Anda di halaman 1dari 18

ATRESIANI DUKTUS HEPATYCUS

2.1  Definisi
Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau
obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan Rita
Yulianni, 2006)
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari duktus
biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan
hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut
menjadi hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland, 2006)
Atresia Bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/ saluran-saluran
yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini
merupakan kondisi kongenital, yang berarti terjadi saat kelahiran. (http://pilihsehat.tk/.2010)
Atresia bilier merupakan kegagalan perkembangan lumen pada korda epitel yang
akhirnya menjadi duktus biliaris, kegagalan ini bisa menyeluruh atau sebagian. ( Chandrasoma &
Taylor,2005)

2.2  Anatomi Fisiologi


Gambar : System Hepatic dan Bilier

a.      Anatomi Sistem Biliary


Hati terletak di belakang tulang-tulang iga (kosta) dalam rongga abdomen daerah kanan atas.
Hati memiliki berat sekitar 1500 gr, dan di bagi menjadi empat lobus. Setiap lobus hati
terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang ke dalam lobus itu sendiri dan
membagi massa hati menjadi unit-unit yang lebih kecil, yang disebut lobulus.
Sirkulasi darah ke dalam dan ke luar hati sangat penting dalam penyelenggaran fungsi
hati.
Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak di antara lobulus hati. Kanalikulus
menerima hasil sekresi dari hepatosit yang membawanya ke saluran empedu yang lebih besar
yang akhirnya akan membentuk duktus hepatikus. Duktus hepatikus dari hati dan duktus sistikus
dari kandung empedu bergabung untuk membentuk duktus koledokus (commom bile duct) yang
akan mengosongkan isinya ke dalam intestinum. Aliran empedu ke dalam intestinum di
kendalikan oleh sfingter Oddi yang terletak pada tempat sambungan (junction) di mana duktus
koledokus memasuki duodenum.
Kandung empedu (vesika felea), yang merupakan organ berbentuk sebuah pear, berongga
dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm, terletak dalam suatu cekungan yang
dangkal pada permukaan inferior hati dimana organ tersebut terikat pada hati oleh jaringan ikat
yang longgar. Kapasitas kandung empedu 30-50ml empedu. Dindingnya terutama tersusun dari
otot polos. Kandung empedu dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus sistikus.
a)      Kandung Empedu
Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pear, memiliki panjang 7-10 cm
dengan kapasitas 30-50 ml namun saat terdistensi dapat mencapai 300 ml. Kandung empedu
berlokasi di sebuah lekukan pada permukaaan bawah hepar yang secara anatomi membagi hepar
menjadi lobus kanan dan lobus kiri. Kandung empedu dibagi menjadi 4 area secara anatomi yaitu
fundus, leher, corpus, dan infundibulum. Fundus berbentuk bulat dan ujungnya 1-2 cm melebihi
batas hepar, strukturnya kebanyakan berupa otot polos, kontras dengan korpus yang kebanyakan
terdiri dari jaringan elastis. Leher biasanya membentuk sebuah lengkungan, yang mencembung
dan membesar membentuk Hartmann’s pouch.
Kandung empedu terdiri dari epitel silindris yang mengandung kolesterol dan tetesan lemak.
Mukus disekresi ke dalam kandung empedu dalam kelenjar tubuloalveolar yang ditemukan
dalam mukosa infundibulum dan leher kandung empedu, tetapi tidak pada fundus dan korpus.
Epitel yang berada sepanjang kandung empedu ditunjang oleh lamina propria. Lapisan ototnya
adalah serat longitudinal sirkuler dan oblik, tetapi tanpa lapisan yang berkembang sempurna.
Perimuskular subserosa mengandung jaringan penyambung, saraf, pembuluh darah, limfe dan
adiposa. Kandung empedu ditutupi oleh lapisan serosa kecuali bagian kandung empedu yang
menempel pada hepar. Kandung empedu dibedakan secara histologis dari organ-organ
gastrointestinal lainnya dari lapisan muskularis mukosa dan submukosa yang sedikit.
Arteri sistika yang mensuplai kandung empedu biasanya berasal dari cabang arteri hepatika
kanan. Lokasi Arteri sistika dapat bervariasi namun hampir selalu di temukan di segitiga
hepatosistica, yaitu area yang dibatasi oleh Ductus sistikus, Ductus hepaticus komunis dan batas
hepar (segitiga Calot). Ketika arteri sistika mencapai bagian leher dari kandung empedu, akan
terbagi menjadi anterior dan posterior. Aliran vena akan melalui vena kecil dan akan langsung
memasuki hepar, atau lebih jarang akan menuju vena besar sistika menuju vena porta. Aliran
limfe kandung empedu akan menuju kelenjar limfe pada bagian leher.
Persarafan kandung empedu berasal dari nervus vagus dan dari cabang simpatis melewati
pleksus celiaca. Tingkat preganglionik simpatisnya adalah T8 dan T9. Rangsang dari hepar,
kandung empedu, dan duktus biliaris akan menuju serat aferen simpatis melewati nervus
splanchnic memediasi nyeri kolik bilier. Cabang hepatik dari nervus vagus memberikan serat
kolinergik pada kandung empedu, duktus biliaris dan hepar.
b)      Pembentukan empedu
Empedu dibentuk secara terus menerus oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam kanalikulus serta
saluran empedu. Empedu terutama tersusun dari air dan elektrolit, seperti natrium, kalium,
kalsium, klorida serta bikarbonat, dan juga mengandung dalam jumlah yang berati beberapa
substansi seperti lesitin, kolesterol, billirubin serta garam-garam empedu. Empedu dikumpulkan
dan disimpan dalam kandung empedu untuk kemudian dialirkan ke dalam intestinum bila
diperlukan bagi pencernaan. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan
sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu.
Garam-garam empedu disintesis oleh hepatosit dari kolesterol. Setelah terjadi konjugasi atau
pengikatan dengan asam-asam amino (taurin dan glisin), garam empedu diekskresikan ke dalam
empedu. Bersama dengan kolesterol dan lesitin, garam empedu diperlukan untuk emulsifikasi
lemak dalam intestinum. Proses ini sangat penting untuk proses pencernaan dan penyerapan yang
efisien. Kemudian garam empedu akan diserap kembali, terutama dalam ileum distal, ke dalam
darah portal untuk kembali ke hati dan sekali lagi diekskresikan ke dalam empedu. Lintasan
hepatosit empedu intestinum dan kembali lagi kepada hepatosit dinamakan sirkulasi
enterohepatik. Akibat adanya sirkulasi enterohepatik, maka dari seluruh garam empedu yang
masuk ke dalam intestinum, hanya sebagian kecil yang akan diekskresikan ke dalam feses.
Keadaan ini menurunkan kebutuhan terhadap sintesis aktif garam empedu oleh sel-sel hati.
c)      Ekskresi Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh sel-sel pada sistem
retikuloendotelial yang mencakup se-sel Kupffer dari hati. Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari
dalam darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya lewat konjugasi menjadi asam glukoronat
yang membuat bilirubin lebih dapat larut di dalam larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi
diekskresikan oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu di dekatnya dan akhirnya dibawa
dalm empedu ke duodenum.
Dalam usus halus, bilirubin dikonversikan menjadi urobilinogen yang sebagian akan
diekskresikan ke dalam feses dan sebagian lagi diabsorbsi lewat mukosa intestinal ke dalam
daerah portal. Sebagian besar dari urobilinogen yang diserap kembali ini dikeluarkan oleh
hepatosit dan diekskresikan sekali lagi ke dalam empedu (sirkulasi enterehepatik). Sebagian
urobilinogen memasuki sirkulasi sistemik dan diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin. Eliminasi
bilirubin dalam empedu menggambarkan jalur utama ekskresi bagi senyawa ini.
Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati, bila aliran
empedu terhalang (yaitu, oleh batu empedu dalam saluran empedu) atau bila terjadi
penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin
tidak memasuki intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin.
d)     Fungsi Kandung Empedu
Kandung empedu berfungsi sebagai depot penyimpanan bagi empedu. Di antara saat-saat makan,
ketika sfingter Oddi tertutup, empedu yang diproduksi oleh hepatosit akan memasuki kandung
empedu. Selama penyimpanan, sebagian besar air dalam empedu diserap melalui dinding
kandung empedu sehingga empedu dalam kandung empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali
dari konsentrasi saat diekskresikan pertama kalinya oleh hati. Ketika makanan masuk ke dalam
duodenum akan terjadi kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi yang
memungkinkan empedu mengalir masuk ke dalam intestinum. Respon ini diantarai oleh sekresi
hormon kolesitokinin-pankreozimin (CCK-PZ) dari dinding usus.
b.      Sistem Bilier terbagi atas :
1)      Intrahepatik
Sistem biliaris Intrahepatik terdiri atas kanalikuli biliaris dan duktuli biliaris intralobular. Duktus
biliaris intrahepatik terdiri atas sel kuboid atau sel epitel kolumnar. Bersama dengan bertambahnya
jaringan konektif fibroelastis di sekitar epitel, maka duktus semakin besar. Duktus yang terbesar
mempunyai otot polos pada dindingnya. Kanalikuli biliaris sebenarnya bukan merupakan suatu duktus
melainkan suatu dilatasi ruang interseluler antara hepatosit yang berdekatan. Diameter lumen kanalikuli
ini rata-rata 0,7 mm.
2)      Ekstrahepatik
Sistem biliaris ekstrahepatik merupakan suatu saluran yang berada di dalam ligamentum
hepatoduodenale dan secara histologis terdiri atas sel epitel kolumnar tinggi yang mensekresi mukus,
selain itu juga terdapat jaringan konektif di bawah epitel yang terdiri atas sejumlah serabut elastis,
kelenjar mukus, pembuluh darah dan saraf. Sistem biliaris extrahepatik terdiri dari Ductus hepaticus
kanan dan kiri, Ductus hepaticus komunis, Ductus systicus dan Ductus koledokus, Ampula vateri dan
Sfingter Oddi.

a)    Duktus Hepatikus Kiri dan Kanan


Duktus hepatikus kiri dan kanan muncul pada porta hepatika dari kanan dan kiri lobus hepar dan
berbentuk huruf V. Panjang dari duktus hepatis kiri dan kanan bervariasi antara 0,5-2,5 cm. Biasanya
duktus hepatis kiri lebih panjang dari kanan dan lebih mudah dilatasi bila terjadi obstruksi di bagian distal.
b)    Duktus Hepatikus Komunis
Duktus Hepatikus komunis merupakan gabungan antara duktus hepatikus kiri dan kanan dengan
panjang sekitar 4 cm. Pada 95 % kasus, gabungan ini berada di luar hepar, tepat di bawah dari porta
hepatis. Pada 5% kasus, bergabung di dalam hepar.
c)    Duktus sistikus
Duktus sistikus timbul di bagian leher vesika fellea dan bergabung dengan duktus hepatika
komunis. Panjang duktus sistikus bervariasi antara 0,5-0,8 cm dengan diameter rata-rata 1-3 mm. Dalam
duktus sistikus, mukosa membentuk 5-10 lipatan seperti bulan sabit yang dikenal sebagai spiral valves of
Heister. Valvula ini berfungsi untuk menahan distensi yang berlebihan atau kolaps dari vesika fellea
dengan mengubah tekanan dalam duktus sistikus dan berfungsi dalam menghambat masuknya batu
empedu ke dalam duktus koledokus.
d)    Duktus Koledokus
Duktus koledokus terbentuk dari gabungan duktus sistikus dengan duktus hepatikus komunis.
Panjang duktus ini sekitar 7,5 cm, namun juga dapat bervariasi tergantung dari panjang duktus sistikus
dan duktus hepatikus komunis dengan diameter sekitar 6 mm. Duktus koledokus dibagi dalam 4
segmen : supraduodenal, retroduodenal, pankreatika dan intraduodenal. Segmen supraduodenal
mempunyai panjang 2,5 cm dan berada di batas kanan dari ligamentum hepatoduodenal, yaitu pada
bagian anterior dari vena porta dan sebelah kanan dari arteri hepatika komunis ascendens. Segmen
retroduodenal berada di posterior dari bagian pertama duodenum dengan panjang sekitar 2,5 - 4 cm.
Segmen ini berjalan sepanjang permukaan inferior duodenum, kemudian berpindah dari kanan ke kiri dan
berada tepat di kanan dari arteri gastroduodenal.  Segmen pankreatika dari duktus koledokus memanjang
dari batas bawah dari bagian awal duodenum ke dinding posteromedial dari bagian kedua duodenum,
dimana duktus masuk ke dalam dinding duodenum. Segmen intraduodenal mempunyai panjang 2 cm
dan berjalan miring sepanjang dinding duodenum bersama dengan duktus pankreatikus.
e)    Ampula vateri
Ampula vateri terbentuk dari pertemuan antara duktus koledokus dengan duktus pankreatikus.
Panjang ampula ini bervariasi, ditemukan panjangnya lebih dari 2 mm pada 46 % kasus, sedangkan
kurang dari 2 mm pada 32 % kasus dan tidak ada pertemuan antara duktus pankreatika dengan duktus
koledokus pada 29 % kasus.
f)     Sphingter Oddi
Pada segmen intraduodenal dari duktus koledokus dan ampula dikelilingi oleh lapisan serabut
otot polos yang dikenal sebagai Sphingter of Oddi. Sfingter ini merupakan kelompok serabut otot yang
berada pada dinding duktus koledokus. Pengaturan dari aliran empedu utamanya dikontrol oleh sfingter
ini dan terjadi relaksasi sfingter akibat stimulasi kolesistokinin dan  parasimpatis.

c.       Sistem Vaskularisasi


Duktus biliaris ekstrahepatik mendapat vaskularisasi dari beberapa tempat, diantaranya; Duktus
hepatis dan segmen supraduodenal dari duktus koledokus mendapat aliran darah dari cabang kecil arteri
sistikus. Bagian retroduodenal dari duktus koledokus disuplai oleh cabang retroduodenal dan
posterosuperior dari arteri pankreatikoduodenal. Segmen pankreatika dan intraduodenal divaskularisasi
oleh arteri pankreatikoduodenal bagian anterior dan posterosuperior.

2.     Etiologi
         Belum diketahui secara pasti
         Kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine (Rubela, Torch)

2.4     Patofisiologi
Penyebabnya sebenarnya atresia bilier tidak diketahui sekalipun mekanisme imun atau
viral injurio bertanggung jawab atas progresif yang menimbulkan obstruksi saluran empedu.
Berbagai laporan menunjukkan bahwa atresia bilier tidak terlihat pada janin, bayi yang baru lahir
(Halamek dan Stefien Soen, 1997). Keadaan ini menunjukan bahwa atresia bilier terjadi pada
akhir kehamilan atau pada periode perinatal dan bermanisfestasi dalam waktu beberapa minggu
sesudah dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif dengan menimbulkan obstruksi dan fibrosis
pada saluran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik (Wong, 2008).
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal
empedu keluar hati, kantung empedu dan usus akhirnya akan menyebabkan peradangan, edema,
degenerasi hati, bahkan hati menjadi fibrosis dan sirosis.
Obstruksi melibatkan dua duktus hepatic yaitu duktus biliaris yang menimbulkan ikterus dan
duktus didalam lobus hati yang meningkatkan ekskresi bilirubin. Obstruksi yang terjadi
mencegah terjadi bilirubin ke dalam usus menimbulkan tinja berwarna pucat seperti kapur.
Obstruksi bilier menyebabkan akumulasi garam empedu di dalam darah sehingga
menimbulkan gejala pruritus pada kulit. Karena tidak adanya empedu dalam usus, lemak dan
vitamin A, D, E, K tidak dapat di absorbsi sehingga mengalami kekurangan vitamin yang
menyebabkan gagal tumbuh pada anak (Parakrama, 2005).

2.5  Klasifikasi Atresia Billier


Menurut anatomis atresia billier ada 3 tipe:
  Tipe I Atresia sebagian atau totalis yang disebut duktus hepatikus komunis, segmen proksimal
paten
  Tipe IIa Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus billiaris komunis, duktus sistikus, dan
kandung empedu semuanya)
  Tipe IIb Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung
empedu normal
  Tipe III Obliterasi pada semua system duktus billier ekstrahepatik sampai ke hilus

Tipe I dan II merupakan jenis atresia yang dapat di operasi (correctable) sedangkan tipe III
adalah bentuk atresia yang tidak dapat di operasi (non correctable), bila telah terjadi sirosis maka
dilakukan transpalantasi hati.

2.6        Manifestasi Klinis


1.      Warna tinja pucat, terhambatnya aliran empedu untuk mengakut garam empedu yang diperlukan
untuk mencerna lemak dalam usus halus dimana fungsi empedu adalah mengekresikan bilirubin
dan membantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam empedu
2.      Asites
3.      Spenomegali
4.      Distensi abdomen
5.      Hepatomegali
6.      Pruritus, akibatnya adanya obstruksi pada saluran empedu maka terjadi resistensi garam empedu
7.      Jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan (kenaikan kadar bilirubin berlangsung cepat > 5 mg/dl
dalam 24 jam, kadar bilirubin serum > 12 mg/dl pada bayi cukup bulan serta > 15 mg/dl pada
bayi premature pada minggu pertama kehidupan), karena obtruksi pengaliran getah empedu
dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas yaitu getah empedu tidak dibawa ke
duodenum tapi di serap oleh darah dan penyerapan empedu ini akan menyebabkan kulit dan
membrane mukosa berwarna kuning
8.      Letargi
9.      Urine berwarna gelap, sebagian urobilinogen memasuki sirkulasi sistemik dan di ekresikan
ginjal ke dalam urine pada obstruksi saluran empedu bilirubin tidak memasuki intestinum
sehingga urobilinogen tidak terdapat dalam urine
10.  Bayi tidak mau minum dan lemah
11.  Mual mun

2.7     Penatalaksanaan
1.   Medik
a)      Terapi medikamentosa yang bertujuan untuk:
         Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu dengan
memberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis peroral misal : luminal
         Melindungi hati dari zat dari zat toksik dengan memberikan asam ursodeoksikolat 310
mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis peroral misal : urdafalk
b)      Terapi nutrisi yang bertujuan untuk memungkinkan anak untuk bertumbuh dan berkembang
seoptimal mungkin yaitu:
         Pemberian makanan yang mengandung middle chain triglycerides(MCT) untuk mengatasi
malabsorpsi lemak. Contoh : susu pregestinil dan pepti yunior
         Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak.
         Dan pembedahan itu untuk menghasilkan drainase getah empedu yang efektif harus
dilaksanakan dalam periode 2 hingga 3 bulan sesudah lahir agar kerusakan hati yang progresif
dapat dikurangi.
c)      Terapi Bedah
Setelah diagnosis atresia bilier ditegakkan maka segera dilakukan intervensi bedah
Portoenterostomi terhadap atresia bilier yang Correktable yaitu tipe I dan II. Pada atresia bilier
yang Non Correktable terlebih dahulu dilakukan laparatomi eksplorasi untuk menentukan potensi
duktus bilier yang ada di daerah hilus hati dengan bantuan Frozen section. Bila masih ada duktus
bilier yang paten maka dilakukan operasi kasai. Tetapi meskipun tidak ada duktus bilier yang
paten tetap dikerjakan operasi kasai dengan tujuan untuk menyelamatkan penderita (tujuan
jangka pendek) dan bila mungkin untuk persiapan transplantasi hati (tujuan jangka panjang).
Pembedahan itu untuk menghasilkan drainase getah empedu yang efektif harus dilaksanakan
dalam periode 2 hingga 3 bulan sesudah lahir agar kerusakan hati yang progresif dapat dikurangi.
d)     Pemeriksaan diagnostik
         Darah lengkap dan fungsi hati
Pada pemeriksaan laboratorium ini menunjukkan adanya hiperbilirubinemia direk, serta
peningkatan kadar serum transaminase, fosfatase alkali, dan gamma glutamil transpeptidase yang
dapat membantu diagnosis atresia bilier pada tahap awal.
         Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami ikterus, tetapi urobilin
dalam urine negative, hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total.
         Pemeriksaan feces
Warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja/stercobilin dalam tinja berkurang
karena adanya sumbatan.
         Biopsi hati
Untuk mengetahui seberapa besar sumbatan dari hati yang dilakukan dengan pengambilan
jaringan hati.
         USG abdomen
Menunjukkan kandung empedu yang kecil atau tidak sama sekali, adanya tanda Triangular cord
sangat sensitive menunjukkan adanya atresia bilier.

2.      Keperawatan
Terdapat beberapa intervensi keperawatan yang penting bagi anak yang menderita atresia
bilier. Penyuluhan yang meliputi semua aspek rencana penanganan dan dasar pemikiran bagi
tindakan yang akan dilakukan harus disampaikan kepada anggota keluarga pasien. Segera
pembedahan portoenterestomi asuhan keperawatannya serupa dengan yang dilakukan pada setiap
pembedahan abdomen yang berat. Penyuluhan yang diberikan meliputi pemberian obat dan
terapi gizi yang benar termasuk penggunaan formula khusus, suplemen vitamin serta mineral,
terapi nutrisi enteral atau parenteral. Pruritus menjadi persoalan signifikan namun dapat
dikurangi dengan obat atau tindakan seperti mandi rendam dan memotong kuku jari tangan.
Anak-anak dan keluarga memerlukan dukungan psikososial khusus. Prognosis yang tidak
pasti, gangguan rasa nyaman, dan penantian untuk tranpalantasi dapat menimbulkan stress yang
cukup besar. Perawatan yang lama di rumah sakit, terapi farmakologis dan nutrisi dapat
membawa beban financial yang besar pada keluarga.

2.8  Komplikasi
         Cirosis
Terjadi akibat obstuksi beliar yang kronis dan infeksi ( konlongitis ) dan berakibat terjadinya
jaringan parut disekitar hati dan empedu
         Gagal Hati
Gangguan fungsi hati yang tampak adalah terjadinya pruritus akibat retensi garam- garam
empedu
         Gagal tumbuh
Penurunan imunitas serta penyerapan nutrisi penting serta tingginya motebolisme pada atresia
mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak
         Hipertensi Portal
Aliran darah yang melewati hati terganggu ( rusak ) meningkatkan tekanan darah yang melewati
vena vortal , diikuti oleh penumpukan cairan dirongga abdomen mengakibatkan volume
intravena menurun dan ginjal melepas renin yang meningkatkan skeresi hormon aldesteron oleh
kelenjar adrenal yang selanjutnya membuat ginjal menahan natriun dan air dalam upaya unruk
menggembalikan volume intravaskuler dalam keadaan normal.
         Varisis Esofagus
Berkaitan dengan peningkatan vena portal darah dari taraktus intestinal dan limpa akan mencari
jalan keluar melalui sirkulasi kolateral (lintasan baru untuk kembali keatrium kanan) akibat
peningkatan tekanan khususnya dalam pembuluh darah pada lapisan sub mukosa esophagus
bagian bawah dan lambung bagian atas, pembuluh pembuluh kolateral ini tidak begitu elastic 9
rapuh dan mudah mengalami perdarahan.

2.9  Prognosis
Artesia biliear yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan sisrosis progresif dan
kematian pada sebagian besar anak usia dua tahun. Prosedur kasai benar-benar dapat
memperbaiki prognosis namun bukan tindakaan yang menyembuhkan. Kerap kali drainase getah
empedu dapat dicapai jika pembedahan dilakukaan sebelum saluran empedu intrahepatik
mengalami kerusakan yang biasanya terjadi pada usia 8 tahun.
Bila oprasi dilakukan pada usia kurang dari 8 minggu maka angka keberhasilannya 71-
86%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia lebih dari 8 minggu maka angka
keberhasilanya hanya 34-43,6 %.
Bila operasi kasai dilakukan pada usia 1-60 hari, 61-70 hari, 71-90 hari, dan lebih dari 90
hari maka masing-masing akan emberikan keberhasilan hidup sebesar 73%, 35%,23%, dan 11%.
Sedangkan bila operasi tidak dilakukan maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10 %, dan
meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Jadi factor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi
adalah usia saat dilakukan operasi lebih dari 60 hari. ( Wong, Donna L.2008)
 

ASUHAN KEPERAWATAN

1.1        PENGKAJIAN
a.       Biodata : Usia bayi, jenis kelamin
b.      Keluhan utama : jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan
c.       Riwayat penyakit dahulu : apakah ibu pernah terinfeksi virus seperti rubella
d.      Riwayat penyakit sekarang : jaundice, tinja warna pucat, distensi abdomen, hepatomegali,
lemah, pruritus, bayi tidak mau minum, letargi
e.       Pemeriksaan Fisik
1.      BI : sesak nafas, RR meningkat
2.      B2: takikardi, berkeringat, kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K)
3.      B3: gelisah atau rewel
4.      B4: urine warna gelap dan pekat
5.      B5: distensi abdomen, kaku pada kuadran kanan, asites, feses warna pucat, anoreksia, mual,
muntah, regurgitasi berulang, berat badan menurun, lingkar perut 52 cm
6.      B6: ikterik pada sclera kulit dan membrane mukosa, kulit berkeringat dan gatal(pruritus), oedem
perifer, kerusakan kulit, otot lemah
f.       Pemeriksaan Penunjang
1.      Laboratorium
  Bilirubin direk dalam serum meninggi
  nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl
  Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu yang
luas
  Tidak ada urobilinogen dalam urine
  Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-20 kali lipat nilai
normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigiliserol)
2.      Pemeriksaan diagnostik
  USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab kolestasis ekstra hepatic (dapat berupa
dilatasi kristik saluran empedu)
  Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan duodenum di aspirasi. Jika tidak
ditemukan cairan empedu dapat berarti atresia empedu terjadi
  Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati memproduksi empedu dan
mengekskresikan ke saluran empedu sampai tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan
empedu di duodenum, maka dapat berarti terjadi katresia intra hepatik
  Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung empedu
mengecil karena kolaps. 75% penderita tidak ditemukan lumen yang jelas
1.2        Diagnosa Keperawatan
1.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan absorbsi nutrient yang buruk, mual muntah
2.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual muntah
3.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan dtandai
dengan adanya pruritus
4.      Risiko perubahan pertumbuhan dan perkembangan (gagal tumbuh) berhubungan dengan
penyakit kronis
5.      Risiko ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen

1.3        Intervensi Keperawatan

D Tujuan Tindakan Rasional


X
I Bayi akan   Memantau asupan dan
mempertahankan   Memungkinan evaluasi
keseimbangan cairan dan elektrolit cairan bayi keseimbangan cairan
yang ditandai dengan pengisian perjam(cairan infuse, bayi dan tindakan lebih
kembali dengan kapiler kurang dari 3 susu per NGT, atau lanjut
detik, turgor kulit baik, produksi urine jumlah ASI yang
1-2ml/kgBB/jam diberikan, (timbang
  Mengetahui kadar PH
popok)
feces untuk menentukan

  Periksa feses tiap hari absorbsi lemak dan


karbohidrat bayi. (PH
normal 7-7,5)

  Untuk mendeteksi asites

  Tanda dehidrasi
  Memantau lingkar perut
mengindikasikan
bayi setiap hari
intervensi segera dalam
mengatasai kekurangan
  Observasi tanda-tanda
cairan pada bayi
dehidrasi (oliguria,
kuilt kering, turgor
 
kulit buruk, ubun-ubun Mengevaluasi

dan mata cekung keseimbangan dan


elektrolit
  Kolaborasi untuk
pemeriksaan elektrolit,
kadar protein total,
albumin, nitrogen urea
darah dan kreatinin
serta darah lengkap
II   Ukur masukan diet
Bayi akan menunjukkan peningkatan   Memberikan informasi
berat badan progresif mencapai tujuan harian (MCT) tentang kebutuhan
dengan nilai laboratorium normal pemasukan/defisiensi

  Mungkin sulit untuk


menggunakan berat
  Timbang sesuai
badan sebagai indicator
indikasi. Bandingkan
langsung status nutrisi
perubahan status
karena ada gambaran
cairan, riwatyat berat
edema/asites
badan

  Pasien cenderung
mengalami
luka/perdarahan gusi
  Berikan perawatan dan rasa tak enak pada
mulut sering mulut dimana
menambah anoreksia

  Mencegah kulit kering


berlebihan dan
memberikan penghilang
rasa gatal
III
Bayi akan mempertahankan
kelembapan kulit yang   Mandikan dengan air
ditandai
 
dengan kulit tidak kering, tidak ada hangat sehari dua kali Kelembapan

pruritus, jaringan kulit utuh dan bebas dan di olesi baby meningkatkan pruritus
lecet cream dan resiko kerusakan
kulit

  Pertahankan  
sprei Pengubahan posisi

kering dan bersih menurunkan tekanan


pada jaringan dan untuk
memperbaiki sirkulasi

  Rubah posisi tidur


  Mencegah dari cidera
sesuai jadwal tambahan pada kulit
khususnya bila tidur

  Antihistamin dapat
mengurangi rasa gatal

  Gunting kuku jari


hingga pendek, berikan
sarung tangan bila
memungkinkan

  Berikan obat sesuai


indikasi (antihistamin)
IV   Berikan stimulus pada
Bayi akan bertumbuh dan berkembang   Stimulasi bayi yang
secara normal yang ditandai dengan bayi yang menekankan terencana membantu
mencapai tahap pertumbuhan dan pencapaian tahap-tahap penting
perkembangan yang sesuai keterampilan motorik dalam perkembangan
kasar dan membantu orangtua
memiliki ikatan dengan
bayi
  Dapat menghilangkan
stress pada orangtua
  Jelaskan pada orangtua
yang menghadapi
bahwa bayi mereka
masalah dan
dapat saja tidak
memberikan informasi
mencapai tahap-tahap
penting tentang cara-
penting perkembangan
cara menstimulasi
dengan kecepatan yang
perkembangan
sama seperti pada bayi
sehat   Mengelompokkan
intervensi
memungkinkan bayi
  Sedapat mungkin
beristirahat tanpa
lakukan intervensi
gangguan, istirahat
secara berkelompok
diperlukan untuk tahap
tumbuh kembang bayi
V  
Bayi akan mempertahankan pola nafas Awasi frekuensi, Pernafasan dangkal,
efektif, bebas dispneu dan sianosis, kedalaman, dan upaya cepat/dispneu mungkin
dengan nilai GDA dan kapasitas vital pernafasan ada hubungan hipoksia
dalam rentang normal atau akumulasi cairan
dalam abdomen

 Menunjukan terjadinya
komplikasi (contoh

  Auskultasi bunyi nafas adanya bunyi tambahan


krekles, mengi dan menunjukan akumulasi
ronchi cairan/sekresi)
meningkatkan resiko
infeksi
 Perubahan mental dapat
menunjukkan hipoksia
dan gagal nafas

  Observasi perubahan Memudahkan


tingkat kesadaran pernafasan dengan
menurunkan tekanan
pada diagfragma
  Berikan posisi kepala
bayi lebih tinggi
 Untuk mencegah
hipoksia

  Mengetahui perubahan
  Berikan tambahan O2
status pernafasan dan
sesuai indikasi
terjadinya komplikasi

  Kolaborasi untuk paru


pemeriksaan GDA

5.1        KESIMPULAN

Atresia billier merupakan obliterasi atau hipoflasi satu komponen atau lebih dari duktus
biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan
hati yang bervariasi dari stasis empedu sampai sirosis billliaris dengan spenomegali bila berlanjut
menjadi hipertensi porta.
Tujuan dari pengobatan atresia billier adalah untuk membuat suatu lintasan bagi empedu
bila tidak dilakukan penatalaksanaan secara memadai maka prognosis akan buruk dan kematian
akan terjadi dalam 2 tahun kehidupan.
Perawatan pra bedah dan pasca bedah dilakukan sesuai dengan jenis pada umumnya. Hal
penting lain adalah dukungan bagi orangtua. Orangtua harus mendapat penjelasan secara detail
dengan bahasa yang mudah dipahami oleh mereka, serta diberikan dorongan unutk menangani
dan merawat anak karena prognosis sering kali buruk maka mereka juga memerlukan dukungan
emosional yang besar.
5.2        SARAN

Kita sebagai perawat sebaiknya dapat memahami dan mengaplikasikan segala sesuatu yang
terjadi tentang penyakit Atresia Bilier yang telah dibahas pada makalah ini agar dapat tercipta
perawat yang profesional dalam menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Jakarta : EGC
DSA Gulton, Eric. 1994. Ikhtisar Penyakit Anak jilid I. Jakarta : Binarupa Aksara
Ringoringo, Parlin. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:
RS Dr. Cipto Mangunkusumo
R. Taylor, Clive dan Candrasuma Parakrama. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi Edisi 2. Jakarta :
EGC
Suddarth dan Brunner. 2001. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC
Suriadi dan Yulianni Rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta : Penebar Swadaya
Sodikin. 2007. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistim Gastrointestinal Dan Hepatobilier. Salemba
Medika
-----, 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Edisi 6 Volume 2, Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.

Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.

Anda mungkin juga menyukai