Histbrung Dan Askep Pada Anak
Histbrung Dan Askep Pada Anak
A. Definisi
Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan
gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter internal ke arah proksimal
dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit
hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada
semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus.
Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon.
Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai
persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai
dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka
terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga
usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena
berbeda-beda untuk setiap individu.
B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari
pleksus Auerbach di kolon. Sebagian besar segmen yang aganglionik
mengenai rectum dan bagian bawah kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi
serta distensi yang berlebihan pada kolon. Diduga terjadi karena faktor
genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom,
kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
C. Epidemiologi
Insidensi penyakit Hisprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1
diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200
juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan
lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Menurut catatan Swenson,
81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki. Sedangkan Richardson
dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini
(ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan kongenital
dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, namun hanya
2 kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni Down
Syndrome (5-10 %) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya
fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti refluks
vesikoureter,hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3
kasus).
D. Patofisiologi Penyakit Hisprung
Istilah congenital agang lionic Mega Colon menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub
mukosa kolon distal. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum
dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong (peristaltik)
dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat
berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang
menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran
cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon.
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah
tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal
terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian
Colon tersebut melebar.
E. KLASIFIKASI HISPRUNG
Dua kelompok besar, yaitu :
1. Tipe kolon spastik
Biasanya dipicu oleh makanan, menyebabkan konstipasi berkala
(konstipasi periodik) atau diare disertai nyeri. Kadang konstipasi silih
berganti dengan diare. Sering tampak lendir pada tinjanya. Nyeri bisa
berupa serangan nyeri tumpul atau kram, biasanya di perut sebelah bawah.
Perut terasa kembung, mual, sakit kepala, lemas, depresi, kecemasan dan
sulit untuk berkonsentrasi. Buang air besar sering meringankan gejala-
gejalanya.
2. Tipe yang kedua menyebabkan diare tanpa rasa nyeri dan konstipasi
yang relatif tanpa rasa nyeri. Diare mulai secara tiba-tiba dan tidak dapat
ditahan. Yang khas adalah diare timbul segera setelah makan. Beberapa
penderita mengalami perut kembung dan konstipasi dengan disertai
sedikit nyeri.
Menurut letak segmen aganglionik maka penyakit ini dibagi dalam :
1. Megakolon kongenital segmen pendek: Bila segmen aganglionik
meliputi rektum sampai sigmoid (70-80%)
2. Megakolon kongenital segmen panjang: Bila segmen aganglionik lebih
tinggi dari sigmoid (20%)
F. MANIFESTASI HISPRUNG
Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan
usia gejala klinis mulai terlihat :
Periode Neonatal
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium
yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran
mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda
klinis yang signifikan. Swenson (1973) mencatat angka 94% dari
pengamatan terhadap 501 kasus, sedangkan Kartono mencatat angka
93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir.
Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala
mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan
ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini,
yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia
2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya
berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai
demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan
manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah
dilakukan kolostomi.
Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi
kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan
peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok
dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid
dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur,
sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi. Kasus yang
lebih ringan mungkin baru akan terdiagnosis di kemudian hari.
Pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun):
1. Tidak dapat meningkatkan berat badan
2. Konstipasi (sembelit)
3. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
4. Diare cair yang keluar seperti disemprot
5. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan
dianggap sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.
G. KOMPLIKASI HISPRUNG
1. Kebocoran Anastomose
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan
yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi (pembentukan
pembuluh abnormal atau berlebihan) yang tidak adekuat pada kedua tepi
sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma
colok dubur atau businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan
tidak hati-hati.
Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini beragam.
Kebocoran anastomosis ringan menimbulkan gejala peningkatan suhu
tubuh, terdapat infiltrat atau abses rongga pelvik, kebocoran berat dapat
terjadi demam tinggi, pelvioperitonitis atau peritonitis umum , sepsis dan
kematian. Apabila dijumpai tanda-tanda dini kebocoran, segera dibuat
kolostomi di segmen proksimal.
2. Stenosis (penyempitan)
Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh gangguan
penyembuhan luka di daerah anastomose, infeksi yang menyebabkan
terbentuknya jaringan fibrosis, serta prosedur bedah yang dipergunakan.
Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi prosedur Swenson atau
Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat prosedur Duhamel
sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik dan penunjang.
Anamnesis
Pada neonatus :
1. Mekonium keluar terlambat, > 24 jam
2. Tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir
3. Perut gembung dan tegang
4. Muntah
5. Feses encer
Pada anak :
1. Konstipasi kronis
2. Failure to thrive (gagal tumbuh)
3. Berat badan tidak bertambah
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia)
Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi abdomen terlihat perut gembung atau membuncit
seluruhnya, didapatkan perut lunak hingga tegang pada palpasi,
bising usus melemah atau jarang. Pada pemeriksaan colok dubur
terasa ujung jari terjepit lumen rektum yang sempit dan sewaktu jari
ditarik keluar maka feses akan menyemprot keluar dalam jumlah
yang banyak dan kemudian kembung pada perut menghilang untuk
sementara.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pembedahan
Penatalaksanaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di
usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan
motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik
untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan
terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat
berat anak mencapai sekitar 9 Kg (20 pounds) atau sekitar 3 bulan setelah
operasi pertama (Betz Cecily & Sowden 2002 : 98)
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson,
Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang
paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal
bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah (Darmawan K 2004 :
37)
2. Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan
mekonium dan udara.
3. Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang
terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan
keadaan umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal
yang paling distal.
4. Terapi farmakologi
- Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan juga
modifikasi diet dan wujud feses adalah efektif
- Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam
megakolon toksik. Tidak memadatkan dan tidak menekan feses
menggunakan tuba
5) Kepala:
Rambut: warna, kebersihan.
Mata: Kaji adanya konjungtivitis, pupil, sklera, ketajaman penglihatan
Hidung : kebersihan,sekresi,dan pernafasan kuping hidung.
Mulut : bibir,mukosa mulut, lidah dan tonsil.
Gigi : jumlah,karies,gusi,dan kebersihan.
Telinga : kebersihan,sekresi,dan pemeriksaan pendengaran.
6) Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus,
adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah
(frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.