Anda di halaman 1dari 5

LEMBAR TUGAS PATOLOGI ANATOMI

NIM / NAMA : 41190384 / Mauranita Karyn


BLOK : 2C
HARI / TANGGAL : Selasa / 5 Oktober 2021 FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS
PRAKTIKUM : Sistem Gastrointestinal 2 KRISTEN DUTA WACANA
SUMBER REFERENSI* : SERTAKAN DIAKHIR HALAMAN Jl. dr. Wahidin Sudirohusodo no. 5-25
Yogyakarta, Indonesia – 55224
Telp. 0274-513235 (ext. 606) Fax. 0274-8509590

1. Divertikulosis Kolon :
 Definisi : Divertikulum adalah kantong buntu yang berasal dari saluran cerna, dilapisi oleh mukosa dan
berhubungan dengan lumen usus. Divertikulosis Kolon adalah suatu keadaan ditemukannya satu atau
lebih divertikel didalam kolon dan umumnya multipel. prevalensi 50% di negara industri barat dan pada
usia lebih dari 60 tahun.
 Etiopatogenesis : Ada beberapa penyebab dari pembentukan tonjolan dari divertikulum yaitu :
peningkatan kontraksi peristaltik yang disertai dengan peningkatan tekanan intralumen, dan adanya
defek fokal pada lapisan muskularis kolon. Divertikulosis terjadi karena pada kondisi tekanan intralumen
yang meningkat di kolon. Karena struktur dari muskularis propria kolon yang unik, ketika jaringan ikat
pada otot tersebut kehilangan ketahanannya maka akan terbentuk herniasi. Tekanan lumen yang tinggi
ini disebabkan oleh kontraksi peristaltik yang berlebihan, sehingga terjadi perpisahan antara spasmodik
segmen usus. Faktor yang semakin memperberat ini terjadi adalah diet rendah serat yang mengurangi
massa tinja dan meningkatkan peristaltik dan tekanan intralumen. Pada faktor usia, diperkirakan terjadi
diverkulosis karena faktor degenerasi maka jaringan ikat pada otot sirkular usus besar juga akan
kehilangan ketahanan dan kekuatannya, semakin memperbesar resiko terbentuk divertikel.

2. Divertikulitis Kolon :
 Definisi : Divertikulitis adalah suatu keadaan peradangan dan infeksi pada divertikel kolon maupun
jaringan disekitarnya. Adalah bentuk komplikasi lanjutan dari divertikulosis.
 Etiopatogenesis : Pada kasus divertikulitis terjadi karena adanya kompilkasi lanjutan dari
divertikulosis yang tercipta inflamasi/peradangan. Inflamasi inilah disebabkan karna adanya feses yang
masuk kedalam kantong kolon yang terbuka sehingga akan menyebabkan obstruksi pada mukosa
kantong divertikula. Obstruksi yang berlebihan pada usus akan menyebabakn adanya distensi
diverticula sekunder yang akan menyebabkan adanya penggumpalan bakteri berlebih pada kolon.
Selain itu disebabkan ketika adanya perubahan respon imun dan mikroba usus yang dimana akan
menghasilkan adanya peradangan pada dinding divertikulum. Ketika sudah menemukan adanya
fibrosis atau jaringan parut pada lumen usus artinya sudah ada kejadian berulang pada kondisi tersebut.
Jaringan lemak akan menutup lumen usus sehingga menyebabkan adanya penggumpalan bakteri kolon
normal serta sisa-sisa makanan. Hal ini dapat menyebabkan adanya perforasi, kolitis segmental,
penebalan fibrotik dinding kolon atau terbentuknya striktur. Perforasi yang terus menerus akan
menyebabkan terbentuknya abses perikolonik, terbentuknya kanal sinus dan kadang terjadi peritonitis.

3. Hemoroid :
 Definisi : Adalah adanya dilatasi pembuluh darah (varises pleksus vena) pada perbatasan anorektal
(kolateral anal & perianal) yang berasal dari kongesti vaskular pelvis yang memanjang, kaitannya
dengan kehamilan dan kebiasaan menahan defekasi atau mengejan terlalu kuat. Hemoroid rentan
membentuk trombosis dan ulserasi yang menyebabkan nyeri. Ada 2 jenis hemoroid yaitu hemoroid
internal (berasal dari bagian proksimal garis pectinata dan dilapisi epitel mukosa) dan hemoroid
eksternal (berasal dari bagian garis pectinata yang dilapisi oleh epitel mukosa yang telah termodifikasi
dan terdapat banyak persarafan serabut saraf nyeri somatik).
 Etiopatogenesis : Disebabkkan adanya tekanan intraluminal yang menyebabkan adanya penonjolan pada
bagian anal tersebut. Selain itu adanya peningkatan tekanan pembuluh darah vena yang sebabkan adanya
dilatasi pembuluh darah vena pleksus hemoroidalis yang terletak di anus dan perianal. Kondisi ini bisa
diperparah dengan kebiasaan mengejan terlalu kuat, usia lanjut, diet rendah serat, dan kehamilan. Selain
itu pada pekerjaan yang melibatkan mengangkat barang yang berat, pekerjaan dengan mayoritas waktu
dihabiskan duduk diam, menjadi bagian dari faktor risiko. Hemoroid internal tidak sebabkan nyeri kulit
namun akan menyebabkan gejala dengan trombosis akut dan nyeri akibat adanya edema pada kulit. Pada
kasus lain hemoroid akan menyebabkan adanya trauma sehingga adanya perdarahan pada anus ketika
sedang BAB. Kesulitan BAB dirasakan karena adanya pembengkakan. Pada wanita lebih berisiko karena
adanya faktor kehamilan dan mengejan ketika mengeluarkan janin. Diet rendah serat akan membuat tinja
lebih keras sehingga mengakibatkan adanya keluhan dengan sulit BAB dan berdarah saat BAB.

4. Adenoma :
 Definisi : Adenoma adalah lesi massa neoplastik jinak yang berbentuk penonjolan mukosa/polid di
saluran cerna. Polip adenoma ini diklasifikasikan menjadi 3 yaitu adenoma tubuler, adenoma vilosa, dan
adenoma tubulovilosa. Klasifikasi ini dibagi berdasarkan struktur yang ada. Adenoma tubulus
cenderung kecil, polip pedunkulus terdiri atas kelenjar-kelenjar kecil, bulat atau tubulus. Adenoma vilus
lebih besar dan sesil dilapisi oleh vilus yang ramping. Adenoma tubulovilus memiliki campuran elemen
tubulus dan vilus.
 Etiopatogenesis : Disebabkan adanya kelainan genetik yaitu adanya FAP (Familial Adenomatosa
Polyposis) yang dimana autosomal dominan yang menyebabkan adanya mutasi Adenoma Polyposis
Colon dan terjadinya displasia epitel. Selain itu adanya Sindrom Gardner yang merupakan salah satu
varian dari FAP itu sendiri. Kemudian ada juga Syndrome Turcot yang merupakan penyebab
terbentuknya medulloblasromas. Faktor risiko lainnya seperti pasien yang berusia diatas 50 tahun,
mengalami obesitas, merokok, dan sering mengonsumsi alkohol. Selain itu keganasan bisa disebabkan
menjadi 3 faktor yaitu ukuran polip, struktur histologik, dan keparahan displasia. Ketiga inilah yang bisa
menjadi faktor dalam menuju kasus adenokarsinoma.

5. Adenokarsinoma Kolon :
 Definisi : Adenokarsinoma Kolon adalah tumor maligna yang terjadi pada epitel sekretorik kolon sampai
dengan rektum. Sebagian besar terjadi pada usus besar. Dapat dibagi menjadi 3 derajat yaitu : Derajat I
(diferesiansiasi baik : adenokarsinoma hampir seluruhnya disusun oleh sel tumor yang tersusun tubuler) ;
Derajat II (diferensiasi sedang : adenokarsinoma tersusun oleh sel-sel tumor dengan struktur tubuler
dengan bagian padat); Derajat III (diferensiasi yang buruk : adenokarsinoma tersusun oleh sel-sel tumor
dengan struktur yang padat.)
 Etiopatogenesis : Faktor dari luar berkaitan dengan adanya diet rendah serat dan tingginya asupan
karbohidrat dan lemak, sedikitnya asupan mikronutrien protektif seperti vitamin A, C, E. Pada faktor
genetik terjadi ketika adanya abnormalitas genetik dan epigenetik. Yang pertama adalah abnormalitas
pada jalur APC / β- Katenin yang dimana APC adalah kunci regulator negatif dari β Catenin tersebut.
APC ini dalam situasi yang normal akan mendegradasi β-Katenin. Ketika fungsi APC hilang maka akan
terjadi translokasi nukleus yang dimana akan menyebabkan adanya aktivitas proliferasi gen-gen yang
ada. Selain itu pada mutasi DNA yaitu pada kondisi instabilitas mikrosatelit. Beberapa mikrosatelit
berlokasi di gen guna untuk meregulasi adanya petumbuhan sel yang ada seperti II TGF-β receptor.
Ketika ada kesalahan atau ketidakstabilan mikrosatelit maka akan menyebabkan adanya pertumbuhan sel
yang tak terkendali pada epitel.
6. Hepatitis B dan Hepatitis C
 Definisi : Hepatitis adalah peradangan pada liver yang disebabkan oleh infeksi virus, bahan kimia,
penyalahgunaan alkohol dan obat obatan, serta gangguan kekebalan tubuh. Infeksi hepatitis biasanya
disebabkan oleh virus. Yang kali ini dibahas dalam praktikum adalah Hepatitis B dan Hepatitis C.
Hepatitis B adalah infeksi liver yang paling sering terjadi. Biasanya menimbulkan gejala klinis yang
bervariasi seperti pada hepatitis akut yang sembuh dan tidak ditemukan lagi virus didalam darah,
sedangkan penyakit kronik yang progresif dan berakhir dengan sirosis hati, dapat bersifat fulminan
disertai nekrosis hati masif. Hepatitis B ini merupakan penyakit endemi di Singapura. Hepatitis C yang
dimana sebagai pengembangan penyakit liver yang bersifat kronik di seluruh dunia. Dapat menyebabakn
adanya hepatitis kronis, sirosis, gagal hati hingga kanker.
 Etiopatogenesis : Virus Hepatitis B terutama ditemukan dalam darah dan juga dapat ditemukan dalam
cairan sekret penis dan vagina. Juga dapat menular kepada janin ketika ibu hamil sudah terinfeksi oleh
Hepatitis B, selain itu aktivitas yang melibatkan darah terkontaminasi yang memasuki aliran darah,
orang yang menggunakan suntikan yang sudah terkontaminasi (pada pengguna narkoba, atau petugas
medis tidak sengaja terkena infeksius yang terkontaminasi virus), berhubungan seksual tidak
menggunakan pengaman dengan orang yang sudah terinfeksi juga dapat menularkan virus ini. HBV
sendiri memiliki Nucleocapsid core antigen yang dimana sekresi nya ada pada pembuluh darah. sintesis
pada sel-sel hepar dengan ditutupi oleh glikoprotein dan mensekresi antigen yaitu HBsAg. Pada HBV
sendiri juga dapat melakukan polymerase DNA yang digunakan sebagai replikasinya sendiri. Pada fase
HBsAg belum timbul gejala. Pada fase HBcAg lah dimana akan timbul kenaikan igM yang diikuti oleh
igG. Pada kasus hepatitis kronis maka akan terjadi beberapa tahun.
Sedangkan pada Virus Hepatitis C inilah yang merupakan jenis virus RNA tunggal dengan periode
inkubasi nya berkisar antara 6 - 12 minggu. RNA HCV dapat terdeteksi dalam darah sekitar beberapa
hari hingga 8 minggu. Peningkatan antibodi anti HCV ini akan terjadi selama beberapa minggu hinga
berbulan-bulan yang akan melibatkan CD4+ dan CD 8+. Infeksi yang ada bersifat tetap adalah petanda
khas infeksi HCV dimana pasien akan memeperilihatkan adanya infeksi akut yang bersifat subklinik atau
asimptomatik. Protein HBx dari HBV dan protein HCV inti sama-sama dapat mengaktifkan berbagai
jalur sinyal transduksi yang berperan pada kanker.

8. Sirosis Hepatis
 Definisi : Suatu keadaan disorganisasi dari struktur hati normal karena hiperplastik sel hati dan nodul
regeneratif yang dikelilingi jaringan fibrosis. Perubahan arsitektur hati secara menyeluruh atau
melibatkan hampir seluruh jaringan hati, 50% sirosis hati disebabkan oleh konsumsi alkohol.
 Etiopatogenesis : Ada tiga proses yang merupakan prsoses patogenesis sirosis yaitu kematian sel hati,
penimbunan matriks ekstraseluler dan reorganisasi vaskular. Perubahan yang terjadi pada jaringan ikat
dan matriks ekstraseluler adalah gambaran umum dari sirosis. Pada kejadian kematian sel hati, ketika sel
stelata pada hati tersebut membentuk jaringan kolagen yang berlebihan. Dalam keadaan abnormal, sel
stelata ini akan memproduksi miofibroblas dan dipercaya juga dipacu oleh reactive oxygen species
(ROS), faktor pertumbuhan, dan sitokin lainnya. Pembentukan fibroblas ini akan mengarah ke terjadinya
disfungsi pada sel hepar karena terjadinya deposit dan ketidak seimbangan aktivitas enzim yang ada.
Selain itu, kondisi ke sirosis yang lebih parah disebabkan adanya jejas dan perubahan vaskular. Radang
pada pembuluh darah di hepar menyebakan adanya trombosis. Lesi pada vaskular di hepar akan
menyebabkan terjadinya gangguan pada hepar. Mekanisme kerusakan hati juga disebabkan karena
hilangnya mikrovili pada permkaan sel hepar itu sendiri karena mikrovili tersebut digunakan sebagai
transpor antar membran. Sel parenkim pada hepar akan menjadi struktur nodular yang terbentuk oleh sel-
sel hati yang masih ada dan tetap mempunyai regenerasi yang membentuk nodulus bulat lonjong
dikelilingi oleh septa jaringan ikat.

9. Adenoma Pleomorfik
 Definisi : Adenoma Pleomorfik adalah tumor jinak dengan massa berbatas tegas yang tidak nyeri dan
pertumbuhannya lambat, bentuknya bulat dan tampak berkapsul, ukurannya mencapai <6 cm. Tumor ini
terdiri atas campuran sel duktal (epitelial) dan mioepitelial sehingga dapat berdiferensiasi menjadi tumor
epitelial maupun tumor mesenkimal.
 Etiopatogenesis : Belum diketahui penyebab secara pasti dari tumor ini namun ada dugaan adanya
keterkaitan dengan faktor lingkungan dan faktor genetika sebagai pemicunya. Pada faktor genetik diduga
adanya transkripsi gen PLAG1 yang berlebihan yang dimana diaktifkan oleh translokasi kromosom
yang melibatkan adanya perubahan kromosom lainnya yang terjadi. Selain itu juga ada pelibatan
pengulangan susunan kromosom 12q13-15 yang mengandung gen target HMGA 2 dan juga target gen
lainnya. Pada tumor ini adanya jaringan epitel yang bercampur dengan miksoid, hialin,mucoid, atau
kondroid, karena ketidakseragaman ini sering diberi nama lain yaitu tumor campur. Selain itu sel-sel ini
dapat dikatakan sebagai sel myoepitel yang ukurannya lebih kecil dan komponen seluler yang utama. Sel
ini sering dipisahkan dengan bahan kartilaginosa, mikoid, atau mukoid. Jika sudah dilakukan operasi
pembedahan, namun tidak bersih/lengkap terkadang akan masih bersisa yang akan membuat adenoma
pleomorfik tumbuh kembali dan bisa timbul risiiko berdiferensiasi menjadi ganas.

10. Warthin's Tumor :

 Definisi : Warthin's Tumor adalah tumor jinak yang terbentuk di regio glandula parotis dan sering di area
submandibular. Biasanya tidak nyeri dan pertumbuhannaya lambat. paling sering ditemui di anterior
telinga dan di inferior mulut atau dagu. Dapat tumbuh berbagai usia dan memiliki kemungkinan adanya
perubahan menuju keganasan.
 Etiopatogenesis : Etiologinya sendiri belum diketahui secara pasti, namun ada kemungkinan faktor risiko
yang mencetuskannya yaitu karena kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol. Penelitian
menunjukkan bahwa perokok akan mengalami resiko 8 kali lipat dalam pembentukan tumor Warthin.
Tumor ini terbentuk dari kelenjar yang cenderung kistik dan menunjukkan proyeksi papiler. ada teori
yang menjelaskan bahwa ini berasal dari proliferasi neoplastik kelenjar saliva yang terdapat dalam nodus
intraparatiroid maupun paratiroid. Teori lainnya juga mengatakan bahwa adanya reaksi hipersensitivias
yang akan memicu tumor tersebut. Selain itu ada yang mencetuskan bahwa infeksi terpicu dari EBV
(Epstein Barr Virus) yang dimana virus ini akan menginfeksi epitel ductus dan akan mengaktifkan reaksi
inflamasi pada penderita sehingga jaringan limfoid yang akan mengeluarkan respon sel B poliklonal.

11. Crohn Disease :


 Definisi : Crohns disease adalah kondisi inflamasi granulomatosa yang terjadi pada dinding (transmural)
yang berbentuk 'skips lesions' atau berjarak-jarak. Juga adalah kondisi kronik yang terjadi akibat dari
pengaktifan imun mukosa yang tidak tepat. Biasanya terjadi pada wanita atau selama usia dewasa muda.
Dapat terjadi pada ileum sampai usus besar.
 Etiopatogenesis : Penyebab Crohn Disease belum diketahui dengan pasti. Namun banyak dugaan bahwa
dari faktor genetik, dimana risiko penyakit meningkat ketika ada riwayat anggota keluarga yang terkena
Crohn disease. Selain itu adanya kelainan mutasi pada gen. Pada penelitian NOD 2 (Nucleotide
Oligomerization binding domain 2) adalah gen yang rentan terdahap penyakit ini. Kelainan kromosom
pada 12 p, 6p, 14q dan 5q juga memiliki kaitan dengan penyakit IBD. Selain itu respon imun mukosa
yang juga menjadi patogenesis penyakit ini ketika terdapat polarisasi T helper menjadi tipe THI yang ada
dalam penyakit Chron. Adanya ketidak tepatan dalam aktivasi imunitas mukosa ini akan menekan
imunoregulasi yang ikut campur dalam Chron’s Disease ini. Penyebab lain yaitu adanya defek epitel dan
ada infeksi di saluran cerna yang turut menjadi patogenesis terjadinya Crohn Disease ini.

12. Kolitis Ulserativ :

 Definisi : Kolitis Ulcerative adalah penyakit yang berkaitan dengan Chron’s Disease karena
kemiripannya. Jika pada kolitis ulserativa kejadiannya selalu melibatkan area rektum yang meluas ke
arah proksimal yang berlanjut hingga mengenai sebagian atau seluruh kolon. Ulkus kolitis bersifat
superfisial namun dasarnya lebar. Dapat berkembang dari akut menjadi inflamasi yang kronik/lama.
 Etiopatogenesis : Penyebab dari Kolitis Ulserative adalah adanya kombinasi antara disfungsi pada epitel
usus penderita dan mukosa yang abnormal. Selain itu terdapat respon imun mukosal dimana berkaitan
dengan polarisasi T Helper yang mengeluarkan sitokin. Selain itu, defek epitel akan menganggu
transport matrix protein (metalloproteinase). Pada kasus yang lain, peradangan pada mukosa akan
meningkatkan respon sel B dan sel T yang melawan antigen. Kemudian rusaknya mukosa juga
dikarenakan adanya pembentukan jaringan granulamatosa. Selain itu faktor risiko lainnya seperti
penggunaan NSAID yang lama, adanya stres psikologis, penyakit metabolik, kebiasaan merokok dan
konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menjadi faktor pendukung pada Kolitis Ulserative.

SUMBER REFERENSI :

Kumar, Vinay, Abul K. Abbas, and Jon C. Aster. 2017. Robbins Basic Pathology. 10th ed. Robbins
Pathology. Philadelphia, PA: Elsevier - Health Sciences Division.

Mohan, Harsh. Pathology Practical Book. 2013. New Delhi: Jaypee Brothers Medical.

Herrington, C. S. (2014). Muir's Textbook of Pathology. (15 ed.)

Cross SS. 2014 . Underwood's Pathology: a Clinical Approach 6th Edition.

Anda mungkin juga menyukai