Anda di halaman 1dari 2

Pagi yang cerah di hari Minggu aku seorang penulis yang payah tapi berangan – angan

menjadi seorang penlis terkenal sedang membuka jendela kamar untuk menghirup udara yang
hanya bisa dirasakan oleh penyendiri sepertiku “huhhh… hahhh… hmm bau apa ini(kaget)?,
HAH ASAAAAAP!!! Lah, lo kok dari rumah sebelah!” seketika laptop yang masih menyala
dari kemarin malam yang akan kumatikan setelah membuka jendela tadi langsung kutinggalkan
dan berlari ke lantai bawah untuk menuju rumah tersebut. Dengan cepat aku membuka pagarku
yang masih terkunci karena mengira terjadi kebakaran di rumah sebelah. Saat aku sudah berada
di depan rumah tersebut, aku melihat seorang wanita cantik seumuranku dengan wajahnya yang
polos sedang menjemur pakaian di teras rumahnya. “RUMAHMU” ucapku kepada wanita yang
sedang menjemur pakaian tadi dengan nada yang cukup panik dan nafas yang ngos –ngosan.
Seketika itu juga wanita tadi melihatku dengan pandangan yang polos seakan menganggap aku
adalah orang gila. Saat wanita itu memandangaiku, terdengar suara seorang lelaki tua dari dalam
rumah tesebut “Rina, lagi – lagi kau lupa untuk mematikan kompor setelah memasak, hal ini
sangat berbahaya tau”. Aku yang terkejut mendengar suara itu terdiam sejenak, kemudian lelaki
tadi hendak membuka pintunya. Saat lelaki tua itu melihatku, aku yang seorang penyendiri dan
bahkan sulit untuk mendapatkan teman, sangat kaget dan malu dilihat oleh kedua orang tersebut,
padahal mereka adalah tetangga sebelah rumahku yang baru pindahan dari kota sebelah kata
ibuku . Secara tidak sengaja aku berlari kembali ke rumahku dan menutup rapat – rapat semua
pintu rumah dan masuk ke kamarku di lantai 2, “sangat memalukan, aku sangat malu, dan juga…
eh… kenapa mereka sangat ceroboh, dasar! Sudahlah, hari ini aku ingin melanjutkan naskahku
saja daripada kepikiran hal tadi itu terus, sebelum itu aku harus megisi perutku dulu dengan
sarapan”. “Hei Rina”, kata lelaki tua tadi(Ayah Rina). “Apa?”, saut Rina dengan ekspresinya
yang polos yang telah selesai menjemur pakaian tadi dan hendak masuk ke dalam rumahnya.
“Anak laki – laki tadi itu siapa?” dengan wajah yang terheran- heran yang mengira itu adalah
teman anaknya. Dengan santainya dan tidak mau berbelit – belit Rina menjawab “Oh… anak itu,
aku tidak tau, mungkin orang gila”. “Ha… yang benar saja, dia tetangga sebelah rumah kita
kan?”, kata ayah Rina dengan wajah yang terkejut mendengarkan jawaban dari Rina barusan.
JEGLEK… suara pintu tertutup, Rina sudah masuk ke dalam rumahnya. “HAHAAAHHHH…
ke-ke-kenapa ibu lupa membelikan telur, kalau begini aku hanya bisa sarapan dengan sayur saja,
baiklah tidak apa”. Semenjak ayahku menikah lagi dan dia cerai dengan ibuku, aku memang
harus bisa hidup mandiri, lagipula ibuku sering berangkat dari pagi – pagi sekali dan pulang larut
malam agar bisa membiayai hidupku. Setelah sarapan, aku menuju ke kamarku, saat aku
membuka pintu terihat berbagai penghargaan akademik yang sudah aku raih, tetapi menjadi yang
terpintar di sekolah untuk sekarang tidak cukup, aku tidak bisa membantu ibuku yang harus
membanting tulang demi aku setiap hari. Maka dari itu, aku Rifqi Putra Mahendra harus bisa
membantu ibuku dengan mencari biaya untuk kuliahku nanti. Dengan semangatku yang
membara aku bergegas menuju laptop untuk melanjutkan naskahku. Saat aku membuka
naskahku, seketika itu juga seaakan pembuluh darah di otakku berhenti dan tidak bisa
memikirkan apapun untuk kutuliskan ke dalam naskahku, “Apanya yang semangat, aku saja
ingin hilang dari dunia ini, memang semuanya ulah lelaki yang dulu pernah menjadi ayahku itu,
tapi mengeluh saja tidak akan merubah apapun bahkan justru akan memperburuk keadaan yang
ada”.

Anda mungkin juga menyukai