Anda di halaman 1dari 109

Modul RDE 10 : Perencanaan Geometrik Bab II Ketentuan-ketentuan

Tabel II.7. Penentuan Lebar Jalur dan Bahu Jalan.

ARTERI KOLEKTOR LOKAL


VLHR Ideal Minimum Ideal Minimum Ideal minimum
(smp/hari) Lebar Lebar Lebar, Lebat Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar
Jalur Bahu Jalur Bahu Jalur Bahu Jalur Bahu Jalur Bahu Jalur Bahu
(m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m)
<3.000 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,0 4,5 1,0
3.000- 7,0 2,0 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,0
10.000
10.001- 7,0 2,0 7,0 2,0 7,0 2,0 **) **) - - - -
25.000
>25.000 2nx3,5*) 2,5 20,0*) 2,0 2nx3,5*) 2,0 **) **)

Keterangan: **)= Mengacu pada persyaratan ideal,


*) = 2 jalur terbagi, masing-masing nx3,5di mana n = jumlah lajur perjalur,
- = Tidak ditentukan.

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) II - 13


Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

Tabel 3-8 Pedoman Awal untuk Perkiraan Proporsi Takaran Campuran

Jenis Mutu Beton Rasio Air / Kadar Semen


Ukuran Agregat
Beton Semen Maks. Minimum.
fc’ σbk’ Maks.(mm) 3
(MPa) (kg/cm2)
(terhadap berat) (kg/m dari campuran)

50 K600 19 0,35 450


37 0,40 395
45 K500 25 0,40 430
19 0,40 455

Mutu 37 0,425 370


Tinggi 38 K450 25 0,425 405
19 0,425 430
37 0,45 350
35 K400 25 0,45 385
19 0,45 405
37 0,475 335
30 K350 25 0,475 365
19 0,475 385
Mutu 37 0,50 315
Sedang 25 K300 25 0,50 345
19 0,50 365
37 0,55 290
20 K250 25 0,55 315
19 0,55 335
37 0,60 265
Mutu 15 K175 25 0,60 290
Rendah 19 0,60 305
37 0,70 225
10 K125 25 0,70 245
19 0,70 260

Catatan : Diambil dari Tabel 7.1.2-3 Spesifikasi Teknis versi 2007 – Divisi 7

Untuk bangunan atas jembatan beton bertulang, mutu bahan yang kurang
lebih sesuai adalah mutu sedang, artinya perencana dapat memilih untuk
gelagar utama, pelat lantai dan diafragma bahan dengan mutu K250, K300
atau K350.

3-10
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

Persyaratan Bahan Beton

Mengikuti persyaratan yang ditentukan dalam Spesifikasi Teknis, untuk lebih


memastikan bahwa perencanaan teknis yang dibuat sudah sesuai dengan
ketentuan teknis, maka di dalam Nota Perencanaan perlu dijelaskan bahwa
bahan-bahan yang digunakan untuk membuat beton harus memenuhi
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

• Semen

− Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton harus jenis semen


portland yang memenuhi SNI 15-2049-1994 kecuali jenis IA, IIA, IIIA
dan IV. Apabila menggunakan bahan tambahan yang dapat
menghasilkan gelembung udara, maka gelembung udara yang
dihasilkan tidak boleh lebih dari 5%, dan harus mendapatkan
persetujuan dari Direksi Pekerjaan.
− Dalam satu campuran, hanya satu merk semen portland yang boleh
digunakan, kecuali disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Bilamana di
dalam satu proyek digunakan lebih dari satu merk semen, maka
Penyedia Jasa harus mengajukan kembali rancangan campuran
beton sesuai dengan merk semen yang digunakan.

• Air

− Air yang digunakan untuk campuran, perawatan, atau pemakaian


lainnya harus bersih, dan bebas dari bahan yang merugikan seperti
minyak, garam, asam, basa, gula atau organik.
− Air harus diuji sesuai dengan dan harus memenuhi ketentuan dalam
SNI 03-6817-2002 tentang Metode Pengujian Mutu Air Untuk
digunakan dalam Beton.
− Air yang diketahui dapat diminum dapat digunakan.
− Bilamana timbul keragu-raguan atas mutu air yang diusulkan dan
pengujian air seperti di atas tidak dapat dilakukan, maka harus
diadakan perbandingan pengujian kuat tekan mortar semen dan pasir
dengan memakai air yang diusulkan dan dengan memakai air murni
hasil sulingan.
− Air yang diusulkan dapat digunakan bilamana kuat tekan mortar
dengan air tersebut pada umur 7 hari dan 28 hari mempunyai kuat

3-11
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

tekan minimum 90% dari kuat tekan mortar dengan air suling untuk
periode umur yang sama.

• Aggregat

Ketentuan Gradasi Agregat

Gradasi agregat kasar dan halus harus memenuhi ketentuan yang


diberikan dalam Tabel , tetapi bahan yang tidak memenuhi ketentuan
gradasi tersebut harus diuji dan harus memenuhi sifat-sifat campuran
yang disyaratkan dalam Spesifikasi.

Tabel 3-9 Ketentuan Gradasi Agregat

Ukuran Saringan Persen Berat Yang Lolos Untuk Agregat


Kasar
Inci Standar Halus Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
(in) (mm) maksimum maksimum maksimum maksimum maksimum
37,5 mm 25 mm 19 mm 12,5 mm 10 mm
2 50,8 - 100 - - - -
1½ 38,1 - 95 -100 100 - - -
1 25,4 - - 95 – 100 100 -
¾ 19 - 35 - 70 - 90 - 100 100
½ 12,7 - - 25 – 60 - 90 - 100 100
3/8 9,5 100 10 - 30 - 20 - 55 40 - 70 95 - 100
#4 4,75 95 – 0-5 0 -10 0 - 10 0 - 15 30 - 65
100
#8 2,36 80 – - 0-5 0-5 0-5 20 - 50
100
#16 1,18 50 – 85 - - - - 15 - 40
# 50 0,300 10 – 30 - - - - 5 - 15
# 100 0,150 2 – 10 - - - - 0-8

Agregat kasar harus dipilih sedemikian rupa sehingga ukuran agregat


terbesar tidak lebih dari ¾ jarak bersih minimum antara baja tulangan
atau antara baja tulangan dengan acuan, atau celah-celah lainnya di
mana beton harus dicor

Sifat-sifat Agregat:

3-12
Modul RDE 10 : Perencanaan Geometrik Bab III Cara Pengerjaan

BAB III
CARA PENGERJAAN

3.1 LINGKUP PENGERJAAN PERENCANAAN GEOMETRIK

Pekerjaan perencanaan geometrik jalan antar kota meliputi 5 tahapan yang berurutan
sebagai berikut:
1. Melengkapan data dasar
2. Identifikasi lokasi jalan
3. Penetapan kriteria perencanaan
4. Penetapan alinemen jalan yang optimal
5. Pengambaran detail perencanaan geometrik jalan dan pekerjaan tanah.

3.2 DATA DASAR

Data dasar yang perlu untuk suatu perencanaan geometrik adalah:


1. Peta topografi berkontur yang akan menjadi peta dasar perencanaan jalan, dengan
skala tidak lebih kecil dari 1:10.000 (skala yang lain misainya L2.500 dan
L5.000). Perbedaan tinggi setiap garis kontur disarankan tidak lebih 5 meter.
2. Peta geologi yang mernuat informasi daerah labil dan daerah stabil
3. Peta tata guna lahan yang memuat informasi ruang peruntukan jalan.
4. Peta jaringan jalan yang ada.

3.3 IDENTIFKASI LOKASI JALAN

Berdasarkan data tersebut pada III.2, tetapkan:


1. Kelas medan jalan (Tabel II. 2);
2. Titik awal dan akhir perencanaan; dan
3. Pada peta dasar perencanaan, identifikasi daerah-daerah yang layak dilintasi jalan
berdasarkan struktur mekanik tanah, struktur geologi, dan pertimbangan
pertimbangan lainnya yang dianggap perlu.

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) III-1


Modul RDE 10 : Perencanaan Geometrik Bab III Cara Pengerjaan

3.4 KRITERIA PERENCANAAN

1. Tetapkan:
a. Untuk perencanaan geometrik, perlu ditetapkan klasifikasi menurut fungsi jalan
(Tabel II. 1)
b. Kendaraan Rencana (Tabel II. 3)
c. VLHR dan VJR (II.2.3)
d. Kecepatan Rencana, VR.
2. Kriteria perencanaan tersebut di atas ditetapkan berdasarkan pertimbangan
kecenderungan perkembangan transportasi di masa yang alcan datang sehingga
jalan yang dibangun dapat memenuhi fungsinya selama umur rencana yang
diinginkan.

3.5 PENETAPAN ALINEMEN JALAN


Alinemen jalan yang optimal diperoleh dari satu proses iterasi pemilihan alinemen.
1. Dengan menggunakan data dasar, dibuat beberapa alternatif alinemen horizontal
(lebih dari satu) yang dipandang dapat memenuhi kriteria perencanaan (Ill. 5. 1).
2. Setiap alternatif alinemen horizontal dibuat alinemen vertikal dan potongan
melintangnya (III.5.2 dan III.5.3).
3. Semua alternatif alinemen dievaluasi (III.5.4) untuk memilih alternatif yang paling
efisien.

3.5.1 ALINEMEN HORIZONTAL


Berdasarkan kriteria perencanaan, ditetapkan:
1. Jari-jari minimum lengkung horizontal;
2. Kelandaian jalan maksimum;
3. Panjang maksimum bagian jalan yang lurus; dan
4. Jarak pandang henti dan jarak pandang mendahului
Dengan memperhatikan kriteria perencanaan dan Damija (III.5.3), pada peta dasa
perencanaan, rencanakan alinemen horizontal jalan untuk beberapa alternatif lintasan.
3) Pada setiap gambar alternatif alinemen, bubuhkan "nomor station", disingkat Sta. dan
ditulis Sta.XXX+YYY, di mana XXX adalah satuan kilometer dan YYY satuan meter.
Penomoran Sta. ditetapkan sebagai berikut:
1. Pada bagian jalan yang lurus Sta. dibubuhkan untuk setiap 50 meter;
2. Pada bagian jalan yang lengkung Sta. dibubuhkan untuk setiap 20 meter;
3. Penulisan Sta. pada gambar dilakukan disebelah kiri dari arah kilometer kecil ke
kilometer besar.
Pelatihan Road Design Engineer (RDE) III-2
Modul RDE 10 : Perencanaan Geometrik Bab III Cara Pengerjaan

3.5.2 ALINEMEN VERTIKAL

Berdasarkan kriteria perencanaan, ditetapkan:


1. Jari-jari lengkung vertikal minimum;
2. Kelandaian jalan maksimum;
3. Panjang jalan dengan kelandaian tertentu yang membutuhkan lajur pendakian
4. Jarak pandang henti dan jarak pandang mendahului.
Dengan memperhatikan kriteria perencanaan, rencanakan gambar alinemen vertikal
untuk semua alternatif alinemen horizontal. Gambar alinemen vertikal berskala panjang
1: 1.000 dan skala vertikal 1: 100.
Setiap alinemen perlu diuji terhadap pemenuhan jarak pandang sesuai ketentuan
yang diuraikan pada bagian II.5.

3.5.3 POTONGAN MELINTANG

Berdasarkan kriteria perencanaan, ditetapkan:


1. Lebar lajur, lebar jalur, dan lebar bahu jalan (Tabel II.7);
2. Pelebaran jalan di tikungan untuk setiap tikungan (Tabel II.20); dan
3. Damaja, Damija, dan Dawasja (II.3).
Rencanakan gambar potongan melintang jalan dengan skala horizontal 1:100 dan
skala vertikal 1: 10. Gambar potongan melintang dibuat untuk setiap titik Sta.
Potongan melintang jalan beserta alinemen horizontal serta alinemen vertikal
digunakan untuk menghitung volume galian, timbunan, dan pernindahan material galian
dan timbunan.

3.5.4 PEMILIHAN ALINEMEN YANG OPTIMAL

Perencanaan untuk beberapa alternatif bertujuan mencari alinemen jalan yang paling
efisien yaitu alinemen dengan kriteria sebagai berikut:
1. Alinemen terpendek;
2. Semua kriteria perencanaan harus dipenuhi. Eka tidak ada alternatif alinemen yang
memenuhi kriteria perencanaan, maka kriteria perencanaan harus dirubah;
3. Memiliki pekerjaan tanah yang paling sedikit atau paling murah. Yang dimaksud
pekerjaan tanah di sini melingkupi volume galian, volume timbunan, dan volume
perpindahan serta pengoperasian tanah galian dan timbunan; dan
4. Memiliki jumlah dan panjang jembatan paling sedikit atau paling pendek atau paling
murah.

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) III-3


Modul RDE 10 : Perencanaan Geometrik Bab III Cara Pengerjaan

5. Pada alternatif yang paling efisien, perlu dievaluasi koordinasi antara alinemen
horisontal dan alinemen vertikal (II.7.5). Perubahan kecil pada alinemen terpilih ini
dapat dilakukan, tetapi jika perubahan alinemen tersebut menyebabkan penambahan
pekerjaan tanah yang besar maka proses seleksi alinemen perlu diulang.

3.6 PENYAJIAN RENCANA GEOMETRIK

Bagian-bagian perencanaan yang disajikan meliputi:


1. Gambar alinemen horizontal jalan yang digambar pada peta topografi berkontur;
2. Gambar alinemen vertikal jalan;
3. Diagram superelevasi;
4. Gambar potongan melintang jalan untuk setiap titik Sta.;
5. Diagram pekerjaan tanah (mass diagram); dan
6. Bagian-bagian lain yang dianggap perlu.

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) III-4


4.2. Pilihan Teknologi Preventif
Pemilihan teknologi preventif yang tepat untuk masing-masing jenis, tingkat, dan
sebaran kerusakan yang terjadi di ruas tinjauan, dapat dilihat pada tabel 5 dan 6.
Tabel 5. Pilihan Teknologi Preventif Perkerasan Lentur

Thin HMA
Micro
Teknologi Penanganan Lentur Fog Seal Chip Seal Slurry Seal Overlay
surfacing
(LTBA)

Sebaran Tingkat Kerusakan


Jenis Kerusakan kerusakan R S T R S T R S T R S T R S T
<20% √ √
 Pelepasan butir (raveling) 20--50% √ √ √
>50% √ √ √ √
<20% √ √
 Retak Memanjang (longitudinal
20--50% √ √ √
crack)
>50% √ √ √ √
<20% √ √
 Retak Melintang (transverse
20--50% √ √ √
crack)
>50% √ √ √ √
<20% √ √
 Retak Tepi (edge crack) 20--50% √ √ √
>50% √ √ √ √
 Retak Buaya (alligator crack) <20% √
<20% √ √ √
 Alur (rutting) 20--50% √ √ √
>50% √

Tabel 6. Pilihan Teknologi Preventif Perkerasan Kaku

Joint & Partial Full Slab


Cross- Dowel
Teknologi Penanganan Kaku Crack Depth Depth Stabilization
stitching Retrofit
Sealing Repair Repair and Jacking

Sebaran Tingkat Kerusakan


Jenis Kerusakan kerusakan R S T R S T R S T ≤1/3 H >1/3 H ≤ 6 mm
<5% √ √ √ √
 Retak Memanjang
5--20% √ √ √ √
(longitudinal crack)
>20% √ √
<10% √ √ √ √
 Retak Melintang √
10--30% √ √
(transverse crack)
>30% √ √
 Gompal pada
Sambungan (joint <25% √ √ √
spalling)
<4 √
 Pecah Sudut
4-10 √
(Corner Break)
>10 √
 Pumping - √

9
PERKERASAN JALAN

1. Umum
Desain yang baik harus memenuhi kriteria - kriteria sebagai berikut:
1. menjamin tercapainya tingkat layanan jalan sesuai umur rencana;
2. merupakan discounted-life-cycle cost yang terendah;
3. mempertimbangkan kemudahan pelaksanaan dan pemeliharaan;
4. menggunakan material secara efisien dan memanfaatkan material lokal semaksimal mungkin;
5. mempertimbangkan faktor keselamatan jalan;
6. mempertimbangkan kelestarian lingkungan.

Geotekstil yang berfungsi sebagai separator harus dipasang dibawah lapis penopang (capping layer) atau
lapis drainase langsung diatas tanah lunak (tanah rawa) dengan CBR lapangan kurang dari 2% atau di atas
tanah gambut.

Bahu jalan berpenutup harus diperkeras seluruhnya dengan kekuatan minimum untuk 10% beban
rencana atau sesuai dengan beban yang diperkirakan akan menggunakan bahu jalan.

Sistem drainase permukaan harus disediakan secara komprehensif. Drainase bawah permukaan
(subdrain) perlu dipertimbangkan dalam hal:
- Terjadi kerusakan akibat air pada perkerasan eksisting;
- Terdapat aliran air ke perkerasan, seperti aliran air tanah dari galian atau saluran irigasi;
- Galian konstruksi perkerasan segi-empat (boxed construction) yang tidak dilengkapi dengan drainase
yang memadai untuk mengalirkan air yang terperangkap dalam galian

2. Istilah dan Definisi


Capping Layer (lapis penopang)
- > Lapisan material berbutir atau lapis timbunan pilihan yang digunakan sebagai lantai kerja dari lapis
fondasi bawah, dan berfungsi untuk meminimalkan efek dari tanah dasar yang lemah ke struktur
perkerasan

Cement Treated Base (CTB)


-> Campuran agregat berbutir dengan semen dan air dalam proporsi tertentu, dan digunakan sebagai lapis
fondasi

Drainase Bawah Permukaan (Sub Surface Drainage)


-> Sistem drainase yang dipasang di bawah perkerasan dengan tujuan untuk menurunkan muka air tanah
atau mengalirkan air yang merembes melalui perkerasan

Discounted Life-cycle Cost


-> Biaya konstruksi, pemeliharaan dan pengoperasian jalan yang dihitung ke nilai sekarang (present value)
dengan nilai bunga (discounted rate) yang disetuju

Faktor Ekuivalen Beban (Vehicle Damage Factor)


-> Suatu faktor yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan perkerasan yang diakibatkan satu
lintasan kendaraan tertentu relatif terhadap kerusakan yang ditimbulkan satu lintasan beban sumbu
standar dalam satuan setara beban gandar standar (equivalent standard axle load, ESA)
Heavy Patching (penambalan berat)
-> Penanganan bagian jalan yang cukup luas yang mengalami rusak berat dengan cara membongkar
bagian yang rusak dan menggantinya dengan perkerasan baru hingga kedalaman penuh.

Beton kurus (Lean Mix Concrete, LMC)


-> Campuran material berbutir dan semen dengan kadar semen yang rendah. Digunakan sebagai bagian
dari lapis fondasi perkerasan beton

Segmen Seragam (Homogenious Section)


-> Bagian dari jalan dengan daya dukung tanah dasar atau lendutan yang seragam, dibatasi dengan
koefisien variasi 25% ~ 30%.
Traffic Multiplier (TM)

-> Faktor yang digunakan untuk mengoreksi jumlah pengulangan beban sumbu (ESA) pangkat empat
menjadi nilai faktor pangkat lainnya yang dibutuhkan untuk desain mekanistik dengan software. (Contoh:
untuk mendapatkan nilai ESA pangkat 5 (ESA untuk kelelahan lapisan aspal) dari nilai ESA pangkat 4,
gunakan ESA5 = (TM) x ESA4.
Tied Shoulder

-> Bahu jalan yang terbuat dari pelat beton yang tersambung dengan tepi luar pelat beton lajur perkerasan
melalui batang pengikat (tie bar), atau berupa lajur perkerasan yang diperlebar dan menyatu dengan lajur
lalu lintas atau selebar 500 – 600 mm (widened concrete slab). Bahu beton juga berfungsi memberikan
dukungan lateral terhadap beban roda pada tepi perkerasan.

3. Umur Rencana
Umur rencana overlay structural ditetapkan minimum 10 tahun.

Jika dianggap sulit untuk menggunakan umur rencana diatas, maka dapat digunakan umur rencana
berbeda, namun sebelumnya harus dilakukan analisis dengan discounted lifecycle cost yang dapat
menunjukkan bahwa umur rencana tersebut dapat memberikan discounted lifecycle cost terendah. Nilai
bunga diambil dari nilai bunga rata-rata dari Bank Indonesia
4. Pemilihan Struktur Perkerasan
Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi berdasarkan volume lalu lintas, umur rencana, dan kondisi
fondasi jalan

Perkerasan Lentur:
Tanah dasar normal adalah tanah dasar yang secara umum mempunyai nilai CBR in-situ lebih besar dari
2,5%, termasuk pada daerah timbunan, galian dan permukaan tanah asli.

Tanah lunak didefinisikan sebagai tanah terkonsolidasi normal1 atau sedikit over konsolidasi (lightly over
consolidated), biasanya berupa tanah lempung atau lempung kelanauan dengan CBR kurang dari 2,5%
dan kekuatan geser (qc) lebih kecil dari 7,5 kPa, dan umumnya IP>25

Tanah aluvial kering pada umumnya memiliki kekuatan sangat rendah (misalnya CBR < 2%) di bawah lapis
permukaan kering yang relatif keras. Kedalaman lapis permukaan tersebut berkisar antara 400 – 600 mm.
Metode termudah untuk mengidentifikasi kondisi tersebut adalah menggunakan uji DCP
Perkerasan Kaku
Apabila semakin dalam kekuatan tanah dasar semakin meningkat maka formula tersebut di atas tidak
berlaku. Dalam kasus ini nilai CBR karakteristik adalah nilai CBR lapis teratas tanah dasar. CBR efektif tanah
dasar hendaknya tidak kurang dari 6%

Perkerasan kaku sebaiknya tidak digunakan di atas tanah lunak, kecuali jika dibangun dengan fondasi
micro pile.

Perkerasan kaku untuk kawasan gambut sebaiknya dihindar

Keuntungan perkerasan kaku antara lain adalah:


 Struktur perkerasan lebih tipis kecuali untuk area tanah lunak.
 Pelaksanaan konstruksi dan pengendalian mutu lebih mudah.
 Biaya pemeliharaan lebih rendah jika mutu pelaksanaan baik.
 Pembuatan campuran lebih mudah.

Kerugiannya antara lain:


 Biaya konstruksi lebih mahal untuk jalan dengan lalu lintas rendah.
 Rentan terhadap retak jika dilaksanakan di atas tanah lunak, atau tanpa daya dukung yang
memadai, atau tidak dilaksanakan dengan baik (mutu pelaksanaan rendah).
 Umumnya kurang nyaman berkendara
Material lapisan pondasi atas tanpa bahan pengikat umumnya menggunakan material dengan CBR >
50% dan IP < 4% (seperti batu pecah, kerikil, dll)

Material lapisan pondasi bawah harus cukup kuat, mempunyai CBR > 20% dan IP < 10% (sirtu dll).
Material pondasi bawah relative lebih murah disbanding lapisan di atasnya.

Pemadatan yg baik pada tanah dasar jika dilakukan pada kadar air optimum dan diusahakan kadar air
tersebut konstan selama umur rencana.

Batas plastis adalah kadar air minimum dimana tanah dapat dibentuk secara plastis.

Indeks plastisitas adalah selisih batas cair dan batas plastis

Plastisitas adalah kemampuan butir-butir tanah halus untuk mengalami perubahan bentuk tanpa terjadi
perubahan volume atau pecah.

Daya dukung tanah dasar dipengaruhi oleh jenis tanah, tingkat kepadatan, kadar air, dan kondisi
drainase.

CBR tanah dasar yg diambil adalah CBR tanah dasar yg sudah dipadatkan minimal sampai 95%.

Nilai Sand Equivalen (SE) yg memenuhi syarat untuk bahan konstruksi perkerasan jalan adalah > 50%.

Agregat dengan soundness ≤ 12% menunjukkan agregat cukup tahan terhadap pengaruh cuaca dan dapat
digunakan untuk lapis permukaan.
Aspal bersifat termoplastis artinya menjadi keras jika temperature turun dan akan lunak atau cair bila
temteratur bertambah.
Aspal Semen (AC, beku di temperatur ruangan, dan cair di temperature panas) dengan penetrasi rendah
bercuaca panas atau lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal semen dengan penetrasi tinggi
digunakan u/ daerah bercuaca dingin atau dengan volume lalu lintas rendah.
Di Indonesia pada umumnya dipergunakan aspal semen dengan penetrasi 60/70 dan 80/100.

Umur rencana jalan adalah jumlah tahun dari saat jalan tersebut dibuka untuk lalu lintas kendaraan
sampai diperlukan suatu perbaikan yg bersifat structural ( sampai diperlukan overlay lapisan perkerasan)
Umur rencana untuk perkerasan lentur jalan baru umumnya 20 tahun dan untuk peningkatan jalan 10
tahun (overlay). Umur rencana yg lebih dari 20 tahun tidak lagi ekonomis karena perkembangan lalu lintas
yg terlalu besar dan sukar mendapatkan ketelitian yg memadai (tambahan tebal lapisan perkerasan
menyebabkan biaya awal yg cukup tinggi)
Karakteristik campuran yg harus dimiliki oleh campuran aspal beton campuran panas adalah:
1. Stabilitas
Kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap,
seperti gelombang, alur, ataupun bleeding.
2. Durabilitas
Lapisan dapat mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air, dan perubahan suhu ataupun
keausan akibat gesekan kendaraan.
3. Fleksibilitas
Kemampuan lapisan untuk dapat mengikuti deformasi yg terjadi akibat beban lalu lintas berulang
tanpa timbulnya retak dan perubahan volume.
4. Tahan geser (skid resistance)
Kekesatan yg diberikan oleh perkerasan sehingga kendaraan tidak mengalami slip balik di waktu hujan
atau basah maupun di waktu kering.
5. Kedap air
6. Kemudahan pekerjaan (workability)
Mudahnya suatu campuran untuk dihampar dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil yg memenuhi
kepadatan yg diharapkan
7. Ketahanan kelelahan (fatigue resistance)
Ketahanan dalam menerima beban berulang tanpa terjadinya kelelahan yg berupa alur(ruting) dan
retak.

Dengan demikian, factor yg mempengaruhi kualitas dari aspal beton adalah:


a. Adsorbsi aspal
b. Kadar aspal efektif
c. Rongga antar butir (VMA)
d. Rongga udara dalam campuran (VIM)
e. Gradasi Agregat

5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Cement Treated Base (CTB) harus dilaksanakan dalam satu lapisan, tidak boleh dibuat dalam beberapa
lapisan. jalan yang melayani lalu lintas sedang dan berat dapat dipilih lapis fondasi CTB karena dapat
menghemat secara signifikan dibandingkan dengan lapis fondasi berbutir

Aspal modifikasi hanya boleh digunakan jika sumber daya untuk pencampuran dan penyimpanan secara
benar tersedia. Aspal modifikasi (SBS) direkomendasikan digunakan untuk lapis aus (wearing course) pada
jalan dengan repetisi lalu lintas selama 20 tahun >10 juta ESA

Formula di atas digunakan untuk periode rasio volume kapasitas (RVK) yang belum mencapai tingkat
kejenuhan (RVK ≤ 0.85).

Perencana perkerasan harus menjelaskan kriteria drainase perkerasan kepada perencana drainase dan
harus memastikan bahwa drainase yang dikehendaki diuraikan dengan jelas pada gambar rencana.

Setelah penyesuaian harus diingat bahwa akurasi nilai DCP (Dynamic Cone Penetration Test) pada musim
kemarau adalah rendah. Dengan pertimbangan tersebut, untuk mengurangi ketidakpastian nilai DCP
akibat pengaruh musim kemarau, disarankan untuk mengadakan pengujian DCP pada musim hujan.

Tanah dasar perkerasan harus memenuhi kriteria berikut:


 harus mempunyai nilai CBR rendaman rencana minimum;
 dibentuk dengan benar, sesuai dengan bentuk geometrik jalan;
 dipadatkan dengan baik pada ketebalan lapisan sesuai dengan persyaratan;
 tidak peka terhadap perubahan kadar air;
 mampu mendukung beban lalu lintas pelaksanaan konstruksi.

Dalam penetapan nilai karakteritsik, nilai-nilai CBR yang kecil, bersifat lokal (terisolasi) dan terindikasi
memerlukan penanganan khusus, dikeluarkan dari kumpulan data dengan catatan bahwa penanganan
yang tepat harus diprogramkan pada lokasi bersangkutan

Dalam desain perkerasan, iklim mempengaruhi:


a. temperatur dan nilai modulus lapisan beraspal;
b. kadar air tanah dasar dan lapisan perkerasan berbutir.

Manfaat utama aspal modifikasi adalah untuk meningkatkan durabilitas dan ketahanan terhadap alur
(rutting) serta umur fatigue.

Tanah lunak di Indonesia pada umumnya terletak di atas lapisan dasar (platform) dengan nilai CBR 2%
hingga 3 % pada kedalaman 1 hingga 3 meter. Posisi lapisan dasar tersebut menentukan waktu pra-
konsolidasi dan atau kedalaman tanah yang harus digali dan diganti.
Kedalaman dasar lapisan dapat sangat bervariasi. Oleh sebab itu, ketebalan lapisan tanah lunak sebaiknya
diukur dengan DCP dan hasilnya dipetakan dalam petak-petak (grid) 25 meteran untuk memetakan
penyebaran tanah lunak. Ketebalan tanah lunak adalah kedalaman dimana kekuatan tanah eksisting
mencapai CBR 2,5%

Jenis lapisan aspal beton campuran panas, terbagi menjadi 3 yaitu:


a. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt Concrete – Wearing Course)
dengan tebal minimum AC – WC adalah 4 cm. Lapisan ini adalah lapisan yang berhubungan langsung
dengan ban kendaraan dan dirancang untuk tahan terhadap perubahan cuaca, gaya geser, tekanan
roda ban kendaraan serta memberikan lapis kedap air untuk lapisan dibawahnya.
b. Laston sebagai lapisan pengikat, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt Concrete – Binder Course)
dengan tebal minimum AC – BC adalah 5 cm. Lapisan ini untuk membentuk lapis pondasi jika
digunakan pada pekerjaan peningkatan atau pemeliharaan jalan.
c. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-Base (Asphalt Concrete-Base) dengan
tebal minimum AC-Base adalah 6 cm. Lapisan ini tidak berhubungan langsung dengan cuaca tetapi
memerlukan stabilitas untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan.
KISI KISI SKB JALAN JEMBATAN

1. Mslh beton, agregat, kurva daktalitas aspal, metode pekerjaan, KAK, metode postpretension jembatan.
2. HPS pekerjaan, tahapan pekerjaan (rekonstruksi, rehabilitasi,preservatif preservasi, preventif).
3. Memg terasa lebar tp memg mengerucut kok kearah jalan & jembatan.
4. Saran sy cari literatur/bahan belajar dr banyak sumber.
5. Utamanya peraturan², baik APBN atau APBD. Peraturan ttg jalan tol, managemen jembatan.
6. Intinya begitu jd pegawai pemerintah, memg harus menguasai ttg regulasi peraturan, baik internal ke-PU-an
atau antar K/L.
7. Utk bidang yg kurg kegiatan fisiknya, kmgkinan byk soal peraturan, yg mana pasti jebakan semua bahahahaa
8. Utk bidang spti SDA, jalan&jembatan CK & fisik lainnya, metode pelaksanaan mgkin 30-40% soal berupa
metode pelaksanaan, baik teori atau lapangan
9. Soal skb itu, gabungan pengetahuan dasar di kuliah + materi pekerjaan.
10. Materi pekerjaan berupa metode pelaksanaan, HPS, RAB, metode perhitungan (kurva, grafik dll).
11. Oiya 1 lagi, banyak juga soal (kurleb 10soal) ttg regulasi/peraturan mulai dari PP, perpres, permen, SeMen dan
turunannya..
12. 20an nomor ttg peraturan", uu, pp, sama permen
13. sisanya ttg teori" kuliah jalan sama jmbatan
14. peraturan ttg:
15. kbnyakan ttg pengadaan lahan
16. sisanya ttg jalan
17. yg standar" ukuran, dll jg lmyan bnyak
18. (yg pake beban sumbu ee, tapi hitungan sederhana kok, yg penting tahu konsep)
19. teori" umum jl jembatan, mis: jarak lurus maksimal tanpa hambatan berapa? 1km, 10km, ato berapa?
20. pwraturan yg umum sja
21. kayak pembayaran lahan dll
22. SKB PUPR sesuai dgn jabatan dan kualifikasi pendidikan,
23. Teknik Jl Jembatan Ahli Pertama : T. SIpil & T. Perancangan Jalan
24. dan Jembatan -> Uji pengetahuan terkait substansi jabatan
25. Hal-hal yang saya simpulkan dari soal yang saya dapatkan adalah : mektek, sifat beton jika mendapat tekanan
dan momen, baja (hitung profil WF), mektan, drainase, tatanan taman, limbah, opsi jika girder patah, dll (maaf
saya lupa). Kisi lain adalah, update mengenai proyek yang terkena masalah atau sedang hitz.
26. Yang pernah ikut asesmen pupr kenaikan pangkat ato jenjang ato status, tipe dan model soal mirip soal CPNS
psikotes pupr
JENIS – JENIS ASPAL
A. Komponen Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) terdiri atas:
1. Tanah Dasar (sub grade)
Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau permukaan tanah timbunan,
yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat- sifat dan daya dukung
tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut:
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dengan macam
tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.
2. Lapis Pondasi Bawah (sub base course)
Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar.
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain:
a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban roda.
b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan selebihnya dapat
dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi).
c. Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.
d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.
Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat-alat besar
atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.
Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR > 20%, PI < 10%) yang relatif lebih baik dari tanah dasar
dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah. Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau
semen portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan, agar dapat bantuan yang efektif terhadap
kestabilan konstruksi perkerasan.
3. Lapis Pondasi (base course)
Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dengan lapis pondasi bawah
(atau dengan tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah).
Fungsi lapis pondasi antara lain:
a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda,
b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban-
beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya
dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.
Bermacam-macam bahan alam / bahan setempat (CBR > 50%, PI < 4%) dapat digunakan sebagai bahan
lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah dan stabilisasi tanah dengan semen atau kapur.
4. Lapis Permukaan (surface course)
Lapis Permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis permukaan antara lain:
a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda
b. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan kerusakan akibat cuaca.
c. Sebagai lapisan aus (wearing course).
Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis pondasi, dengan
persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air,
disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya
dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas.
Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur rencana serta
pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
B. Jenis-jenis Lapis Permukaan (surface course)
Jenis lapis permukaan terdapat bermacam-macam yaitu:
a. Lapis Aspal Beton (LASTON)
Lapis Aspal Beton (LASTON) adalah merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari
agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal keras, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam
keadaan panas pada suhu tertentu.
b. Lapis Penetrasi Makadam (LAPEN)
Lapis Penetrasi Macadam (LAPEN) adalah merupakan suatu lapis perkerasan yang terdiri dari agregat
pokok dengan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal keras dengan cara
disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis dan apabila akan digunakan sebagai lapis
permukaan perlu diberi laburan aspal dengan batu penutup.
c. Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG)
Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG) adalah campuran yang terdiri dari agregat kasar, agregat
halus, asbuton, bahan peremaja dan filler (bila diperlukan) yang dicampur, dihampar dan dipadatkan
secara dingin.
d. Hot Rolled Asphalt (HRA)
Hot Rolled Asphalt (HRA) merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi
timpang, filler dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam
keadaan panas pada suhu tertentu.
e. Laburan Aspal (BURAS)
Laburan Aspal (BURAS) adalah merupakan lapis penutup terdiri dengan ukuran butir maksimum dari
lapisan aspal taburan pasir 9,6 mm atau 3/8 inch.
f. Laburan Batu Satu Lapis (BURTU)
Laburan Batu Satu Lapis (BURTU) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang
ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam. Tebal maksimum 20 mm.
g. Laburan Batu Dua Lapis
Laburan Batu Dua Lapis (BURDA) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal ditaburi
agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan. Tebal maksimum 35 mm.
h. Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS)
Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS) adalah merupakan pondasi perkerasan yang terdiri dari
campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu, dicampur dan dipadatkan dalam keadaan
panas.
i. Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah (LASTON BAWAH)
Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah (LASTON BAWAH) adalah pada umumnya merupakan lapis perkerasan
yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal
dengan perbandingan tertentu dicampur dan dipadatkan pada temperatur tertentu.
j. Lapis Tipis Aspal Beton
Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara
agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan perbandingan tertentu yang dicampur dan
dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Tebal padat antara 25 sampai 30 mm.
k. Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR)
Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran pasir dan
aspal keras yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
l. Aspal Makadam
Aspal Makadam adalah merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan/atau agregat
pengunci bergradasi terbuka atau seragam yang dicampur dengan aspal cair, diperam dan dipadatkan
secara dingin.
Bagian perkerasan jalan umumnya meliputi: lapis pondasi bawah (sub base course), lapis pondasi (base
course), dan lapis permukaan (surface course).

Artikel ditulis oleh: Darlan, S.T., M.T.

PREVENTIF JALAN
Pemeliharaan preventif perkerasan jalan hanya dapat diterapkan pada ruas jalan berpenutup untuk
perkerasan lentur dan perkerasan kaku dalam kondisi mantap dengan tanah dasar yang stabil
Beberapa keuntungan lain pemeliharaan preventif yaitu:
a) Mengurangi kerusakan di masa mendatang;
b) Mempertahankan atau meningkatkan kondisi fungsional dari perkerasan;
c) Memperpanjang masa layan perkerasan sesuai umur rencana.
Pelatihan Jab Kerja Road Design Engineer Perencanaan Geometrik Jalan

5) Panjang lengkung vertikal bisa ditentukan langsung sesuai Tabel H.24 vang
didasarkan pada penampilan. kenyamanan, dan jarak pandang. Untuk Jelasnva llhat
Gambar II.27 dan Gambar II.28

Tabel II.24. Panjang Minimum Lengkung Vertikal


Kecepatan Rencana Perbedaan Kelandaian Panjang Lengkung
Memanjang
(km/jam) (%) (m)
< 40 1 20-30.
40-60 0,6 40-80
> 60 OA 80-150

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) II-35


Pelatihan Jab Kerja Road Design Engineer Perencanaan Geometrik Jalan

2.7.4 LAJUR PENDAKIAN

1) Lajur pendakian dimaksudkan untuk menarnpung truk-truk yang berrnuatan berat


atau. kendaraan lain yang berjalan lebih lambat dari kendaraan kendaraan lain pada
umumnya, agar kendaraan kendaraan lain dapat mendahului kendaraan lambat
tersebut tanpa harus berpindah lajur atau menggunakan lajur arah berlawanan.
2) Lajur pendakian harus disediakan pada ruas jalan yang mempunyai kelandaian yang
besar, menerus, dan volume lalu lintasnya relatif padat.
3) Penempatan lajur pendakian harus dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) disediakan pada jalan arteri atau. kolektor,
b) apabila panjang kritis terlampaui, jalan memiliki VLHR > 15.000 SMP/hari,
dan persentase truk > 15 %.
4) Lebar lajur pendakian sama dengan lebar lajur rencana.
5) Lajur pendakian dimulai 30 meter dari awal perubahan kelandaian dengan serongan
sepanjang 45 meter dan berakhir 50 meter sesudah puncak kelandaian dengan
serongan sepanjang 45 meter (lihat Gambar II.29).
6) Jarak minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1,5 Km (Lihat Gambar II.30).

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) II-36


Pelatihan Jab Kerja Road Design Engineer Perencanaan Geometrik Jalan

2.7.5 KOORDINASI ALINEMEN

1) Alinemen vertikal, alinemen horizontal, dan potongan melintang jalan adalah elemen
elemen jalan sebagai keluaran perencanaan harus dikoordinasikan sedemikian
sehingga menghasilkan suatu bentuk jalan yang baik dalam arti memudah.kan
pengemudi mengemudikan kendaraannya dengan aman dan nyaman. Bentuk
kesatuan ketiga elemen jalan tersebut diharapkan dapat memberikan kesan atau
petunjuk kepada pengemudi akan bentuk jalan yang akan dilalui di depannya
sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi lebih awal.
2) Koordinasi alinemen vertikal dan alinemen horizontal harus memenuffi ketentuan
sebagai berikut:
(a) alinemen horizontal sebaiknya berimpit dengan alinemen vertikal, dan secara.
ideal alinemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi alinemen vertikal;
(b) tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau pada
bagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan;
(c) lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang harus
dihindarkan;
(d) dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal harus
dihindarkan; dan

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) II-37


Pelatihan Jab Kerja Road Design Engineer Perencanaan Geometrik Jalan

(e) tikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan panjang harus
dihindarkan.

Sebagai ilustrasi, Gambar II.31 s.d. Gambar II.33 menampilkan contoh-contoh


koordinasi alinemen yang ideal dan yang harus dihindarkan.

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) II-38


Pelatihan Jab Kerja Road Design Engineer Perencanaan Geometrik Jalan

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) II-39


Pelatihan Jab Kerja Road Design Engineer Perencanaan Geometrik Jalan

Tikungan gabungan searah


harus dihindarkan.

3) Setiap tikungan gabungan balik arah harus dilengkapi dengan bagian lurus di antara
kedua tikungan tersebut sepanjang paling tidak 30 m (lihat Gambar 11.26).

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) II-32


t : i& E E t fi
€.iE E i$
E*ii
E F:!*;
al
=
...9 qn
a'f,} tEi i$$q
jii;
E
+ Eff E*
3 E?i E;*
E &
5 E{ ; Ee aE 3
E RH H ?4f'[
a =$siH [:*a
E€
Ts-$f[ei$gi tic e+t]
1,E
*E-tsf =,?q1=e
it } f$gl
oE;
EC.E
+€;Eu[igi; qsi? iig$}i,*r$E
esrEEI *qaeaE
E!l1{g$+EBEf,}{i}}E}ip;iliigi
F$E$ir;ri$sfligg*iiitiil{}$iiafg
F"
- iqif
FEf $
i igig ie $}I3ifr If, i* ii ii
i;?ij l j $if
if{ i* t
E
ei*
+ F+'; iF t-$E ,=i
ls E$ii= EF{ i{g iiit
gi$$
{$ EE ff iifr$i , E *$ r** ii c F q*f
if IEEsr iliii;+ f
f,E
Ef,i gei ;#
r l e :" i
e€ Sj ss€ e=s; j
EE-HAE E$sFFnt
d;A 5|ifl slS i$$$
F
-
a
ts7 iEl /
t
la li,
,t e1
Y J
t c)
A
Pr lr/
G,L
qJ E x- 0C
ur
E,
g 14h g=
=t
6m
*= ao
aE 14 o- E dE
YG
zL
zo_
0c
z-t
fa
Gt
zt
<& // <J
J ET
J/1 J 1 G '42
.;E
q tt rd E
-./ / tLt E lrl
l/e I /= I
(r €(,
t,/ E t /t
lr f
I
(L =
E
IL
(B
,d. \ ,/-h. c'
J J
( Ei-Y --f/.2,
E :( €
P o v
-E I)* fi
E5* J -r, 3 -,, q)
50
\--Y t \
\vsE d, z
J
z
J
? ?
zJt
q$E
aoE
?Jo-
iBH
Fe
*I I;tE -q'E+il
&E{i f:E {E;
Ei{ i;;l E
#s
'tr $E
;$ Ejs^5 : -E E
?l i
il: tts: i t E: tat tri*o
'1
siBES 4 ff*i
sfjE: f$f*I Eisf=}
5=: $it isl
Orrrr
lillii*gf,iiffilii'sifltigi}ii
a
a
/,r=*.:.
rH\ +
L.
( x==- )
L
J
E,
td
o \;A/
\-y
J(
3
2
:)
Y
ld
o
=4,
/L
'-O E<
?
lrl
"g/
lrl.:
ErP
I
I

-ct
E
d+
dL
r_r
FA
Etr
6a
frs !pE
F' |-v
E zQ Xe .H(,
:
2
J

<E
e2
Jf
<y
td
Tul
ifi eHq
zw
<a

(t
E
"tr
o
.t
a
{ eh
lt $.
I
_a
EV
P=
JO
<J
-s,
,/:>,
E3 E3 ,/-=T'.. Y'"
o-
G
5s ffi* tE
+c)6J lrl +
-<G
er
d3
,Y
lrl
o

za
<z
Jf
<v
:, lrl
ut

YZ
:iY=
{ur
JAD
-,
s#-E

e,w
<o
JZ
<)
'"-
lrl
a
aeH a
J:.Y J
(I qgu 3
3 $Hq
<of,
., JY* =
lrl
a
F
3t iE, 3 €ili $T
t 3Btff f$-€{i$s
EESo
33P
'
i-v
G! GI
3i+t E
ii{?i
+$E
4)A
2-7.e
HPE
q
iiii{ii}iisi}{iig{B
E E.E
F'Es *
i
.e
]€€{
EEEE E E a CI
5E ;E r E
h.g uo
d55=i\
eE E E F Ig E JJ
d
;iiE EiE BJi*$
t;-;
"-$$;
t
? n u) E
H (lt
c
(ll
taini H i E;g{;;}*rtit
Hiir E Ee
&d
Ig tat fs gs ri Ei ir i +ii lf
{iie
t-
:. 'A siti Flt F$t{i'
()
O.
f, f,f x
g€t ?t)
E€{; fi ++ $;
o
rc
B d t- 5.8'E I i' = - ..r .'.)
GEOMETRI JALAN

Ruang Daerah Pengawasan Jalan (Ruwasja) adalah ruang sepanjang jalan di luar Rumaja yang dibatasi oleh tinggi dan
lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan sebagai berikut:
1. jalan Arteri minimum 20 meter,
2. jalan Kolektor minimum 15 meter,
3. jalan Lokal minimum 10 meter.
Untuk keselamatan pernakai jalan, Dawasja di daerah tikungan ditentukan oleh jarak pandang bebas.
Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu kepada MLKJI berdasarkan tingkat kinerja yang direncanakan, di mana untuk
suatu ruas jalan dinyatakan oleh nilai rasio antara volume terhadap kapasitas yang nilainya tidak lebih dari 0.80.

Untuk kelancaran drainase perrnukaan, lajur Ialu lintas pada alinemen lurus memerlukan kemiringan melintang normal
sebagai berikut :
a. 2-3% untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton;
b. 4-5% untuk perkerasan kerikil
Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi sedemikian sehingga
jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari
bahaya tersebut dengan aman

ALINEMEN HORIZONTAL
Jalan Lurus
Dengan mempertimbangkan faktor keselarnatan pernakai jalan, ditinjau dari segi kelelahan pengernudi, maka panjang
maksimum bagian jalan yang lurus harus ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR).

Tikungan
Superelevasi adalah suatu kerniringan melintang di tikungan yang berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima
kendaraan pada saat bedalan melalui tikungan pada kecepatan VR. Nilai superelevasi maksimum ditetapkan 10%.

Lengkung peralihan
Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan di antara bagian lurus jalan dan bagian lengkung jalan bedari-jari
tetap R; berfungsi mengantisipasi perubahan alinemen jalan dari bentuk lurus (R tak terhingga) sampai baglan lengkung
jalan berjari-jari tetap R sehingga gaya sentrifugal yang bekeda pada kendaraan saat berjalan di tikungan berubah secara
berangsur-angsur, baik ketika kendaraan mendekati tikungan maupun meninggalkan tikungan.

Lama waktu pedalanan di lengkung peralihan perlu dibatasi untuk menghindarkan kesan perubahan alinemen yang
mendadak, ditetapkan 3 detik (pada kecepatan VR)
ALINEMEN VERTIKAL
Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal dapat berupa landai positif (tanjakan), atau landai negatif
(turunan), atau landai nol (datar).

Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh yang mampu bergerak dengan
penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah

Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disedlakan agar kendaraan dapat mempertahankan
kecepatannya sedemikian sehingga penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan tersebut
ditetapkan tidak lebih dari satu menit.
Pelatihan Jab Kerja Road Design Engineer Perencanaan Geometrik Jalan

2.5 JARAK PANDANG

Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat
mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya ter-
sebut dengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu Jarak Pandang Henti (Jh) dan
Jarak Pandang Mendahulul (Jd).

2.5.1 JARAK PANDANG HENTI

1) Jh adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk


menghentikan kendaraannya dengan aman begitu mellhat adanya halangan di
depan. Setlap titik di sepanjang jalan harus memenuhi Jh.
2) Jh dlukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan
tinggi halangan 15 cm diukur darl permukaan jalan.
3) Jh terdini atas 2 elemen jarak, yaitu:

a. jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak
pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan la harus berhenti
sampai saat pengemudi menginjak rem; dan
b. jarak pengereman (Jhr) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan
kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampal kendaraan berhenti.
4) Jh, dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus:

di mana:
VR= kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det'
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35-0,55.

Persamaan (II.2) disederhanakan menjadi:


Jh = 0, 694 % - 0, 004 VR2
f

5) Tabel II.10 berisi Jh minimum yang dihitung berdasarkan persamaan (II.3) dengan
pembulatan-pembulatan untuk berbagal VR.
Pelatihan Road Design Engineer (RDE) II-17
Pelatihan Jab Kerja Road Design Engineer Perencanaan Geometrik Jalan

Tabel II.10. Jarak Pandang Henti (Jh) minimum


VR, km/jam 120 100 80 60 50 40 30 20
Jh minimum (m) 250 175 120 75 55 40 27 16

2.5.2 JARAK PANDANG MENDAHULUI

1 ) Jd adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan mendahulul kendaraan lain di


depannya dengan aman sampal kendaraan tersebut kemball ke laJur semula (11hat
Gambar 11. 17).

2) Jd diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan
tinggi halangan adalah 105 cm.

3) Jd, dalam satuan meter ditentukan sebagai berikut

Jd = d1 + d 2 + d 3 + d 4 (II. 4)
di mana
d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m),
d2= jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur
semula (m),

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) II-18


Pelatihan Jab Kerja Road Design Engineer Perencanaan Geometrik Jalan

d3 = jarak antara kendaraan vang mendahului dengan kendaraan vang datang dari
arah berlawanan setelah proses mendahulul selesal m),
d4 = jarak yang ditempuh olch kendaraan yang datang dari arah berlawanan, yang
besarnva diambil sama dengan 2/3 d2 (M).

4) Jd yang sesuai dengan VR ditetapkan dari Tabel II. 11

Tabel II.11 Panjang Jarak Pandang Mendahului

VR(km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20


Jd (M) 800 670 550 350 250 200 15 100
0

5) Daerah mendahului harus disebar di sepanjang jalan dengan jumlah panjang


minimum
30% dari panjang total ruas jalan tersebut.

2.5.3 DAERAH BEBAS SAMPING DI TIKUNGAN

1) Daerah bebas samping di tikungan adalah ruang untuk menjamin kebebasan


pandang di tikungan sehingga Jh
dipenuhi.
2) Daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pandangan di
tikungan dengan membebaskan obyek-obyek penghalang sejauh E (m), diukur dari
garis tengah lajur dalam sampai obyek penghalang pandangan sehingga persyaratan
Jh dipenuhl (Lihat Gambar II. 18 dan Gambar II. 19).
3) Daerah bebas samping di tikungan dihitung berdasarkan rumus-rumus sebagai
berikut:
(1) jika Jh < Lt :

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) II-19


Pelatihan Jab Kerja Road Design Engineer Perencanaan Geometrik Jalan

(2) Jika jh>Lt :

di mana:
R = Jari-jari tikungan (m)
Jh= Jarak pandang henti (m)
Lt = Panjang tikungan (m)

Tabel II. 12 berisi nilai E, dalarn satuan meter, yang dihitung menggunakan persamaan
(II.5) dengan pembulatan-pembulatan untuk Jh<Lt. Tabel tersebut dapat dipakai untuk
menetapkan E.

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) II-20


Modul RDE 10 : Perencanaan Geometrik Bab II Ketentuan-ketentuan

Tabel II.3.Dimensi Kendaraan Rencana

KATAGORI DIMENSI KENDARAN TONJOLAN RADIUS PUTAR RADIUS


KENDARAAN (cm) (cm) (cm) TONJOLAN
RENCANA Tinggi Lebar Panja Depan Belakang Minimum Maksimum (cm)'
ng
Kendaraan Kecil 130 210 580 90 150 420 730 780
Kendaraan Sedang 410 260 1210 210 240 740 1280 1410
Kendaraan Besar 410 260 2100 1.20 90 290 1400 1370

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) II - 3


Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

Potongan Memanjang

Denah

Gambar 4-12. Denah dan Potongan Memanjang Jembatan Komposit

4-47
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

Penampang Melintang

Detail trotoir dan railing

Elastomeric Bearing Pad

Gambar 4-13. Penampang Melintang,


Detail Trotoir dan Railing,
Elastomeric Bearing Pad

4.4.1 Kriteria Perencanaan

Pembebanan
Pembebanan yang digunakan dalam perencanaan dan perhitungan
bangunan atas jembatan gelagar komposit ini didasarkan atas Standar
Pembebanan yang berlaku untuk pekerjaan jembatan yaitu:

4-48
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan

• Tersebar, dimana bagian aksi yang mengurangi keamanan dapat diambil


berbeda dengan bagian aksi yang menambah keamanan (misalnya beban
mati tambahan).
• Berat dari suatu benda adalah gaya gravitasi yang bekerja pada massa
benda tersebut (kN).
Berat = massa x g, dimana g = percepatn akibat gravitasi.

Penggunaan beban-beban tersebut untuk perencanaan bangunan bawah jembatan


termasuk kombinasi pembebanannya dilakukan dengan mengacu pada ketentuan
dan peryaratan teknis yang secara rinci diatur dalam BMS7-C2-Bridge Design Code
1992.

2.3. Tipe dan Jenis Abutment Jembatan

Abutment adalah suatu bangunan yang didesain untuk meneruskan beban dari
bangunan atas, baik beban mati atau beban hidup, berat sendiri dari abutment
(beban mati) dan tekanan tanah ke tanah pondasi.
Jenis dari abutment yang sekarang lazim digunakan adalah abutment dari beton
bertulang (minimal mutu sedang), sedangkan dari abutment tipe lama dikenal jenis
abutment yang dibuat dari pasangan batu kali, sering disebut sebagai abutment tipe
gravitasi. Berikut ini diberikan bentuk umum dari tipe-tipe abutment yang sering
digunakan:

Tipe T Terbalik
Tipe Gravitasi Tipe Balok Kepala Tipe T Terbalik
dengan Penopang
Gambar 2-1 Tipe-tipe Abutment

Abutment tipe gravitasi pada umumnya dijumpai pada jembatan-jembatan jalan


raya maupun jembatan jalan kereta api yang dibangun pada masa kolonial. Tinggi
abutment tipe gravitasi ini pada umumnya dibatasi sampai dengan 5 m, bahan yang
dipilih untuk abutment tipe ini pasangan batu kali. Pada umumnya abutment tipe ini

2-5
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan

dipilih karena kondisi tanah dasar baik dan memungkinkan untuk dibuat pondasi
langsung.
Abutment tipe balok kepala (pile cap) sekarang sering digunakan, dimaksudkan
untuk memperkecil berat sendiri dari abutment, sementara itu untuk mencapai tanah
keras diperlukan tiang pancang karena lokasi tanah keras yang berfungsi sebagai
pondasi untuk memikul jembatan lokasinya “agak dalam” atau “dalam” dihitung dari
permukaan tanah dasar.

Abutment tipe T terbalik, ini merupakan tipe yang mulai digunakan pada era tahun
1970-an sampai sekarang, pada umumnya digunakan apabila tinggi abutment
berkisar antara 6-12 m. Kadang-kadang perencana mengambil tipe ini meskipun
tinggi abutment hanya 2 m, atau bahkan untuk abutment dengan tinggi 15 m juga
masih menggunakan tipe ini. Abutment tipe T terbalik ini dapat dipikul oleh tiang
pancang, atau sumuran atau bahkan pondasi langsung tergantung, pada kondisi
tanah di bawah abutment.

Abutment tipe T terbalik dengan penopang, tipe ini jarang digunakan, pada
umumnya digunakan apabila tinggi abutment berkisar antara 9-20 m. Kadang-
kadang perencana mengambil tipe ini meskipun tinggi abutment hanya 5 m, padahal
sebenarnya dapat digunakan alternative lain yaitu tipe T terbalik tanpa penopang.
Abutment tipe T terbalik ini dapat dipikul oleh tiang pancang, atau sumuran atau
bahkan pondasi langsung tergantung, pada kondisi tanah di bawah abutment.
Permasalahan yang dihadapi dalam penggunaan tipe ini adalah keberadaan
penopang akan menyulitkan pemadatan timbunan oprit jembatan.
Berikut ini diberikan grafik yang menunjukkan hubungan antara tipe abutment
dengan tinggi pemakaian:

Tinggi Pemakaian (m)


Tipe Abutment
0 5 10 15 20
Tipe T Terbalik
dengan Penopang

Tipe T Terbalik

Tipe Semi Gravitasi

Tipe Gravitasi

Sumber : Mekanika Tanah & Teknik Pondasi, Penterjemah Ir. L. Taulu dkk,
Ir. Suyono Sosrodarsono – Kazuto Nakazawa - 1981

2-6
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan

2.4. Tipe dan Jenis Pilar Jembatan

Pilar adalah suatu bangunan yang didesain untuk meneruskan beban dari bangunan
atas, baik beban mati atau beban hidup, berat sendiri dari pilar (beban mati) ke
tanah pondasi. Dari segi jenis, pilar dibuat dari beton bertulang minimal mutu
sedang.

Apabila pilar jembatan ditempatkan di sungai, maka pertama-tama yang harus


dipertimbangkan adalah memilih bentuk pilar yang sekecil mungkin mempengaruhi
arus air sungai terutama pada waktu banjir. Arus air sungai mengalami hambatan
yang kecil apabila potongan pilar berbentuk bulat telur dengan dinding pilar yang
tipis serta arah dinding pilar sejajar dengan arah aliran air . Atau bisa juga potongan
pilar berbentuk lingkaran, akan tetapi apabila diameter lingkaran cukup besar juga
akan mengganggu aur air banjir. Potongan melintang pilar berbentuk lingkaran ini
akan lebih cocok digunakan untuk jembatan yang melintasi sungai dengan posisi
”skew”. Dalam hal ini, kemanapun arah aliran, luas penampang basah sungai yang
terganggu oleh adanya pilar tetap sama.

Pada sketsa pilar tersebut di bawah, diberikan bentuk-bentuk umum pilar yang
dibangun di sungai serta di darat:

Tipe pilar yang dibangun di sungai

Tipe pilar yang dibangun di darat

Gambar 2-2 Tipe-tipe Pilar


Sumber : Mekanika Tanah & Teknik Pondasi, Penterjemah Ir. L. Taulu dkk,
Ir. Suyono Sosrodarsono – Kazuto Nakazawa – 1981

2-7
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan

Perencanan pilar jembatan perlu memperhatikan penggerusan akibat aliran air banjir di
sekitar dinding pilar. Ternyata penggerusan terdalam terjadi pada bagian lengkungan
dinding. Sudut kemiringan lereng yang tergerus kurang lebih sama dengan sudut
material dasar yang terkumpul dalam air yaitu sekitar 30-40 derajat meskipun bervariasi
sesuai dengan ukuran butir, merupakan penggerusan berbentuk kerucut.

Untuk jelasnya lihat sketsa berikut:

Gambar 2-2 Penggerusan sekitar pilar oleh arus banjir


Sumber : Mekanika Tanah & Teknik Pondasi, Penterjemah Ir. L. Taulu dkk,
Ir. Suyono Sosrodarsono – Kazuto Nakazawa – 1981

Pada gambar di atas terlihat bahwa scouring terjadi di ujung bawah pilar tempat air
banjir “menabrak” dinding pilar. Jika scouring akibat arus air tambah besar, bisa terjadi
keruntuhan pilar yang akhirnya menyebabkan jembatan runtuh.

2-8
DESAIN JEMBATAN

Pedoman berdasarkan SKBI 1.3.28.1987 tersebut dapat digunakan untuk perencanaan jembatan dengan panjang
bentang / 200 m, dengan mengadakan modifikasi sesuai jenis konstruksi dan kondisi lapangan.

Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut tentang beban-beban yang diperhitungkan dalam perencanaan jembatan,
artinya juga untuk bangunan bawah (abutment dan pilar) jembatan:
 Beban primer, adalah beban yang merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap
perencanaan jembatan.
 Beban sekunder, adalah beban yang merupakan beban sementara yang selalu diperhitungkan dalam
perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan.
 Beban khusus, adalah beban yang merupakan beban-beban khusus untuk perhitungan tegangan pada
perencanaan jembatan. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan 2-3
 Beban mati, adalah semua beban yang berasal berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau,
termasuk segala unsur tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya.
 Beban hidup, adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraankendaraan bergerak / lalu litas dan/atau
pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan.
 Beban mati primer, adalah berat sendiri dari pelat dan sistem lainnya yang dipikul langsung oleh masing-
masing gelagar jembatan.
 Beban mati sekunder, adalah berat kerb, trotoir, tiang sandaran dan lain-lain yang dipasang setelah pelat
dicor. Beban tersebut dianggap terbagi rata di semua gelagar.

Untuk abutment jembatan, disarankan menggunakan beton K-350. Agregat kasar harus dipilih sedemikian rupa
sehingga ukuran agregat terbesar tidak lebih dari ¾ jarak bersih minimum antara baja tulangan atau antara baja
tulangan dengan acuan, atau celah-celah lainnya di mana beton harus dicor. Kekuatan karakteristik untuk beton K-350
pada umur 28 hari Fc’ = 29.05 Mpa

Berdasarkan tipe strukturnya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain :
1) Jembatan plat (slab bridge),
2) Jembatan plat berongga (voided slab bridge),
3) Jembatan gelagar (girder bridge),
4) Jembatan rangka (truss bridge),
5) Jembatan pelengkung (arch bridge),
6) Jembatan gantung (suspension bridge),
7) Jembatan kabel (cable stayed bridge),
8) Jembatan cantilever (cantilever bridge).

1. Survei dan Investigasi


Dalam perencanaan teknis jembatan perlu dilakukan survei dan investigasi yang meliputi :
1) Survei tata guna lahan,
2) Survei lalu-lintas,
3) Survei topografi,
4) Survei hidrologi,
5) Penyelidikan tanah,
6) Penyelidikan geologi,
7) Survei bahan dan tenaga kerja setempat.
Hasil survei dan investigasi digunakan sebagai dasar untuk membuat rancangan teknis yang menyangkut beberapa hal
antara lain :
1) Kondisi tata guna lahan, baik yang ada pada jalan pendukung maupun lokasi jembatan berkaitan dengan
ketersediaan lahan yang ada.
2) Ketersediaan material, anggaran dan sumberdaya manusia.
3) Kelas jembatan yang disesuaikan dengan kelas jalan dan volume lalu lintas.
4) Pemilihan jenis konstruksi jembatan yang sesuai dengan kondisi topografi, struktur tanah, geologi, hidrologi
serta kondisi sungai dan perilakunya.

2. Analisis Data
Sebelum membuat rancangan teknis jembatan perlu dilakukan analisis data hasil survei dan investigasi yang meliputi,
antara lain :
1) Analisis data lalu-lintas.
Analisis data lalu-lintas digunakan untuk menentukan klas jembatan yang erat hubungannya dengan penentuan
lebar jembatan dan beban lalu-lintas yang direncanakan.
2) Analisis data hidrologi.
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya debit banjir rancangan, kecepatan aliran, dan gerusan
(scouring) pada sungai dimana jembatan akan dibangun.
3) Analisis data tanah.
Data hasil pengujian tanah di laboratorium maupun di lapangan yang berupa pengujian sondir, SPT, boring, dsb.
digunakan untuk mengetahui parameter tanah dasar hubungannya dengan pemilihan jenis konstruksi fondasi
jembatan.
4) Analisis geometri.
Analisis ini dimaksudkan untuk menentukan elevasi jembatan yang erat hubungannya dengan alinemen vertikal
dan panjang jalan pendekat (oprit).

3. Pemilihan Lokasi Jembatan


Dasar utama penempatan jembatan sedapat mungkin tegak lurus terhadap sumbu rintangan yang dilalui, sependek,
sepraktis dan sebaik mungkin untuk dibangun di atas jalur rintangan.
Beberapa ketentuan dalam pemilihan lokasi jembatan dengan memperhatikan kondisi setempat dan ketersediaan
lahan adalah sebagai berikut :
1) Lokasi jembatan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak menghasilkan kebutuhan lahan yang besar
sekali.
2) Lahan yang dibutuhkan harus sesedikit mungkin mengenai rumah penduduk sekitarnya, dan diusahakan mengikuti
as jalan existing.
3) Pemilihan lokasi jembatan selain harus mempertimbangkan masalah teknis yang menyangkut kondisi tanah dan
karakter sungai yang bersangkutan, juga harus mempertimbangkan masalah ekonomis serta keamanan bagi
konstruksi dan pemakai jalan.
4. Bahan Konstruksi Jembatan
Dalam memilih jenis bahan konstruksi jembatan secara keseluruhan harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut
:
1) Biaya konstruksi,
2) Biaya perawatan,
3) Ketersediaan material,
4) Flexibilitas (konstruksi dapat dikembangkan atau dilaksanakan secara bertahap),
5) Kemudahan pelaksanaan konstruksi,
6) Kemudahan mobilisasi peralatan.

Penetapan Kelas Jembatan


1. Jembatan yang dibangun sebelum tahun 1969
Sebelum tahun 1969, jembatan dibangun dengan muatan PU lama, dibedakan atas kelas pembebanan :
Kelas I, Kelas II, Kelas III dan seterusnya. Muatan PU lama ini sekarang sudah tidak digunakan lagi.

2. Jembatan yang dibangun tahun 1969 – 1988


Dalam periode 1969 - 1988, dikenal 3 Kelas Jembatan sebagai berikut :
· Kelas A, option 1,0 m + 7,0 m + 1,0 m dengan beban 100% Bina Marga Loading
· Kelas B, option 0,5 m + 6,0 m + 0,5 m dengan beban 70% Bina Marga Loading

· Kelas C, option 0,5 m + 4,5 m + 0,5 m dengan beban 50% Bina Marga Loading.

3. Jembatan yang dibangun sesudah tahun 1988


Dalam periode sesudah tahun 1988, dikenal 3 Kelas Jembatan sebagai berikut :
· Kelas A, option 1,0 m + 7,0 m + 1,0 m dengan beban 100% Bina Marga Loading
· Kelas B, option 0,5 m + 6,0 m + 0,5 m dengan beban 100% Bina Marga Loading
· Kelas C, option 0,5 m + 4,5 m + 0,5 m dengan beban 100% Bina Marga Loading
Lebar lantai kendaraan pada jembatan ditetapkan dengan mengikuti lebar perkerasan jalan, akan tetapi lebar trotoir
jembatan tidak harus selalu sama dengan lebar bahu jalan. Berdasarkan standar yang berlaku di Indonesia, lebar trotoar
jembatan ditentukan mengikuti Kelas Jembatan, untuk jembatan Kelas A lebar trotoir diambil = 1.00 m, untuk jembatan
Kelas B lebar trotoir = 0.50 m dan untuk jembatan Kelas C lebar trotoir = 0.50 m.

Penggunaan penetapan Kelas Jembatan dalam perencanaan jembatan adalah sebagai berikut:
- Kelas A digunakan untuk jembatan yang terletak pada jalan Nasional atau jalan Propinsi,
- Kelas B digunakan untuk jembatan yang terletak pada jalan Kabupaten, sedangkan
- Kelas C digunakan untuk jembatan yang terletak pada ruas jalan kabupaten atau pada ruas jalan yang lebih rendah
dari pada jalan Kabupaten.

Bentang jembatan minimal = 5.00 m, artinya untuk perlintasan jalan dengan sungai yang memerlukan bentang < 5.00
m konstruksi perlintasan yang digunakan bukan jembatan, akan tetapi gorong-gorong.

Persyaratan yang harus dipenuhi dalam memilih expansion joint


1. Tidak ada benda keras yang masuk ke dalam sambungan.
2. Dibuat dari material yang awet/tahan lama.
3. Mudah diperiksa dan dipelihara, bagian-bagian yang dapat aus harus mudah diganti.
4. Tidak menimbulkan bunyi yang keras atau getaran pada saat dilewati kendaraan.
5. Harus diberi sarana anti gelincir/slip pada permukaannya, jika lebar sambungan dalam arah memanjang
cukup besar.
6. Harus kedap air, untuk menghindarkan tertampungnya air, tanah, pasir dan kotoran (hanya untuk expansion
joint tertutup).
Menurut SKBI – 1.3.28.1987, jenis-jenis beban yang diperhitungkan dalam perencanaan teknik jembatan adalah
sebagai berikut :
1. Beban Primer
i). Beban Mati
ii). Beban Hidup (beban T dan beban D)
iii). Beban Kejut
iv). Gaya akibat tekanan tanah
2. Beban Sekunder
i). Beban Angin
ii). Gaya akibat perbedaan suhu
iii). Gaya akibat rangkak dan susut
iv). Gaya rem dan traksi
v). Gaya-gaya akibat gempa bumi
vi). Gaya gesekan pada tumpuan-tumpuan bergerak
3. Beban Khusus
i). Gaya sentrifugal
ii). Gaya tumbuk pada jembatan layang
iii). Gaya dan beban selama pelaksanaan
iv). Gaya aliran air dan tunmbukan pada benda-benda hanyut
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

Tabel 3-1 Standar Pendekatan Pemilihan Tipe dan Jenis Gelagar Bangunan Atas Jembatan

No. Jenis bangunan atas Bentang efektif (m) Perbandingan


10 20 30 40 50 100 150 200 H/L

I. Struktur prategang
1 Slab berongga 1/22 (1/20 - 1/30)
2 Str. komposit sederhana : gelagar I 1/15 (1/13 - 1/20)
3 Str. komposit menerus : gelagar I 1/18 (1/16 - 1/22)
4 Str. sederhana : gelagar I 1/18 (1/16 - 1/22)
5 Str. menerus : gelagar I 1/20 (1/18 - 1/22)
6 Str. komposit sederhana : gelagar U 1/18 (1/16 - 1/20)
7 Gelagar kotak sederhana 1/20 (1/18 - 1/24)
8 Gelagar kotak menerus * 1/22 (1/20 - 1/27)
9 Gelagar kotak menerus ** 1/18 (1/16 - 1/22)
II. Struktur beton bertulang
1 Gelagar sederhana 1/15
2 Slab berongga 1/20
3 Konstruksi kaku 1/12
4 Slab di tiang 1/20

Catatan :
* = di-ereksi dengan penopang H = tinggi gelagar
** = di-ereksi dengan metoda kantilev er L = bentang

3-3
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

Tabel 3-2 Tipe-tipe bangunan atas jembatan yang menggunakan beton bertulang

3-4
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

Tabel 3-3 Tipe-tipe bangunan atas jembatan yang menggunakan beton prategang

3-5
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

3-6
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas
Jembatan

Selain tipe beton bertulang, beton prategang, dan beton komposit, terdapat tipe
rangka baja, yang meskipun tidak diberikan secara mendetail di dalam modul ini,
perlu diketahui oleh Ahli Muda Perencana Jembatan untuk dapat
merekomendasikan jumlah dan panjang bentang jembatan.
Tipe rangka baja yang digunakan selama ini di Indonesia antara lain adalah
sebagai berikut:

a. Rangka Baja Australia


b. Rangka Baja Belanda
c. Rangka Baja Inggris
d. Rangka Baja Belgia
e. Rangka Baja Austria
f. Rangka Baja Jepang
g. Rangka Baja Bailey (jembatan semi permanen)

Berikut ini adalah Tabel-tabel yang menunjukkan bentang jembatan dan lebar jalur
lalu lintas berdasarkan Kelas Jembatan untuk beberapa tipe:

Tabel 3-4 Rangka Baja Australia

KELAS A KELAS B KELAS C

LEBAR JALUR BENTANG LEBAR JALUR BENTANG LEBAR JALUR BENTANG


LALU LINTAS (M) LALU LINTAS (M) LALU LINTAS (M)
(M) (M) (M)
7 35 6 35 4,5 35
7 40 6 40 4,5 40
7 45 6 45 4,5 45
7 50 6 50 4,5 50
7 55 6 55 4,5 55
7 60 6 60 4,5 60
7 80 6 80 4,5 80
7 100 6 100 4,5 100

Sumber : Transfield – MBK, Standard Stell Bridging for Indonesia


Manual for assembly and erection of Permanent Standard
Composite Spans - Australia

3-7
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

Tampak dan Potongan Memanjang

Denah

Gambar 4-7 Tampak dan Potongan Memanjang, Denah


dan Potongan Melintang
Sumber : Spesifikasi Konstruksi Jembatan Tipe Balok T bentang s/d 25 m untuk Beban BM 100 – SKBI -4.4.28 1987

4-33
KLASIFIKASI TANAH

Nilai-nilai berat jenis dari berbagai jenis tanah

Berdasarkan ukuran partikel (gradasi butirannya), tanah dapat didefinisikan dari komponennya sendiri seperti:

Geotekstil adalah lembaran sintesis yang tipis, fleksibel, permeable yang digunakan untuk stabilisasi dan perbaikan
tanah dikaitkan dengan pekerjaan teknik sipil. Pemanfaatan geotekstil merupakan cara moderen dalam usaha untuk
perkuatan tanah lunak.

Beberapa fungi dari geotekstil yaitu:


1. Untuk perkuatan tanah lunak.
2. Untuk konstruksi teknik sipil yang mempunyai umur
rencana cukup lama dan mendukung beban yang besar
seperti jalan rel dan dinding penahan tanah.
3. Sebagai lapangan pemisah, penyaring, drainase dan
sebagai lapisan pelindung.
Geotextile dapat digunakan sebagai perkuatan timbunan tanah pada kasus:
1. Timbunan tanah diatas tanah lunak
2. Timbunan diatas pondasi tiang
3. Timbunan diatas tanah yang rawan subsidence

Geosintetik yang ada terdiri dari berbagai jenis dan diklasifikasikan dalam beberapa bentuk sebagai berikut :

1. Geotekstil, bahan lulus air dari anyaman (woven) atau tanpa anyaman (non woven) dari benang-benang atau
serat- serat sintetik yang digunakan dalam pekerjaan tanah.
2. Geogrid, produk geotekstil yang berupa lubang-lubang berbentuk segi empat (geotextile grid) atau lubang
berbentuk jaring (geotextile net) , biasanya terbuat dari bahan Polyester (PET) atau High Density Polyethylene
(HDPE)
3. Geofabric, semua produk geosintetik yang berbentuk lembaran
4. Geocoposite, kombinasi dua atau lebih tipe geosintetik
5. Geomembrane, geosintetik yang bersifat impermeable atau tidak tembus air, biasanya dibuat dari bahan high
density polyethylene (HDPE).
6. Geocell, berbentuk sel-sel sebagai bahan penahan erosi atau perkuatan , terbuat dari bahan High Density
Polyethylene (HDPE)
7. Geotube, berbentuk tabung memanjang yang digunakan di daerah pantai
8. Geobag, berbentuk karung sebagai perkuatan di aliran sungai atau pantai.
9. Geocontainer, sebagai bahan pembuat pulau atau konstruksi ditengah laut dan diturunkan dari kapal .
10. Vertical drain, sebagai bahan pemercepat aliran disipasi air pori sehingga mempercepat proses settlement.
11. Concrete matras, berbentuk matras atau kasur yang diisi dengan beton untuk penahan dinding sungai
pencegah erosi
12. Geojute, terbuat dari jaring-jaring atau bahan serat alami seperti dari serat kelapa sawit untuk penahan erosi
.Produk ini mempunyai aplikasi yang sangat luas di bidang geoteknik & teknik sipil dari mulai konstruksi jalan
raya, embankmen, perkuatan tanah lunak, jalan kereta api, jembatan, perkuatan lereng dan dinding, waduk,
reklamasi pantai dan lainnya.

PENGUJIAN BAHAN PERKERASAN JALAN

1. CBR
Pengujian CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan terhadap bahan standar dengan kedalaman
dan kecepatan penetrasi yang sama untuk mendapatkan nilai kekuatan tanah dasar.
Makin tinggi nilai CBR tanah (subgrade) maka lapisan perkerasan diatasnya akan semakin tipis dan semakin kecil nilai
CBR (daya dukung tanah rendah), maka akan semakin tebal lapisan perkerasan di atasnya sesuai beban yang akan
dipikulnya.
Jenis – Jenis CBR :
a. CBR Lapangan (CBR inplace atau field Inplace)
Digunakan untuk memperoleh nilai CBR asli di Lapangan sesuai dengan kondisi tanah pada saat itu. Umum
digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan yang lapisan tanah dasarnya tidak akan dipadatkan lagi.
Pemeriksaan ini dilakukan dala kondisi kadar air tanah tinggi (musim penghujan), atau dalam kondisi terbuuk yang
mungkin terjadi.
b. CBR lapangan rendaman (undisturbed soaked CBR)
Digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di Lapangan pada keadaan jenuh air dan tanah mengalami
pengembangan (swell) yang maksimum. Hal ini sering digunakan untuk menentukan daya dukung tanah di daerah
yang lapisan tanah dasarnya tidak akan dipadatkan lagi, terletak pada daerah yang badan jalannya sering
terendam air pada musim penghujan dan kering pada musim kemarau. Sedangkan pemeriksaan dilakukan di
musim kemarau. Pemeriksaan dilakukan dengan menambil contoh tanah dalm tabung (mould) yang ditekan
masuk kedalam tanah mencapai kedalaman yang diinginkan. Tabung berisi contoh tanah dikeluarkan dan
direndam dalam air selama beberapa hari sambil diukur pengembangannya. Setelah pengembangan tidak terjadi
lagi, barulah dilakukan pemeriksaan besarnya CBR
c. CBR Laboratorium
Tanah dasar (Subgrade) pada konstuksi jalan baru dapat berupa tanah asli, tanah timbunan atau tanah galian yang
telah dipadatkan sampai menncapai kepadatan 95% kepadatan maksimum. Dengan demikian daya dukung tanah
dasar tersebut merupakan nilai kemampuan lapisan tanah memikul beban setelah tanah tersebut dipadatkan. CBR
ini disebut CBR laboratoium , karena disiapkan di Laboratorium. CBR Laboratorium dibedakan atas 2 macam, yaitu
CBR Laboratorium rendaman (soaked design CBR) dan BR Laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR).
Umumnya CBR dinyatakan pada penetrasi 0,1 inchi

Jika CBR pada penetrasi 0,2 inchi lebih besar pada CBR pada penetrasi 0,1 inchi maka pengujian harus dilakukan
minimal 3 kali pada lokasi yang berdekatan
Jika dari 3 hasil pengujian menunjukkan CBR pada penetrasi 0,2 inchi lebih besar dari CBR pada penetrasi 0,1 inchi
maka ditetapkan nilai CBR adalah CBR pada penetrasi 0,2 inchi

2. Agregate Impact Test


Tujuan pemeriksaan agregate impact test adalah untuk mengetahui kekuatan agregat terhadap beban kejut. Benda
uji yang digunakan dalam pengujian adalah agregat yang lolos saringan no 3/8 “ dan tertahan no.4 sebanyak 300 gram.

Menurut SNI 03-4426-1997 syarat maksimum


kekuatan agregat = 30%.
Hasil pengujian Agregate Impact Value diatas =
14,76% → 14,76% < 30 % ……..OK
Dari hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan
kekuatan agregate memenuhi syarat. Sehingga
agregat bisa digunakan untuk campuran aspal.

3. Pemeriksaan Penurunan Berat Aspal


Pemeriksaan penurunan berat aspal bertujuan untuk mengetahui kehilangan minyak pada aspal akibat pemanasan
berulang dan untuk mengukur perubahan kinerja aspal akibat kehilangan berat. Untuk mengevaluasi hanya pada
beberapa karakteristik aspal, seperti kehilangan berat dan penetrasi, daktilitas dan titik lembek setelah kehilangan
berat. Besarnya nilai penurunan berat, selisih nilai penetrasi sebelum dan sesudah pemanasan menunjukan bahwa
aspal tersebut peka terhadap cuaca dan suhu.
Dari hasil pengamatan penurunan berat diatas, didapatkan nilai rata-rata penurunan berat sebesar 0,3%. Menurut SNI
06-2440-1991, syarat maksimum kehilangan berat untuk aspal penetrasi 60/70 adalah 0,8 %. Sehingga aspal
diatas memenuhi syarat untuk digunakan dalam campuran aspal.

4. Pengujian Titik Lembek Aspal


Pengujian titik lembek aspal dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal dan ter yang berkisar antar 30o C
sampai dengan 200o C. Titik lembek adalah suhu pada saat bola baja, dengan berat tertentu, mendesak turun suatu
lapisan aspal atau ter yang tertahan dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal atau ter tersebut menyentuh plat
dasar yang terletak dibawah cincin pada tinggi tertentu, akibat pemanasan tertentu.
Manfaat dari pemeriksaan titik lembek adalah untuk menentukan jenis aspal yang digunakan berdasarkan temperatur
pada suatu tempat.
Aspal dengan titik lembek yang lebih rendah, temperatur yang dibutuhkan untuk pencampuran dengan agregat dalam
pemadatan aspal lebih rendah. Bila aspal cepat menjadi lembek dan cepat pula menjadi keras maka waktu
pelaksanaan pencampuran dengan agregat dan pemadatan harus lebih pendek. Bila suhu perkerasan meningkat, aspal
akan melunak sehingga akan mudah menjadi ranting dan deformasi.
Persyaratan suhu untuk aspal sebagai berikut :
a. AC 40-60 adalah 51oC – 63 oC
b. AC 80-100 adalah 46 oC – 64 oC
c. AC 60-80 adalah 48 oC – 58 oC

5. Core Drill
Tujuan dari pengujian core drill yaitu untuk menentukan/mengambil sample perkerasan di lapangan sehingga bisa
diketahui tebal perkerasannya serta untuk mengetahui karakteristik campuran
perkerasan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui secara tepat susunan
struktur dari suatu konstruksi jalan, jenis perkerasan, persentase susunan dan
untuk memeriksa perubahan dari struktur jalan.

Dalam pelaksanaan uji alat core drill perlu diperhatikan kontinuitas pemakaian
air karena jika ada keterlambatan dalam pemberian air pada ujung mata bor,
akan menyebabkan terjadinya kerusakan dari alat tersebut.
6. Skid Resistance Tester
Skid resistance tester adalah pengujian yang bertujuan untuk menguji tingkat kekesatan yang diberikan oleh beban
terhadap perkerasan.
Makin besar nilainya berarti jalan itu makin kesat dan apabila nilainya kecil maka kekesatan perkerasan tersebut
kurang.

Pada saat melakukan percobaan perlu dilakukan penyetelan alat. Karena hasil
akan optimal jika kondisi alat dalam keadaan seimbang (Sebelum dilakukan
percobaan kondisi jarum dalam keadaan 0).

7. Mini Texture Meter


Pengujian Mini Texture Meter untuk menguji tingkat kerataan permukaan perkerasan jalan.
Secara otomatis alat akan merekam tekstur permukaan jalan setiap jarak 10 m, begitu seterusnya sampai dengan jarak
maximum pembacaan adalah 50 m. Setelah jarak 50 m, alat akan secara otomatis mengeluarkan hasil uji kerataan
jalan dalam bentuk print out, hasil pengujian inilah yang diambil nilai tekstur permukaan jalan yang di uji tiap 10 m.

Pada alat ini terdapat 5 tombol dengan angka 0, 1, 2, 3 dan 4.


a. Angka 0 menunjukkan kalibrasi
b. Angka 1 menunjukkan texture HRA (Hot Rolling Asphalt)
c. Angka 2 menunjukkan texture
d. Angka 3 menunjukkan sensor check
e. Angka 4 menunjukkan check match

8. Pengujian Penetrasi Bahan Bitumen


Pengujian penetrasi bahan bitumen bertujuan untuk mengetahui tingkat kekerasan aspal yang dinyatakan dalam
masuknya jarum dengan beban tertentu pada suatu selang waktu tertentu dalam suhu kamar. Untuk menggambarkan
karakteristik suatu aspal atau bitumen, diperkenalkan beberapa parameter yang salah satunya adalah angka
penetrasi/PEN. Nilai ini menggambarkan tingkat kekerasan suatu bitumen dalam suhu standar (25˚C) , yang diambil dari
pengukuran kedalaman penetrasi jarum standar, dengan beban standar (50 sampai dengan 100 gram), dalam rentang
waktu yang juga standar (5 detik).

9. Pengujian Daktilitas Bahan Bitumen


Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kekenyalan aspal. Kekenyalan aspal dapat dinyatakan dengan panjang
pemuluran aspal yang dapat tercapai hingga sebelum putus. Nilai daktilitas tidak dapat menyatakan kekuatan tarik
aspal. Aspal yang memiliki daktilitas yang rendah akan mengalami retak-retak dalam penggunaannya karena lapisan
perkerasan mengalami perubahan suhu agak tinggi. Oleh sebab itu aspal perlu memiliki daktilitas yang cukup tinggi.
PERKERASAN JALAN (TAMBAHAN)

1. PEMILIHAN JENIS PERKERASAN:

Untuk jalan yang melayani lalu lintas sedang dan berat dapat dipilih lapis fondasi CTB karena dapat menghemat secara
signifikan dibandingkan dengan lapis fondasi berbutir. Biaya perkerasan dengan lapis fondasi CTB pada umumnya lebih
murah daripada perkerasan beraspal konvensional dengan lapis fondasi berbutir untuk beban sumbu antara 10 – 30
juta ESA, tergantung pada harga setempat dan kemampuan kontraktor. CTB dapat menghemat penggunaan aspal dan
material berbutir, dan kurang sensitif terhadap air dibandingkan dengan lapis fondasi berbutir. Konstruksi CTB
membutuhkan kontraktor yang kompeten dengan sumber daya peralatan yang memadai. Perkerasan CTB hanya dipilih
jika sumber daya yang dibutuhkan tersedia. CTB harus dilaksanakan dalam satu lapisan, tidak boleh dibuat dalam
beberapa lapisan.

LMC (Lean Mix Concrete) dapat digunakan sebagai pengganti CTB, dan akan memberikan kemudahan pelaksanaan di
area kerja yang sempit misalnya pekerjaan pelebaran perkerasan atau pekerjaan pada daerah perkotaan.

Discounted lifecycle cost perkerasan kaku umumnya lebih rendah untuk jalan dengan beban lalu lintas lebih dari 30
juta ESA4. Untuk beban lalu lintas ringan sampai sedang, perkerasan kaku akan lebih mahal dibandingkan perkerasan
lentur, terutama di daerah pedesaan atau perkotaan tertentu yang pelaksanaan konstruksi jalan tidak begitu
mengganggu lalu lintas. Perkerasan kaku dapat menjadi pilihan yang lebih murah untuk jalan perkotaan dengan akses
terbatas bagi kendaraan yang sangat berat. Pada area yang terbatas, pelaksanaan perkerasan kaku akan lebih mudah
dan cepat daripada perkerasan lentur.

Perkerasan tanpa penutup (jalan kerikil) khusus untuk beban lalu lintas rendah (≤ 500.000 ESA4). Tipe perkerasan ini
dapat juga diterapkan pada konstruksi secara bertahap di daerah yang rentan terhadap penurunan (settlement).

Jika perkerasan kaku digunakan untuk pelebaran perkerasan lentur di atas tanah lunak, sebaiknya pelebaran dilakukan
satu lajur penuh, karena akan memudahkan pemeliharaan sambungan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku.
Pelebaran jalan sebaiknya dijadwalkan bersamaan dengan rencana rekonstruksi (termasuk overlay)

Konstruksi jalan di atas tanah gambut harus menggunakan perkerasan lentur. Perkerasan kaku tidak sesuai jika
digunakan di atas tanah gambut karena masalah keseragaman daya dukung dan penurunan yang besar. Untuk
membatasi dampak penurunan yang tak seragam dianjurkan untuk menggunakan konstruksi bertahap dan
penanganan khusus.

HRS-WC tebal ≤ 50 mm di atas Lapis Fondasi Berbutir merupakan solusi yang tepat biaya untuk jalan baru atau
rekonstruksi dengan beban lalu lintas sedang (<1 juta ESA5) tetapi membutuhkan kualitas konstruksi yang tinggi
khususnya untuk LFA Kelas A (Solusi ini kurang efektif dari segi biaya namun jumlah kontraktor yang kompeten
melaksanakannya lebih banyak daripada pake surface dressing: burtu ato burda).

Soil cement dapat digunakan di daerah dengan keterbatasan material berbutir atau kerikil, atau jika biaya stabilisasi
tanah lebih menguntungkan.

2. LALU LINTAS
Analisis volume lalu lintas didasarkan pada survei yang diperoleh dari:
a. Survei lalu lintas, dengan durasi minimal 7 x 24 jam1 . Survei dapat dilakukan secara manual mengacu pada
Pedoman Survei Pencacahan Lalu Lintas (Pd T-19-2004-B) atau menggunakan peralatan dengan pendekatan yang
sama.
b. Hasil – hasil survei lalu lintas sebelumnya.

Lajur rencana adalah salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan yang menampung lalu lintas kendaraan niaga (truk
dan bus) paling besar. Beban lalu lintas pada lajur rencana dinyatakan dalam kumulatif beban gandar standar (ESA)
dengan memperhitungkan faktor distribusi arah (DD) dan faktor distribusi lajur kendaraan niaga (DL).
Timbangan survei beban gandar yang menggunakan sistem statis harus mempunyai kapasitas beban roda (tunggal atau
ganda) minimum 18 ton atau kapasitas beban sumbu tunggal minimum 35 ton.

Nilai VDF regional masing-masing jenis kendaraan niaga yang diolah dari data studi WIM yang dilakukan Ditjen Bina
Marga pada tahun 2012 – 2013. Data tersebut perlu diperbarui secara berkala sekurang-kurangnya setiap 5 tahun.

Berdasarkan pedoman desain perkerasan kaku (Pd T-14-2003), beban lalu lintas desain didasarkan pada distribusi
kelompok sumbu kendaraan niaga (heavy vehicle axle group, HVAG) dan bukan pada nilai ESA

3. DRAINASE PERKERASAN
Jika lapis fondasi bawah lebih rendah dari ketinggian tanah disekitarnya, maka harus dipasang subdrain (apabila
memungkinkan hindari kondisi seperti ini dengan membuat desain geometrik yang baik).

Subdrain harus dipasang dengan kemiringan seragam tidak kurang dari 0.5% untuk memastikan bahwa air dapat bebas
mengalir melalui subdrain ke titik-titik pembuangan. Selain itu, harus disediakan akses untuk memudahkan
pembersihan subdrain pada interval jarak tidak lebih dari 60 m. Level inlet dan outlet subdrain harus lebih tinggi dari
level banjir. Untuk jalan dengan median pemisah, sistim subdrain pada median harus dibuat jika kemiringan permukaan
jalan mengarah ke median (pada superelevasi).

Secara umum perencana harus menerapkan desain yang dapat menghasilkan “faktor m” ≥ 1,0 kecuali jika kondisi di
lapangan tidak memungkinkan. Dalam proses desain, penggunaan koefifien drainase m yang lebih besar dari 1 tidak
digunakan kecuali jika ada kepastian bahwa mutu pelaksanaan untuk mencapai kondisi tersebut dapat dipenuhi. ???

4. DESAIN FONDASI JALAN


Tiga faktor terpenting di dalam desain perkerasan adalah lalu lintas, tanah dasar dan pengaruh air.

Spesifikasi umum pelaksanaan menetapkan bahwa lapisan tanah yang lebih dalam dari 30 cm di bawah elevasi tanah
dasar harus dipadatkan sampai 95% kepadatan kering maksimum. Hingga kedalaman 30 cm dari elevasi tanah dasar
tanah dipadatkan hingga 100% kepadatan kering maksimum (SNI 03-1742-1989)

Dalam hal tanah lunak kepadatan berdasarkan standar pengujian laboratorium tidak mungkin dicapai di lapangan.
Dengan demikian nilai CBR laboratorium untuk tanah lunak menjadi tidak relevan.

Pengujian DCP hanya dilakukan pada kondisi berikut:


1. Tanah rawa jenuh air sehingga tidak mungkin dapat dipadatkan sehingga pengujian CBR laboratorium menjadi tidak
relevan.
2. Pada kawasan tanah aluvial kering, khususnya daerah persawahan, kemungkinan terdapat lapisan dengan
kepadatan rendah (antara 1200 – 1500 kg/m3 ) di bawah permukaan tanah yang kering.

Apabila waktu pelaksanaan konstruksi terbatas, proses konsolidasi dapat dipercepat antara lain dengan pembebanan
sementara (surcharge), drainase vertikal, konsolidasi dengan vakum, pemadatan dengan energi tumbukan yang tinggi
(high energy impact compaction - HEIC), atau kombinasi dari penanganan tersebut.
Penentuan segmen tanah dasar yang seragam
Ruas jalan yang didesain harus dikelompokkan berdasarkan kesamaan segmen yang mewakili kondisi tanah dasar
yang dapat dianggap seragam (tanpa perbedaan yang signifikan). Pengelompokan awal dapat dilakukan berdasarkan
hasil kajian meja dan penyelidikan lapangan atas dasar kesamaan geologi, pedologi, kondisi drainase dan topografi,
serta karakteristik geoteknik (seperti gradasi dan plastisitas).
Secara umum disarankan untuk menghindari pemilihan segmen seragam yang terlalu pendek. Jika nilai CBR yang
diperoleh sangat bervariasi, pendesain harus membandingkan manfaat dan biaya antara pilihan membuat segmen
seragam yang pendek berdasarkan variasi nilai CBR tersebut, atau membuat segmen yang lebih panjang berdasarkan
nilai CBR yang lebih konservatif.
Hal penting lainnya yang harus diperhatikan adalah perlunya membedakan daya dukung rendah yang bersifat lokal
(setempat) dengan daya dukung tanah dasar yang lebih umum (mewakili suatu lokasi). Tanah dasar lokal dengan
daya dukung rendah biasanya dibuang dan diganti dengan material yang lebih baik atau ditangani secara khusus.

Dua metode perhitungan CBR karakteristik diuraikan sebagai berikut.


a. Metode distribusi normal standar
Jika tersedia cukup data yang valid (minimum 10 titik data uji per segmen yang seragam) rumus berikut ini dapat
digunakan: CBR karakteristik = CBR rata-rata – f x deviasi standar. Apabila jumlah data per segmen kurang dari
10 maka nilai CBR terkecil dapat mewakili sebagai CBR segmen.
b. Metode persentil
Nilai CBR yang dipilih adalah adalah nilai persentil ke 10 (10thpercentile) yang berarti 10% data segmen yang
bersangkutan lebih kecil atau sama dengan nilai CBR pada persentil tersebut. Atau: 90% dari data CBR pada
segmen seragam tersebut lebih besar atau sama dengan nilai CBR pada persentil tersebut.

Dalam perencanaan jika dipilih stabilisasi kapur atau semen maka nilai daya dukung material (CBR) dipilih nilai terkecil
dari tiga nilai berikut:
a. daya dukung rendaman 4 hari dari material yang distabilisasi;
b. empat kali daya dukung tanah asal sebelum distabilisasi;
c. daya dukung yang diperoleh dari formula berikut:
CBRstabilisasi= CBRtanah asal x 2^(tebal lapis stabilisasi dalam mm)/150
Tebal total tanah dasar stabilisasi adalah 150 mm untuk pemadatan biasa atau sampai dengan 300 mm apabila
disyaratkan dan digunakan alat pemadat pad foot dengan berat statik 18 ton.

Desain Fondasi Perkerasan Lentur


Tanah dasar normal adalah tanah dasar yang secara umum mempunyai nilai CBR in-situ lebih besar dari 2,5%,
termasuk pada daerah timbunan, galian dan permukaan tanah asli.
Tanah lunak didefinisikan sebagai tanah terkonsolidasi normal1 atau sedikit over konsolidasi (lightly over
consolidated), biasanya berupa tanah lempung atau lempung kelanauan dengan CBR kurang dari 2,5% dan kekuatan
geser (qc) lebih kecil dari 7,5 kPa, dan umumnya IP>25.
Tanah ekspansif adalah tanah dengan potensi mengembang (swelling) lebih dari 5% (diukur dengan pengujian CBR
rendaman SNI No. 03-1774-1989 pada kadar air optimum dan kepadatan kering 100%). Pada umumnya tanah dengan
IP > 70% bersifat ekspansif
Perbaikan tanah lunak
Apabila kedalaman tanah lunak kurang dari 1 meter maka penggantian tanah seluruhnya perlu dipertimbangkan.
Jika kedalaman tanah lebih dari 1 meter perbaikan dengan lapis penopang perlu dipertimbangkan
Apabila kedalaman tanah lunak memerlukan waktu pra-pembebanan yang terlalu lama (Lihat Tabel 6.3), drainase
vertikal atau pra-pembebanan atau kombinasi dari metode-metode tersebut atau metode lainnya harus ditentukan
dengan menggunakan analisa geoteknik.
Apabila kondisi lapangan tidak memungkinkan penggunaan lapis penopang, perlu dipertimbangkan penggunaan
metode micro piling atau penanganan khusus lainnya
Apabila tidak ada contoh atau pengalaman yang mendukung kelayakan desain lapis penopang atau desain lain untuk
kondisi yang serupa, lakukan timbunan percobaan (trial embankment) dan pengujian pembebanan harus dilakukan
untuk memverifikasi.
Tanah aluvial kering pada umumnya memiliki kekuatan sangat rendah (misalnya CBR < 2%) di bawah lapis permukaan
kering yang relatif keras. Kedalaman lapis permukaan tersebut berkisar antara 400 – 600 mm. Tanah aluvial kering
umumnya terdapat pada area endapan dan persawahan kering. Masalah utama dari kondisi tanah seperti ini adalah
penurunan daya dukung akibat musim hujan dan kerusakan akibat beban lalu lintas selama periode konstruksi. Oleh
sebab itu, desain harus dilakukan dengan asumsi bahwa kondisi musim hujan akan terjadi selama periode konstruksi.

Desain Fondasi Perkerasan Kaku


CBR efektif tanah dasar hendaknya tidak kurang dari 6%. Gunakan stabilisasi apabila diperlukan. Untuk menghindari
pumping, permukaan fondasi tanah berbutir halus (A4 – A6) hingga kedalam 150 mm harus distabilisasi semen.
Perkerasan kaku sebaiknya tidak digunakan di atas tanah lunak, kecuali jika dibangun dengan fondasi micro pile.
Perkerasan kaku untuk kawasan gambut sebaiknya dihindari.

DESAIN PERKERASAN
Basis dari prosedur desain perkerasan lentur dengan campuran beraspal yang digunakan pada manual ini adalah
karakteristik mekanik material dan analisis struktur perkerasan secara mekanistik. Metode ini menghubungkan
masukan berupa beban roda, struktur perkerasan dan sifat mekanik material, dengan keluaran berupa respons
perkerasan terhadap beban roda seperti tegangan, regangan atau lendutan. Respons struktural tersebut digunakan
untuk memprediksi kinerja struktur perkerasan dalam hal deformasi permanen dan retak lelah. Karena prediksi
tersebut didasarkan pada kinerja material di laboratorium dan pengamatan di lapangan, pendekatan ini disebut juga
sebagai metode mekanistik empiris.
Timbunan tanpa penahan pada tanah lunak (CBR < 2.5%) atau tanah gambut harus dipasang pada kemiringan tidak
lebih curam dari 1V : 3H
Konstruksi perkerasan pada galian berbentuk segi empat (boxed construction) mengacu pada struktur perkerasan
dengan lapisan perkerasan berbutir yang tidak dapat mengalirkan air kecuali melalui sistem drainase bawah
permukaan (Gambar 8.3.a. Tipikal Konstruksi dan Gambar 8.3.b Tipikal Kerusakan). Konstruksi pada galian berbentuk
segi empat hendaknya hanya digunakan apabila tidak ada pilihan lain. Pada daerah perkotaan dan antar kota, pada
umumnya dibutuhkan konstruksi perkerasan berbentuk segi-empat. Perkerasan pada galian berbentuk segi-empat
harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang diuraikan dalam bab ini. Pelaksanaan konstruksi perkerasan dengan
galian harus dilengkapi dengan sistem drainase bawah permukaan, termasuk drainase bawah permukaan dalam arah
lateral untuk tepi yang lebar

Perencana harus mempertimbangkan pengaruh musim hujan terhadap aktivitas pelaksanaan terutama di daerah
aluvial yang cenderung menjadi jenuh selama musim hujan. Pada umumnya tidak ada jaminan bahwa pelaksanaan
konstruksi dapat dilaksanakan pada musim kemarau, oleh karena itu desain hendaknya mempertimbangkan kondisi
tanah dasar saat musim hujan

Sambungan memanjang terutama pada perkerasan kaku tidak boleh diletakkan di lintasan roda kendaraan.
PERBAIKAN JALAN

Kerusakan perkerasan eksisting berupa kerusakan yang dapat dilihat secara visual. Apabila kerusakan pada perkerasan
eksisting diperkirakan akan mempengaruhi kinerja perkerasan maka kerusakan tersebut harus diperbaiki terlebih
dahulu sebelum pelapisan. Sering terjadi kerusakan overlay terjadi akibat tidak diperbaikinya kerusakan perkerasan
eksisting sebelum overlay

Retak refleksi
Jenis kerusakan yang sering terjadi setelah overlay adalah retak refleksi. Berbagai cara perlu dipertimbangkan untuk
mencegah atau mengurangi terjadinya retak refleksi seperti pembongkaran dan penggantian lapisan retak,
penambahan tebal, atau tindakan pengendalian lain seperti penggunaan Stress Absorbing Membrane Interlayer (SAMI)
dan geotekstil.

Alur pada perkerasan aspal


Penyebab alur pada perkerasan aspal perlu diketahui sebelum desain tebal overlay. Apabila alur terjadi pada
perkerasan eksisting diakibatkan oleh ketidakstabilan lapis aspal, overlay secara langsung bukan solusi yang tepat.
Pengupasan (milling) harus dilakukan untuk mengupas lapisan yang tidak stabil yang menyebabkan alur.

Pengupasan lapis aspal permukaan


Pengupasan sebagian lapis permukaan aspal eksisting dengan alat milling sebelum overlay dapat meningkatkan kinerja
overlay karena dapat menghilangkan retak dan lapisan aspal beton yang mengeras karena oksidasi. Alur atau
ketidakrataan permukaan (roughness) dapat dikoreksi dengan milling sebelum overlay. Tebal lapisan aspal yang
dikupas harus diperhitungkan dalam pelaksanaan overlay.

Lapisan overlay harus lebih besar atau sama dengan tebal minimum.

Besar lendutan permukaan perkerasan aspal dipengaruhi oleh jenis tanah dan kelembaban tanah dasar. Selain dari
ketinggian muka air tanah, kelembaban tanah dasar dipengaruhi oleh iklim. Atas pertimbangan tersebut maka
pengukuran sebaiknya dilakukan pada waktu perkerasan dalam keadaan terlemah yaitu pada musim penghujan.

Penggantian lapisan aspal dilakukan jika lapis aspal eksisting telah dalam kondisi mencapai umur pelayanan sedangkan
lapis fondasi di bawahnya masih dalam keadaan baik. Aspal eksisting dikupas, material kupasan diangkut keluar,
dikumpulkan dan dapat diproses untuk digunakan kembali sebagai bahan jalan (daur ulang). Selanjutnya, permukaan
lapis fondasi dibentuk dan diratakan kembali untuk kemudian dilapis kembali dengan lapisan beraspal yang baru.
Penggantian aspal (lapis permukaan) dapat juga dilakukan dengan memanfaatkan teknik daur ulang lapis aspal di
tempat (hot in-place recycling).

Foam bitumen adalah bahan pengikat aspal yang panas yang dalam waktu singkat diubah bentuknya dari bentuk cair
menjadi busa (foam) dengan cara menambahkan sedikit air (2% – 3% terhadap berat bitumen)

Regravelling dibutuhkan untuk memperkuat jalan kerikil (tanpa penutup aspal) atau sebagai bagian dari proses
rekonstruksi jalan berpenutup aspal setelah pengupasan lapis penutup. Jika tebal penutup 100 mm atau lebih maka
alternatif penanganan dengan recycling dapat lebih murah. Lapis fondasi agregat eksisting dipertahankan.

Heavy Patching diperlukan pada lokasi yang perkerasan eksistingnya rusak atau yang struktur perkerasan dan
fondasinya tidak memadai untuk didaur ulang atau direkonstruksi.

Tanah lunak
Lapis penopang harus sesuai persyaratan antara lain: pada tempat-tempat di bawah air gunakan material batu atau
sirtu; batu, sirtu atau material berbutir dengan plastisitas rendah yang mudah dipadatkan atau material timbunan
berbutir pada tempattempat di atas muka air. Lapisan geotekstil harus digunakan jika tanah asli dalam kondisi jenuh
atau berpotensi menjadi jenuh, untuk memisahkan tanah asli dengan lapis penopang guna mengurangi pumping
butiran halus.
Tebal lapisan tanah lunak ditentukan dengan pengujian DCP dengan batang yang diperpanjang sampai kedalaman 3
meter. Pengujian dilakukan dengan jarak antara titik tidak lebih dari 20 m
Penanganan khusus seperti micro pile atau cakar ayam harus dipertimbangkan pada lokasi perkerasan kaku di atas
tanah dengan daya dukung rendah (CBR kurang dari 2.5%) hingga kedalaman lebih dari 2 meter, atau pada lokasi yang
pelat betonnya mengalami retak blok. Perkerasan kaku baru di atas tanah lunak harus diberi penulangan. Perkerasan
lentur di atas tanah lunak dengan kedalaman lebih dari 2 meter, gunakan micro pile dengan poer atau rangkaian tiang
dolken yang diikat.
Kemiringan timbunan dengan tinggi lebih dari 2 m tidak boleh kurang dari 1V:3H, kecuali bila tersedia bordes atau
dinding penahan tanah.

Tanah gambut
Penanganan perkerasan pada tanah gambut harus mendapatkan masukan teknis dari tenaga ahli geoteknik dan
memperhatikan hal-hal berikut:
1. Pelebaran perkerasan eksisting harus diberi pra-pembebanan;
2. Drainase melintang harus senantiasa dipelihara dan umumnya disediakan dengan jarak tidak lebih dari 200 m.
3. Lereng timbunan tidak boleh lebih curam dari 1:3.
4. Drainase samping harus sekurang-kurangnya berjarak 3 m dari kaki timbunan.
5. imbunan dengan tinggi lebih dari 3 m harus dibuat bertangga dan dilaksanakan secara bertahap untuk
memberikan waktu konsolidasi primer sebelum tahap kedua dimulai.
6. imbunan dengan tinggi lebih dari 2,5 m di atas tanah lunak atau gambut, yang terletak cukup dekat dengan
jembatan sehingga dapat menyebabkan pergerakan lateral pada abutment atau fondasi jembatan perlu diberi
tiang pancang (piling). Untuk itu, penyelidikan geoteknik harus dilakukan untuk mendesain tiang pancang
tersebut. Apabila pemancangan ternyata diperlukan, pemancangan harus diperluas hingga mínimum jarak dari
abutment sama dengan dua kali ketinggian timbunan. Dalam arah lebar, pemancangan harus dilakukan dari
tumit ke tumit timbunan.
7. Pemasangan geogrid di antara tanah dasar dan lapis pondasi bawah harus dipertimbangkan. Geotekstil harus
digunakan pada perbatasan antara permukaan tanah asli dan pelebaran

Tanah ekspansif
Pertimbangan yang terpenting adalah untuk membatasi perubahan kadar air pada tanah ekspansif, yang dapat
dilakukan antara lain dengan:
1. Membuat bahu jalan berpenutup (sealed shoulder).
2. Menyediakan drainase permukaan dan drainase bawah permukaan yang baik, termasuk melapis semua drainase
permukaan dan memastikan kelandaian minimum sebesar 0,5% sesuai dengan persyaratan kelandaian minimum
jalan. Elevasi pembuangan drainase bawah permukaan harus di atas muka air banjir dan di atas muka air sistem
drainase.
3. Tebal lapis penopang minimum memenuhi ketentuan pada Bagian 1, Struktur Perkerasan Baru. d)
Mempertimbangkan penggunaan geotekstil, geogrid atau bronjong untuk memberikan dukungan lateral.
UMUM

Bridge Management System (BMS) adalah suatu sistem untuk pengelolaan jembatan yang terintegrasi,
dimulai dari Planning, Programming, Budgeting, Construction Monitoring and Evaluation.

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan
anggaran yang dibuat oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga atau Satuan Kerja (Satker) serta disahkan oleh
Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas
nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dasar untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran negara dan pencairan dana atas beban APBN serta dokumen pendukung kegiatan
akuntansi pemerintah

Detailed Engineering Design (DED) adalah hasil perencanaan teknis yang berupa perhitungan dan
gambar dilakukan mengikuti tahapan yang lengkap dan dilakukan dengan akurat

Naskah Perjanjian Hibah Luar Negeri, yang selanjutnya disebut NPHLN. adalah naskah perjanjian atau
naskah lain yang disamakan yang memuat kesepakatan mengenai Hibah Luar Negeri antara Pemerintah
Republik Indonesia dengan Pemberi Hibah Luar Negeri

Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri (NPPLN) atau Loan Agreement (LA) adalah dokumen perjanjian
Pinjaman Luar Negeri antara Pemerintah RI dan Bank Dunia yang memuat kesepakatan mengenai
Pinjaman Luar Negeri antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemberi Pinjaman Luar Negeri,
didalamnya mencakup uraian besaran dan jadual penarikan, bunga jangka waktu pengembalian, hak dan
kewajiban dari Pinjaman tersebut

Naskah Perjanjian Hibah Luar Negeri, yang selanjutnya disebut NPHLN. adalah naskah perjanjian atau
naskah lain yang disamakan yang memuat kesepakatan mengenai Hibah Luar Negeri antara Pemerintah
Republik Indonesia dengan Pemberi Hibah Luar Negeri

Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri (NPPLN) atau Loan Agreement (LA) adalah dokumen perjanjian
Pinjaman Luar Negeri antara Pemerintah RI dan Bank Dunia yang memuat kesepakatan mengenai
Pinjaman Luar Negeri antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemberi Pinjaman Luar Negeri,
didalamnya mencakup uraian besaran dan jadual penarikan, bunga jangka waktu pengembalian, hak dan
kewajiban dari Pinjaman tersebut

Pasca Kualifikasi/Postqualification adalah evaluasi kualifikasi dari rekanan pengadaan jasa pekerjaan
konstruksi dan pengadaan barang dilakukan setelah pemasukan penawaran dan penawaran dinyatakan
responsive dengan kriteria mendasarkan pada pengalaman untuk pekerjaan sejenis beberapa tahun
terakhir, pengalaman minimum kontrak dengan besaran mendekati nilai pekerjaan yang akan
dilelangkan, kapasitas produksi berdasarkan pengalaman serta kemampuan financial dri rekanan.

Pra Kualifikasi/ Prequalification adalah evaluasi kualifikasi dari rekanan pengadaan jasa pekerjaan
konstruksi dan pengadaan barang dilakukan sebelum pemasukan penawaran dan penawaran dinyatakan
responsive dengan kriteria mendasarkan pada pengalaman untuk pekerjaan sejenis beberapa tahun
terakhir, pengalaman minimum kontrak dengan besaran mendekati nilai pekerjaan yangakan
dilelangkan, kapasitas produksi berdasarkan pengalaman seta kemampuan finansial dari rekanan.

Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan, yang selanjutnya disebut PPTK adalah pejabat pada unit kerja SKPD
yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya

Peta Kapasitas Fiskal adalah gambaran kemampuan fiskal Daerah yang dicerminkan melalui Penerimaan
Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat,
dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran
tertentu) dikurangi belanja pegawai.

Pelelangan Nasional (National Competitive Bidding/NCB). adalah pelelangan yang dilakukan secara
nasional yang pada umumnya nilai paket NCB relatif kecil sehingga kurang menarik bagi rekanan asing.
Sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010 beserta perubahannya, untuk nilai perkiraan kontrak di bawah Rp.
100 Miliar hanya diperuntukkan bagi rekanan nasional. Rekanan asing diperbolehkan untuk
berpartisipasi padan pelelangan dengan nilai perkiraan kontrak di atas Rp. 100 Miliar

Pengguna Anggaran Daerah adalah pejabat dilingkungan pemerintah propinsi/kabupaten/kota yang


bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari dana anggaran belanja
APBD.

Petunjuk Operasional (PO) adalah merupakan penjabaran dari DIPA dalam uraian yang lebih rinci seperti
nama-nama PPK, Paket, tolok Ukur, sasaran/target, dan lain-lain

Program Jangka Panjang yg selanjutnya disebut PJP adalah suatu Program Pembangunan baik secara
Nasional maupun secara sektor/subsektor dalam kurun waktu sekitar 25 tahun

Program Jangka Menengah yang selanjutnya disebut PJM. adalah suatu Program Pembangunan baik
secara Nasional maupun secara sektor/subsektor dalam kurun waktu sekitar 5 tahun

Project Appraisal Document yang selanjutnya disebut PAD. adalah suatu dokumen yang dihasilkan oleh
Bank Dunia setelah proses appraisal dilakukan dan sebagai dokumen untuk negosiasi antara
Government of Indonesia (GOI) dan Bank Dunia.

Project Implementation Unit yang selanjutnya disebut PIU adalah suatu unit proyek yang melaksanakan
pembinaan dan pengendalian pelaksanaan fisik, melakukan koordinasi dengan PMU dan Unit
Pelaksanaan Teknis Jalan Nasoinal.

Rekening Khusus adalah Rekening Pemerintah yang berada di Bank Indonesia atau bank pemerintah
lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menampung penarikan initial deposit (uang muka)
dan bersifat revolving fund (berdaur ulang)

Revisi Desain adalah proses kajian ulang desain terhadap Detailed Engineering Design yang dilakukan
dengan sangat selektif

Satuan Kerja adalah pejabat yang diangkat dengan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan
Umum/Gubernur/ Bupati sebagai Kepala Satker yang mewakili dan bertindak untuk dan atas nama
Pemerintah RI untuk mengendalikan pekerjaan yang tercantum di dalam dokumen Kontrak

Satuan 3 adalah suatu indikasi awal alokasi dana APBN tahun berikutnya yang sudah terurai dalam tiap
program dan proyek yang merupakan kesepakatan antara Bappenas, Kementerian Keuangan, DPR dan
Kementerian terkait

Surat Penyediaan Dana, yang selanjutnya disebut SPD. adalah dokumen yang menyatakan tersedianya
dana untuk melaksanakan kegiatan sebagai dasar penerbitan SPP.

Surat Permintaan Pembayaran, yang selanjutnya disebut SPP. adalah suatu dokumen yang
dibuat/diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan dan disampaikan
kepada Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk selaku pemberi
kerja untuk selanjutnya diteruskan kepada pejabat penerbit SPM berkenaan.

Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut SPM. adalah dokumen yang diterbitkan oleh
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana
yang bersumber dari DIPA (Daftar Isian Pelaksana Anggaran) untuk sumber dana yang berasal dari APBN
dan DPA-SKPD (Dokumen Pelaksanaan Anggaran – SKPD) untuk sumber dana yang berasal dari APBD
atau dokumen lain yang dipersamakan

Surat Perintah Pencairan Dana, yang selanjutnya disebut SP2D. adalah surat perintah yang diterbitkan
oleh KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) selaku Kuasa Bendahara Umum negara untuk
pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN atau beban pengeluaran DIPA-SKPD apabila sumber dananya
berasal dari APBD berdasarkan SPM

Technical Justification (Justifikasi Teknis) atas Revisi Desain dan/atau Variation Order adalah suatu kajian
teknis atas usulan proyek atau perubahan/penambahan/ pengurangan suatu kegiatan proyek dengan
disertai data-data pendukung yang terkait.

Withdrawal Application yang selanjutnya disebut WA. adalah dokumen permintaan pembayaran kepada
Pemberi Pinjaman/Hibah Luar Negeri.

PENGERTIAN BAGIAN-BAGIAN JALAN MENURUT UU NO.38 TAHUN 2004:


1. Yang dimaksud terdiri atas badan jalan, saluran tepi jalan, serta ambang pengamannya. Badan jalan
meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan, termasuk jalur pejalan kaki.
Ambang pengaman jalan terletak di bagian paling luar, dari ruang manfaat jalan, dan dimaksudkan
untuk mengamankan bangunan jalan.
2. Yang dimaksud dengan ruang milik jalan (right of way) adalah sejalur tanah tertentu di luar ruang
manfaat jalan yang masih menjadi bagian dari ruang milik jalan yang dibatasi oleh tanda batas ruang
milik jalan yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasan keamanan penggunaan jalan
antara lain untuk keperluan pelebaran ruang manfaat jalan pada masa yang akan datang.
3. Yang dimaksud dengan ruang pengawasan jalan adalah ruang tertentu yang terletak di luar ruang milik
jalan yang penggunaannya diawasi oleh penyelenggara jalan agar tidak mengganggu pandangan
pengemudi, konstruksi bangunan jalan apabila ruang milik jalan tidak cukup luas, dan tidak
mengganggu fungsi jalan. Terganggunya fungsi jalan disebabkan oleh pemanfaatan ruang
pengawasan jalan yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
4. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat
pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu
hubungan hierarkis.
5. Sistem jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem jaringan jalan
dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat
nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.
6. Sistem jaringan jalan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem jaringan jalan
dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.
7.
Jenis Campuran Untuk Perkerasan Jalan

1. Lapisan Penetrasi Makadam (LAPEN)


Merupakan campuran agregat dan aspal dengan gradasi terbuka dan seragam yang diikat dengan aspal dengan cara
disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Campuran ini biasanya dipakai untuk lapis pondasi, bila sebagai
lapis permukaan perlu laburan aspal dan agregat penutup. Campuran ini kurang kedap air, memiliki nilai struktural,
cukup kenyal dan kekuatan utamanya adalah interlocking antara agregat pokok dan pengunci untuk lalu lintas ringan
sampai dengan sedang. Proses konstruksinya adalah segregasi / pencampuran dilakukan saat penghamparan.

2. Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR)


Merupakan campuran pasir bergradasi menerus dan aspal yang dicampur pada suhu minimum 120º C dan dipadatkan
pada suhu minimum 98 – 110º C. Fungsi sebagai lapis penutup, lapis aus serta memberikan permukaan rata dan tidak
licin. Bersifat kedap air, kenyal, tidak memiliki nilai struktural, tahan terhadap aus karena beban lalu lintas dan cuaca.
Campuran ini merupakan campuran pra campur dengan hotmix yang cocok untuk lalu lintas ringan sampai sedang.

3. Lapuran Aspal (BURAS)


Campuran yang terdiri dari aspal taburan pasir dengan ukuran maksimum 3/8″. Fungsinya sebagai penutup yang
menjaga permukaan agar tidak berdebu, kedap air, tidak licin dan mencegah lepasnya butiran halus, Campuran ini tidak
memiliki nilai struktural dan digunakan pada jalan yang belum atau sudah beraspal dengan kondisi yang telah stabil,
mulai retak atau degradasi, serta dapat digunakan lalu lintas berat. Konstruksinya segregasi.

4. Laburan Aspal Satu Lapis (BURTU)


Sama dengan buras tetapi dengan satu laburan satu lapisan agregat bergradasi seragam tebal 20 mm.

5. Laburan Aspal 2 Lapis (BURDA)


Merupakan pengembangan BURTU, dimana lapisan aspka ditaburi agregat dan dikerjakan 2 kali secara berurutan
dengan tebal maks 35 mm

6. Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG)


Jenis ini terdiri dari agregat, asbuton dan bahan peremaja yang dicampur, diaduk, diperam dan dihampar serta
dipadatkan dalam keadaan dingin. Fungsinya sebagai lapis permukaan, lapis aus, melindungi lapisan bawahnya dari
cuaca dan air, mendukung lalu lintas dan permukaan rata tidak licin. Campuran ini memiliki nilai struktural dan kenyal
serta dipakai untuk jalan lama maupun baru dengan kepadatan maksimum 12%, R min 15 m dan lalu lintas sedang. Pada
LASBUTAG konvensional digunakan asbuton lolos saringan 1/2″ dengan waktu peram 3 x 24 jam.

7. Lapis Tipis Asbuton Murni (LATASBUM)


Pengembangan dan asbuton dengan mengekstraksinya untuk mendapatkan aspal murni yang dapat berfungsi seperti
aspa minyak dengan campuran bahan peremaja pada suhu kamar. Dengan tebal padat maksimum 1 cm berfungsi
sebagai garis penutup yang kedap air, kenyalm cukup awet dan tidak bernilai struktural.

8. Lapis Aspal Beton (LASTON)


Campuran beraspal dengan gradasi menerus yang dicampur pada suhu 115º C, dihampar dan dipadatkan pada suhu
minimum 110º C. Campuran ini memiliki stabilitas tinggi dan dapat digunakan sampai lalu lintas berat. Dalam
perencanaan terdapat 11 variasi gradasi yang dapat digunakan.

9. Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS)


Campuran ini adalah laston untuk pondasi dan dicampur pada suhu 90 – 120º C dan dipadatkan dalam keadaan panas,
Fungsinya sebagai penerus beban ke konstruksi di bawahnya tetapi kurang kedap air. Gradasi yang dipakai adalah
terbuka dan dipasang diatas lapis pondasi bawah dengan bahan pengikat aspal tanpa bahan pengisi serta untuk
mempercepat peningkatan jalan secara keseluruhan, terutama pada konstruksi bertahap.

10. Laston Bawah


Campuan ini sama dengan sebelumnya dan dicampur pada suhu minimum 80 – 120º C serta dipadatkan pada suhu
minimum 80º C. Sifatnya tidak kedap air dan bergradasi terbuka, serta dipasang pada tanah yang telah stabil.

11. Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) atau hot roll sheet / HRS
Campuran ini menggunakan agregat bergradasi senjang dengan aspal dan ditambah filler. Suhu pencampuran
tergantung pada aspal sedang pemadatan pada saat suhu minimal 80º C. Tebal padat 2,5 cm – 3 cm dan tidak bernilai
struktural

12. Hot Rolled Asphalt (HRA)


Merupakan campuran bergradasi senjang dengan sedikit agregat sedang (2,36 – 10 mm) dan pasir, mineral halus, aspal
serta sedikit agregat kasar. Kekuatannya terletak pada jenis gradasinya sehingga mempunyai durabilitas tinggi serta
fleksibel.

13. Stone Mastic Asphalt / SMA


Campuran ini bergradasi kasar seperti aspal porous tetapi rongganya terisi oleh mortar agregat halus / aspal. Karena
gradasinya senjang, maka tahan terhadap alur serta berdurabilitas tinggi.

Istilah-Istilah

Lapisan Resap Pengikat (Prime Coat)


Pekerjaan Lapis Resap Pengikat (Prime Coating) terdiri dari pekerjaan-pekerjaan membersihkan permukaan lapis
pondasi bawah atau lapis pondasi atas yang belum beraspal serta lapis tanah dasar yang telah selesai dikerjakan, dan
memberikan lapisan aspal tipis diatasnya.

Menurut SNI 06-2441-1991 , syarat minimum berat jenis aspal adalah 1 gr/cc.

Terdapat 2 jenis Spesifikasi yaitu Spesifikasi Hasil Akhir (End Result Specifi-cations) dan Spesifikasi Berjenjang atau
Bertahap (Multi Steps Specifications). Spesifikasi yang digunakan di Indonesia, khususnya untuk bidang jalan dan
jembatan adalah Spesifikasi Berjenjang atau Bertahap.

Lapisan Perkerasan

Berbagai jenis Lapis Aus adalah sebagai berikut :


1. Lapis Aus (Wearing Course) : SMA; BMA; HSMA-WC; AC-WC konventional; AC-WC Superpave; AC-WC Modofied;
HRS-WC; DGEM; Microasbuton A, Lasbutag, Penetrasi Macadam, Burtu, Burda; dsb.
2. Lapis Pengikat (Binder Course) HSMA-BC; AC-BC konvensional; AC-BC Superpave; AC-BC Modified; HRS-Base; OGEM;
Microasbuton B; dsb.

Berbagai jenis Lapis Pondasi Atas adalah sebagai berikut :


1. Tanpa Pengikat : Lapis Pondasi Agregat Kelas A; Dry Bound Macadam
2. Dengan Pengikat :
a. Pengikat Air : Water Bound Macadam
b. Pengikat Semen : PCC (Portland Cement Concrete); CTB; Soil Cement Base
c. Pengikat Aspal : ATB Konvensional; AC-Base: dsb

Berbagai jenis Lapis Pondasi Bawah adalah sebagai berikut :


1. Tanpa Pengikat : Lapis Pondasi Agregat Kelas B
2. Dengan Pengikat : Pengikat Aspal : ATSB Konvensional; CTSB: dsb
DESAIN FONDASI JALAN 6-5

Tabel 6.2. Batasan Penurunan (settlement) pada Timbunan di Atas Tanah Lunak Setelah Pelaksanaan Perkerasan.

Jenis penurunan Status/ Kelas Jalan Uraian Batas izin Pencegahan tipikal

Kasus umum; penurunan total. Semua jalan nasional, provinsi, Penurunan mutlak setelah Total 100mm a) Pra-pembebanan sebelum
kab/kota dan lokal. pelaksanaan perkerasan pelaksanaan perkerasan
(sama dengan perbedaan (pada oprit struktur mungkin
penurunan berdekatan dengan diperlukan pra pembebanan
struktur tetap) yang sama dengan
konsolidasi primerkecuali
jika ada penanganan
tambahan)
b) Drainase vertikal atau beban
tambah (surcharge) untuk
mempercepat konsolidasi.
c) penggantian tanah atau
pemancangan pada bagian
oprit struktur

Perbedaan penurunan Jalan bebas hambatan atau Di antara setiap dua titik 0,003:1 Seperti penanganan
(differential settlement) dan jalan raya dengan kecepatan secara memanjang dan (perubahan kemiringan 0,3%) penurunan total
penurunan total jika rencana 100 – 120 km/jam melintang termasuk yang
berdampingan dengan berdampingan dengan struktur
bangunan struktur. Jalan raya atau jalan kecil tertanam dan atau pada relief 0,006:1 (0,6%) (nilai antara
dengan kecepatan rencana 60 slab abutment jembatan bisa dipakai untuk kecepatan
km/jam atau lebih rendah rencana lainnya)

Penurunan Rangkak (Creep Jalan bebas hambatan atau Berlaku untuk perkerasan kaku Perlu penanganan atau Tinggi timbunan minimum
Settlement) akibat beban jalan raya dengan kecepatan dengan sambungan perbaikan apabila terjadi sesuai Gambar 6.3, atau
dinamis dan statis rencana 100 – 120 km/jam patahan atau perbedaan dukungan dari micro pile dan
penurunan > 4 mm pada cakar ayam atau tulangan
sambungan menerus.

Jalan raya atau jalan kecil Perlu penanganan atau


dengan kecepatan rencana 60 perbaikan apabila terjadi
km/jam atau lebih rendah patahan atau perbedaan
penurunan > 8 mm pada
sambungan
DESAIN PERKERASAN 7-12

7.5 Bagan Desain

Bagan Desain - 3. Desain Perkerasan Lentur Opsi Biaya Minimum Dengan CTB1)

F12 F2 F3 F4 F5
Untuk lalu lintas di bawah
10 juta ESA5 lihat Bagan Lihat Bagan Desain - 4 untuk alternatif perkerasan kaku3
Desain - 3A, 3B dan 3C
Repetisi beban sumbu
kumulatif 20 tahun pada lajur
> 10 - 30 > 30 – 50 > 50 – 100 > 100 – 200 > 200 – 500
rencana
(106 ESA5)
Jenis permukaan berpengikat AC AC

Jenis lapis Fondasi Cement Treated Base (CTB)

AC WC 40 40 40 50 50
4
AC BC 60 60 60 60 60
AC BC atau AC Base 75 100 125 160 220
CTB3 150 150 150 150 150
Fondasi Agregat Kelas A 150 150 150 150 150

Catatan:
1. Ketentuan-ketentuan struktur Fondasi Bagan Desain - 2 berlaku.
2. CTB mungkin tidak ekonomis untuk jalan dengan beban lalu lintas < 10 juta ESA5. Rujuk Bagan Desain - 3A, 3B dan 3C sebagai alternatif.
3. Bagan Desain - 4 sebagai alternatif untuk solusi perkerasan kaku pada kondisi tanah datar biasa (bukan tanah lunak) dapat dipertimbangkan jika life-cycle-cost dan sumber daya setempat
memungkinkan.
4. Hanya kontraktor yang cukup berkualitas dan memiliki akses terhadap peralatan yang sesuai dan keahlian yang diizinkan melaksanakan pekerjaan CTB. LMC dapat digunakan sebagai
pengganti CTB untuk pekerjaan di area sempit atau jika disebabkan oleh ketersediaan alat.
5. AC BC harus dihampar dengan tebal padat minimum 50 mm dan maksimum 80 mm.
DESAIN PERKERASAN 7-13

Bagan Desain - 3A. Desain Perkerasan Lentur dengan HRS1

Kumulatif beban sumbu 20 tahun pada lajur


FF1 < 0,5 0,5 ≤ FF2 ≤ 4,0
rencana (106 CESA5)

Jenis permukaan HRS atau Penetrasi makadam HRS

Struktur perkerasan Tebal lapisan (mm)

HRS WC 50 30

HRS Base - 35

LFA Kelas A 150 250

LFA Kelas A atau LFA Kelas B atau kerikil alam


150 125
atau lapis distabilisasi dengan CBR > 10% 3

1 Bagan Desain - 3A merupakan alternatif untuk daerah yang HRS menunjukkan riwayat kinerja yang baik dan daerah yang dapat menyediakan material yang sesuai
(gap graded mix).
2 HRS tidak sesuai untuk jalan dengan tanjakan curam dan daerah perkotaan dengan beban lebih besar dari 2 juta ESA5
3
Kerikil alam dengan atau material stabiisasi dengan CBR > 10% dapat merupakan pilihan yang paling ekonomis jika material dan sumberdaya penyedia jasa yang
mumpuni tersedia. Ukuran material LFA kelas B lebih besar dari pada kelas A sehingga lebih mudah mengalami segregasi. Selain itu, ukuran butir material kelas B
yang lebih besar membatasi tebal minimum material kelas B. Walaupun dari segi mutu material kelas A lebih tinggi daripada kelas B, namun dari segi harga material
LFA kelas A dan B tidak terlalu berbeda sehingga untuk jangka panjang LFA kelas A dapat menjadi pilihan yang lebih kompetitif.
DESAIN PERKERASAN 7-16

Bagan Desain - 4. Perkerasan Kaku Untuk Jalan dengan Beban Lalu Lintas Berat
(Persyaratan desain perkerasan kaku dengan sambungan dan ruji (dowel) serta bahu beton (tied
shoulder), dengan atau tanpa tulangan distribusi retak)

Struktur Perkerasan R1 R2 R3 R4 R5
Kelompok sumbu kendaraan
< 4.3 < 8.6 < 25.8 < 43 < 86
berat (overloaded) (10E6)
Dowel dan bahu beton Ya
STRUKTUR PERKERASAN (mm)
Tebal pelat beton 265 275 285 295 305
Lapis Fondasi LMC 100
Lapis Drainase
150
(dapat mengalir dengan baik)

Perencana harus menerapkan kelompok sumbu kendaraan niaga dengan beban yang aktual.
Bagan beban di dalam Pd T-14-2003 tidak boleh digunakan untuk desain perkerasan karena
didasarkan pada ketentuan berat kelompok kendaraan yang tidak realistis dengan kondisi
Indonesia. Lampiran D memberikan pembebanan kelompok sumbu yang mewakili kondisi
Indonesia.
Permukaan fondasi (tanah dasar) berupa tanah berbutir halus (klasifikasi AASHTO A4 – A6)
harus distabilisasi semen setebal 150 mm. Lihat Bagan Desain – 2 dan Gambar 7.4.

Bagan Desain - 4A. Perkerasan Kaku Untuk Jalan dengan Beban Lalu Lintas Rendah*

Tanah dasar

Tanah Lunak dengan


Dipadatkan normal
Lapis Penopang

Bahu pelat beton (tied shoulder) Ya Tidak Ya Tidak

Tebal Pelat Beton (mm)


Akses terbatas hanya mobil
160 175 135 150
penumpang dan motor

Dapat diakses oleh truk 180 200 160 175


Ya jika daya dukung
Tulangan distribusi retak Ya
fondasi tidak seragam

Dowel Tidak dibutuhkan

LMC Tidak dibutuhkan


Lapis Fondasi Kelas A (ukuran
125 mm
butir nominal maksimum 30 mm)

Jarak sambungan melintang 4m

*
Jalan desa atau jalan dengan volume lalu lintas kenderaan niaga rendah seperti dinyatakan
di dalam Tabel 4.6. (Perkiraan lalu lintas untuk jalan lalu lintas rendah).
DESAIN PERKERASAN 7-17

Bagan Desain – 5. Perkerasan Berbutir dengan Laburan1

STRUKTUR PERKERASAN
SD1 SD2 SD3 SD43 SD53
Beban sumbu 20 tahun pada lajur desain
(ESA4x106)
< 0,1 0,1 - 0,5 > 0,5 - 4 > 4 - 10 >10 - 30
Ketebalan lapis perkerasan (mm)
Burda Ukuran agregat nominal 20 mm
Lapis Fondasi Agregat Kelas A2 200 250 300 320 340
Lapis Fondasi Agregat kelas A, atau
kelas B, atau kerikil alam, atau
100 110 140 160 180
stabilisasi dengan CBR > 10%, pada
subgrade dengan CBR ≥ 5% 2,5
Catatan :
1. Ketentuan-ketentuan struktur fondasi jalan Bagan Desain – 2 berlaku juga untuk Bagan Desain – 5.
2. Lapis Fondasi Agregat Kelas A harus dihampar dengan tebal padat minimum 125 mm dan maksimum 200
mm.
3. SD4 dan SD5 hanya digunakan untuk konstruksi bertahap atau untuk penutupan bahu.
4. Dibutuhkan pengendalian mutu yang baik untuk semua lapis perkerasan.
5. Kerikil alam dengan atau material stabiisasi dengan CBR > 10% dapat merupakan pilihan yang paling
ekonomis jika material dan sumberdaya penyedia jasa yang mumpuni tersedia. Ukuran material LFA kelas B
lebih besar dari pada kelas A sehingga lebih mudah mengalami segregasi. Selain itu, ukuran butir material
kelas B yang lebih besar membatasi tebal minimum material kelas B. Walaupun dari segi mutu material kelas
A lebih tinggi daripada kelas B, namun dari segi harga material LFA kelas A dan B tidak terlalu berbeda
sehingga untuk jangka panjang LFA kelas A dapat menjadi pilihan yang lebih kompetitif.

Gambar 7.4. Tipikal Potongan Melintang Perkerasan Kaku (Bagan Desain - 4)


DESAIN PERKERASAN 7-18

Bagan Desain – 6. Perkerasan Dengan Stabilsasi Tanah Semen (Soil Cement)


(diizinkan untuk area dengan sumber agregat atau kerikil terbatas)

STRUKTUR PERKERASAN1
SC1 SC2 SC3
Beban Sumbu 20 tahun pada lajur desain
(ESA4 x 106)
< 0,1 0,1- 0,5 > 0,5 – 4
Ketebalan lapis perkerasan (mm)
HRS WC, AC WC (halus), Burtu atau Burda 50 (campuran beraspal)
Lapis Fondasi Agregat Kelas A 160 220 300
Lapis Fondasi Agregat Kelas A atau B2 110 150 200
Tanah distabilisasi (CBR 6% pada tanah
160 200 260
dengan CBR ≥ 3%)3

Catatan :
1. Bagan Desain - 6 digunakan untuk semua tanah dasar dengan CBR > 3%. Ketentuan Bagan Desain – 2
tetap berlaku untuk tanah dasar yang lebih lemah.
2. Disarankan untuk menggunakan LFA kelas A sebagai lapis fondasi. Penggunaan LFA kelas B sebagai
lapis bawah fondasi berpotensi mengalami segregasi, sedangkan dari perbedaan harga kelas A dan kelas
B tidak signifikan.
3. Stabilisasi satu lapis dengan tebal lebih dari 200 mm sampai dengan 300 mm diperbolehkan jika
disediakan peralatan stabilisasi yang memadai dan pemadatan dilakukan dengan pad-foot roller dengan
berat statis minimum 18 ton.
4. Bila catatan 2 diterapkan, lapisan distabilisasi pada Bagan Desain - 5 atau 6 boleh dipasang dalam satu
lapisan dengan lapisan distabilisasi dalam Bagan Desain - 2 sampai maksimum 300 mm.
5. Hanya kontraktor berkualitas dan mempunyai peralatan diperbolehkan melaksanakan pekerjaan Burda
atau pekerjaan Stabilisasi.
6. Dalam hal terdapat kendala untuk menerapkan Bagan Desain - 5 atau 6 dapat digunakan prosedur grafik
Bagan Desain - 7 yang contoh penggunaannya dapat dilihat pada LAMPIRAN E.
MASALAH PELAKSANAAN YANG MEMPENGARUHI 8-1
DESAIN

8 MASALAH PELAKSANAAN YANG MEMPENGARUHI


DESAIN

Untuk menghasilkan perkerasan yang baik, mutu konstruksi yang disyaratkan harus tercapai.
Pelaksanaan yang buruk tidak dapat dikoreksi dengan membuat “penyesuaian desain”
(pavement design adjustments). Sebagai contoh, kepadatan lapisan yang tidak memenuhi
syarat tidak dapat dikompensasi dengan menambah tebal rencana perkerasan.
Bab ini menjelaskan permasalahan pelaksanaan yang mempengaruhi desain dan pilihan
desain perkerasan.

8.1 Ketebalan Lapis Perkerasan

Keterbatasan pelaksanaan pemadatan dan segregasi menentukan tebal struktur perkerasan.


Perencana harus melihat batasan-batasan tersebut, termasuk ketebalan lapisan yang
diizinkan pada Tabel 8.1. Jika pada bagan desain ditentukan bahwa suatu bahan
dihamparkan lebih tebal dari yang diizinkan, maka bahan tersebut harus dihamparkan dan
dipadatkan dalam beberapa lapisan.

Tabel 8.1. Ketebalan Padat Lapisan yang Diizinkan pada Penghamparan

Rentang tebal padat Diizinkan


Bahan per hamparan penghamparan dalam
(mm) beberapa lapis

HRS WC 30 – 50 tidak
HRS Base 35 – 50 ya
AC WC 40 – 50 tidak
AC BC 60 – 80 ya
AC - Base 75 – 120 ya
Lapis Fondasi Agregat Kelas A (gradasi
150 - 200 ya
dengan ukuran maksimum 37.5 mm)
Lapis Fondasi Agregat Kelas B (gradasi
120 – 150 ya
dengan ukuran maksimum 50 mm)
Lapis Fondasi Agregat Kelas S (gradasi
100 – 125 ya
dengan ukuran maksimum 37,5 mm)
CTB (gradasi dengan ukuran maksimum
150 – 300* tidak
30 mm) atau LMC
Stabilisasi tanah atau kerikil alam 150 – 200 tidak
Kerikil alam 100 – 200 ya

Catatan:
* Tergantung kemampuan alat pemadat.
DESAIN FONDASI JALAN 6-12

Bagan Desain - 2. Desain Fondasi Jalan Minimum (1)


Perkerasan
Perkerasan Lentur
Kaku
Beban lalu lintas pada lajur rencana dengan
CBR Tanah dasar Kelas Kekuatan umur rencana 40 tahun
Uraian Struktur Fondasi
(%) Tanah Dasar (juta ESA5) Stabilisasi
<2 2-4 >4 Semen (6)
Tebal minimum perbaikan tanah dasar
≥6 SG6 Perbaikan tanah dasar dapat berupa Tidak diperlukan perbaikan 150 mm
5 SG5 stabilassi semen atau material - - 100 stabilisasi di
4 SG4 timbunan pilihan (sesuai persyaratan 100 150 200 atas 150 mm
3 SG3 Spesifikasi Umum, Devisi 3 – 150 200 300 material
Pekerjaan Tanah) timbunan
2,5 SG2.5 (pemadatan lapisan ≤ 200 mm tebal 175 250 350 pilihan.
Tanah ekspansif (potensi pemuaian > 5%) gembur) 400 500 600 Berlaku
Lapis penopang(4)(5) 1000 1100 1200 ketentuan
Perkerasan di atas
SG1 (3) -atau- lapis penopang dan geogrid (4) yang sama
tanah lunak(2) (5) 650 750 850
dengan
Tanah gambut dengan HRS atau DBST fondasi jalan
untuk perkerasan untuk jalan raya minor Lapis penopang berbutir(4) (5) 1000 1250 1500 perkerasan
(nilai minimum – ketentuan lain berlaku) lentur

(1) Desain harus mempertimbangkan semua hal yang kritikal; syarat tambahan mungkin berlaku.
(2) Ditandai dengan kepadatan dan CBR lapangan yang rendah.
(3) Menggunakan nilai CBR insitu, karena nilai CBR rendaman tidak relevan.
(4) Permukaan lapis penopang di atas tanah SG1 dan gambut diasumsikan mempunyai daya dukung setara nilai CBR 2.5%, dengan demikian ketentuan
perbaikan tanah SG2.5 berlaku. Contoh: untuk lalu lintas rencana > 4 juta ESA, tanah SG1 memerlukan lapis penopang setebal 1200 mm untuk mencapai
daya dukung setara SG2.5 dan selanjutnya perlu ditambah lagi setebal 350 mm untuk meningkatkan menjadi setara SG6.
(5) Tebal lapis penopang dapat dikurangi 300 mm jika tanah asal dipadatkan pada kondisi kering.

(6) Untuk perkerasan kaku, lapis permukaan material tanah dasar berbutir halus (klasifikasi A4 - A6) hingga kedalaman 150 mm harus berupa stabilisasi semen.
DESAIN FONDASI JALAN 6-3

Bagan Desain - 1. Indikasi Perkiraan Nilai CBR


(Tidak berlaku untuk tanah aluvial jenuh atau gambut)

Di bawah standar
Posisi muka air tanah ≥ 1200 mm di bawah
minimum (tidak Sesuai desain standar
(Tabel 6.2) tanah dasar
dianjurkan)

Galian di zona iklim 1 **


Semua galian kecuali seperti ditunjukkan untuk kasus dan semua timbunan
Implementasi – 3 dan timbunan tanpa drainase yang baik dan LAP* berdrainase baik (m ≥ 1)
< 1000 mm di atas muka tanah asli dan LAP> 1000 mm di
atas muka tanah asli

Kasus
Jenis tanah 1 2 3
PI
Lempung 50 – 70 2 2 2,5
40 2,5 3 3,5
Lempung kelanauan
30 3 4 4
20 4 4 5
Lempung kepasiran
10 4 4 5
Lanau 1 1 2
* LAP: Level Akhir Permukaan
** Lihat zona iklim Lampiran B
KONTRAK KONSTRUKSI

PENANDATANGANAN KONTRAK
SYARAT:
1.Paling lambat 14 hari setelah surat penunjukan penyedia jasa
2.Menyerahkan jaminan pelaksanaan
3.Pek jasa konsultansi tidak perlu jaminan pelaksanaan Pek.Konstruksi < Rp 200 juta.
4.Pek ≥ Rp 100 milyar stlh memperoleh pendapat Ahli Hukum Kontrak Profesional atau ditetapkan dengan
Kep. Men.
SANKSI :
1. Calon penyedia jasa tidak dapat menyerahkan jaminan pelaksanaan
2. Menolak SPPBJ dengan alasan yang tidak dapat diterima
3. Mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima Membatalkan SPPBJ, mencairkan jaminan
penawaran dan tidak boleh mengikuti PBJ pemerintah selama 2 ( dua )

JAMINAN PELAKSANAAN
SYARAT:
- Diterbitkan oleh bank umum,Lembaga asuransi
- Diserahkan paling lambat 14 hari kerja setelah terbit SPPBJ
- Sebesar 5 % nilai kontrak atau sesuai Syarat Khusus
- Masa berlaku sejak tanggal penandatanganan sampai dengan 100% FISIK (PHO)dan mengganti dengan
jaminan pemeliharaan sebesar 5% dengan masa laku jaminan 14 hari setelah FHO
SANKSI
Calon tidak dapat menyerahkan jaminan pelaksanaan Pembatalan SPPBJ, pencairan jaminan penawaran
dan tidak boleh mengikuti PBJ pemerintah selama 2 ( dua ) tahun

PENYERAHAN LAPANGAN
SYARAT
- PPK wajib menyerahkan lapangan sebelum SPMK
- Sebelum penyerahan, PPK bersama penyedia jasa melakukan pemeriksaan bersama (bangunan. aset)
- Membuat Berita Acara Serah Terima Lapangan (Site Take Over)
SANKSI
- Keterlambatan berakibat terlambat dimulainya pekerjaan
- Terlambat sangat signifikan, bisa mendapat kompensasi

PENERBITAN SPMK
a. Diterbitkan paling lambat 14 hari kerja setelah kontrak ditandatangani
b. Bila penyedia jasa tidak segera mulai kerja setelah SPMK maka Pejabat Pembuat Komitmen menerbitkan
surat peringatan ( kemungkinan keterlambatan kerja dan denda)
c. Bila penyedia jasa tidak dapat mulai pekerjaan karena kesalahan Pejabat Pembuat Komitmen maka
penyedia jasa berhak mendapatkan kompensasi dari Pejabat Pembuat Komitmen.

Rapat Persiapan Pelaksanaan Kontrak (PCM)


 Dilakukan oleh PPK, penyedia jasa, unsur perencana dan unsur pengawas
 Selambat-lambatnya 7 hari sejak SPMK
 Yang dibahas a.l :
a. Organisasi kerja dan tatacara pengaturan kerja
b. jadual pelaksanaan dan pengadaan bahan, alat, personil
c Rencana pemeriksaan lapangan
d. Sosialisasi
e. Penyusunan program mutu

MOBILISASI
Lingkup:
 Mendatangkan peralatan berat
 Mempersiapkan fasilitas kantor/base camp
 Mendatangkan personil/tenaga ahli
 Menyiapkan peralatan pendukung
 Dapat dilakukan secara bertahap sesuai kebutuhan
 Menyiapkan program mobilisasi
Waktu: Paling lambat mulai dilaksanakan 30 hari setelah SPMK

PENYUSUNAN PROGRAM MUTU


 Disusun oleh penyedia jasa, disepakati oleh PPK
 Direvisi sesuai kebutuhan
 Berisi minimal :
- informasi pengadaan
- organisasi PPK dan penyedia jasa
- jadual pelaksanaan
- prosedur pelaksanaan
- prosedur instruksi
- pelaksana kerja

ANTISIPASI KETERLAMBATAN DAN KONTRAK KRITIS


KETERLAMBATAN
a. PPK memberi peringatan atas keterlambatan atau dikenakan ketentuan tentang kontrak kritis
b. Lakukan opname dilapangan bersama
c. Bila keterlambatan disebabkan oleh PPK, dikenakan pasal kompensasi
d. Keterlambatan akibat keadaan kahar, dua ketentuan di atas tidak berlaku

KONTRAK KRITIS
PERIODE RENCANA FISIK KRITIS KETERANGAN
I (A) 0%-70% > 10% Rapat Pembuktian
II (B) 70%-100% > 5% Rapat Pembuktian
II (C) 70%-100% < 5% melampaui tahun anggaran Pemutusan kontrak sepihak,
mengesampingkan KUUHPerdata pasal 1266

RAPAT PEMBUKTIAN (SHOW CAUSE MEETING)


Rapat Pembuktian atau SCM adalah rapat yang diadakan oleh Tim Pembuktian Kemampuan Kontraktor (Tim
SCM) yang dibentuk oleh PPK (dengan tenaga yang disetujui oleh PA/KPA), guna pengendalian secara ketat
terhadap pelaksanaan pekerjaan (kontrak) yang kritis. Dilakukan sampai batas 3 kali, jika tetap gagal maka
kesepakatan tiga pihak atau pemutusan kontrak
Kesepakatan tiga pihak
a. Penyedia jasa tetap bertanggung jawab
b. PPK menetapkan pihak ketiga
c. Pihak ketiga menggunakan harga satuan kontrak Bila usul harga satuan lebih tinggi, selisih tanggung
jawab penyedia jasa
d. Pembayaran dapat dilakukan langsung
e. Dituangkan dalam Berita Acara
KERJASAMA DENGAN SUB PENYEDIA JASA
a. Penyedia jasa non usaha kecil wajib bekerja sama dengan gol.usaha kecil/koperasi
b. Bagian yang disubkontrakkan bukan pekerjaan utama
c. Harus disetujui PPK
d. PPK mempunyai hak intervensi
- pelaksanaan
- pembayaran

PENYEDIA JASA USAHA KECIL


a. Bila pekerjaan utama disubkontrakkan maka penyedia jasa tersebut dikenakan sanksi masuk daftar hitam
selama 2 tahun
b. Penyedia jasa non usaha kecil yang menyalahgunakan fasilitas bagi usaha kecil akan dipidana paling lama 5
tahun atau denda paling banyak Rp.2 miljar rupiah (pidana kejahatan)
c. Bila penyedia jasa tsb di atas dilakukan atas nama badan hukum maka kepadanya akan dikenakan sanksi
administrasi berupa pencabutan sementara/tetap ijin usahanya oleh instansi yang berwenang

KEADAAN KAHAR
Yang digolongkan kahar a. peperangan b. kerusuhan c. revolusi d.bencana alam e. pemogokan f. kebakaran g.
gangguan industri lainnya
Kondisi :
a. tidak termasuk hal yang merugikan para pihak
b. tindakan mengatasi dan yang menanggung berdasar kesepakatan para pihak
c. penyedia jasa memberitahukan PPK paling lambat 14 hari setelah kahar
d. bila sdh pulih penyedia memberitahu secepatnya dan melanjutkan kegiatan dg ketentuan sbb.
e. waktu kontrak tetap mengikat, bila diperpanjang sesuai waktu tidak melaksanakan pekerjaan
f. Selama tidak dapat bekerja PJ mendapat pembayaran sesuai kontrak, mendapat penggantian biaya untuk
tindakan yang disepakati
g. Bila tidak dapat melaksanakan sebagian pekerjaan selama 60 hari , salah satu pihak dapat memutus
kontrak, pemberitahuan 30 hr sebelumnya

PERINGATAN DINI
a. Peringatan disampaikan oleh PJ kepada direksi pekerjaan melalui direksi teknik, mengenai keadaan yang
berakibat buruk, kenaikan harga kontrak atau keterlambatan
b. Disampaikan selambat-lambatnya 14 hr sejak peristiwa
c. Jika tidak melakukan peringatan dini, resiko ditanggung PJ

PENGHENTIAN DAN PEMUTUSAN KONTRAK


PENGHENTIAN
a. Pekerjaan sudah selesai
b. Keadaan kahar PPK wajib membayar kemajuan pelaksanaan pekerjaan yang telah dicapai
PEMUTUSAN KONTRAK
a. Para pihak terbukti melakukan kecurangan, kolusi, korupsi (pelelangan maupun pelaksanaan)
b. Penyedia jasa dikenakan sanksi a. jaminan pelaksanaan dicairkan b. sisa uang muka dilunasi c. daftar
hitam 2 tahun
c. PPK dikenakan sanksi PP no 30 ttg peraturan disiplin PNS & ketentuan lain sesuai UU
PEMUTUSAN KONTRAK (RANGKUMAN)
Kesalahan kedua pihak Kesalahan Penyedia J Kesalahan PPK
Terbukti melakukan KKN: Penyedia Jasa : PPK gagal memenuhi keputusan
1.Tidak segera melaksanakan akhir penyelesaian perselisihan
Penyedia jasa : pekerjaan
Sanksi: 2.Gagal uji coba melaksanakan hasil Sanksi:
-Jaminan pelaksanaan distor show cause meeting (SCM) PPK harus membayar semua
-Sisa uang muka dilunasi 3.Tidak berhasil memperbaiki pengeluaran penyedia jasa
-Pengenaan daftar hitam 2 tahun kegagalan pelaksanaan pek.
4.Bangkrut
Pejabat Pembuat Komitmen : 5.Gagal mematuhi keputusan
Sanksi penyelesaian perselisihan
-Sanksi PP 30/1980 6.Menyampaikan pernyataan tidak
-Ketentuan lain sesuai per UUan benar

Sanksi: Dimasukan daftar hitam


KOMPENSASI
Bentuk :
1. penambahan uang
2. penambahan waktu
3. penambahan uang dan waktu
Kondisi:
1. Penyedia jasa tidak dapat masuk lokasi pekerjaan
2. Pejabat Pembuat Komitmen tidak memberi gambar/spek/instruksi sesuai jadual
3. Pejabat Pembuat Komitmen memodifikasi jadual
4. Pejabat Pembuat Komitmen terlambat membayar
5. Pejabat Pembuat Komitmen minta pengujian tambahan tapi tidak ditemukan penyimpangan
6. Pejabat Pembuat Komitmen menolak sub kontraktor tanpa alasan yg wajar
7. Pihak lain terlambat berakibat terlambatnya penyedia jasa
8. Kondisi tanah lebih buruk dari informasi yang diberikan
9. Kejadian yang beresiko pada Pejabat Pembuat Komitmen berdampak pada penyedia jasa
10. Pejabat Pembuat Komitmen menunda BA penyerahan pertama/kedua
11. Pejabat Pembuat Komitmen memerintahkan penundaan pekerjaan

PENUNDAAN PEKERJAAN
PPK dapat memerintahkan menunda dimulainya pelaksanaan atau memperlambat kemajuan
Jika perintah mendesak dan usulan biaya serta pembahasan akan menunda pekerjaan, diberlakukan sebagai
peristiwa kompensasi

PERUBAHAN KEGIATAN PEKERJAAN


LINGKUP:
1. Menambah/mengurangi kuantitas pek.
2. Menambah / mengurangi jenis pekerjaan / mata pembayaran
3. Mengubah spesifikasi dan gambar sesuai kebutuhan lapangan.
4. Melaksanakan pekerjaan tambah yang belum tercantum dalam kontrak tetapi diperlukan
KETENTUAN:
1. Semua perintah perubahan harus tertulis
2. Penambahan pek maksimum 10 % dari nilai kontrak kecuali bencana alam
3. Negosiasi tehnis dan harga mengacu ketentuan dalam kontrak
4. Semua perubahan harus dibuat BA tertulis dan amandemen kontrak

PERUBAHAN KUANTITAS DAN HARGA


1. Harga satuan dalam daftar kuantitas dan harga, adalah harga untuk membayar prestasi pekerjaan.
2. Apabila kuantitas mata pembayaran utama berubah lebih dari 10% (sepuluh persen) dari kuantitas awal,
maka penyedia jasa dapat melakukan negosiasi harga. Selanjutnya harga yang digunakan adalah harga
negosiasi tersebut.
3. Apabila diperlukan mata pembayaran baru, PJ harus menyerahkan analisa harga satuan untuk pekerjaan
tersebut kepada PPK. Penentuan hs mata pembayaran baru dilakukan dengan negosiasi

PERUBAHAN WAKTU PELAKSANAAN


Prinsipnya waktu yang disepakati dalam Surat Perjanjian adalah tetap.
Hal-hal yang layak dan wajar untuk diberikan perpanjangan waktu, yaitu :
a. pekerjaan tambah;
b. perubahan desain;
c. keterlambatan yang disebabkan oleh PPK;
d. masalah yang timbul di luar pengendali PJ;
e. keadaan kahar.
Prosedur yang berlaku
a. PJ mengajukan usulan perpanjangan waktu kepada PPK dengan alasan-alasan dan data pendukung.
b. PPK menugaskan panitia peneliti pelaksanaan kontrak dan direksi teknis melakukan penelitian dan
evaluasi
c. Hasil penelitian dan evaluasi dituangkan dalam BA dilengkapi dengan rekomendasi setuju atau ditolak
dan harus segera disampaikan kepada PJ tertulis
d. PPK setuju , maka dilakukan amandemen kontrak dan ditetapkan lamanya perpanjangan waktu.
e. Masa berlaku jaminan disesuaikan

AMANDEMEN KONTRAK
Bila terjadi perubahan kontrak , maka harus dibuat amandemen kontrak.
1. Perubahan pekerjaan yang dilakukan para pihak sehingga terjadi perubahan lingkup pekerjaan dalam
kontrak.
2. Perubahan jadual pelaksanaan akibat perubahan pekerjaan.
3. Perubahan harga kontrak akibat perubahan pekerjaan dan perubahan waktu pelaksanaan pekerjaan.
Prosedur amandemen :
1. Pejabat Pembuat Komitmen memberikan perintah tertulis kepada penyedia jasa untuk melaksanakan
perubahan kontrak, atau penyedia jasa mengusulkan.
2. Penyedia jasa memberi tanggapan dan mengusulkan perubahan harga dan atau waktu pelaksanaan
(jika ada), paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari.
3. Dilakukan negosiasi dan dibuat berita acara hasil negosiasi.
4. Berdasarkan berita acara hasil negosiasi dibuat amandemen kontrak

PEMBAYARAN UANG MUKA


1. Membiayai fasilitas lapangan dan mobilisasi
2. Rincian penggunaan uang muka
3. PPK mengajukan permintaan pembayaran paling lambat 7 hari setelah menerima jaminan uang muka
4. Jaminan diterbitkan oleh bank umum atau perusahaan asuransi yang direasuransikan
5. Kontrak tahun jamak, nilai jaminan dapat dikurangi bertahap
Jumlah:
1. Maks 20 % untuk penyedia jasa bukan usaha kecil
2. Maks 30 % untuk penyedia jasa usaha kecil
3. Diberikan setelah penyedia jasa mengajukan rencana pemakaian uang muka dan menyerahkan jaminan
bank.
4. Dikembalikan secara berangsur –angsur dan lunas pada saat pekerjaan selesai 100%(APBN) atau 80% (
BLN)
Sanksi :
1. Bila pemakaian UM tidak sesuai maka harus dikembalikan dengan cara memotong pembayaran
prestasi pekerjaan.
2. Bila PPK terlambat membayar maka penyedia berhak mendapat ganti rugi

PEMBAYARAN PRESTASI
Cara pembayaran:
1. Bulanan ( monthly payment)
2 System termijn ( prestasi fisik )
Penyedia jasa telah mengajukan tagihan disertai Laporan kemajuan hasil pekerjaan
1. Dilakukan senilai pekerjaan terpasang
2. PPK maks 7 hari harus sudah mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP)
3. Ketidaksesuaian perhitungan tidak menunda pembayaran, dibayar setinggi-tingginya sesuai Syarat
Khusus Kontrak
Catatan:
1. Setiap pembayaran dipotong jaminan pemeliharaan, angsuran uang muka, denda (bila ada) ,pajak
2. Penangguhan pembayaran bila penyedia jasa tidak melengkapi bukti pembayaran kpd subpenyedia jasa,
untuk kontrak yang mempunyai sub penyedia jasa
3. Pembayaran yerakhir (100%) bila BA Penyerahan Pertama telah terbit

PEMBAYARAN AKIBAT PERUBAHAN


1. Usulan perubahan biaya bila diminta oleh PPK, dinilai oleh direksi teknik selambat-lambatnya dalam waktu 7
(tujuh) hari
2. Bila hs perintah perubahan ada dalam daftar kuantitas harga dan perubahan pekerjaan tidak melebihi 10 %
(sepuluh) atau waktu pelaksanaan tidak mengakibatkan perubahan harga, maka harga satuan tersebut
digunakan sebagai dasar perhitungan biaya perubahan.
3. Bila hs berubah dan tidak ada harga satuan dalam daftar kuantitas dan harga , jika dinilai wajar , usulan
biaya dari PJ merupakan harga satuan untuk perubahan pekerjaan. Jika usulan dinilai tidak wajar , maka
dilakukan negosiasi.
4. Perintah mendesak diberlakukan sebagai kompensasi

PEMBAYARAN AKIBAT FLUKTUASI HARGA


Penyesuaian harga akibat fluktuasi karena inflasi/deflasi dilakukan sesuai ketentuan dalam Syarat-syarat Khusus
kontrak ( kontrak > 12 bln dan disebutkan dalam kontrak)
Index harga bersumber dari Badan Pusat Statistik
Tata cara perhitungan mengikuti Keppres no 54 tahun 2010 sebagai berikut :
1. Penyesuaian hs berlaku bagi seluruh mata pembayaran kecuali komponen keuntungan dan overhead
2. Penyesuaian sesuai dengan jadual pelaksanaan dalam kontrak/adendum. Terlambat kesalahan PJ, indeks
harga sesuai jadual pelaksanaan dalam kontrak awal.

PEMBAYARAN DENDA DAN GANTI RUGI


DENDA:
a. Keterlambatan didenda 1 perseribu Nilai Kontrak perhari maks senilai jaminan pelaksanaan
b. Langsung dipotong dari pembayaran
GANTI RUGI :
a. Keterlambatan pembayaran oleh PPK harus membayar ganti rugi sebesar bunga dari total tagihan
berdasarkan tingkat suku bunga BI saat itu, atau kompensasi sesuai syarat – syarat khusus kontrak
b. Ganti rugi dibayar setelah dibuat amandemen kontrak

PENANGGUHAN PEMBAYARAN
PJ tidak melakukan kewajiban sesuai ketentuan dalam kontrak, dikenakan sanksi penangguhan pembayaran
setelah PPK memberitahukan secara tertulis.
Pemberitahuan memuat :
a. Rincian keterlambatan disertai alasan yang jelas
b. Keharusan PJ untuk memperbaiki & menyelesaikan pek. dalam jangka waktu sesuai surat penangguhan.

PENYERAHAN PERTAMA/PHO
a. Setelah pekerjaan selesai 100 % ( seratus persen ), PJ dapat mengajukan permintaan untuk menyerahkan
pekerjaan
b. PPK membentuk panitia penerima pekerjaan yang terdiri atas unsur atasan langsung, proyek dan direksi
teknis.
c. Panitia menilai terhadap hasil pekerjaan selambat lambatnya 7 (tujuh) hari , dan bilamana terdapat
kekurangan-kekurangan dan/atau cacat , maka PJ wajib memperbaiki/menyelesaikan.
PPK menerima penyerahan ( pertama ) setelah seluruh hasil pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
kontrak.
Pembayaran dilakukan : PPK membayar 100% ( seratus persen ) dari nilai kontrak dan mengembalikan jaminan
pelaksanaan dan PJ harus mengganti dengan jaminan pemeliharaan sebesar 5% dalam bentuk bank garansi (dari
Bank Umum) atau bond dari perusahaan asuransi yang mempunyai program kerugian dan direasuransikan.

PEMELIHARAAN
Penyedia jasa wajib memelihara pekerjaan selama masa pemeliharaan, bila tidak memelihara sesuai kontrak :
- Jaminan pemeliharaan dicairkan atau uang retensi untuk membiayai pemeliharaan,dan
- Jaminan pelaksanaan dicairkan, distor ke kas negara, dan
- Daftar hitam 2 tahun

PENYERAHAN AKHIR/FHO
Pejabat Pembuat Komitmen menerima penyerahan akhir pekerjaan
a. Setelah penyedia jasa melaksanakan semua kewajiban selama masa pemeliharaan dengan baik
b. Sisa nilai kontrak dibayar atau jaminan pemeliharaan dikembalikan

KEGAGALAN BANGUNAN
Kegagalan Bangunan merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, secara keseluruhan maupun
sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja dan atau keselamatan umum sebagai
akibat kesalahan penyedia jasa dan atau pengguna jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi.
Kegagalan bangunan yang menjadi tanggungjawab PJ ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan
sesuai dengan umur konstruksi yang direncanakan ( ditentukan dlm syarat khusus), maks 10 th
Penilaian Kegagalan Bangunan
a. Dinilai dan ditetapkan oleh 1 (satu) atau lebih penilai ahli yang profesional dan kompeten dalam
bidangnya serta bersifat independen dan mampu memberikan penilaian secara obyektif, harus dibentuk
dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya laporan mengenai terjadinya kegagalan
bangunan.
b. Penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipilih, dan disepakati bersama oleh penyedia jasa dan
pengguna jasa.
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN
SA
LIN
AN

Anda mungkin juga menyukai