Anda di halaman 1dari 12

PERMASALAHAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA


Abu Hanifah

ABSTRAK

Penelitian ini dilihat dari tempatnya termasuk Penelitian Perpustakaan, dan ditinjau dari jenisnya
termasuk Penelitian Deskriptif yang difokuskan pada kesetaraan gender. Sebagaimana halnya dengan
penelitian perpustakaan, data yang digunakan adalah data sekunder dengan metode pengumpulan data
secara manual. Sumber data dari beberapa artikel yang dimuat di media massa, hasil-hasil penelitian dan
referensi lainnya yang relevan dengan tujuan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan terdapat beberapa
faktor yang memicu terjadinya KDRT. Setelah diadakan analisis faktor dan didukung oleh teori serta hasil
penelitian terdahulu, ternyata “kultur hegemoni yang patriarkis” merupakan akar masalah KDRT. Akar
masalah KDRT tersebut perlu dibongkar dan untuk itu diperlukan peran serta dari berbagai pihak, yaitu :
Pemerintah; LSM; dan Tokoh Masyarakat.

Kata kunci : kekerasan, rumah tangga

I. PENDAHULUAN kekerasan teradap anak sepanjang tahun 2006


hanya terjadi 1.124 kasus. Berdasarkan data
A. Latar Belakang Masalah tersebut, diprediksikan bahwa tindak kekerasan
terhadap anak sepanjang tahun 2007 jauh lebih
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) meningkat dibandingkan dengan tahun 2006.
selama bulan Mei 2007 menunjukan
peningkatan luar biasa (Kompas, 3/6). Peristiwa Tindak kekerasan terhadap anak, tidak
yang paling mencolok adalah mencuatnya hanya dilakukan orang tua terhadap anak
berbagai kasus suami membunuh isteri dengan kandung atau anak tiri mereka, tapi juga
berbagai cara, mulai dari pemukulan sampai terhadap pembantu rumah tangga yang belum
pembakaran. Lembaga Bantuan Hukum dewasa. Tindak kekerasan terhadap anak ini
Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan termasuk kasus kekerasan dalam rumah tangga.
(LBH – APIK) Jakarta dalam kurun waktu antara Pelaku tindak kekerasan terhadap pembantu
bulan Januari sampai dengan April 2007 telah rumah tangga belum dewasa dapat dijerat
mencatat dan menangani 140 kasus kekerasan, dengan pasal berlapis, yaitu UU PKDRT,UU
83 kasus diantaranya berupa KDRT, dengan Perlindungan Anak, dan UU Ketenagakerjaan.
korban perempuan. Angka ini jauh lebih banyak Selain tindak kekerasan dalam rumah tangga
dari pada priode yang sama tahun 2006 yang yang dilakukan oleh suami terhadap isteri dan
setahunnya hanya 324 kasus. orang tua tehadap anak serta majikan terhadap
pembantu rumah tangga, juga terdapat tindak
Disamping meningkatnya tindak ke- kekerasan dalam bentuk bunuh diri. Kasus
kerasan yang dilakukan oleh suami terhadap bunuh diri ini biasanya dilakukan oleh seorang
istri, juga meningkat pula tindak kekerasan ibu bersama anak–anaknya, baik dengan cara
terhadap anak. Menurut Sekretaris Jenderal meminum racun maupun dengan membakar
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas diri (Kompas, 12/3).
PA) Arist Merdeka Sirait (Komas, 10/8), pada
semester pertama tahun 2007 terdapat 1.236 Data KDRT di atas, hanya kasus-kasus
kasus kekerasan terhadap anak di seluruh KDRT di sekitar Jakarta sejak bulan Januari S/
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi d April 2007 yang di catat dan ditangani LBH
serta sebagian Jawa Barat antara lain – APIK.. Sedangkan data KDRT seluruh Indo-
Sukabumi dan Cianjur. Sedangkan tindak nesia dari tahun 2003 s/d 2006 menurut

45
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol 12, No. 03, 2007 : 45-56

Komnas Perempuan (Kompas, 10/9) adalah C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


sebagai berikut : tahun 2003 sebanyak 2.703
kasus; tahun 2004 naik menjadi 4.310 kasus; Penelitian ini bertujuan untuk : (1)
tahun 2005 naik menjadi 26.615 kasus; dan mengetahui faktor yang paling dominan
tahun 2006 naik menjadi 26.709 kasus. Kasus sebagai penyebab terjadinya tindak kekerasan
KDRT ini, khususnya kasus kekerasan terhadap dalam rumah tangga; dan (2) mengetahui
perempuan di ranah domestik, dan mengingat bagaimana cara pemecahan masalah tindak
kasus KDRT sejak bulan Mei 2007 semakin kekerasan dalam rumah tangga.
meningkat, diperkirakan data KDRT selama Hasil penelitian diharapkan dapat
tahun 2007 lebih tinggi dibandingkan dengan memberi masukan berupa sumbang saran
tahun 2006. terhadap pihak-pihak yang berkompeten dalam
Masalah KDRT telah banyak dikemu- membuat kebijakan untuk mengatasi
kakan, baik melalui artikel-artikel yang dimuat permasalahan KDRT, khususnya menyangkut
di media massa, maupun hasil-hasil penelitian kesetaraan gender.
yang dilakukan oleh para peneliti di lingkungan
Perguruan Tinggi dan Balai Penelitian Instansi D. Ruang Lingkup Penelitian
Pemerintah. Dari berbagai artikel dikemukakan Mengingat pelaku tindak kekerasan dalam
bahwa faktor penyebab KDRT, antara lain: rumah tangga tidak hanya dimonopli oleh
faktor ekonomi; kultur hegemoni yang patriarkis; seorang suami, akan tetapi dapat pula
merosotnya kepedulian dan solidaritas sosial; dilakukan oleh seorang isteri terhadap anggota
masyarakat miskin empati; dan belum rumah tangga ( anak-anak dan pembantu ),
memasyarakatnya UU PKDRT. Sedangkan maka ruang lingkup penelitian perlu dibatasi
beberapa hasil penelitian menemukan faktor agar lebih mudah untuk memilih faktor dominan
utama KDRT adalah faktor ekonomi dan masih sebagai penyebab terjadinya kasus KDRT.
kentalnya budaya patriarkis di kalangan Penelitian ini di fokuskan pada tindak kekerasan
masyarakat. yang dilakukan suami terhadap isteri. Alasan
Memperhatikan berbagai faktor penyebab dipilihnya suami sebagai pelaku tindak
timbulnya tindak kekerasan dalam rumah kekerasan dalam rumah tangga, antara lain :
tangga, berarti kita harus cermat memilih (1) mencuatnya berbagai kasus tindak kekerasan
alternatif pemecahan masalah KDRT yang di suami terhadap isteri ; dan (2) penelitian ini
pandang paling tepat. Oleh karena itu berspektif kesetaraan gender.
kami tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Permasalahan KDRT dan Alternatif E. Metode Penelitian
Pemecahannya”. 1. Tempat dan Jenis Penelitian.
B. Rumusan Masalah Menurut Husaini Usman dan Purnomo
Berdasarkan latar belakang masalah Setiady Akbar (2006 : 3) penelitian dapat
yang telah dikemukakan di atas, ternyata dibagi menurut bidang, tempat, pemakaian,
terdapat beberapa faktor yang menyebabkan tujuan, waktu, dan jenisnya. Penelitian
terjadinya tindak kekerasan dalam rumah menurut tempatnya di bagi menjadi
tangga. Oleh karena itu dari beberapa faktor penelitian : laboratorium; perpustakaan; dan
tersebut, perlu diketahui faktor mana yang pal- lapangan (kancah). Sedangkan penelitian
ing dominan menyebabkan terjadinya kasus di bagi menurut jenisnya , yaitu : hestorikal;
KDRT, dan faktor tersebut dipilih sebagai deskriptif; developmental; studi kasus;
alternatif pemecahan masalah. korelasional; kausal komperatif;
eksperimental; kuasi eksperimental; dan
Sehubungan dengan hal tersebut, rumusan tindakan.
masalah yang diajukan dalam penelitian ini Memperhatikan tempat dan jenis
adalah sebagai berikut : (1) Faktor apa yang penelitian tersebut, berarti penelitian yang
paling dominan menyebabkan terjadinya tindak kami lakukan termasuk jenis penelitian
kekerasan dalam rumah tangga?, dan (2) deskriptif yang dilakukan di perpustakaan
Bagaimana cara pemecahan masalah atau penelitian perpustakaan.
kekerasan dalam rumah tangga?

46
Permasalahan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Alternatif Pemecahannya (Abu Hanifah)

2. Metode Pengumpulan dan Analisis data. kaum perempuan. Kenyataan ini di jumpai
pada kalangan masyarakat yang memegang
Jenis data yang di pergunakan dalam teguh norma serta nilai budaya patriarchy
penelitian ini ialah data sekunder. Data (Endro, 2003 : 16). Tata masyarakat patriarkis
sekunder yang dikumpulkan disesuaikan cenderung menggeser posisi perempuan dan
dengan tujuan penelitian hal ini merupakan arena tumbuh suburnya
dan digunakan untuk: pemahaman perilaku yang bias gender (Bhasin, 1996 dalam
masalah;penjelasan masalah; formulasi Tamtiari, 2005 : 9). Pola relasi gender yang
alternatif penyelesaian masalah yang timpang sering kali menimbulkan ketidak
layak;dan solusi masalah (Sarwono, adilan, seperti subordinasi, dominasi,
2006:125). marginalisasi, steriotip, beban kerja, dan
Metode pengumpulan data sekunder kekerasan, yang semuanya menempatkan
ini dilakukan secara manual dengan perempuan sebagai korban atau pihak
membaca berbagai artikel yang yang di rugikan (Fakih,1996, dalam
dimuatkan di media massa dan beberapa Tamtiari,2005:11).
hasil penelitian yang telah dilakukan Menurut Muhadjir Darwin (2006)
menyangkut permasalahan KDRT. kekerasan terhadap perempuan masih banyak
Kemudian data dan informasi yang telah terjadi , bahkan angkanya meningkat, karena
terkumpul dikategorisasikan dan dianalisis masyarakat belum terbebas dari belenggu kultur
secara deskriptif. hegemoni yang patriarkis. Kultur hegemoni
adalah sistem budaya yang memberi
II. KERANGKA KONSEPTUAL kedudukan superior pada salah satu identitas
sosial tertentu dan subordinasi pada identitas
Kekerasan dalam rumah tangga, terutama sosial lainnya. Hubungan hegemonis ini diterima
terhadap perempuan yang meningkat sebagai suatu kewajaran baik oleh pihak
justru setelah berlakunya Undang-Undang memegang hegemoni maupun pihak yang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah tersubordinasi. Budaya semacam ini perlu
Tangga (UU PKDRT) Nomor 23 tahun 2004 dibongkar untuk mendukung keberhasilan
(Ilyas,2006). Menyikapi hal itu setidaknya ada sosialisasi UU PKDRT.
tiga asumsi yang dapat dikemukakan. Asumsi
pertama, telah muncul kesadaran dan A. Batasan/Pengertian KDRT
keberanian kaum perempuan untuk mengadu
masalah mereka kepada pihak yang Dalam Undang-Undang Penghapusan
berwenang. Asumsi kedua, UU PKDRT Nomor Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT)
23 tahun 2004 belum memasyarakat sehingga Nomor 23 tahun 2004, pada pasal 1 ayat 1
pada umumnya Kepala Keluarga belum tahu berbunyi sebagai berikut : Kekerasan dalam
dampak hukum dari tindak kekerasan yang rumah tangga adalah setiap perbuatan
mereka lakukan. Asumsi ketiga, sebagai terhadap seseorang terutama perempuan yang
dampak kondisi ekonomi yang tidak menentu, berakibat timbulnya kesengsaraan atau
di mana harga semua bahan pokok semakin penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
melambung, biaya pendidikan dan kesehatan dan/atau penelantaran rumah tangga,
juga meningkat serta peluang kerja semakin termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
sempit, mepengaruhi ketenangan pikiran kepala pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
kelurga/rumah tangga. secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga (Kompas,3/6). Kemudian pada pasal
Terlepas dari ketiga asumsi di atas, ternyata 2, lingkup rumah tangga meliputi : (a) suami;
beberapa artikel dan hasil penelitian isteri; dan anak; (b) orang-orang yang
menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah mempunyai hubungan keluarga dengan orang
tangga, khususnya terhadap perempuan sebagaimana di maksud dalam huruf a karena
disebabkan masih kentalnya budaya patriarkis hubungan darah,perkawinan, persusuan,
di masyarakat Indonesia. Norma, nilai-nilai pengasuhan, dan perwalian yang menetap
budaya, bahkan hukum cenderung selalu dalam rumah tangga; dan/atau (c) orang yang
memberikan kekuatan dan kekuasaan yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap
lebih besar kepada kaum laki-laki daripada dalam rumah tangga tersebut. Selanjutnya pada

47
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol 12, No. 03, 2007 : 45-56

pasal 5 berbunyi sebagai berikut : Setiap or- tentang Penghapusan Segala Bentuk
ang dilarang melakukan kekerasan dalam Diskriminasi Terhadap Wanita, Konvensi
rumah tangga terhadap orang lain dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak
lingkup rumah tangga dengan cara : (a) Anak, dan berbagai instrument Internasional lain
kekerasan fisik; (b)kekerasan psikis; (c) yang mengatur mengenai hak asasi manusia.
kekerasan seksual; dan (d) penelantaran rumah Bagian kesembilan dalam undang-
tangga. undang tersebut, khusus mengatur hak wanita
Mencermati batasan/pengertian KDRT di mulai dari pasal 45 s/d 51. Pada pasal 51 ayat
atas, ada beberapa hal yang perlu di (1) berbunyi : seorang isteri selama dalam
garisbawahi, yaitu : pertama, batasan tersebut ikatan perkawinan mempunyai hak dan
mengacu pada kekerasan yang terjadi pada tanggung jawab yang sama dengan suaminya
lokus atau wilayah keluarga besar (extended atas semua hal yang berkenaan dengan
family), namun demikian ada sedikit kehidupan perkawinannya, hubungan dengan
perbedaan, bahwa keluarga besar belum tentu anak-anak, dan hak pemilikan serta
menetap dalam lingkup rumah tangga. Kedua, pengelolaan harta bersama. Dalam pasal ini
siapa yang dapat diketegorikan sebagai jelas memperjuangkan kesetaraan gender dan
anggota rumah tangga adalah pihak yang menentang adanya hegemoni laki-laki
dapat di kategorikan sebagai pelaku atau terhadap perempuan dan tidak mentolerir
korban kekerasan domistik tersebut. Akan tetapi, adanya kedudukan superior dan subordinasi
mengingat kasus kekerasan dalam rumah dalam kehidupan keluarga atau rumah tangga.
tangga belakangan ini yang mencuat adalah
kasus kekerasan suami terhadap isteri, maka Bagian kesepuluh dalam UU tentang
dalam penelitian ini permasalahan KDRT di HAM ini, khususnya menyangkut Hak Anak mulai
batasi kekerasan terhadap perempuan. dari pasal 52 s/d 66. Pada pasal 58 ayat (1)
setiap anak berhak untuk mendapat
Pengertian kekerasan dalam rumah perlindungan hukum dari segala bentuk
tangga tidak hanya terbatas pada kejadian kekerasan fisik atau mental, penelantaran,
kekerasan di arena domestik (rumah tangga), perlakuan buruk dan pelecehan seksual selama
tetapi juga harus memasukkan unsur relasi sosial dalam pengasuhan orang tua atau walinya,
antara korban dan pelaku. Oleh karena itu, atau pihak lain manapun yang bertanggung
meskipun kekerasan terjadi di ranah publik, jika jawab atas pengasuhan anak tersebut. Ayat (2)
di lakukan oleh orang yang mempunyai dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh anak
hubungan kekerabatan atau hubungan melakukan segala bentuk penganiayaan fisik
perkawinan, tetap di kategorikan sebagai atau mental, penelantaran, perlakuan buruk
kekerasan domestik atau kekerasan dalam dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan
rumah tangga (Wini Tamtiari, 2005:13). dan atau pembunuhan terhadap anak yang
B. Kebijakan Penanganan KDRT seharusnya dilindungi, maka harus di kenakan
pemberatan hukuman.
Kebijakan pemerintah dalam kaitannya
dengan penanganan masalah kekerasan Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
dalam rumah tangga, secara hukum sudah 2002 Tentang Perlindungan Anak, pada
banyak di atur, antara lain : (1) Undang- pasal13 berbunyi sebagai berikut : (1) setiap
Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak anak selama dalam pengasuhan orang tua,
Asasi Manusia (HAM); (2) Undang-Undang wali, atau pihak lain manapun yang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan bertanggung jawab atas pengasuhannya,
Anak; (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam (a) diskriminasi; (b) eksploitasi, baik ekonomi
Rumah Tangga (UU PKDRT). maupun seksual; (c) penelantaran; (d)
kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; (e)
Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun ketidak adilan; dan (f) perlakuan salah lainnya.
1999 Tentang HAM, disebutkan bahwa Kemudian pada ayat (2) dalam hal orang tua,
pengaturan mengenai hak asasi manusia wali atau pengasuh anak melakukan segala
ditentukan dengan berpedoman pada Deklarasi bentuk perlakuan sebagaimana dalam ayat (1),
Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa- maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
Bangsa,Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

48
Permasalahan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Alternatif Pemecahannya (Abu Hanifah)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 societal problems) dan problema-problema


Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah sosial (ameliorative or social problems).
Tangga sebagaimana telah dijelaskan pada Problema-problema masyarakat menyangkut
batasan/pengertian KDRT di atas, ditambah analisa tentang macam-macam gejala kejala
dengan adanya ketentuan pidana yang diatur kehidupan masyarakat, sedangkan problema-
dalam pasal 44, yang berbunyi : setiap orang prolema sosial merupakan gejala-gejala ab-
yang melakukan perbuatan kekerasan fisik normal dalam masyarakat dan diteliti dengan
dalam lingkup rumah tangga di pidana dengan maksud untuk memperbaikinya atau bahkan
penjara paling lama lima tahun atau denda untuk menghilangkannya. Sosiologi menyelidiki
Rp 15 juta. Bila korban jatuh sakit atau luka persoalan-persoalan umum dalam masyarakat
berat, pelaku di pidana dengan penjara pal- dengan maksud untuk menemukan dan
ing lama 10 tahun dengan denda paling menafsirkan kenyataan-kenyataan kehidupan
banyak Rp 30 juta. Bila korban meninggal, kemasyarakatan, sedangkan usaha per-
pelaku diancam hukuman paling lama 15 baikannya merupakan bagian dari pekerjaan
tahun dengan denda paling banyak Rp 45 juta. sosial.Dengan perkataan lain, sosiologi
Pemberlakuan UU PKDRT dan di- berusaha untuk memahami kekuatan-kekuatan
bentuknya Menteri Negara Pemberdayaan dasar yang berada di belakang tata kelakuan
Perempuan, menunjukkan sikap proaktif sosial, sedangkan pekerjaan sosial berusaha
pemerintah dalam menyikapi hubungan gen- untuk menanggulangi gejala-gejala abnormal
der. Tetapi pada tataran implementasi dalam masyarakat, atau untuk memecahan
keberpihakan negara terhadap perempuan persoalan-persoalan yang dihadapi
masih lemah (Darwin,2006). Dalam beberapa masyarakat (Soekanto, 1982 :368 – 369).
hal, negara justru masih mereproduksi konsep Tindak kekerasan dalam rumah tangga
subordinasi perempuan. Sebagai ilustrasi merupakan salah satu gejala abnormal dalam
misalnya organiasi warisan Orde Baru Dharma masyarakat karena bertentangan dengan nilai-
Wanita, dan Panca Dharma Wanita yang nilai dan norma masyarakat. Kondisi dari gejala
hingga sekarang masih berlaku. Disitu di abnormal ini semakin berkembang dan
definisikan peran perempuan : (1) sebagai isteri mencuat kepermukaan, seperti terjadinya
pendamping suami; (2) sebagai pendidik dan bermacam kasus suami memukul, membakar ,
pembina keluarga;(3) sebagai ibu mengatur dan bahkan membunuh isteri. Majikan
rumah tangga; (4) sebagai pekerja penambah melakukan tindak kekerasan terhadap
penghasilan keluarga; dan (5) sebagai pembantu rumah tangga, tidak hanya
anggota organisasi masyarakat, khususnya penelantaran, tapi juga sampai kepada
organisasi perempuan dan organisasi sosial. pembunuhan. Disamping itu terjadi pula kasus
Kelima dharma tersebut secara implisit bunuh diri, ibu bersama anak-anaknya dengan
mereproduksi konsep perempuan sebagai cara meminum racun maupun membakar diri.
makhluk domestik ,dan peran publiknya
diposisikan sebagai peran tambahan. Permasalahan kekerasan dalam rumah
Seharusnya Panca Dharma Wanita diubah tangga ini ibarat teori gunung es, yang nampak
menjadi : (1) sebagai mitra sejajar suami; (2) dipermukaan hanya kecil, namun yang
bersama suami mendidik dan membina terpendam dalam laut sangat besar dan belum
keluarga; (3) bersama suami mengatur rumah dapat dideteksi. Kasus-kasus kekerasan dalam
tangga; (4) bersama suami mencari nafkah; rumah tangga yang dimuat di berbagai
dan (5) berhak menjadi anggota dan media massa merupakan kasus-kasus yang
memimpin organisasi politik dan sosial. langsung berkaitan dengan hukum, sedangkan
kasus-kasus yang kecil masih banyak
dirahasiakan,karena dianggap wajar dalam
III. PERMASALAHAN KEKERASAN rumah tangga.
DALAM RUMAH TANGGA
Tindakan kekerasan dalam rumah tangga
A. Gambaran Umum Permasalahan disebabkan oleh berbagai fatkor, antara lain :
faktor ekonomi; kultur hegenomi yang
KDRT
patriarkis; merosotnya kepedulian dan
Ada dua macam persoalan, yaitu: solidaritas sosial; masyarakat miskin empati;
problema-problema masyarakat (scientific or dan belum memasyarakatnya UU PKDRT.

49
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol 12, No. 03, 2007 : 45-56

Untuk menanggulangi tindak kekerasan dalam Keluarga Muda Mandiri; (4) Lembaga
rumah tangga ini, perlu di analisis fatkor-faktor Konsultasi Kesejahteraan Keluarga; (5)
penyebabnya untuk mencari dan atau memilih Pemberdayaan Kelem-bagaan Keluarga;
alternatif pemecahan masalah yang paling dan (6) Pemberdayaan Sosial Keluarga.
tepat. Seluruh program tersebut sudah
dilaksanakan di 32 propinsi dengan
B. Analisis Faktor Penyebab KDRT berbagai variasi hasil, ada propinsi yang
kreatif mengembangkan programnya
1. Faktor Ekonomi.
sehingga berhasil meningkatkan
Mencermati angka kemiskinan di In- kesejahteraan keluarga, meski ada pula
donesia selama priode Reformasi ternyata propinsi yang masih belum memahami
terjadi fluktuasi, di mana sejak tahun 1998 bagaimana implementasi program di
hingga tahun 2005 angka kemiskinan lapangan.
menurun dari 19,14% pada tahun 1998
Berbagai intervensi yang telah
menjadi15,97% pada tahun 2005, dan
dilakukan tersebut belum secara
pada pertengahan tahun 2006 naik
signifikan menurunkan jumlah keluarga
menjadi 17,75%. Hal ini mungkin
yang mengalami masalah baik
disebabkan oleh mulculnya berbagai jenis
ekonomi, maupun masalah sosial-
bencana alam yang terjadi di Indonesia
psikologis. Oleh karena itu program-
belakangan ini.Kondisi keluarga miskin
program tersebut hendaknya segera di
dapat memicu timbulnya rasa
evaluasi untuk menemukan kelemahan-
kebingungan untuk memenuhi kebutuhan
kelemahannya.Kemudian diperbaiki dan
hidup sehari-hari,sehingga munculnya
diimplementasikan di lapangan dengan
frustasi, stres, putus asa tertekan,cepat
harapan program-program tersebut dapat
tersinggung/mudah marah dan perilaku
berdayaguna dan berhasilguna.
yang tidak terkendali. Pemerintah telah
berusaha untuk mengentaskan kemiskinan Menurut Suharto (2005:138-146)
melalui bermacam program, namun terdapat dua teori tentang kemiskinan,
angka kemiskinan masih tetap tingi. yaitu: teori Neo-Liberal dan Demokrasi-
Sosial. Para pendukung neo-liberal
Program-program pemerintah
berargumen bahwa kemiskinan me-
dalam pengentasan kemiskinan (Kompas,
rupakan persoalan individual yang
17/4) adalah: (1) bantuan langsung tunai;
disebabkan oleh kelemahan-kelemahan
(2) beras untuk rakyat miskin; (3) bantuan
dan/atau pilihan-pilihan individu
untuk sekolah/pendidikan; (4) bantuan
yang bersangkutan. Strategi penang-
kesehatan gratis; (5) pembangunan
gulangan kemiskinan bersifat “residual”,
perumahan rakyat; (6) pemberian kredit
sementara, dan hanya melibatkan
mikro; (7) bantuan untuk petani dan
keluarga, kelompok-kelompok swadaya
peningkatan produksi pangan; (8)
atau lembaga-lembaga keagamaan.
bantuan untuk nelayan dan program untuk
Sedangkan teori demokrasi-sosial
sektor perikanan; (9) peningkatan
memandang bahwa kemiskinan bukanlah
kesejahteraan PNS, termasuk prajurit TNI
persoalan individual, melainkan struktural.
dan Polri; (10) peningkatan kesejahteraan
Kemiskinan disebabkan oleh adanya
buruh; (11) bantuan jaminan sosial untuk
ketiakadilan dan ketimpangan dalam
penyandang cacat; dan (12) pelayanan
masyarakat akibat tersumbatnya akses-
publik cepat dan murah untuk rakyat.
akses kelompok tertentu terhadap
Di samping Program Pengentasan berbagai sumber-sumber kemasya-
Kemiskinan dilaksanakan pula Pem- rakatan, dan strategi penangulangan
berdayaan Sosial Keluarga oleh kemiskinan haruslah bersifat institusional.
Deparemen Sosial (Sulistiati, seri IT: 02:25) Paradigma demokrasi-sosial dapat
melalui beberapa program, antara lain: dijadikan dasar dalam merumuskan
(1) Bimbingan Kesejahteraan Sosial kembali konsep keberfungsian sosial
Keluarga; (2) Asistensi Kesejahteraan Sosial sebagai paradigma baru yang lebih
Keluarga;(3) Kelompok Usaha Bersama

50
Permasalahan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Alternatif Pemecahannya (Abu Hanifah)

sejalan dengan misi dan prinsip pekerjaan untuk memahami status sosial ekonomi
sosial. perempuan, yaitu melalui penjelasan
Paradigma demokrasi-sosial ini mengapa dan bagaimana laki-laki
rupanya yang dipergunakan oleh Yunus menguasai sumber-sumber ekonomi
untuk menangulangi kemiskinan di dan sosial yang lebih besar daripada
Banglades. Ia meyakini, kemiskinan perempuan dalam kehidupan masya-
diciptakan oleh struktur, kebijakan dan sys- rakat. Konsep ini berakar pada teori
tem di masyarakat. Ia mengelola bisnis feminisme yang berkembang di Barat
wirausaha sosial atau social business en- yang secara umum berargumentasi bahwa
trepreneurship (SBE) yang didasarkan atas perempuan cenderung menjadi kelompok
kesadaran sosial. Dengan kredit mikro yang tertindas dalam proses pembagian
tanpa agunan yang dimulai sejak 32 sumber-sumber ekonomi dan sosial
tahun lalu di satu desa itu kini berkembang (Putranti, 2004 : 142 – 143). Feminisme
ke 78.658 desa dengan 7,21 juta radikal melihat keterlindasan perempuan
nasabah, 97 persennya perempuan. dipengaruhi oleh aspek historis dan
Sekitar 100.000 pengemis kini bergabung budaya.Perempuan dilihat sebagai pihak
dengan program bebas bunga, bisa yang ditundukkan atau didomestifikasi
membayar kapan saja dan berapa saja, melalui hubungan kekuasaan yang
dan 5.000 di antaranya sudah berhenti sifatnya patriarkat,baik secara personal
mengemis (Kompas, 12/8). maupun melalui pengaturan Negara.
Apa yang dilakukan oleh Yunus itu Budaya hegemoni yang pratriarkis
tidak bersebrangan dengan pandangan masih kental di masyarakat Indonesia dan
Islam, halmana Islam menolak keter- hubungan hegemoni inilah yang
gantungan pada kemurahan individu dan sebenarnya akar persoalan kekerasan
sedekah (Qardhawi, 1995:37-37). terhadap perempuan. Dengan demikian
Islam menghargai himbauan agar kunci persoalan kekerasan terhadap
orang-orang kaya bersedekah, berbuat perempuan dalam rumah tangga adalah
baik, menyantuni kaum dhuafa, dan pada kultur hegemoni yang belum berhasil
mengulurkan tangan kepada kaum fakir, di bongkar.
namun menentang prinsip mengharapkan 3. Faktor Merosotnya Kepedulian dan
kemurahan dan kerelaan golongan Solidaritas Sosial.
kaya.Sebab, membiarkan kaum fakir dan
dhuafa di bawah belas kasihan kelompok Pengamat sosial di Yogyakarta,
kaya yang dermawan, sama halnya Darmaningtyas mengatakan, bunuh diri
mengabaikan kaum lemah tersebut. dengan latar belakang kemiskinan
Prinsip yang hanya berpegang pada menunjukkan korban sudah sangat putus
kemurahan hati (yang disebut konsep asa dan frustrasi akibat penderitaan dan
ihsan) menghadapi sejumlah kendala tekanan beban hidup yang sangat berat.
karena ada dua faktor. Pertama, Kasus bunuh diri menunjukkan makin
kebanyakan manusia tidak memiliki disiplin merosotnya kepedulian dan solidaritas
yang tinggi terhadap ihsan. Sejak dahulu, sosial di masyarakat (Kompas, 12/3).
belum pernah terjadi disiplin terhadap Pernyataan di atas tidak sepenuhnya
ihsan mencapai tingkat yang demikian benar, mengingat beberapa kejadian
tinggi. Kedua, konsep ihsan bencana alam, seperti tsunami di Nanggro
mengandalkan kemurahan hati ini Aceh Darusalam (NAD) dan gempa bumi
tidak menganjurkan campur tangan di Daerah Istimewa Yogyakarta, ternyata
negara. Konsep ihsan ini tidak akan sumbangan dari masyarakat luar biasa,
menyelesaikan masalah kemiskinan secara dan hal itu menunjukkan masih
tuntas. tingginya kepedulian dan solidaritas
sosial masyarakat Indonesia, namun
2. Faktor Kultur Hegemoni yang Patriarkis. kedermawanan itu pada umumnya tak
Ketimpangan gender merupakan terorganisir dan lebih bersifat langsung
salah satu konsep kunci yang digunakan

51
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol 12, No. 03, 2007 : 45-56

sehingga sulit dimonitor kegagalan dan beberapa kecenderungan saling menolak


keberhasilannya. di tengah masyarakat yang mau tak
Disamping itu hasil dari kajian mau selalu ditanda keberbedaan dan
Public Interest Research and Advocacy Cen- keanekaragaman.
ter (PIRAC) yang dilakukan di 11 kota Sebenarnya empati adalah kekuatan
(2000 dan 2004) menunjukkan, jumlah yang luar biasa untuk mengatasi berbagai
sumbangan perorangan rata-rata untuk masalah di tengah masyarakat dan
individu (pengemis, pengamen, keluarga, bangsa. Dengan empati kita dapat
teman, dan lain-lain) meningkat dari bersama mengatasi penderitaan orang
Rp. 380.800,- menjadi Rp. 884.950,- lain, juga dengan empati kita dapat
Kecenderungan serupa juga terjadi pada mengatasi munculnya konflik sosial, dan
sumbangan keagamaan (terutama zakat) juga dengan empati kita bisa menjaga
dari rata-rata Rp. 304.000,- mejadi kerukunan hidup bermasyarakat.
Rp. 483.000,- untuk setiap pembayar.
Penggalangan dan pendistribusian dari 5. Faktor Belum Memasyarakatnya UU
kegiatan filantrofi itu seharusnya diarahkan PKDRT.
secara terorganisir yang bisa dipakai untuk Undang-Undang Nomor 23 tahun
mendukung pemberdayaan kepada 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
masyarakat dalam berbagai bidang, Dalam RumahTangga (UU PKDRT) termasuk
termasuk juga untuk pemberdayaan undang-undang yang relatif baru yang
perempuan. sudah barang tentu belum banyak warga
4. Faktor Masyarakat Miskin Empati. masyarakat yang mengetahuinya. Oleh
karena itu perlu di sosialisasikan agar
Kejadian-kejadian bunuh diri yang masyarakat luas mengetahuinya dan
dilakukan ibu setelah membunuh anak- mengerti tentang isi dan dampak hukum dari
anaknya, seperti yang terjadi di Malang undang-undang tersebut.
beberapa waktu yang lalu , adalah insan
yang tidak lagi melihat harapan baik apa Untuk mensosialisasikan UU PKDRT
pun bagi dirinya dan anak-anaknya tersebut, nampaknya masih mengalami
ditengah kehidupan. Kondisi ini ditandai kesulitan, antara lain disebabkan belum
oleh masyarakat kita yang makin miskin disiapkan sistem dan mekanisme
empati. Miskin empati berarti miskin penanganan korban. Akibatnya para
kepedulian, miskin pengertian dan miskin korban justru menjadi tersangka KDRT
penerimaan antarinsan (Susanto,2007). (Kompas,14/5). Disamping itu dengan
masih kentalnya budaya hegemoni yang
Yang kini merebak di tengah kehi- patriarkis di tengah-tengah masyarakat
dupan masyarakat kita adalah lawan dari Indonesia, juga merupakan suatu kendala
kepedulian antarinsan, yaitu tindakan dalam mensosialisasikan UU PKDRT.
yang mementingkan diri sendiri, bahkan Melalui perjuangan panjang dan
tindakan narsistis atau cinta diri berlebihan. semangat yang tinggi, di dukung oleh
yang mencuat gejala kehidupan mewah pemerintah, LSM, dan tokoh masyarakat,
di tengah hamparan masyarakat luas yang baik tokoh adat maupn tokoh agama,
miskin, dan tindakan menyalah-gunakan niscaya UU PKDRT akan dapat
kekuasaan di tengah hamparan rakyat menggeser budaya hegemoni yang
yang menderita. Kini juga merebak di patriarkis.
masyarakat kita lawan dari pengertian
antarinsan, berupa kecenderungan Agar lebih mudah menentukan
makin sedikit mendengar orang-orang alternatif pemecahan masalah KDRT,
lain, disertai hingar bingar kesukaan faktor-faktor penyebab yang memicu
berlebih untuk memamerkan dan terjadinya tindak kekerasan dalam rumah
menyombongkan diri sendiri. Juga tangga yang telah dianalisis di atas perlu
merebak di tengah masyarakat adalah ditapilkan dalam bentuk tabel sebagai
lawan dari penerimaan antarinsan, berikut.

52
Permasalahan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Alternatif Pemecahannya (Abu Hanifah)

TABEL 1 : FAKTOR PENYEBAB KDRT DAN DAMPAKNYA


NO Faktor Penyebab Dampak/Pengaruh
1 Ekonomi - Bingung
- Frustrasi
- Tertekan
- Stres
- Cepat tersinggung/mudah marah
- Perilaku tidak terkendali
2 Kultur Hegemoni yang - Ketimpangan gender
Patriarkis - Aspek historis dan budaya menempatkan
perempuan sebagai pihak yang ditundukkan
melalui hubungan kekuasaan bersifat
patriarkat, baik secara personal maupun
melalui pengaturan Negara.
- Budaya patriarkat diterima secara wajar baik
oleh pihak pemegang hegemoni maupun
pihak tersubordinasi.
3 Merosotnya Kepedulian - Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap
dan Solidaritas Sosial orang-orang miskin di sekitarnya.
- Kegiatan filantrofi belum terorganisir secara
baik.
4 Masyarakat Miskin Empati - Tindakan mementingkan diri sendiri
- Tindakan narsistis atau cinta diri yang
berlebihan
- Adanya perbedaan dan keragaman
- Tidak peduli orang lain
5 Belum Memasyarakatnya - UU PKDRT relatif baru dan belum banyak
UU PKDRT masyarakat yang mengetahuinya
- Belum disiapkan sistem dan mekanisme
penanganan korban
- Masih kentalnya budaya hegemoni yang
patriarkis.

IV. ALTERNATIF PEMECAHAN Terdapat beberapa teori atau pandangan


tentang feminis, yaitu: feminisme marxis;
MASALAH feminisme radikal; dan feminisme sosialis.
Mencermati tabel dan analisis faktor
penyebab yang memicu muncul atau terjadinya 1. Feminisme Marxis.
tindak kekerasan dalam rumah tangga, ternyata Aliran ini berpendapat bahwa
faktor ekonomi dan kultur hegemoni yang perempuan sebagai kelompok proletar
patriarkis merupakan faktor yang dominan yang tersegregasi dalam pasar kerja dan
penyebab terjadinya tindak kekerasan dalam berjuang melawan laki-laki sebagai
rumah tangga. Diantara dua faktor inilah yang kelompok borjuis yang menguasai akses
akan dipilih sebagai alternatif pemecahan dan kontrol atas sumber-sumber ekonomi
masalah KDRT. Untuk memilih faktor yang dan sosial dalam sebuah sistem kapitalis.
paling dominan diantara kedua faktor tersebut 2. Feminisme Radikal.
diperlukan dukungan teori dan hasil penelitian
lapangan. Ketertindasan perempuan lebih
dipengaruhi oleh aspek historis dan

53
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol 12, No. 03, 2007 : 45-56

budaya. Perempuan dilihat sebagai pihak pemecahan masalah KDRT ialah kita harus
yang ditundukkan atau didomestifikasi menghilangkan atau membongkar kultur
melalui hubungan kekuasaan yang hegemoni yang bersifat patriarkis yang masih
bersifat patriarkat, baik itu secara personal kental dalam kehidupan masyarakat.
maupun melalui pegaturan Negara.
Untuk membongkar akar masalah KDRT,
3. Feminisme Sosialis. yaitu kultur hegemoni yang patriarkis,
Perpaduan argumen feminis marxis dibutuhkan peran serta berbagai pihak, yaitu :
dan radikal, yaitu dengan menekankan pemerintah; LSM; dan tokoh masyarakat.
ketertindasan perempuan yang berlapis- 1. Peran Pemeritah.
lapis sebagai hasil hubungan kekuasaan
Pemerintah telah menunjukkan
antara kapitalis dan patriarkat.
proaktifnya untuk mendukung atau
Menggunakan kerangka teori feminisme memperjuangkan kesetaraan gender,
di atas, maka persoalan status sosial ekonomi seperti telah dibentuknya Meteri Negara
perempuan dalam kehidupan bermasyarakat Pemberdayaan Perempuan dan telah
dapat di analisis. Di arena rumah tangga, ibu disyahkannya Undang-Undang Nomor
rumah tangga lebih merupakan konsep ideal, 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
berkaitan dengan citra dan identitas seorang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU
isteri. Sedangkan di arena pasar kerja , ibu PKDRT). Namun pemerintah belum
rumah tangga, terkait dengan jenis pekerjaan meninjau kembali beberapa produk
yang di anggap tidak produktif sehingga hukum warisan Orde Baru, seperti Panca
mengantarkan perempuan ke dalam proses Dharma Wanita; PKK; Undang-Undang
segregasi dan domestifikasi. Hal itu berimplikasi Perkawinan. Oleh karena itu sejalan
pada rendahnya status sosial ekonomi dengan nafas perjuangan kesetaraan gen-
perempuan di bandingkan dengan laki-laki der dipandang perlu beberapa produk
dalam kehidupan masyarakat. hukum warisan Orde Baru di tinjau kembali
dan disesuaikan dengan tujuan kesetaraan
Berdasarkan hasil penelitian lapangan
gender. Disamping itu perlu juga dibentuk
yang dilaksanakan Rifka Annisa (1995, dalam
pengadilan khusus perempuan korban
Tamtiari, 2005 : 14-15) terbukti para isteri
tindak kekerasan.
(perempuan) yang mengalami kekerasan,
bersuami laki-laki yang berpendidikan SD 2. Peran Lembaga Swadaya Masyarakat.
sampai S2 dengan jenis pekerjaan mulai dari Berbagai Lembaga Swadaya
buruh,PNS, TNI/POLRI, Pegawai BUMN, dan Masyarakat yang peduli perempuan,
wiraswasta. Korban atau isteri adalah seorang seperti Perlindungan dan Pemberdayaan
yang bekerja maupun tidak bekerja , dengan Hak-hak Perempuan (P2H2P),LBH-APIK,
tingkat pendidikan yang beragam, termasuk
PIRAC, dan lain-lain, perlu menyusun dan
isteri dengan penghasilan yang lebih besar
melaksanakan program sosialisasi UU
daripada suami.
PKDRT, baik sosialisasi melalui media
Berdasarkan teori dan hasil penelitian di massa, media cetak, media elektronik,
atas, ternyata faktor ekonomi bukanlah faktor maupun sosialisasi langsung ke
yang paling utama penyebab terjadinya tindak masyarakat. Khusus sosialisasi langsung
kekerasan dalam rumah tangga, hal mana kemasyarakat hedaknya melibatkan tokoh
tindak kekerasan tidak hanya terjadi pada adat dan tokoh agama setempat.
rumah tangga yang kondisi ekonominya yang
memprihatinkan, namun dapat pula terjadi 3. Peran Tokoh Masyarakat.
pada rumah tangga yang kondisi ekonominya Peran tokoh agama dalam kaitannya
tergolong mampu. Berarti faktor kultur dengan sosialisasi UU PKDRT, memberi
hegemoni yang patriarkis sebagai penyebab ceramah-ceramah keagamaan yang
utama yang memicu terjadinya tindak kekeraan berasaskan “prophetic religion”, yaitu
dalam rumah tangga. Kultur hegemoni yang agama yang peduli kepada nasib
patriarkis ini dipandang sebagai akar masalah manusia dan berusaha membebaskannya
KDRT. Oleh karena itu sebagai solusi dari penderitaan hidup dengan meng-

54
Permasalahan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Alternatif Pemecahannya (Abu Hanifah)

hilangkan semua penyebabnya berupa V. KESIMPULAN


penindasan, ketidak adilan, diskriminasi,
dan lain-lain. Pada prinsipnya bahwa Dari uraian di atas, dapat disimpulkan
manusia diciptakan Tuhan adalah sama bahwa terjadinya tindak kekerasan dalam
dan tidak membedakan antara laki-laki rumah tangga disebabkan oleh bebagai faktor,
dan perempuan (setara). Sedangkan tokoh antara lain : ekonomi; kultur hegemoni yang
adat dapat membuat seperangkat patriarkis; merosotnya kepedulian dan
aturan yang disepakati bersama dan solidaritas sosial; masyarakat miskin empati;
diberlakukan untuk mendukung peng- dan belum memasyarakatnya UU PKDRT.
hapusan tindak kekerasan dalam rumah Setelah diadakan analisis faktor dan di dukung
tangga. oleh teori serta beberapa hasil penelitan
lapangan terdahulu, maka terpilihlah “kultur
Diharapkan dengan adanya kerja sama hegemoni yang patriarkis” sebagai akar
dari berbagai pihak, sosialisasi UU PKDRT masalah KDRT.
dapat dilaksanakan dengan baik dan berhasil
menggeser kultur hegemoni yang patriarkis. Untuk menghilangkan atau membongkar
akar masalah terjadinya KDRT diperlukan peran
serta dari berbagai pihak, yaitu pemerintah,
LSM, dan tokoh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Darwin,Muhadjir . 2006. “Solusi KTP : Dekonstruksi Kultur Hegemoni”, Kedaulatan Rakat, 19 Mei.
Darmaningtyas. 2007. ”Ibu dan 4 AnakTewas Meminum Racun”, Kompas, 12 Maret.
Hartinigsih, Maria & Pambudy, Ninuk Mardiana. 2007 .”Kewirausahaan Sosial Muhammad Yunus“,
Kompas, 12 Agustus.
Ilyas,Hamim . 2006. “Agama yang Membebaskan Perempuan dari Kekerasan”, Kedaulatan Rakyat,
19 Mei.
Kompas . 2007 . “Isteri Dianiaya Suami di Jalan Tol”, 14 Mei.
Kompas . 2007 . “Persentase KDRT 2003 – 2006 “, 10 September.
Nasir,M. 2007. “Korban KDRT Berjatuhan Siapa Peduli..?”,Kompas, 3 Juni.
Pramono Sidik dan Berindra Susie. 2007. “Separuh Jalan, Selamat Jalan”, Kompas, 17 Mei.
Putranti,Basilica Dyah. 2004 . Budaya, Negara, dan Status Sosial Ekonomi Perempuan : Sebuah Refleksi
Konsep Ibu Rumah Tangga,dalam “Dinamika Kependudukan dan Kebijakan”, Yogyakarta : Pusat
Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM.
Sarwono,Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Susanto,Limas . 2007 . “Masyarakat Miskin Empati”, Kompas, 23 Maret.
Soekanto,Soerjono. 1982 . Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Radar Jaya Offset
Suharto,Edi .2005 . Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung : Refika Aditama.
Qardhawi,Yusuf.1995. Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan. Jakarta : Gema Insan Press.
Sulistiati .(tanpa tahun). “Pemberdayaan Sosial Keluarga”, dalam : Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial,
SERI IT : 02. Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial R.I.
Sirait, Merdeka Arist . 2007. “Kekerasan Pada Anak Meningkat”, Kompas, 10 Agustus.

55
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol 12, No. 03, 2007 : 45-56

Tamtiari , Wini . 2005. Awig-Awig,Melindungi Perempuan dari Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Yogyakarta: Kerja sama Pusat Penelitian Kependudukan UGM dengan Ford Foundation.
Usman,Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady . 2006. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta : Bumi Aksara.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang “ Hak Asasi Manusia “, dalam : Himpunan Perundang-
Undangan Bidang Kesejahteraan Sosial. 2003. Jakarta : Biro Kepegawaian dan Hukum Departemen
Sosial R.I.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang “Perlindungan Anak “, dalam : Himpunan Perundang-
Undangan Bidang Kesejahteraan Sosial. 2003. Jakarta : Biro Kepegawaian dan Hukum Departemen
Sosial R.I.
Winarno,Endro,dkk. 2003. Pengkajian Profil Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Keluarga.
Yogyakarta : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, Badan
Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial R.I.

BIODATA PENULIS :
Abu Hanifah, Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial,
Departemen Sosial RI.

56

Anda mungkin juga menyukai