PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Melancarkan regulasi
4
Dalam pengertian umum, kepemimpinan adalah suatu proses dimana
seseorang memipin ( directs ), membimbing ( guides ), mempengaruhi (
influences ) atau mengontrol ( control )pikiran, perasaan atau tingkah laku orang
lain. Kegiatan mempengaruhi itu dapat dilakukan dengan medium sebuah hasil
karya, umpanyanya buku atau lukisan. Kepemimpinan jenis ini terdapat pada para
ilmiawan, seniman, penulis, dan sebagainya. Kegiatan lainnya untuk
mempengaruhi orang lain, ialah dengan medium kata – kata lisan (speech )atau
melakukan kontak – pribadi secara langsung.
5
Kepemimpinan sebagai keperibadian dan pengaruhnya, artinya
kepemimpinan merupakan pengaruh yang bersifat pribadi di mana sifat tersebut
membedakanya dari pengikutnya.
6
9. Leadership as an emerging effect of interaction.
7
pengharapan bahwa masing-masing akan memperoleh imbalan yang lebih besar
dari hasil keseluruhan yang dicapai dari pada mereka bekerja sendiri-sendiri
(Louis A. Allen, 1990). Agar kerja sama dengan kelompok efektif mengarah pada
pecapaian tujuan, maka manajer dituntut untuk melaksanakan fungsi
kepemimpinan (leading).
8
berkomunikasi dan memotivasi. Dalam menjalakan fungsi kepemimpinan
(leadership), motivasi (motivasion), dan komunikasi (communication).
Meski banyak variasi pendapat tentang fungsi pimpinan, namum dapat
disumpulkan pada hakekatnya kegiatan fungsional pimpinan yang dapat dilakukan
oleh manajer untuk mempengaruhi bawahan atau karyawan ialah kegiatan
kepemimpinan, komunikasi dan motivasi, dan ketiga elemen kepemimpinan ini
sangat erat hubungannya satu dengan yang lain.
Pimpinan yang secara individual telah memenuhi syarat sebagai pemimpin
dilihat dari sifat-sifatnya dan memiliki keterampilan kepemimpinan dilihat dari
perilakunya belum jadi jaminan mutlak untuk menjadi pemimpin yang efektif.
Sebab factor situasional lingkungan, seperti factor nilai-nilai budaya masyarakat
maupun nilai-nilai budaya organisasi (organizational culture value) termasuk
nilai-nilai motivasi individual juga mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan.
Dinamika kepemimpinan selalu menunjukan aksi dan reaksi serta interaksi
antara pemimpin dengan pengikut. Dalam prosesnya, baik aksi dan reaksi maupun
interaksi dan intereaksi dapat menimbulkan dua sisi kecenderungan, yaitu negatif
atau positif dan untuk pemimpin atau pengikut, baik secara sebab maupun akibat.
Cenderung negative bagi pengikut apabila pemimpin menunjukan perilaku yang
tidak sesuai dengan keinginan dan tututan pengikut dan akibatnya pengikut
tersebut juga menunjukan reaksi dan interaksi yang tidak mendukung keinginan
pemimpin. Keadaan ini menjadi kecenderungan negative dan menjadiancaman
bagi kelangsungan kepemimpinan seorang pemimpin.
Sebaliknya, kecenderungan positif bagi pengikut apabila pemimpin
menunjukan perilaku yang sesuai dengan tuntutan dan keinginan pengikut,
sehingga pengikut memberi reaksi dan interaksi yang mendukung keinginan
pemimpin. Keadaan ini menjadi kecenderungan positif bagi keberhasilan dan
kelangsungan kepemimpinan manajer.
Secara kuantitatif maupun kualitatif, pemimpin dituntut untuk melakukan
interaksi dengan pengikutnya. Hal ini penting bukan saja untuk dapat pengetahuan
aspirasi pemimpin yang bersangkutan sehingga akan memudahkan pemimpin
untuk menciptakan kondisi yang kondusif dalam mempengaruhi pengikut agar
melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan yang di inginkan.
9
Makin intensif pemimpin melakukan interaksi dengan bawahan terutama,
melalui pendekatan manusiawi (human approach), menunjukan kecenderungan
semakin tinggi dan terbina satu sikap saling pengertian dan keeratan hubungan
emosional antara pemimpin dengan bawahan atau pengikut. Dan keadaan ini
menjadi potensi untuk mencapai tujuan bersama. Interaksi yang dilakukan oleh
pemimpin terhadap pengikut dapat berlangsung secara formal (dalam satu
pertemuan resmi dan dalam hubungan tugas) atau secara informal sesuai dengan
tuntutan situasi, tepat dan kepentingan. Jadi implementasi fungsi kepemimpinan
yang efektif menjadikan karyawan bekerja efektif kearah pencapaian tujuan.
10
1. Otoratic. Pemimpin dipandang sebagai orang yang memberi perintah dan
dapat menuntut. Keputusan ada ditangan pemimpin.
2. Democratic atau Participatif. Pemimpin dipandang sebagai orang yang
tidak akan melakukan sesuatu kegiatan tanpa mengkosultasikan terlebih
dahulu pada bawahannya. Pemimpin disini mengikutsertakan pendapat
bawahan sebelum ia membuat keputusan.
3. Free Rein. Pemimpin hanya menggunakan sedikit kekuasaan dan memberi
banyak kebebasan kepada bahawan untuk melakukan kegiatan. jadi
pemimpin disini memberi keleluasaan pada bawahan untuk menentukan
tujuan perusahaan dan cara untuk mencapainya. Pemimpin hanya
berfungsi sebagai orang yang berhubungan dengan kelompok lain.
11
persepsi orang lain, yaitu mengajari mereka agar peka terhadap cara berpikir
sehari-hari sekelompok orang. Dengan demikian, pemindahan kepemimpinan dari
satu kelompok pelaku kepada yang lainnya menjadi persoalan yang cukup besar.
Calon pemimpin harus tanggap terhadap pensifatan kepemimpinan yang didasari
oleh makna bagi setiap kelompok tempat ia berinteraksi.”
Manajer dapat menjadi peka dan tanggap pada tuntutan organisasi dengan
memahami interaksi anggotanya. Setiap budaya organisasi mempunyai tuntutan
yang berbeda berdasarkan apa yang dapat dilakukan manajer dan tanggapan apa
yang harus diberikan manajer dalam suatu konteks yang khusus.
Menurut Robert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt terdapat berbagai
faktor yang memengaruhi seorang manajer memiliki suatu gaya kepemimpinan
yaitu:
1. Karakteristik Manajer. Cara seorang manajer memimpin banyak
dipengaruhi oleh latar belakang pendidikannya, pengalaman masa lalunya,
nilai-nilai ang dianutnya, dan sebagainya. Misalnya, jika seorang manajer
mempunyai keyakinan bahwa kebutuhan organisasi harus lebih
diutamakan dari pada kebutuhan individu. Kemungkinan besar ia akan
mengarahkan aktivitas pegawainya.
2. Karakteristik Bawahan. Seorang manajer akan memberi kebebasan dan
mengikutsetakan bawahannya dalam pengambilan keputusan bila bawahan
dianggap cukup berpengalaman dan pengetahuan yang memadai untuk
mengatasi masalah secara efektif. Apabila bawahan memahami dengan
baik tujuan organisasi, mempunyai pengetahuan dan pengalaman untuk
memecahkan secara efektif, manajer akan cenderung untuk bersifat
demokratif dan mengikutsertakan bawahan dalam kepemimpinan. Tetapi
bila bawahan dipandang tidak mempunyai kemampuan tersebut, manajer
akan cenderung bergaya otoriter.
3. Karakteristik Organisasi. Seorang manajer akan menentukan gaya
kepemimpinan berdasarkan iklim organisasi. Jenis pekerjaan organisasi,
dan sebagainya.
12
Dari hasil penelitian Tannenbaum dan Schmidt, banyak peneliti lain yang
berusaha untuk mencari faktor-faktor yang memengaruhi efektivitas
kepemimpinan. Pada umumnya peneliti-peneliti tersebut menunjukan bahwa
efektifitas kepemimpinan dipengaruhi oleh:
1. Diri Pemimpin. Kepribadian, pengalaman masa lalu, latar belakang, dan
harapan pemimpin sangat memengaruhi efektivitas kepemimpinan
disamping memengaruhi gaya kepemimpinan yang dipilihnya.
2. Karakteristik Atasan. Gaya kepemimpinan atasan dari manajer sangat
memengaruhi orientasi kepemimpinan manajer yang dipilihnya.
3. Karakteristik bawahan. Respon yang diberikan oleh bawahan akan
menentukan efektivitas kepemimpinan seorang manajer. Latar belakang
pendidikan bawahan juga sangat menentukan cara manajer menggunakan
gaya kepemimpinan.
4. Persyaratan Tugas. Tuntutan tanggung jawab terhadap pekerjaan bawahan
akan memengaruhi gaya kepemimpinan seorang manajer.
5. Iklim Organisasi dan Kebijakan. Faktor ini dapat memengaruhi harapan
dan perilaku anggota kelompok serta gaya kepemimpinan yang dipilih
manajer.
6. Perilaku dan Harapan Rekan. Rekan sekerja manajer merupakan kelompok
acuan yang penting. Segala pendapat yang diberikan oleh rekan-rekan
manajer sangat memengaruhi efektivitas hasil kerja manajer.
Hasil penelitian diatas menimbulkan petanyaan: Faktor-faktor mana saja yang
memengaruhi efektivitas kepemimpinan, dan gaya kepemimpinan mana yang
paling efektif? Friedler mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut
dengan menunjukan adanya 3 (tiga) unsur dalam situasi kerja yang menentukan
gaya kepemimpinan mana yang efektif. Tiga unsur tersebut adalah:
1. Hubungan pimpinan dan bawahan
2. Struktur tugas
3. Kedudukan kekuasaan pemimpin
13
Apabila antara manajer dan bawahan ada hubungan yang baik dan saling
menghargai, maka manajer tidak perlu harus bersikap otoriter. Sedangkan bila
manajer yang tidak disukai oleh bawahannya maka ia harus bekerja keras untuk
mengarahkan dan mendorong bawahan dalam melaksanakan tugas-tugas yang
diberikannya.
Faktor penting kedua yang memengaruhi kekuasaan dan efektivitas
kepemimpinan adalah faktor struktur tugas. Degn adanay struktur tugas yang
jelas, pengukuran kinerja bawahan juga dapat dilakukan sehingga pemimpin dapat
mengontrol dengan lebih baik.
Kedudukan pemimpin menurut Friedler merupakan faktor terakhir yang
memengaruhi efektivitas kepemimpinan. Semakin tinggi kedudukan pemimpin,
semakin tinggi pula pengaruh pimpinan terhadap bawahan. Demikian pula
sebaliknya, semakin rendah kedudukannya, tugas pemimpin akan menjadi
semakinsulit.
2.5 Pengendalian dan Kepemimpinan organisasi
Tidak ada bidang lain yang dapat dengan lebih jelas membuktikan adanya
ketegangan antara kebutuhan organisasi dan kebutuhan para partisipan yaitu
antara kebutuhan akan efektivitas, efesiensi dan kepuasan selain di bidang
pengendalian organisasi. Kedua kebutuhan tersebut saling mendukung.
Meningkatnya pendapatan suatu perusahaan misalnya, padat menyebabkan
naiknya upah dan gaji karyawan ; demikian pula meningkatnya prestise suatu
sekolah dapat juga meningkatkan prestise pada gurunya. Sampai suatu tingkat
tertentu di mana kedua kebutuhan itu berjalan seimbang.
14
menunjukan prestasi pekerjaannya. (kelambanan bekerja biasanya dikenakan
denda).
Simbol murni adalah simbol yang tidak menimbulkan ancaman fisik atau
tuntutan atas ganjaran material. Dalam seperti itu antara lain tercakup simbol
normatif, yaitu prestise dan penghargaan, maupun simbol sosial yaitu cinta kasih
15
dan penerimaan. Penggunaan simbol-simbol untuk tujuan pengendalian disebut
kekuatan normatif, normatif sosial, atau kekuatan sosial. Kekuatan normatif
biasanya digunakan oleh para pejabat tingkat atas untuk mengendalikan bawahan
secara langsung, kekuatan normatif sosial digunakan secara tidak langsung seperti
kalau seorang pejabat tinggi memberi saran kepada kelompok untuk mengeawasi
seorang bawahan.
Reaksi atau respon para partisipan atau pengundang salah satu atau
kombinasi kekuatan yang diterapkan oleh organisasi pada hakekatnya tidak hanya
tergantung kepada penggunaan kekuatan itu sendiri, melainkan dari segi
kepribadian sosial kultur para partisipan sendiri.
Dalam hal ini terdapat dua lingkungan kegiatan utama yang biasanya menjadi
sasaran pengendalian organisasi yakni: instrumental dan ekspresif. Kegiatan
instrumental ialah kegiatan yang banyak sangkut pautnya dengan masalah
masukan (input) sarana dalam organisasi, maupun distribusi masukan tersebut
dalam organisasi, dan produksi biasanya merupakan bidang kegiatan instrumental.
Sedangkan kegiatan ekspresif ialah kegiatan yang akan memengaruhi hubungan
interpersonal yang terdapat di dalam organisasi, maupun proses pembentukan
norma-norma organisasi serta pentaatannya partisipan.
16
Dalam organisasi yang cenderung menerapkan sistem koersif secara ekstensif, dan
anggota tingkat bawahan cenderung merasa sangat tertekan ─ misalnya penjara
tradisional ─ pengendalian atas pekerjaan organisasi dan perilaku yang terdapat di
dalamnya juga cenderung terbagi antara kalangan pejabat dan tokoh-tokoh
pimpinan informal. Para penjaga atau pengawal dapat diklasifikasikan sebagai
petugas karena kekuasaan yang berasal dari posisi mereka sendiri, dan pada
prinsipnya tergantung dari ciri-ciri kualitas kepribadian mereka. Meskipun
demikian kekuasaan untuk mengendalikan penghuni penjara ternyata banyal
berada di dalam tokoh-tokoh narapidana sendiri yang berpengaruh, padahal
mereka tidak menduduki posisi resmi di dalam organisasi, dan efektivitasnya
sangat tergantung dari pengaruh kepribadiannya. Mereka di sebut sebagai tokoh
pemimpin informal. Meskipun petugas penjara, mempunyai pengaruh terhadap
narpidana, tetapikenyataannya pengaruh tersebut tidak begitu terasa; dalam
pengertiannya ini dapat dikatakan bahwa di dalam beberapa penjara tertentu tidak
terdapat kepemimpinan formal yang berarti. Kemampuan pimpinan penjara untuk
mengendalikan narapidana pada hakekatnya sebagaian bersar tergantung dari
jumlah kekuatan koersif yang di terapkan oleh para pejabat (misalnya berapa
banyak pengawal yang ditugaskan untuk menjaga keamanan di penjara), dan juga
dari segi hubungan sehari-hari antara para pejabat dengan tokoh informal
narapidana. Mc Cleery pernah melakukan penyelidikan di dalam penjara di mana
para tokoh informal penghuninya untuk sementara waktu bersedia memberi
dukungan an membantu menegakkan “hukum dan ketertiban”, kecuali apabila
para pejabat penjara ─ setelah beberapa diantaranya diganti ─ kurang menghargai
kepemimpinan informal dengan cara mencptakan kekuasaan dan kepemimpinan
pribadi. Keadaan ini sudah tentu mengurangi kelancaran kerja sama antara tokoh
informal narapidana dengan para penjabat penjara sehingga akibatnya
memercepat proses pemberontakan. Dengan perkataan lain para penjabat penjara
kehilangan kemampuannya untuk mengendalikan narapidana. Hal ini
menimbulkan keraguan apakah pejabat yang menduduki posisi yang tinggi
mampu berfungsi sebagai pimpinan yang dapat diandalkan dalam pengendalian
anggota-anggotanya di dalam organisasi yang bersifat koersif.
17
Di pihak lain kegiatan ekspresif di dalam penjara biasanya dikendalikan hampir
secara ekslusif oleh tokoh-tokoh narapidana; mereka menentukan dan
memaksakan sendiri norma-norma yang bertalian dengan apa yang dianggapnya
benar atau salah. Sementara itu kegiatan instrumental di dalam penjara, terutama
mengenai pembagian makan dan pekerjaa , biasanya memang lebih banyak
diawasi oleh para petugas. Narapidana yang memiliki skala normatif dan struktur
status yang tinggi akan menerima bagian yang lebih banyak, sedangkan yang
tidak malah dihukum. Selain itu kekuasaan narapidana atas kegiatan instrumental
cenderung mencakup bidang yang lebih luas meliputi produksi dan pemilikan
benda-benda terlarang maupun perencanaan dan bahkan juga pelaksanaan untuk
melarikan diri dari penjara.
18
Pemimpin formal di dalam organisasi normatif biasanya mampu melaksanakan
pengendalian instrumental dan ekspresif walaupun sebenarnya mereka lebih
banyak menaruh perhatian terhadap kegiatan ekspresif pengendalian
Organisasi koersif biasanya dibentuk dengan dilandasi oleh asumsi bahwa para
pejabat tidak dapat melaksanakan kepemimpinan secara efektif. Di pihak lain
19
organisasi utiliter dapat berfungsi sangat efektif dengan kepemimpinan formal
yang mengendalikan kegiatan instrumental maupun ekspresif. Sedangkan
organisasi normatif tampaknya hanya merupakan satu-satunya tipe yang harus
banyak didukunh oleh kepemimpinan formal di bidang kegiatan operasional.
20
BAB III
STUDI KASUS
3.1 Abstrak
21
berpegang tenguh pada aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam
organisasi Himpunan Mahasiwa Jurusan KPI IAIN Syekh Nurjati Cirebon
agar anggotanya tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan.
Pemimpin perlu mengenal anggota-anggotanya dalam organisasi
agar komunikasi diantara pemimpin dan anggota terjalin secara harmonis
dan efektif. Dengan komunikasi yang efektif maka akan terjalin hubungan
yang akrab dan hangat. Sehingga jarang terjadi konflik internal dalam
organisasi.
Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi pembahasan ini
mengenai organisasi HMJ KPI IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Organisasi
HMJ ini merupakan kepengurusan jurusan di dalam jurusan KPI.
Organisasi ini sudah lama berjalan dan sudah mampu menunujukkan
eksistensinya di dalam kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon terutama di
dalam jurusan KPI.
3.3 Fokus Masalah
Berdasarkan yang telah diuraikan di atas, fokus masalah studi
kasus ini adalah “bagaimana kita mengetahui gaya kepemimpinan seorang
ketua organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan KPI IAIN Syekh Nurjati
Cirebon”.
3.4 Tujuan
22
pemimpin formal merupakan seorang yang sekaligus memiliki kekuasan
posisional dan kekuatan pribadi.
Dalam hal ini terdapat dua lingkungan kegiatan utama yang biasanya
menjadi sasaran pengendalian organisasi yakni: instrumental dan
ekspresif. Kegiatan instrumental ialah kegiatan yang banyak sangkut
pautnya dengan masalah masukan (input) sarana dalam organisasi,
maupun distribusi masukan tersebut dalam organisasi, dan produksi
biasanya merupakan bidang kegiatan instrumental. Sedangkan kegiatan
ekspresif ialah kegiatan yang akan memengaruhi hubungan interpersonal
yang terdapat di dalam organisasi, maupun proses pembentukan norma-
norma organisasi serta pentaatannya partisipan.
3.6 Pembahasan
Menurut Stoner ada 2 (dua) gaya kepemimpinan yang bisa digunakan oleh
seorang pemimpin dalam mengarahkan atau memengaruhi bawahan, yaitu:
1. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (Task Oriented Style).
Dalam gaya kepemimpinan ini, seorang manajer akan mengarahkan dan
mengawasi bahawannya secara ketat agar mereka bekerja sesuai dengan
harapannya. Manajer dengan gaya ini lebih mengutamakan keberhasilan
pekerjaan daripada pengembangan kemampuan bawahan.
2. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pekerja ( Employee Oriented
Style). Manajer dengan gaya kepemimpinan ini berusaha mendorong dan
memotivasi bawahannya untuk bekerja dengan baik. Mereka
mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan yang
menyangkut tugas/pekerjaan bawahan. Disini hubugan pemimpin dan
bawahan terasa sangat akrab, saling percaya, dan saling menghargai.
23
2. Democratic atau Participatif. Pemimpin dipandang sebagai orang yang
tidak akan melakukan sesuatu kegiatan tanpa mengkosultasikan terlebih
dahulu pada bawahannya. Pemimpin disini mengikutsertakan pendapat
bawahan sebelum ia membuat keputusan.
Free Rein. Pemimpin hanya menggunakan sedikit kekuasaan dan memberi
banyak kebebasan kepada bahawan untuk melakukan kegiatan. jadi
pemimpin disini memberi keleluasaan pada bawahan untuk menentukan
tujuan perusahaan dan cara untuk mencapainya. Pemimpin hanya
berfungsi sebagai orang yang berhubungan dengan kelompok lain.
3.7 Kesimpulan
24
Pemimpin sudah melaksanakan tugasnya sebagai seorang pemimpin yang
baik. Dengan selalu melibatkan para anggotanya ketika akan melakukan
suatu kegiatan dalam organisasi. Hubungan pemimpin dan anggotanya pun
terlihat dekat dan hangat. Sehingga bisa terlihat bahwa ia telah
menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai.
25
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
26
DAFTAR PUSTAKA
27
28