akibat beban jalan raya dengan kecepatan dengan sambungan perbaikan apabila terjadi sesuai Gambar 6.3, atau
dinamis dan statis rencana 100 – 120 km/jam patahan atau perbedaan dukungan dari micro pile dan
penurunan > 4 mm pada cakar ayam atau tulangan
sambungan menerus.
Bagan Desain - 3. Desain Perkerasan Lentur Opsi Biaya Minimum Dengan CTB1)
F12 F2 F3 F4 F5
Untuk lalu lintas di bawah
10 juta ESA5 lihat Bagan Lihat Bagan Desain - 4 untuk alternatif perkerasan kaku3
Desain - 3A, 3B dan 3C
Repetisi beban sumbu
kumulatif 20 tahun pada lajur
> 10 - 30 > 30 – 50 > 50 – 100 > 100 – 200 > 200 – 500
rencana
(106 ESA5)
Jenis permukaan berpengikat AC AC
AC WC 40 40 40 50 50
4
AC BC 60 60 60 60 60
AC BC atau AC Base 75 100 125 160 220
CTB3 150 150 150 150 150
Fondasi Agregat Kelas A 150 150 150 150 150
Catatan:
1. Ketentuan-ketentuan struktur Fondasi Bagan Desain - 2 berlaku.
2. CTB mungkin tidak ekonomis untuk jalan dengan beban lalu lintas < 10 juta ESA5. Rujuk Bagan Desain - 3A, 3B dan 3C sebagai alternatif.
3. Bagan Desain - 4 sebagai alternatif untuk solusi perkerasan kaku pada kondisi tanah datar biasa (bukan tanah lunak) dapat dipertimbangkan jika life-cycle-cost dan sumber daya setempat
memungkinkan.
4. Hanya kontraktor yang cukup berkualitas dan memiliki akses terhadap peralatan yang sesuai dan keahlian yang diizinkan melaksanakan pekerjaan CTB. LMC dapat digunakan sebagai
pengganti CTB untuk pekerjaan di area sempit atau jika disebabkan oleh ketersediaan alat.
5. AC BC harus dihampar dengan tebal padat minimum 50 mm dan maksimum 80 mm.
DESAIN PERKERASAN 7-13
HRS WC 50 30
HRS Base - 35
1 Bagan Desain - 3A merupakan alternatif untuk daerah yang HRS menunjukkan riwayat kinerja yang baik dan daerah yang dapat menyediakan material yang sesuai
(gap graded mix).
2 HRS tidak sesuai untuk jalan dengan tanjakan curam dan daerah perkotaan dengan beban lebih besar dari 2 juta ESA5
3
Kerikil alam dengan atau material stabiisasi dengan CBR > 10% dapat merupakan pilihan yang paling ekonomis jika material dan sumberdaya penyedia jasa yang
mumpuni tersedia. Ukuran material LFA kelas B lebih besar dari pada kelas A sehingga lebih mudah mengalami segregasi. Selain itu, ukuran butir material kelas B
yang lebih besar membatasi tebal minimum material kelas B. Walaupun dari segi mutu material kelas A lebih tinggi daripada kelas B, namun dari segi harga material
LFA kelas A dan B tidak terlalu berbeda sehingga untuk jangka panjang LFA kelas A dapat menjadi pilihan yang lebih kompetitif.
DESAIN PERKERASAN 7-16
Bagan Desain - 4. Perkerasan Kaku Untuk Jalan dengan Beban Lalu Lintas Berat
(Persyaratan desain perkerasan kaku dengan sambungan dan ruji (dowel) serta bahu beton (tied
shoulder), dengan atau tanpa tulangan distribusi retak)
Struktur Perkerasan R1 R2 R3 R4 R5
Kelompok sumbu kendaraan
< 4.3 < 8.6 < 25.8 < 43 < 86
berat (overloaded) (10E6)
Dowel dan bahu beton Ya
STRUKTUR PERKERASAN (mm)
Tebal pelat beton 265 275 285 295 305
Lapis Fondasi LMC 100
Lapis Drainase
150
(dapat mengalir dengan baik)
Perencana harus menerapkan kelompok sumbu kendaraan niaga dengan beban yang aktual.
Bagan beban di dalam Pd T-14-2003 tidak boleh digunakan untuk desain perkerasan karena
didasarkan pada ketentuan berat kelompok kendaraan yang tidak realistis dengan kondisi
Indonesia. Lampiran D memberikan pembebanan kelompok sumbu yang mewakili kondisi
Indonesia.
Permukaan fondasi (tanah dasar) berupa tanah berbutir halus (klasifikasi AASHTO A4 – A6)
harus distabilisasi semen setebal 150 mm. Lihat Bagan Desain – 2 dan Gambar 7.4.
Bagan Desain - 4A. Perkerasan Kaku Untuk Jalan dengan Beban Lalu Lintas Rendah*
Tanah dasar
*
Jalan desa atau jalan dengan volume lalu lintas kenderaan niaga rendah seperti dinyatakan
di dalam Tabel 4.6. (Perkiraan lalu lintas untuk jalan lalu lintas rendah).
DESAIN PERKERASAN 7-17
STRUKTUR PERKERASAN
SD1 SD2 SD3 SD43 SD53
Beban sumbu 20 tahun pada lajur desain
(ESA4x106)
< 0,1 0,1 - 0,5 > 0,5 - 4 > 4 - 10 >10 - 30
Ketebalan lapis perkerasan (mm)
Burda Ukuran agregat nominal 20 mm
Lapis Fondasi Agregat Kelas A2 200 250 300 320 340
Lapis Fondasi Agregat kelas A, atau
kelas B, atau kerikil alam, atau
100 110 140 160 180
stabilisasi dengan CBR > 10%, pada
subgrade dengan CBR ≥ 5% 2,5
Catatan :
1. Ketentuan-ketentuan struktur fondasi jalan Bagan Desain – 2 berlaku juga untuk Bagan Desain – 5.
2. Lapis Fondasi Agregat Kelas A harus dihampar dengan tebal padat minimum 125 mm dan maksimum 200
mm.
3. SD4 dan SD5 hanya digunakan untuk konstruksi bertahap atau untuk penutupan bahu.
4. Dibutuhkan pengendalian mutu yang baik untuk semua lapis perkerasan.
5. Kerikil alam dengan atau material stabiisasi dengan CBR > 10% dapat merupakan pilihan yang paling
ekonomis jika material dan sumberdaya penyedia jasa yang mumpuni tersedia. Ukuran material LFA kelas B
lebih besar dari pada kelas A sehingga lebih mudah mengalami segregasi. Selain itu, ukuran butir material
kelas B yang lebih besar membatasi tebal minimum material kelas B. Walaupun dari segi mutu material kelas
A lebih tinggi daripada kelas B, namun dari segi harga material LFA kelas A dan B tidak terlalu berbeda
sehingga untuk jangka panjang LFA kelas A dapat menjadi pilihan yang lebih kompetitif.
STRUKTUR PERKERASAN1
SC1 SC2 SC3
Beban Sumbu 20 tahun pada lajur desain
(ESA4 x 106)
< 0,1 0,1- 0,5 > 0,5 – 4
Ketebalan lapis perkerasan (mm)
HRS WC, AC WC (halus), Burtu atau Burda 50 (campuran beraspal)
Lapis Fondasi Agregat Kelas A 160 220 300
Lapis Fondasi Agregat Kelas A atau B2 110 150 200
Tanah distabilisasi (CBR 6% pada tanah
160 200 260
dengan CBR ≥ 3%)3
Catatan :
1. Bagan Desain - 6 digunakan untuk semua tanah dasar dengan CBR > 3%. Ketentuan Bagan Desain – 2
tetap berlaku untuk tanah dasar yang lebih lemah.
2. Disarankan untuk menggunakan LFA kelas A sebagai lapis fondasi. Penggunaan LFA kelas B sebagai
lapis bawah fondasi berpotensi mengalami segregasi, sedangkan dari perbedaan harga kelas A dan kelas
B tidak signifikan.
3. Stabilisasi satu lapis dengan tebal lebih dari 200 mm sampai dengan 300 mm diperbolehkan jika
disediakan peralatan stabilisasi yang memadai dan pemadatan dilakukan dengan pad-foot roller dengan
berat statis minimum 18 ton.
4. Bila catatan 2 diterapkan, lapisan distabilisasi pada Bagan Desain - 5 atau 6 boleh dipasang dalam satu
lapisan dengan lapisan distabilisasi dalam Bagan Desain - 2 sampai maksimum 300 mm.
5. Hanya kontraktor berkualitas dan mempunyai peralatan diperbolehkan melaksanakan pekerjaan Burda
atau pekerjaan Stabilisasi.
6. Dalam hal terdapat kendala untuk menerapkan Bagan Desain - 5 atau 6 dapat digunakan prosedur grafik
Bagan Desain - 7 yang contoh penggunaannya dapat dilihat pada LAMPIRAN E.
MASALAH PELAKSANAAN YANG MEMPENGARUHI 8-1
DESAIN
Untuk menghasilkan perkerasan yang baik, mutu konstruksi yang disyaratkan harus tercapai.
Pelaksanaan yang buruk tidak dapat dikoreksi dengan membuat “penyesuaian desain”
(pavement design adjustments). Sebagai contoh, kepadatan lapisan yang tidak memenuhi
syarat tidak dapat dikompensasi dengan menambah tebal rencana perkerasan.
Bab ini menjelaskan permasalahan pelaksanaan yang mempengaruhi desain dan pilihan
desain perkerasan.
HRS WC 30 – 50 tidak
HRS Base 35 – 50 ya
AC WC 40 – 50 tidak
AC BC 60 – 80 ya
AC - Base 75 – 120 ya
Lapis Fondasi Agregat Kelas A (gradasi
150 - 200 ya
dengan ukuran maksimum 37.5 mm)
Lapis Fondasi Agregat Kelas B (gradasi
120 – 150 ya
dengan ukuran maksimum 50 mm)
Lapis Fondasi Agregat Kelas S (gradasi
100 – 125 ya
dengan ukuran maksimum 37,5 mm)
CTB (gradasi dengan ukuran maksimum
150 – 300* tidak
30 mm) atau LMC
Stabilisasi tanah atau kerikil alam 150 – 200 tidak
Kerikil alam 100 – 200 ya
Catatan:
* Tergantung kemampuan alat pemadat.
DESAIN FONDASI JALAN 6-12
(1) Desain harus mempertimbangkan semua hal yang kritikal; syarat tambahan mungkin berlaku.
(2) Ditandai dengan kepadatan dan CBR lapangan yang rendah.
(3) Menggunakan nilai CBR insitu, karena nilai CBR rendaman tidak relevan.
(4) Permukaan lapis penopang di atas tanah SG1 dan gambut diasumsikan mempunyai daya dukung setara nilai CBR 2.5%, dengan demikian ketentuan
perbaikan tanah SG2.5 berlaku. Contoh: untuk lalu lintas rencana > 4 juta ESA, tanah SG1 memerlukan lapis penopang setebal 1200 mm untuk mencapai
daya dukung setara SG2.5 dan selanjutnya perlu ditambah lagi setebal 350 mm untuk meningkatkan menjadi setara SG6.
(5) Tebal lapis penopang dapat dikurangi 300 mm jika tanah asal dipadatkan pada kondisi kering.
(6) Untuk perkerasan kaku, lapis permukaan material tanah dasar berbutir halus (klasifikasi A4 - A6) hingga kedalaman 150 mm harus berupa stabilisasi semen.
DESAIN FONDASI JALAN 6-3
Di bawah standar
Posisi muka air tanah ≥ 1200 mm di bawah
minimum (tidak Sesuai desain standar
(Tabel 6.2) tanah dasar
dianjurkan)
Kasus
Jenis tanah 1 2 3
PI
Lempung 50 – 70 2 2 2,5
40 2,5 3 3,5
Lempung kelanauan
30 3 4 4
20 4 4 5
Lempung kepasiran
10 4 4 5
Lanau 1 1 2
* LAP: Level Akhir Permukaan
** Lihat zona iklim Lampiran B
KONTRAK KONSTRUKSI
PENANDATANGANAN KONTRAK
SYARAT:
1.Paling lambat 14 hari setelah surat penunjukan penyedia jasa
2.Menyerahkan jaminan pelaksanaan
3.Pek jasa konsultansi tidak perlu jaminan pelaksanaan Pek.Konstruksi < Rp 200 juta.
4.Pek ≥ Rp 100 milyar stlh memperoleh pendapat Ahli Hukum Kontrak Profesional atau ditetapkan dengan
Kep. Men.
SANKSI :
1. Calon penyedia jasa tidak dapat menyerahkan jaminan pelaksanaan
2. Menolak SPPBJ dengan alasan yang tidak dapat diterima
3. Mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima Membatalkan SPPBJ, mencairkan jaminan
penawaran dan tidak boleh mengikuti PBJ pemerintah selama 2 ( dua )
JAMINAN PELAKSANAAN
SYARAT:
- Diterbitkan oleh bank umum,Lembaga asuransi
- Diserahkan paling lambat 14 hari kerja setelah terbit SPPBJ
- Sebesar 5 % nilai kontrak atau sesuai Syarat Khusus
- Masa berlaku sejak tanggal penandatanganan sampai dengan 100% FISIK (PHO)dan mengganti dengan
jaminan pemeliharaan sebesar 5% dengan masa laku jaminan 14 hari setelah FHO
SANKSI
Calon tidak dapat menyerahkan jaminan pelaksanaan Pembatalan SPPBJ, pencairan jaminan penawaran
dan tidak boleh mengikuti PBJ pemerintah selama 2 ( dua ) tahun
PENYERAHAN LAPANGAN
SYARAT
- PPK wajib menyerahkan lapangan sebelum SPMK
- Sebelum penyerahan, PPK bersama penyedia jasa melakukan pemeriksaan bersama (bangunan. aset)
- Membuat Berita Acara Serah Terima Lapangan (Site Take Over)
SANKSI
- Keterlambatan berakibat terlambat dimulainya pekerjaan
- Terlambat sangat signifikan, bisa mendapat kompensasi
PENERBITAN SPMK
a. Diterbitkan paling lambat 14 hari kerja setelah kontrak ditandatangani
b. Bila penyedia jasa tidak segera mulai kerja setelah SPMK maka Pejabat Pembuat Komitmen menerbitkan
surat peringatan ( kemungkinan keterlambatan kerja dan denda)
c. Bila penyedia jasa tidak dapat mulai pekerjaan karena kesalahan Pejabat Pembuat Komitmen maka
penyedia jasa berhak mendapatkan kompensasi dari Pejabat Pembuat Komitmen.
MOBILISASI
Lingkup:
Mendatangkan peralatan berat
Mempersiapkan fasilitas kantor/base camp
Mendatangkan personil/tenaga ahli
Menyiapkan peralatan pendukung
Dapat dilakukan secara bertahap sesuai kebutuhan
Menyiapkan program mobilisasi
Waktu: Paling lambat mulai dilaksanakan 30 hari setelah SPMK
KONTRAK KRITIS
PERIODE RENCANA FISIK KRITIS KETERANGAN
I (A) 0%-70% > 10% Rapat Pembuktian
II (B) 70%-100% > 5% Rapat Pembuktian
II (C) 70%-100% < 5% melampaui tahun anggaran Pemutusan kontrak sepihak,
mengesampingkan KUUHPerdata pasal 1266
KEADAAN KAHAR
Yang digolongkan kahar a. peperangan b. kerusuhan c. revolusi d.bencana alam e. pemogokan f. kebakaran g.
gangguan industri lainnya
Kondisi :
a. tidak termasuk hal yang merugikan para pihak
b. tindakan mengatasi dan yang menanggung berdasar kesepakatan para pihak
c. penyedia jasa memberitahukan PPK paling lambat 14 hari setelah kahar
d. bila sdh pulih penyedia memberitahu secepatnya dan melanjutkan kegiatan dg ketentuan sbb.
e. waktu kontrak tetap mengikat, bila diperpanjang sesuai waktu tidak melaksanakan pekerjaan
f. Selama tidak dapat bekerja PJ mendapat pembayaran sesuai kontrak, mendapat penggantian biaya untuk
tindakan yang disepakati
g. Bila tidak dapat melaksanakan sebagian pekerjaan selama 60 hari , salah satu pihak dapat memutus
kontrak, pemberitahuan 30 hr sebelumnya
PERINGATAN DINI
a. Peringatan disampaikan oleh PJ kepada direksi pekerjaan melalui direksi teknik, mengenai keadaan yang
berakibat buruk, kenaikan harga kontrak atau keterlambatan
b. Disampaikan selambat-lambatnya 14 hr sejak peristiwa
c. Jika tidak melakukan peringatan dini, resiko ditanggung PJ
PENUNDAAN PEKERJAAN
PPK dapat memerintahkan menunda dimulainya pelaksanaan atau memperlambat kemajuan
Jika perintah mendesak dan usulan biaya serta pembahasan akan menunda pekerjaan, diberlakukan sebagai
peristiwa kompensasi
AMANDEMEN KONTRAK
Bila terjadi perubahan kontrak , maka harus dibuat amandemen kontrak.
1. Perubahan pekerjaan yang dilakukan para pihak sehingga terjadi perubahan lingkup pekerjaan dalam
kontrak.
2. Perubahan jadual pelaksanaan akibat perubahan pekerjaan.
3. Perubahan harga kontrak akibat perubahan pekerjaan dan perubahan waktu pelaksanaan pekerjaan.
Prosedur amandemen :
1. Pejabat Pembuat Komitmen memberikan perintah tertulis kepada penyedia jasa untuk melaksanakan
perubahan kontrak, atau penyedia jasa mengusulkan.
2. Penyedia jasa memberi tanggapan dan mengusulkan perubahan harga dan atau waktu pelaksanaan
(jika ada), paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari.
3. Dilakukan negosiasi dan dibuat berita acara hasil negosiasi.
4. Berdasarkan berita acara hasil negosiasi dibuat amandemen kontrak
PEMBAYARAN PRESTASI
Cara pembayaran:
1. Bulanan ( monthly payment)
2 System termijn ( prestasi fisik )
Penyedia jasa telah mengajukan tagihan disertai Laporan kemajuan hasil pekerjaan
1. Dilakukan senilai pekerjaan terpasang
2. PPK maks 7 hari harus sudah mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP)
3. Ketidaksesuaian perhitungan tidak menunda pembayaran, dibayar setinggi-tingginya sesuai Syarat
Khusus Kontrak
Catatan:
1. Setiap pembayaran dipotong jaminan pemeliharaan, angsuran uang muka, denda (bila ada) ,pajak
2. Penangguhan pembayaran bila penyedia jasa tidak melengkapi bukti pembayaran kpd subpenyedia jasa,
untuk kontrak yang mempunyai sub penyedia jasa
3. Pembayaran yerakhir (100%) bila BA Penyerahan Pertama telah terbit
PENANGGUHAN PEMBAYARAN
PJ tidak melakukan kewajiban sesuai ketentuan dalam kontrak, dikenakan sanksi penangguhan pembayaran
setelah PPK memberitahukan secara tertulis.
Pemberitahuan memuat :
a. Rincian keterlambatan disertai alasan yang jelas
b. Keharusan PJ untuk memperbaiki & menyelesaikan pek. dalam jangka waktu sesuai surat penangguhan.
PENYERAHAN PERTAMA/PHO
a. Setelah pekerjaan selesai 100 % ( seratus persen ), PJ dapat mengajukan permintaan untuk menyerahkan
pekerjaan
b. PPK membentuk panitia penerima pekerjaan yang terdiri atas unsur atasan langsung, proyek dan direksi
teknis.
c. Panitia menilai terhadap hasil pekerjaan selambat lambatnya 7 (tujuh) hari , dan bilamana terdapat
kekurangan-kekurangan dan/atau cacat , maka PJ wajib memperbaiki/menyelesaikan.
PPK menerima penyerahan ( pertama ) setelah seluruh hasil pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
kontrak.
Pembayaran dilakukan : PPK membayar 100% ( seratus persen ) dari nilai kontrak dan mengembalikan jaminan
pelaksanaan dan PJ harus mengganti dengan jaminan pemeliharaan sebesar 5% dalam bentuk bank garansi (dari
Bank Umum) atau bond dari perusahaan asuransi yang mempunyai program kerugian dan direasuransikan.
PEMELIHARAAN
Penyedia jasa wajib memelihara pekerjaan selama masa pemeliharaan, bila tidak memelihara sesuai kontrak :
- Jaminan pemeliharaan dicairkan atau uang retensi untuk membiayai pemeliharaan,dan
- Jaminan pelaksanaan dicairkan, distor ke kas negara, dan
- Daftar hitam 2 tahun
PENYERAHAN AKHIR/FHO
Pejabat Pembuat Komitmen menerima penyerahan akhir pekerjaan
a. Setelah penyedia jasa melaksanakan semua kewajiban selama masa pemeliharaan dengan baik
b. Sisa nilai kontrak dibayar atau jaminan pemeliharaan dikembalikan
KEGAGALAN BANGUNAN
Kegagalan Bangunan merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, secara keseluruhan maupun
sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja dan atau keselamatan umum sebagai
akibat kesalahan penyedia jasa dan atau pengguna jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi.
Kegagalan bangunan yang menjadi tanggungjawab PJ ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan
sesuai dengan umur konstruksi yang direncanakan ( ditentukan dlm syarat khusus), maks 10 th
Penilaian Kegagalan Bangunan
a. Dinilai dan ditetapkan oleh 1 (satu) atau lebih penilai ahli yang profesional dan kompeten dalam
bidangnya serta bersifat independen dan mampu memberikan penilaian secara obyektif, harus dibentuk
dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya laporan mengenai terjadinya kegagalan
bangunan.
b. Penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipilih, dan disepakati bersama oleh penyedia jasa dan
pengguna jasa.
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN