Anda di halaman 1dari 15

BUKU SAKU PENYELENGGARAAN

JENAZAH COVID 19
BAB I
PENDAHULUAN
Penyebaran virus corona (covid 19) yang berawal dari sebuah
pasar di Wuhan pada akhir Desember 2019 sungguh dasyat. Hanya
jalan lebih kurang 3 bulan virus tersebut sudah mewabah hingga
keseluruh negara. Amerika adalah negara terbanyak kasusnya
dengan  jumlah kasus 818.744, meninggal 45.318, sembuh 82.923. di
ikuti oleh Spanyol, Italia dan Prancis dengan jumlah kematian yang
sangat luar biasa mengejutkan semua orang.
Di Indonesia sendiri kasus covid terhitung sampai 5 Mei 2020
sangat besar dengan jumlah kasus 12.071, sembuh 2.197 dan
meninggal 872 kasus. Dalam waktu yang sangat singkat 34 propinsi
di Indonesia sudah terjangkit virus ini.
Dengan tingginya tingkat kematian yang disebabkan oleh virus
ini membuat tiap wilayah melakukan lockdown untuk memutus
matarantai penyebaran virus tersebut.
Persoalan yang muncul pada kasus kematian disebabkan virus
corana ini salah satunya adalah bagaimana cara paling aman dalam
penyelenggaraan fardhukifayah terhadap orang yang meninggal
disebabkan oleh virus corona. Hal ini disebabkan pada kekhawatiran
penularan virus corona ini kepada para pelaksana fardhukifayah.
Menyikapi kekhawatiran ini, maka dipandang perlu untuk
menyusun panduan singkat bagi paramedis atau petugas yang
bertanggungjawab dalam melaksanakan penyelenggaraan
fardhukifayah bagi jenazah pasien covid 19.
Tatacara menyelenggarakan jenazah yang meninggal akibat
covid 19 yaitu sejak dari menyiapkannya, memandikannya,
mengkafaninya, menshalatkannya, membawanya ke kubur sampai
kepada menguburkannya mestilah dilakukan dengan standar yang
baik untuk mencegah penyebaran virus ini baik terhadap para
penyelenggara, keluarga maupun masyarakat sekitar.
.
 BAB II
PEMBAHASAN

A.     Sikap Muslim Terhadap Wabah


Bagi kaum Muslim, munculnya wabah seperti pandemi covid-
19 ini bukan hal baru. Dalam banyak literatur dan dari sejarah, Islam
sudah memberikan tuntunan di kala menghadapi wabah.
Kisah dimasa Khalifah Umar  diceritakan dalam buku tentang
Khalifah Umar bin Khattab ra karya Syaikh Ali Ash Shalabi.
 Pada tahun 18 H, hari itu Khalifah Umar bin Khattab ra
bersama para sahabatnya berjalan dari Madinah menuju negeri Syam.
 Mereka berhenti di daerah perbatasan sebelum memasuki Syam
karena mendengar ada wabah Tha'un Amwas yang melanda negeri
tersebut.
 Sebuah penyakit menular, benjolan diseluruh tubuh yang
akhirnya pecah dan mengakibatkan pendarahan.
 Abu Ubaidah bin Al Jarrah, seorang yang dikagumi Umar ra,
sang Gubernur Syam ketika itu datang ke perbatasan untuk menemui
rombongan.
 Dialog yang hangat antar para sahabat pun terjadi, apakah
mereka masuk atau pulang ke Madinah.
 Umar yang cerdas meminta saran kepada kaum Muhajirin,
Anshar, dan orang-orang yang ikut Fathu Makkah. Mereka semua
berbeda pendapat.
 Bahkan Abu Ubaidah ra menginginkan mereka masuk, dan
berkata mengapa engkau lari dari takdir Allah SWT?
 Lalu Umar ra menyanggahnya dan bertanya. "Jika kamu punya
kambing dan ada dua lahan yang subur dan yang kering, kemana
akan engkau arahkan kambingmu? Jika ke lahan kering itu adalah
takdir Allah, dan jika ke lahan subur itu juga takdir Allah.
Sesungguhnya dengan kami pulang, kita hanya berpindah dari takdir
satu ke takdir yg lain."
Akhirnya perbedaan itu berakhir ketika Abdurrahman bin Auf
ra mengucapkan hadist Rasulullah SAW; "Jika kalian mendengar
wabah melanda suatu negeri. Maka, jangan kalian memasukinya.
Dan jika kalian berada didaerah itu janganlah kalian keluar untuk lari
darinya." (HR. Bukhari & Muslim).
 Akhirnya mereka pun pulang ke Madinah. Umar ra merasa
tidak kuasa meninggalkan sahabat yang dikaguminya, Abu Ubaidah
ra. Beliau pun menulis surat untuk mengajaknya ke Madinah.
 Namun beliau adalah Abu Ubaidah ra, yang hidup bersama
rakyatnya dan mati bersama rakyatnya. Umar ra pun menangis
membaca surat balasan itu.
 Dan bertambah tangisnya ketika mendengar Abu Ubaidah,
Muadz bin Jabal, Suhail bin Amr, dan sahabat-sahabat mulia lainnya
radiyallahuanhum wafat karena wabah Tha'un di Negeri Syam.
 Total sekitar 20 ribu orang wafat karena wabah Tha'un yang
jumlahnya hampir separuh penduduk Syam ketika itu.
 Pada akhirnya, wabah tersebut berhenti ketika sahabat Amr bin
Ash ra memimpin Syam. Karena kecerdasan beliau lah yang
menyelamatkan Syam. Hasil tadabbur beliau dan kedekatan dengan
alam ini.

Amr bin Ash berkata: "Wahai sekalian manusia, penyakit ini


menyebar layaknya kobaran api. Jaga jaraklah dan berpencarlah
kalian dengan menempatkan diri di gunung-gunung."
Mereka pun berpencar dan menempati di gunung-gunung.
Akhirnya, wabah pun berhenti layaknya api yang padam karena tidak
bisa lagi menemukan bahan yang dibakar.
 Lalu, belajar dari bagaimana orang-orang terbaik itu bersikap,
maka inilah panduan dan kabar gembira di tengah kesedihan ini
untuk kita semua.
Dari kisah sejarah diatas, maka kita bias lihat bahwa karantina
sebagaimana sabda Rasulullah SAW di atas, adalah konsep karantina
yang hari ini kita kenal.
Mengisolasi daerah yang terkena wabah dan saat ini seluruh
negara menjalaninya. Namun ada negara yang entah darimana
mengambil petunjuknya, justru negara tersebut malah menyuruh
orang-orang masuk karena dalih ekonomi dan pariwisata. Semoga
Allah SWT melindungi semua penduduk negara tersebut.
Nabi Muhammad SAW mengatakan jika dalam suatu wabah,
mereka yang ada di daerah itu jangan keluar dari wilayah itu. Mereka
yang ada di luar wilayah itu, jangan datangi tempat wabah itu.
Dalam istilah sekarang ini dikenal sebagai lockdown atau
karantina, baik semi-lockdown maupun lockdown total.
Dalam suatu hadits, Nabi SAW menegaskan seorang Muslim
tidak akan senantiasa dalam kondisi merugi dalam situasi apa pun.
Sebab, keimananya akan menjadikannya sebagai seorang hamba
yang bersyukur, ketika mendapatkan kemudahan dan juga bersabar
ketika mendapatkan kesulitan dalam hidupnya.
Dari Shuhaib, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wa
Salam bersabda: "Perkara orang mukmin itu mengagumkan.
Sesungguhnya semua perihalnya baik dan itu tidak dimiliki seorang
pun selain orang mukmin; bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan
syukur itu baik baginya, dan bila tertimpa musibah, ia bersabar dan
sabar itu baik baginya." (HR. Bukhari Muslim).
Isnan Ansory dalam bukunya Fiqih Menghadapi Wabah
Penyakit mengatakan, Allah SWT juga menjanjikan keutamaan yang
besar atas mereka yang senantiasa bersabar dalam menghadapi segala
ujian (bala) dari Allah SWT. Keutamaan itu, sebagai berikut.
Pahala di rumah saat wabah setimpal dengan mati syahid.
Korban covid-19 bisa dapat pahala syahid dalam ikhtiar menghadapi
wabah corona asal disikapi dengan sabar, iklas dan tawakkal.
Diantara keutamaan yang diperoleh dari musibah sakit oleh
orang yang beriman adalah:
1.     Mengangkat derajat dan menghapus dosa
Hal ini sesuai hadits Rasulullah SAW, Dari Abu Hurairah, ia berkata:
Rasulullah bersabda: “Ujian senantiasa menimpa orang beriman pada
diri, anak, dan hartanya hingga ia bertemu Allah dengan tidak
membawa satu dosa pun atasnya.” (HR. Tirmizi).
2.     Tanda kebaikan dari Allah
“Sesungguhnya besarnya balasan tergantung dari besarnya ujian, dan
apabila Allah cinta kepada suatu kaum Dia akan menguji mereka,
barangsiapa yang ridha maka baginya keridlaan Allah, namun
barangsiapa yang murka maka baginya kemurkaan Allah.” (HR.
Tirmizi).
3.     Mati syahid
"Mati karena menderita tho'un adalah syahid bagi setiap Muslim.”
(HR. Bukhari Muslim)
"Meninggal karena sakit perut adalah syahid, dan (meninggal) karena
tho'un juga syahid.” (HR. Bukhari)
“Tidaklah seseorang yang berada di wilayah yang terjangkit tho'un,
kemudian ia tetap tinggal di negerinya dan selalu bersabar, ia
mengetahui penyakit tersebut tidak akan mengjangkitinya kecuali apa
yang Allah tetapkan kepadanya, maka baginya seperti pahalanya
orang yang mati syahid.” (HR. Bukhari).
4.     Pahala tidak terbatas
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (QS. Az-Zumar: 10).
B.      Tatacara Menelenggarakan Jenazah Terkena Wabah (Covid 19)

1.        Tajhizul Jenazah (Merawat Mayit)


Tajhizul jenazah adalah merawat atau mengurus seseorang yang
telah meninggal. Perawatan di sini berhukum fardlu kifayah, kecuali
bila hanya terdapat satu orang saja, maka hukumnya fardlu ‘ain.
Hal-hal yang harus dilakukan saat merawat jenazah sebenarnya
meliputi empat hal,yaitu:
a)    Memandikan
b)    Mengkafani
c)    Menshalatkan
d)    Memakamkan
Dari keempat hal yang diwajibkan di atas, pada taraf praktek
terdapat beberapa pemilahan sebagai berikut:
Orang Muslim
a.  Muslim yang bukan syahid
Kewajiban yang harus dilakukan adalah:
a)    Memandikan.
b)    Mengkafani.
c)    Menshalati.
d)    Memakamkan.
b. Muslim yang syahid dunia atau syahid dunia akhirat, mayatnya tidak
perlu dimandikan dan dishalati, sehingga kewajiban merawatnya
hanya meliputi:
a)    Menyempurnakan kafannya jika pakaian yang dipakainya tidak
cukup untuk menutup seluruh tubuhnya.
b)    Memakamkan.
Bayi yang terlahir sebelum usia 6 bulan (Siqtu)
Dalam kitab-kitab salafy dikenal tiga macam kondisi bayi, yakni:
a. Lahir dalam keadaan hidup. Perawatannya sama dengan perawatan
jenazah muslim dewasa.
b. Berbentuk manusia sempurna, tapi tidak tampak tanda-tanda
kehidupan. Hal-hal yang harus dilakukan sama dengan kewajiban
terhadap jenazah muslim dewasa, selain menshalati.
c. Belum berbentuk manusia sempurna. Bayi yang demikian, tidak ada
kewajiban apapun dalam perawatannya, akan tetapi disunahkan
membungkus dan memakamkannya.
Adapun bayi yang lahir pada usia 6 bulan lebih, baik terlahir
dalam keadaan hidup ataupun mati, kewajiban perawatannya sama
dengan orang dewasa.
Orang Kafir
Dalam hal ini orang kafir dibedakan menjadi dua:
a.     Kafir dzimmi (termasuk kafir muaman dan mu’ahad)
     Hukum menshalati mayit kafir adalah haram, adapun hal yang harus
dilakukan pada mayat kafir dzimmi adalah mengkafani dan
memakamkan.
b. Kafir harbi dan Orang murtad
     Pada dasarnya tidak ada kewajiban apapun atas perawatan keduanya,
hanya saja diperbolehkan untuk mengkafani dan memakamkannya.

2. Memandikan Jenazah Covid 19

Perlu digarisbawahi, pengurusan jenazah pasien Covid-19 harus


dilakukan oleh petugas kesehatan pihak rumah sakit, sesuai agama si
korban, dan telah ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Jadi, tidak sembarang orang boleh mengurus proses pemakamannya.
Petugas kesehatan akan melakukan langkah-langkah di bawah
ini:
a.         Menggunakan pakaian pelindung, sarung tangan, hingga masker.
Semua komponen pakaian pelindung harus disimpan terpisah dari
pakaian biasa.
b.         Tidak makan, minum, merokok, ataupun menyentuh wajah selama
berada di ruang penyimpanan jenazah, autopsi, dan area untuk
melihat jenazah.
c.         Selama memandikan jenazah, tidak berkontak langsung dengan
darah atau cairan tubuh jenazah.
Membaca Niat
Lafal niat memandikan jenazah laki – laki
‫ت هّٰلِل ِ تَ َعالَى‬
ِ ِّ‫ْت ْال ُغس ِْل لِ ٰه َذا ْال َمي‬
ُ ‫نَ َوي‬
Lafal niat memandikan jenazah perempuan
‫ت هّٰلِل ِ تَ َعالَى‬
ِ ِّ‫ْت ْال ُغس ِْل لِ ٰه ِذ ِه ْال َمي‬
ُ ‫نَ َوي‬
Jika tidak mungkin untuk disentuh, maka mayat
cukup disiram.
Ulama Hanafiyah menyatakan:
‫والمنتفخ الذي تعذر مسه يصب عليه الماء‬ 
“Bagi jenazah yang badannya gosong sehingga uzur
untuk disentuh, maka cukup dengan dituangkan air
padanya.” (Muraqiy al-Falakh, halaman 224)
Jika tidak mungkin untuk dimandikan, maka cukup
ditayamumkan.
Lafal niat mentayamumkan jenazah
‫ت هّٰلِل ِ تَ َعالَى‬
ِ ِّ‫ت قُ ْلفَ ِة ٰه َذا ْال َمي‬
ِ ْ‫ْت التَّيَ ُّم َم ع َْن تَح‬
ُ ‫ن ََوي‬
Artinya :
Saya niat tayamum untuk menggantikan membasuh dibawah
( …. ) ini jenazah karena allah ta ‘ala
Jika kondisi semacam masih sulit, maka ulama dari
kalangan Hanafiyah menyarankan agar berpindah pada
men-tayamum-inya.
Pendapat ini juga dipedomani oleh kalangan
Malikiyah. Salah satu ulama dari kalangan Hanafiyah
menyampaikan:
‫ َم ْن تَ َع َّذ َر ُغ ْسلُهُ ؛ لِ َعد َِم َما يُ ْغ َس ُل بِ ِه فَيُيَ َّم ُ•م بِالص َِّعي ِد‬ 
“Bila suatu saat ada jenazah yang uzur untuk
dimandikan, karena ketiadaan hal yang memungkinkan
bisanya dibasuh, maka tayamumilah dengan debu.” (Al-
Inayah, Juz 16, halaman 261).
Petugas mentayamumkan mayat dengan cara
memakai sarung tangan dan menempelkan telapak tangan
kedinding kemudian mengusapkan kewajah dan tangan
mayat. Mengusap tangan jika memungkinkan dampai
kesiku, jika tidak cukup sampai pergelangan tangan saja.
Proses tayamum dapat dilakukan pada permukaan
kain kafan jika memang mayat tidak mungkin untuk
disentuh.
Ketentuan memandikan jenazah Covid yang harus
diikuti berdasar protokol medis :
 Jenazah dimandikan tanpa harus dibuka
pakaiannya.
 Petugas wajib berjenis kelamin yang sama dengan
jenazah yang dimandikan dan dikafani.
 Jika petugas yang memandikan tidak ada yang
berjenis kelamin sama, maka dimandikan oleh petugas
yang ada, dengan syarat jenazah dimandikan tetap
memakai pakaian. Jika tidak, maka ditayamumkan.
 Petugas membersihkan najis (jika ada) sebelum
memandikan.
 Petugas memandikan jenazah dengan cara
mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh.
 Jika atas pertimbangan ahli yang terpercaya
bahwa jenazah tidak mungkin dimandikan, maka dapat
diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah, yaitu
dengan cara:
1). Mengusap wajah dan kedua tangan jenazah (minimal
sampai pergelangan) dengan debu
2).   Untuk kepentingan perlindungan diri pada saat
mengusap, petugas tetap menggunakan APD
Jika menurut pendapat ahli yang tepercaya bahwa
memandikan atau menayamumkan tidak mungkin
dilakukan karena membahayakan petugas, maka
berdasarkan ketentuan dlarurat syar'iyyah, jenazah tidak
dimandikan atau ditayamumkan.
d.         Jenazah kemudian ditutup dengan kain kafan/bahan dari plastik
(tidak dapat tembus air). Jenazah yang sudah dikafani dan dibungkus
plastik kemudian disemprot cairan klorin sebagai disinfektan. Dapat
juga jenazah ditutup dengan bahan kayu atau bahan lain yang tidak
mudah tercemar dan sebelumnya sudah disinfeksi. Jenazah posisinya
di dalam peti dimiringkan ke kanan. Dengan demikian ketika
dikuburkan jenazah menghadap ke arah kiblat.
Pedoman mengkafani jenazah yang terpapar Covid-
19 dilakukan sebagai berikut:
·       Setelah jenazah dimandikan atau ditayamumkan, atau
karena dlarurah syar'iyah tidak dimandikan atau
ditayamumkan, maka jenazah dikafani dengan
menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh dan
dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman dan
tidak tembus air untuk mencegah penyebaran virus dan
menjaga keselamatan petugas.
·       Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukkan ke
dalam peti yang tidak tembus air dan udara dengan
dimiringkan ke kanan sehingga saat dikuburkan jenazah
menghadap ke arah kiblat.
·       Jika setelah dikafani masih ditemukan najis pada
jenazah, maka petugas dapat mengabaikan najis tersebut.
e.         Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi, kecuali
dalam keadaan mendesak seperti untuk kepentingan autopsi dan
hanya dapat dilakukan oleh petugas.
f.          Jenazah disemayamkan tidak lebih dari empat jam.
g.         Petugas selalu cuci tangan dengan sabun atau sanitizer berbahan
alkohol. Luka di tubuh petugas (jika ada), harus ditutup dengan
plester atau perban tahan air.
h.         Sebisa mungkin menghindari risiko terluka akibat benda tajam.
i.          Semua petugas kesehatan yang telah mengurus proses pemulasaran
hingga jenazah masuk peti dan pihak keluarga yang menyaksikan
prosesi tersebut diwajibkan menjalani proses sterilisasi dengan
disemprotkan cairan disinfektan ke bagian pakaian yang dikenakan
serta selalu mencuci tangan.

Selain itu, jika petugas terkena darah atau cairan tubuh jenazah,
lakukanlah langkah-langkah berikut ini:
a.         Segera bersihkan luka dengan air mengalir yang bersih
b.         Jika luka tusuk tergolong kecil, biarkanlah darah keluar dengan
sendirinya
c.         Semua insiden yang terjadi saat proses memandikan jenazah harus
dilaporkan pada pengawas.

3. Menshalatkan Jenazah

Untuk pelaksanaan salat jenazah, dilakukan di


rumah sakit rujukan. Jika tidak, salat jenazah bisa
dilakukan di masjid yang sudah dilakukan proses
pemeriksaan sanitasi secara menyeluruh dan melakukan
disinfektasi setelah salat jenazah.
Salat jenazah dilakukan sesegera mungkin dengan
mempertimbangkan waktu yang telah ditentukan yaitu
tidak lebih dari empat jam.
Salat jenazah dapat dilaksanakan sekalipun oleh satu
orang dengan posisi:
1) Mayit laki-laki:
Mayit dibaringkan dengan meletakkan kepala di sebelah utara. Imam
atau munfarid berdiri lurus dengan kepala mayit.
2) Mayit perempuan
Cara peletakkan mayit sama dengan mayit laki-laki, sedangkan imam
atau munfarid berdiri lurus dengan pantat mayit.

3) Tatacara Shalat Jenazah


a) Niat.
     Lafal lafal niat shalat jenazah
     1. untuk jenazah laki laki Satu
‫ اِ َما ًما‬/ ‫ض ْال ِكفَايَ ِة َمأْ ُموْ ًما‬ ِ ِّ‫صلِّى َعلَى هَ َذا ْال َمي‬
ٍ ‫ت اَرْ بَ َع نَ ْكبِي َْرا‬
َ ْ‫ت فَر‬ َ ُ‫ا‬
‫هَّلِل ِ تَ َعالَى‬
     2. untuk jenazah laki laki dua
/ ‫ض ْال ِكفَايَ• ِة َمأْ ُموْ ًم••ا‬َ ْ‫ت فَ••ر‬ ِ ِّ‫صلِّىى َعلَى هَ َذ ْي ِن ْال َمي‬
ٍ ‫ت اَرْ بَ َع نَ ْكبِ ْي• َرا‬ َ ُ‫ا‬
‫اِ َما ًما هَّلِل ِ تَ َعالَى‬
     3. untuk jenazah banyak
/ ‫ض ْال ِكفَايَ• ِة َمأْ ُموْ ًم•ا‬َ ْ‫ت فَ••ر‬ٍ ‫صلِّى َعلَى ۤهَ ُؤالَ ِء ْال َموْ تَى اَرْ بَ َع نَ ْكبِيْ• َرا‬ َ ُ‫ا‬
‫اِ َما ًما هَّلِل ِ تَ َعالى‬
     4. untuk jenazah perempuan Satu
b) Berdiri bagi yang mampu.
c)  Melakukan takbir sebanyak empat kali termasuk takbiratulihram.
d) Membaca surat Al Fatihah setelah takbir pertama.
‫) ال•رَّحْ َم ِن‬2( َ‫) ْال َح ْم• ُد هَّلِل ِ َربِّ ْال َع••الَ ِمين‬1( ‫س ِْم هَّللا ِ الرَّحْ َم ِن ال• َّر ِح ِيم‬
)5( ُ‫) إِيَّاكَ نَ ْعبُ • ُد َوإِيَّاكَ ن َْس •ت َِعين‬4( ‫ِّين‬ ِ ‫ك يَ••وْ ِم ال •د‬ِ • ِ‫) َمال‬3( ‫َّح ِيم‬ِ ‫ال •ر‬
ِ ‫ص•• َراطَ الَّ ِذينَ أَ ْن َع ْمتَ َعلَ ْي ِه ْم َغي‬
‫ْ••ر‬ ِ )6( ‫الص•• َراطَ ْال ُم ْس••تَقِي َم‬ ِّ ‫ا ْه•• ِدنَا‬
(7( َ‫ه ْم َواَل الضَّالِّين‬ ِ ‫ب َعلَ ْي‬ ِ ‫ْال َم ْغضُو‬
e) Membaca shalawat Nabi setelah takbir kedua.
Contoh bacaan sholawat:
َ ‫ص••لَّيْتَ عَل َى إِب‬
‫ْ••را ِه ْي َم‬ َ َ ‫آل ُم َح َّم ٍد َكم••ا‬
ِ ‫َلى‬ َ ‫َلى ُم َح َّم ٍد َوع‬ َ ‫ص••لِّ ع‬ َ ‫للَّهُ َّم‬
َ ‫َوعَل َى آ ِل إِب َْرا ِه ْي َم إِ َّنـكَ َح ِم ْي• ٌد َم ِج ْي• ٌد اَللَّهُ َّم ب•ا َ ِر ْك عَل َى ُم َح َّم ٍد َوع‬
‫َلى‬
‫•را ِه ْي َم إِ َّنـكَ َح ِم ْي• ٌد‬
َ •‫آل إِ ْب‬
ِ ‫َلى‬َ ‫•را ِه ْي َم َوع‬ َ ‫آ ِل ُم َح َّم ٍد َكما َ ب•ا َ َر ْكتَ ع‬
َ •‫َلى إِ ْب‬
‫َم ِج ْي ٌد‬
f)   Mendo’akan mayit setelah takbir ketiga.
     Contoh do’a:
     Lafal doa setelah takbir ke 3
ِ •‫اَللَّهُ َّم ا ْغفِرْ لَهُ َوارْ َح ْمهُ َوعَافِ ِه َواعْفُ َع ْنهُ َواَ ْك‬
‫•ر ْ•م نُ ُزلَ•هُ َو َو ِّس• ْع َم• ْد‬
ُ‫خَ لَهُ َواجْ َع ِل ْال َجنَّةَ َم ْث َواه‬
Artinya : “ Ya Allah , ampunilah dia , berilah kasih (rahmat )
padanya , berilah maaf padanya , muliakanlah kedatangannya
(tempatnya ) , lapangkanlah pintu masuknya ( kekubur ) dan
jadikanlah surga tempat kembalinya . “
Lafal do ‘a setelah takbir ke 4
ُ‫اَللَّهُ َّم الَ تَحْ ِر ْمناَ• اَجْ َرهُ َوالَ تَ ْفتِنا َ بَ ْع َدهُ َوا ْغفِرْ لَنا َ َولَه‬
“Ya Allah , janganlah Engkau rugikan kami dari pada mendapat
pahalanya , dan janganlah Engkau beri kami fitnah sepeninggalnya ,
dan ampunilah kami dan dia . “
Penjelasan :
Ketika membaca do‘a dalam salat jenazah setelah takbir ke 3
dan ke 4 hendaklah bacaan dlamir ( kata ganti orang ) disesuaikan
dengan jenis jenazah tersebut ( laki – laki atau perempuan ), misalnya
:
1. Apabila jenazahnya wanita maka dlamir ( kata ) hu ( ُ‫ )ه‬diganti dengan
dlamir ha ( َ ‫ها‬ )
2. Apabila jenazahnya dua orang maka dlamir ( kata ) hu (  ُ ‫ه‬ ) diganti
dengan dlamir huma ( ‫ه ُ َما‬ )
3   Apabila jenazahnya banyak maka dlamir ( kata ) hu (  ُ ‫ه‬ ) diganti
dengan dlamir hum ( ‫ه ُ ْم‬ )
g)  Mengucapkan salam pertama setelah takbir keempat.
     Contoh bacaan salam:
ُ‫اَل َّسالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هللاِ َوبَ َر َكاتُه‬
h) Bila mayatnya anak kecil sunah untuk menambah do’a:
،ً‫ َو ِعظَةً َوا ْعتِبَاراً َو َش••فِيْعا‬،ً‫اللّ ٰـهُ َّم اجْ َع ْلهُ فَ َرطاً• ِألَبَوْ ي ِه َو َسلَفا ً َو ُذ ْخرا‬
ُ‫الص•ب َْر ع َٰلى قُلُوْ بِ ِه َم••ا َوالَ تَ ْفتِنَّهُ َم••ا بَ ْع• َده‬ ِ ‫از ْينَهُ َما َوأَ ْف ِر‬
َّ •‫غ‬ ِ ‫َوثَقِّلْ بِ ِه َم َو‬
.ُ‫َوالَ تَحْ ِر ْمهُ َما أَجْ َره‬
Pedoman mensalatkan jenazah yang terpapar Covid-
19 dilakukan sebagai berikut:
 Disunahkan menyegerakan salat jenazah setelah
dikafani.
 Dilakukan di tempat yang aman dari penularan
Covid-19.
 Dilakukan oleh umat Islam secara langsung
(hadir) minimal satu orang. Jika tidak memungkinkan,
boleh disalatkan di kuburan sebelum atau sesudah
dimakamkan. Jika tidak dimungkinkan, maka boleh
disalatkan dari jauh (shalat ghaib).
Pihak yang menyalatkan wajib menjaga diri dari
penularan Covid-19.
4. Menguburkan Jenazah

Adapun urusan selanjutnya sesudah dishalatkan hendaknya


jenazah dibawa kepemakaman untuk dikuburkan. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam penguburan jenazah adalah :
a)    Lubang kubur digali sedalam 1,5 meter.
b)    Liang lahat dibuat seukuran jenazah dengan dengan kedalaman kira-
kira setinggi 50-60 cm.
c)    Siapkan tali yang kuat untuk menurunkan peti ke dalam lahat.
d)    Peti diturunkan perlahan dengan menggunakan tali. Ketika
meletakkan jenazah di dalam kubur, kita membaca doa :
‫ﺒﺳﻢﺍﷲ ﻮﻋﻟﻰﻤﻟﺔﺮﺴﻭﻝﷲ‬
     Artinya :
Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah. (H.R.at-Tirmidzi)
e)  Menutupi Kubur Mayat Perempuan Pada Waktu Ia Dimasukkan
Kedalamnya.
f)  Lepaskan tali-tali pengikat,lalu timbun sampai galian liang kubur
menjadi rata.
Pedoman menguburkan jenazah yang terpapar
Covid-19 dilakukan sebagai berikut:
 Dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan
protokol medis.
 Dilakukan dengan cara memasukkan jenazah
bersama petinya ke dalam liang kubur tanpa harus
membuka peti, plastik, dan kafan.
 Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang
kubur dibolehkan karena darurat (al-dlarurah al-
syar'iyyah) sebagaimana diatur dalam ketentuan Fatwa
MUI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pengurusan Jenazah
(Tajhiz al-Jana'iz) Dalam Keadaan Darurat.
5.        Waktu Untuk Mengubur Mayat
Mengubur mayat boleh pada siang atau malam hari. Beberapa
sahabat Rasulullah saw dan keluarga beliau dikubur pada malam
hari.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam buku saku ini terdapat tata cara memandikan,
mengkafani, menyalatkan dan menguburkan jenazah yang terkena
dampak covid 19 yang mesti mendapatkan perlakuan khusus. Selain
itu juga ada etika yang  mengandung suatu nilai dimana dalam
penyelenggaraan jenazah dalam islam ada adab yang diajarkan oleh
nabi Muhammad SAW.
Penyelenggaraan jenazah juga merupakan penghormatan orang
ditinggalkan atau orang hidup terhadap orang yang meninggal
tersebut, yang menggambarkan rasa persatuan dan kesatuan sebagai
mahluk sosial yang berasal dari yang kuasa dan akan kembali kepada
yang kuasa.
Dan terakhir didalam buku saku ini mengandung unsur suatu
keterampilan dimana didalam penyelenggaran jenazah ini seseorang
dapat mengetahui tata cara dalam penyelenggaraan ataupun
pengurusan jenazah dalam kondisi tersulit yang dapat juga
membahayakan bagi yang menyelnggarakannya.
Penyelenggaraan ini merupakan suatu bukti rasa saling
menganggap manusia merupakan makhluk yang berasal dari yang
satu dan akan kembali padaNya meski dalam kondisi apapun.
Walaupun hukumnya fardhu kifayah, dalam pengurusan
jenazah ini kita dianjurkan untuk lebih mendalami pengetahuan baik
memandikan, mengafankan, menyolatkan, dan juga menguburkan
jenazah.

                             Pekanbaru, 5 Mei 2020


DAFTAR BACAAN

1.  Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, terjemahan, Al-Ma’arif, Bandung, 1987


2.  Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, terjemahan, Pustaka As—
Sunnah, Jakarta 2008
3.  Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqh Wanita, Pustaka al-
Kautsar, Jakarta, 1996
4.  Said Bib Ali Al-Aqhattani, Petunjuk Lengkap Tentang Shalat,
Terjemahan,  Pustaka At-Tibyan, Jakarta 2008
5.  Drs.Moh. Rifai, Tuntunan Shalat, PT Karya Toha Putra Semarang,
1980
6. KH. Minan Zuhri, Tuntunan Shalat Lengkap & Wiridan dan Shalat-
Shalat Sunnah, Menara Kudus, 2008
7.  Yunus, M., Tafsir Quranul Karim, Hidayah Karya Agung Jakarta,
1986
8.  Zezen Zainal Alim’ Panduan Lengkap Shalat Sunah Rekomendasi
Rasulullah, Qultum Media, 2012
9.  Syaikh Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Panduan Lengkap Shalat Menurut
Empat Mazhab, Pustaka al-Kautsar, Jakarta, 1996
10. Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang
Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah
COVID-19
11. Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman
Pengurusan Jenazah (Tajhiz Al-Jana'iz) Muslim yang
Terinfeksi Covid-19

Anda mungkin juga menyukai