Anda di halaman 1dari 4

TINDAKAN MAKAR, MAHASISWA BERSIKAPLAH LEBIH BIJAK

CERNA HINGGA KE AKAR-AKARNYA


Pada tahun 2019 ini Indonesia memasuki tahun yang sangat krusial.
Rakyat Indonesia menyelenggarakan pesta demokrasi yang terjadi selama 5
tahunan. Selayaknya pesta, pasti memiliki kenangan baik maupun buruk pada
masing-masing individu yang terlibat di dalamnya. Begitu juga dengan pesta
demokrasi yang sudah dihadapi bangsa Indonesia sebagai bangsa yang
menjungjung tinggi demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya.
Berbagai macam peristiwa baik yang meninggalkan kesan buruk maupun kesan
baik telah dilalui bangsa dengan lebih dari 17 ribu pulau dan ratusan suku di
dalamnya ini. Kesan baiknya tentu saja terselenggaranya pesta demokrasi
berwujud pemilu yang terselenggara untuk memilih presiden-wakil presiden serta
anggota legislatif DPR dan DPD secara lancer dan telah mendapatkan hasil yang
menjadi intrepretasi harapan bangsa Indonesia 5 tahun selanjutnya ingin dipimpin
oleh siapa.

Tetapi begitu juga layaknya pesta, terkadang meninggalkan kesan yang


tidak baik bagi beberapa individu yang mengikutinya. Begitu juga dialami rakyat
Indonesia ketika melaksanakan pesta demokrasinya. Berbagai macam hal tidak
mengenakkan dialami oleh rakyat Indonesia dalam penentuan arah bangsa 5 tahun
kedepannya. Hal buruk atau kesan buruk tersebut tentunya tidak terlepas dari
kekecewaan yang timbul akibat hasil dari pemilu 2019 yang sudah diumumkan
oleh KPU pada 21 mei 2019. Mulai dari tuduhan kecurangan yang dilakukan
salah satu pihak pasangan calon, kemudian saling tuduh siapa sebenarnya yang
melakukan kecurangan, pengumuman KPU yang dinilai menyalahi deadline yang
awalnya di umumkan pada 22 mei 2019 hingga menggemanya kemana-mana
ajakan dan seruan untuk mengadakan people power dari kubu salah satu pasangan
calon.

Salah satu yang paling menarik adalah adanya keinginan untuk


mengadakan kegiatan people power untuk mendelegitimasi keputusan KPU
terkait terpilihnya bapak Joko Widodo dan KH Maruf Amin sebagai Presiden dan
Wakil Presiden Indonesia periode 2019-2024. Dilansir dari idntimes.com Istilah
people power pertama kali dipakai pada revolusi sosial damai di Filipina sebagai
akibat dari protes rakyat Filipina pada 1986. Aksi damai yang berlangsung selama
empat hari ini, dilakukan jutaan orang di Metro Manila dengan tujuan mengakhiri
rezim otoriter Presiden Ferdinand Marcos dan Pengangkatan Corazon Aquino
sebagai presiden. Jadi bisa di definisikan bahwa People power adalah
penggulingan kekuasaan presiden secara paksa melalui aksi demonstrasi rakyat.
Upaya ini dilakukan dengan cara seluruh rakyat turun ke jalan agar Presiden
melektakkan jabatannya karena dinilai telah melanggar konstitusi atau melakukan
penyimpangan.

Secara umum, people power sama artinya dengan kekuatan masyarakat.


Mereka berusaha melakukan perlawanan dan bentuk protes terhadap bentuk
kezaliman dan kesewenangan para penguasa. Pascapemilu di Indonesia, istilah ini
mulai ramai diperbincangkan. Banyak rakyat Indonesia yang ingin memberontak
terhadap berbagai kebijakan penguasa. Mereka meyakini bahwa ada yang tak
beres di balik sistem pemerintahan. Yang menjadi menarik adalah wacana people
power ini di kumandangkan oleh dari pernyataan Ketua Dewan Kehormatan
Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais, saat menghadiri kampanye Prabowo
Subianto di Yogyakarta, Senin (8/4/2019) lalu. Amien mengancam akan bergerak
melalui people power jika menemukan kecurangan saat pemilu. "Makanya saya
sudah memberikan ultimatum 'Hei KPU, kalau kamu sampai curang dan kita
punya bukti telak, kita gak akan MK, kita akan menggerakkan people power'.
People power itu sebuah gerakan massa yang tidak ada setetes darah pun," ujar
Amien dilansir dari idntimes.com.

Kemudian menjadi lebih menarik lagi dengan ditetapkannya Eggi Sudjana


yang diketahui merupakan salah satu pendukung pasangan calon prabowo-sandi
dalam pemilu 2019 ini sebagai tersangka. Penetapan Eggi Sudjana sebagai
tersangka, tidak lain dan tidak bukan adalah karena disangka telah melakukan
tindakan makar. Dimana tindakan makar sendiri telah dijelaskan maksudnya
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 104-105. Dimana
salah satunya tertuang dalam pasal 104 KUHP yaitu Makar dengan maksud untuk
membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden
atau Wakil Presiden, diancam dengan pidana mati atau pidana penjuru seumur
hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun. Kemudian di
pasal 106 KUHP dijelaskan bahwa Makar dengan maksud supaya seluruh atau
sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian
wilayah negara yang lain, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. Sedangkan
Eggi Sudjana dijadikan tersangka atas tuduhan pelanggaran pasal 107 KUHP yang
menyatakan Ayat (1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Ayat (2) Para
pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Penetappan Eggi Sudjana menjadi pelajaran bagi kita semua, bagi rakyat
Indonesia pada umumnya dan bagi Mahasiswa pada khususnya. Dimana tindakan
bernuansa “people power” yang ketika diserukan oleh Eggi Sudjana hingga
menyeretnya menjadi tersangka dalam dugaan kasus makar pernah dilakukan oleh
hampir seluruh Mahasiswa Indonesia pada saat menggulingkan kekuasaan
soeharto pada tahun 1998. Sebagai Mahasiswa hendaknya kita bisa mengambil
sifat bahwasanya agar adanya perbedaan yang tegas manakah tindakan yang dapat
dikategorikan sebagai makar, mana yang tidak. Indonesia merupakan negara yang
berdemokrasi sehingga hendaknya menjungjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka dari itu seharusnya ada
sosialisasi dan batasan yang cukup tegas dalam pendefinisian kegiatan Makar ini.
Sebagai Mahasiswa Indonesia, sudah seyogyanya bahwa kita selalu berada disisi
rakyat dan memperjuangkan hak-hak rakyat, kadang kala kita harus turun ke jalan
demi menyuarakan aspirasi rakyat. Lalu apabila aspirasi yang kita suarakan
nantinya di cap sebagai tindakan Makar maka siapa lagi yang dapat dipercaya
oleh rakyat Indonesia dalam menyuarakan aspirasinya? Karena apa juga guna
dewan perwakilan rakyat yang katanya mewakili rakyat tapi masih menjadi
boneka partai dalam menuntut hak-hak politiknya. Sebagai Mahasiswa Indonesia
pada umumnya apalagi khususnya Mahasiswa jurusan Hukum maka hendaknya
kita mempelajari dan bilamana perlu menanyakan penjelasan yang rinci tentang
Makar itu sendiri. Agar kita dapat mengetahui batasan-batasan sampai mana kita
harus bersikap saat melakukan aksi dan tanpa melupakan tujuan awal Mahasiswa
sebagai penyambung lidah rakyat Indonesia dalam menyuarakan aspirasinya.
Sebagai mahasiswa hendaknya tetap menyuarakan aspirasi rakyat Indonesia tanpa
melanggar peraturan yang berlaku, apalagi sampai dituduh melakukan makar
HIDUP MAHASISWA!!!

Anda mungkin juga menyukai