Secara umum, padang penggembalaan adalah areal untuk menggembalakan ternak ruminansia dengan manajemen pemeliharaan diliarkan (grazing) dalam mendukung efisiensi tenaga kerja dalam budidaya ternak. Dengan sistem ternak diumbar di lahan tertentu pada periode tertentu, ternak bebas memilih hijauan yang dibutuhkan sehingga memacu produktivitas ternak itu sendiri. Untuk mendukung pengembangan peternakan dalam antisipasi ketersediaan daya dukung pakan yang semakin terbatas, saat ini telah berkembang teknologi model integrasi ternak-tanaman (Crop Livestock System/CLS), yakni ternak diintegrasikan dengan komoditas tanaman untuk mencapai kombinasi optimal, sehingga input produksi menjadi lebih rendah (low input) dengan tidak mengganggu tingkat produksi yang dihasilkan. Prinsip dan kelestarian sumber daya lahan menjadi titik perhatian dalam model ini (Diwyanto dan Handiwirawan, 2004). Pada konsep pengembangan pola pembibitan, faktor input produksi (biaya) dapat ditekan, karena output yang diterima peternak adalah produksi anak dalam jangka panjang. Ketergantungan terhadap hijauan pakan murah sangat dibutuhkan, khususnya yang bersumber dari padang penggembalaan. Dengan sistem penggembalaan (ektensif), peternak akan mampu memelihara ternak dengan skala besar dan memperoleh keuntungan optimal dibandingkan pola intensif (Priyanto dan Yulistiani, 2005). 2. Persyaratan lahan untuk padang penggembalaan Padang penggembalaan dapat diklasifikasikan menjadi empat golongan utama, yakni: (a) Padang penggembalaan alam, (b) Padang penggembalaan permanen yang sudah diperbaiki, (c) Padang penggembalaan buatan (temporer), dan (d) Padang penggembalaan dengan irigasi. Vegetasi yang tumbuh pada padang penggembalaan terdiri atas rumput-rumputan, kacang-kacangan, atau campuran keduanya (McIllroy, 1976). Fungsi kacang-kacangan pada padang penggembalaan memberikan nilai gizi pakan yang lebih baik terutama berupa protein, fosfor dan kalium (Reksohadiprodjo, 1985). 3. Persyaratan / baku mutu padang penggembalaan Persyaratan baku mutu didukung pakan di padang penggembalaan ditentukan oleh jenis tanaman yang dapat tumbuh yang akan berpengaruh terhadap besar kecilnya ketersediaan hijauan yang dapat dikonsumsi ternak. Jenis hijauan yang cocok untuk dibudidayakan pada padang penggembalaan adalah hijauan yang memiliki perakaran yang kuat, tahan pijakan, tahan renggutan, dan tahan terhadap kekeringan (Mcillroy, 1976). Beberapa jenis hijauan unggul yang cocok dibudidayakan untuk padang penggembalaan dengan kapasitas tampung yang relatif rendah (0,5 Satuan Ternak/ha). 4. Gulma sebagai masalah pada padang penggembalaan Perkembangan luasan areal padang penggembalaan mengalami penurunan karena beberapa hal, diantaranya (a) terdesaknya padang penggembalaan akibat bersaingnya dengan penggunaan lahan pertanian dan (b) kerusakan akibat tanaman pengganggu (gulma). Kondisi demikian berdampak terhadap penurunan daya dukung pakan dan prospek pengembangan peternakan jangka panjang. 5. Rumput rumputan sebagai sumber pakan Padang rumput di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi adalah padang alang- alang, sedangkan di Nusa Tenggara didominasi oleh rumput yang mampu hidup pada kondisi berbatuan. Di Nusa Tenggara, vegetasi padang penggembalaan cenderung hanya tumbuh pada saat musim hujan, selama 3-4 bulan dengan curah hujan rendah. Perkembangan populasi ternak ruminansia (sebagai pemanfaat hijauan) justru mengalami peningkatan cukup tinggi yang membutuhkan lebih banyak hijauan pakan ternak. Sebagai ilustrasi, perkembangan ternak ruminansia yang langsun memanfaatkan hijauan di padang penggembalaan mengalami peningkatan populasi dari tahun ke tahun, kecuali ternak kerbau menurun 2,24 persen/tahun (Tabel 2). Trend peningkatan tertinggi terjadi pada komoditas domba (7,19 persen), kambing (5,9 persen), sapi potong (3,17 persen), dan sapi perah (3,02 persen) (Statistik Peternakan, 2008) yang terkait dengan peningkatan kebutuhan daya dukung per satuan ternak (ST). 6. Gizi rumput sebagai pakan Populasi ternak sapi di Kepulauan Bangka Belitung meningkat 6-7 % setiap tahun. Sebagian besar diusahakan oleh peternak kecil yang merupakan usaha tani sambilan dengan kepemilikan 2-4 ekor. Orientasi beternak sapi umumnya sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual jika terdesak keperluan uang. Pakan ternak umumnya berasal dari rumput liar yang dipotong dipinggir-pinggir sungai, hutan, dan sawah. Dengan pola beternak seperti akan berpengaruh pada rendahnya produktivitas ternak, serta rendahnya pendapatan dari usaha tani ternak. Oleh karena itu diperlukan pengenalan teknologi, salah satunya adalah jenis-jenis tanaman pakan ternak yang berkualitas baik. Diperkirakan di dunia terdapat sekitar 10.000 species rumput. Dari sekian banyak itu kisaran biomassa yang dihasilkan sangat beragam, demikian juga kandungan nutrisinya. Rumput merupakan makanan pokok ternak ruminansia seperti sapi, kambing dan domba. Rumput dengan kandungan serat kasarnya sangat berperan dalam menjaga kesehatan dan fungsi rumen. Keberadaan serat dalam hijauan pakan (selulosa dan hemiselulosa) menjadi sumber energi bagi mikroba rumen, demikian halnya dengan mineral serta protein (terutama dari legum) merupakan sumber N bagi bakteri dan protein produk. Oleh karena itu keberhasilan usaha ternak sapi, kambing, dan domba sangat bergantung pada ketersediaan pakan hijauan. Untuk mendapatkan produktivitas ternak yang tinggi, diperlukan hijauan pakan dengan jumlah yang cukup dan nutrisi yang baik. Tanaman pakan juga dapat digolongkan sebagai sumber serat kasar, sumber energi, dan sumber protein. Yang tergolong sumber serat dan energi adalah rumput (family Graminae) seperti rumput alam, rumput gajah, king grass, daun jagung, dan lain-lain. Dan yang tergolong sumber protein adalah kacang-kacangan (family leguminosa) seperti gamal (glirisidae), indigofera, turi, lamtoro, stylo, daun kacang tanah, dan lain-lain. Dalam komponen pakan ternak ruminansia, hijauan selalu mendapat porsi terbanyak yang diberikan yaitu 60-100%. Diantara semua jenis hijauan tersebut, ada yang mengandung nutrisi tinggi, mudah dibudidayakan, serta memiliki biomassa tinggi. 7. Pengembangan lahan padang penggembalaan di kalimantan timur Kaltim sangat serius dan berupaya peningkatan populasi ternak sapi didukung oleh pakan ternak yang bermutu dan memiliki nutrisi untuk tumbuh kembang sapi guna menghasilkan daging yang baik dan sehat,"ucap Kadisnak Kaltim Ir.H.Dadang Sudarya, dalam acara Koordinasi Pemanfaatan Lahan Pasca Tambang Untuk Pengembangan Hijauan Pakan Ternak Tahun 2015 pada tanggal 25 Pebruari 2015 di Aula Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur. Konsep pengembangan padang penggembalaan pada lokasi lahan pasca tambang sangat cocok dilakukan dan sangat menguntungkan ekonomi masyarakat setempat. Padang penggembalaan selain memiliki fungsi sebagai sumber HPT bagi ternak ruminansia, juga berfungsi sebagai sarana pemeliharaan dan penanganan ternak, wahana pengembangan ekonomi masyarakat, sumber pelestarian sumberdaya genetik ternak wilayah dan memiliki nilai ekologis bagi lingkungan sekitarnya, wahana pembelajaran peternak dan kelompok ternak. Melihat arti pentingnya padang penggembalaan dalam pemeliharaan ternak yang efisien, maka padang penggembalaan harus terus diperbaiki dan dikembangkan serta dikelola dengan sebaik mungkin, sehingga hasilnya bisa menyediakan pakan secara optimal sepanjang waktu bagi ternak. 8. Peluang dan tantangan padang penggembalaan kaltim terkait pengembangan ternak dikaltim Beberapa kendala mengenai pengembangan penggembalaan ternak dikaltim. Keterbatasan areal pengembangan karena kompetisi lahan yang tersedia dengan pengembangan tanaman perkebunan, kehutanan, maupun tanaman pangan yang lebih diprioritaskan. Berkurangnya areal padang penggembalaan akibat kebutuhan pengembangan kawasan industri maupun perumahan penduduk. Masih rendahnya dinamika bisnis hijauan pakan sehingga tidak mendorong pengembangan sentra-sentra produksi hijauan. Ketidakperdulian produsen dan konsumen hijauan pakan terhadap kualitas dan anggapan bahwa tanaman pakan ternak tidak penting, sehingga bibit hijauan juga dianggap tidak penting. Kesulitan memperoleh jenis dan benih tanaman pakan unggul yang memiliki tingkat produktivitas tinggi (kuantitas dan kualitas) dengan daya adaptasi terhadap lingkungan cukup baik untuk skala pengembangan besar.