TAHUNAN
OLEH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2021
2
I. PENDAHULUAN
Bencana banjir dan tanah longsor yang melanda Indonesia akhir-akhir ini
disinyalir akibat adanya pembalakan liar. Oleh karena itu pengusahaan hutan dengan
perkebunan kopi merupakan solusi yang saling menguntungkan baik untuk produksi
maupun konservasi lahan. Pengusaha maupun masyarakat sekitar akan berusaha untuk
mempertahankan tanaman kopinya yang merupakan sumber kehidupannya, kurang
tertarik dengan penebangan pohonnya. Lain halnya kalau hutan hanya ditanami oleh
pohon-pohon yang hanya dimanfaatkan kayunya saja akan cenderung dilakukan
pengrusakan, kalaupun ada reboisasi tidak sebanding dengan penebangannya. Dengan
pengelolaan hutan yang baik akan dapat mempertahannya bahkan dapat meningkatkan
keberadaan sumber air. Air merupakan 'mata air kehidupan' yang bertali-temali dengan
institusi sosial, budaya, ekonomi dan ekologis, sehingga harus dilindungi keberadaannya
Dengan laju pertumbuhan yang relatif konsisten sekitar 4% per tahun, baik pada
situasi ekonomi normal maupun krisis, subsektor perkebunan merupakan salah satu
subsektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Peran
penting tersebut mencakup penyediaan lapangan kerja, devisa, pengentasan kemiskinan,
pembangunan pedesaan, dan pelestarian lingkungan. Subsektor perkebunan memegang
peranan strategis dalam perekonomian Indonesia. Subsektor perkebunan mempunyai
peran yang signifikan dalam penyediaan lapangan kerja dengan kontribusi sekitar 17 juta
pada tahun 2003. Peran ini relatif konsisten, baik ketika Indonesia mengalami masa krisis
maupun dalam masa booming. Subsektor perkebunan juga sangat strategis dalam
penyediaan pangan, minyak goreng sawit, gula, karet, coklat, dan kopi yang merupakan
salah satu pilar stabilitas ekonomi dan politik di Indonesia. Terhadap PDB secara nasional
tanpa migas, kontribusi subsektor perkebunan adalah sekitar 2.9 % atau sekitar 2.6 %
PDB total. Jika menggunakan PDB dengan harga konstan tahun 1993, pangsa subsektor
perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah 17.6%, sedangkan terhadap PDB
nonmigas dan PDB nasional masing-masing adalah 3.0% dan 2.8% (Badan Pusat Statistik
2004).
Sejalan dengan dinamika yang terjadi, subsektor perkebunan secara terus menerus
mengalami perubahan lingkungan strategis. Pertama, perubahan lingkungan strategis
tersebut bersumber dari isu globalisasi yang pada dasarnya menuju pada liberalisasi
perdagangan dan industri. Hal ini berimplikasi bahwa sektor pertanian Indonesia harus
mampu secara terus menerus meningkatkan daya saingnya. Kedua, perubahan lingkungan
3
strategis pada isu-isu lingkungan. Ketiga, sektor pertanian juga mengalami perubahan
lingkungan strategis yang berpangkal dari pelaksanaan otonomi daerah. Perubahan faktor
politik dan krisis multi-dimensional yang kini dihadapi Indonesia juga merupakan sumber
perubahan lingkungan strategis. Merebaknya isu-isu keadilan juga merupakan faktor lain
yang turut merubah lingkungan strategis sektor pertanian.
Salah satu strategi yang menjadi keharusan dalam merespon perubahan lingkungan
strategis adalah melakukan penerapan teknologi termutakhir. Tanpa terus menerus
menerapkan perubahan teknologi, perkebunan tidak akan mampu bersaing dalam
merespon isu globalisasi. Perubahan teknologi juga merupakan respon terhadap tuntutan
isu lingkungan, otonomi daerah, dan merespon aspek keadilan. Untuk itu pengelola
perkebunan perlu memperhatikan mengenai perkembangan teknologi perkebunan yang
sudah dikembangkan maupun yang masih perlu dikembangkan pada masa mendatang.
Pengembangan perkebunan kopi tidak lepas dari berbagai faktor yang
mempengaruhi dan tujuan dari pengembangan baik tujuan jangka pendek maupun jangka
panjang. Faktor kebijakan pengembangan komoditas perkebunan sangat mempengaruhi
arah pengembangan perkebunan terutama jangka panjang. Kebijakan pengembangan
perkebunan saat ini masih diarahkan untuk peningkatan produktivitas dan mutu hasil kopi
untuk meningkatkan nilai ekspor. Ketersediaan teknologi baru yang lebih menguntungkan
sangat diharapkan untuk pengembangan perkebunan kopi. Disamping ditujukan untuk
produktivitasnya, perkebunan kopi juga mempunyai banyak manfaat lain terutama untuk
konservasi lahan dan juga bisa dikembangkan ke arah agro wisata yang berbasis tanaman
kopi yang dipadukan dengan tanaman lain terutama tanaman lokal daerah setempat.
produk spesialti dan organik serta agrowisata berbasis kopi; (6) Potensi lahan yang sesuai
agroklimat (1.000 dpl) berpoteni tinggi seluas 9,6 juta ha; (7) Permintaan dunia terhadap
kopi arabika dan robusta yang masih cukup tinggi.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka strategi pengembangan perkopian kedepan
adalah “mewujudkan sistem dan usaha agribisnis kopi dalam suatu Kawasan Industri
Masyarakat Perkebunan (KIM-Bun) yang berdaya saing, berkeadilan, berkelanjutan dan
terdesentralisasi untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat”.
Mengacu kepada strategi tersebut di atas, maka kebijakan agribisnis perkebunan di bidang
perkopian adalah seperti berikut.
perbankan maupun non bank (antara lain memanfaatkan penyertaan dana masyarakat
melalui Kontrak Investasi Kolektif, Resi Gudang dan lain-lain).
1. Perakitan Klon/varietas unggul. Salah satu sisi teknologi perkebunan yang masih
sangat dibutuhkan pada masa mendatang adalah teknologi pada bidang
pembenihan/pembibitan. Rendahnya produktivitas industri pertanian di Indonesia
salah satunya berpangkal pada lemahnya pada bidang perbenihan. Indonesia masih
ketinggalan dalam bidang ini bila dibandingkan dengan beberapa negara pesaing,
khususnya Thailand dan Malaysia. Di samping itu, tututan selera konsumen yang
semakit komplek membutuhkan perbaikan sifat-sifat sekunder tanaman yang sesuai
dengan selera konsumen. Sebagai contoh kopi dengan kadar kafein yang rendah dan
aroma yang kuat. Hal ini antara lain dapat dipenuhi melalui perbaikan sifat sekunder
dari tanaman. Hampir semua komoditas perkebunan utama telah memiliki
klon/varietas unggul dengan produktivitas yang tinggi serta sifat sekunder yang lebih
baik atau sesuai dengan permintaan pasar. Sebagai contoh adalah kopi BP-425 dan
kopi BP-542.
2. Teknologi pengendalian hama terpadu. Berbagai teknologi pengendalian hama
terpadu (PHT) untuk tanaman kopi telah dihasilkan, sesuai dengan tuntutan sisi
pembangunan berkesinambungan.
7
lingkungan alaminya serta sebagai sarana pendidikan. Oleh karena itu, pengelolaannya
harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Pengaturan dasar alaminya, yang meliputi kultur atau sejarah yang menarik,
keunikan sumber daya biofisik alaminya, konservasi sumber daya alam ataupun
kultur budaya masyarakat.
2. Nilai pendidikan, yaitu interpretasi yang baik untuk program pendidikan dari
areal, termasuk lingkungan alaminya dan upaya konservasinya.
3. Partisipasi masyarakat dan pemanfaatannya. Masyarakat hendaknya
melindungi/menjaga fasilitas atraksi yang digemari wisatawan, serta dapat
berpartisipasi sebagai pemandu serta penyedia akomodasi dan makanan.
4. Dorongan meningkatkan upaya konservasi. Wisata ekologi biasanya tanggap dan
berperan aktif dalam upaya melindungi area, seperti mengidentifikasi burung dan
satwa liar, memperbaiki lingkungan, serta memberikan penghargaan/falitas
kepada pihak yang membantu melingdungi lingkungan.
Keunikan teknologi lokal yang merupakan hasil seleksi alam merupakan aset atraksi
agrowisata yang patut dibanggakan. Bahkan teknologi lokal ini dapat dikemas dan
ditawarkan untuk dijual kepada pihak lain. Dengan demikian, teknologi lokal yang
merupakan indigenous knowleadge itu dapat dilestarikan.
Selain memberikan nilai kenyamanan, keindahan ataupun pengetahuan, atraksi wisata
juga dapat mendatangkan pendapatan bagi petani serta masyarakat di sekitarnya.
Wisatawan yang berkunjung akan menjadi konsumen produk pertanian yang dihasilkan,
sehingga pemasaran hasil menjadi lebih efisien. Selain itu, dengan adanya kesadaran
petani akan arti petingnya kelestarian sumber daya, maka kelanggengan produksi menjadi
lebih terjaga yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan petani. Bagi
masyarakat sekitar, dengan banyaknya kunjungan wisatawan, mereka dapat memperoleh
kesempatan berusaha dengan menyediakan jasa dan menjual produk yang dihasilkan
untuk memenuhi kebutuhan wisatawan.
Pengembangan agrowisata dapat diarahkan dalam bentuk ruangan tertutup (seperti
museum), ruangan terbuka (taman atau lansekap), atau kombinasi antara keduanya.
Tampilan agrowisata ruangan tertutup dapat berupa koleksi alat-alat pertanian yang khas
dan bernilai sejarah atau naskah dan visualisasi sejarah penggunaan lahan maupun proses
pengolahan hasil pertanian. Agrowisata ruangan terbuka dapat berupa penataan lahan
yang khas dan sesuai dengan kapabilitas dan tipologi lahan untuk mendukung suatu
sistem usahatani yang efektif dan berkelanjutan. Komponen utama pengembangan
11
agrowisata ruangan terbuka dapat berupa flora dan fauna yang dibudidayakan maupun
liar, teknologi budi daya dan pascapanen komoditas pertanian yang khas dan bernilai
sejarah, atraksi budaya pertanian setempat, dan pemandangan alam berlatar belakang
pertanian dengan kenyamanan yang dapat dirasakan. Agrowisata ruangn terbuka dapat
dilakukan dalam dua versi/pola, yaitu alami dan buatan.
Objek agrowisata ruangan terbuka alami ini berada pada areal di mana kegiatan
tersebut dilakukan langsung oleh masyarakat petani setempat sesuai dengan kehidupan
keseharian mereka. Masyarakat melakukan kegiatannya sesuai dengan apa yang biasa
mereka lakukan tanpa ada pengaturan dari pihak lain. Untuk memberikan tambahan
kenikmatan kepada wisatawan, atraksi-atraksi spesifik yang dilakukan oleh masyarakat
dapat lebih ditonjolkan, namun tetap menjaga nilai estetika alaminya. Sementara fasilitas
pendukung untuk pengamanan wisatawan tetap disediakan sejauh tidak bertentangan
dengan kultur dan estetika asli yang ada, seperti sarana transportasi, tempat berteduh,
sanitasi, dan keamanan dari binatang buas. Contoh agrowisata terbuka alami adalah
kawasan Suku Baduy di Pandeglang dan Suku Naga di Tasikmalaya, Jawa Barat; Suku
Tengger di Jawa Timur; Bali dengan teknologi subaknya; dan Papua dengan berbagai
pola atraksi pengelolaan lahan untuk budi daya umbi-umbian. Di Pulau Lombok dapat
dikembangkan agro wisata berbasis tanaman kopi dipadukan dengan kearifan lokal.
Kawasan agrowisata ruang terbuka buatan ini dapat didesain pada kawasan-
kawasan yang spesifik, namun belum dikuasai atau disentuh oleh masyarakat adat. Tata
ruang peruntukan lahan diatur sesuai dengan daya dukungnya dan komoditas pertanian
yang dikembangkan memiliki nilai jual untuk wisatawan. Demikian pula teknologi yang
diterapkan diambil dari budaya masyarakat lokal yang ada, diramu sedemikian rupa
sehingga dapat menghasilkan produk atraksi agrowisata yang menarik. Fasilitas
pendukung untuk akomodasi wisatawan dapat disediakan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat modern, namun tidak mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada.
Kegiatan wisata ini dapat dikelola oleh suatu badan usaha, sedang pelaksana atraksi
parsialnya tetap dilakukan oleh petani lokal yang memiliki teknologi yang diterapkan.
Teknologi budi daya pertanian tradisional sebagai perwujudan keserasian hasil
seleksi alam yang berlangsung dalam kurun waktu yang panjang dapat menjadi paket
atraksi wisata yang potensial untuk dipasarkan. Sejalan dengan upaya pemerintah untuk
meningkatkan pendapatan petani yang memiliki lahan sempit serta adanya gejala
penggunaan lahan yang melebihi daya dukungnya, maka adanya alternatif pemanfaatan
lahan yang berorientasi kepada kepentingan wisata sangat baik untuk dilakukan.
12
Potensi objek wisata dapat dibedakan menjadi objek wisata alami dan buatan
manusia. Objek wisata alami dapat berupa kondisi iklim (udara bersih dan sejuk, suhu dan
sinar matahari yang nyaman, kesunyian), pemandangan alam (panorama pegunungan
yang indah, air terjun, danau dan sungai yang khas), dan sumber air kesehatan (air
mineral, air panas). Objek wisata buatan manusia dapat berupa falitas atau prasarana,
peninggalan sejarah dan budidaya, pola hidup masyarakat dan taman-taman untuk
rekreasi atau olah raga.
Dengan pengembangan agro wisata yang berbasiskan tanaman kopi dan
dipadukan dengan tanaman lain disamping untuk memperluas pengetahuan, pengalaman,
rekreasi, dan hubungan usaha dibidang pertanian, juga tidak kalah pentingnya yaitu
konservasi lahan dan tanaman. Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan
budaya lokal dalam memanfaatkan lahan, kita bisa meningkatkan pendapatan petani
sambil melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal
(indigenous knowledge) yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan
alaminya. Dengan posisi geografis di katulistiwa serta kondisi alam, hayati, dan budaya
yang beragam, wilayah Nusa Tenggara Barat umumnya dan Kabupaten Lombok Tengah
khususnya memiliki potensi besar untuk mengembangkan agrowisata. Kegiatan ini
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani sekaligus melestarikan sumber daya
lahan dan tanaman yang ada.
13
Produktivitas perkebunan kopi yang kami kelola selama ini tergolong masih
rendah. Karena rata-rata produksi yang dapat dicapai per tahun berdasarkan luasan areal
yang dikelola hanya mencapai 5 kw/ha, sementara rata-rata produktivitas nasional
mencapai 20 kw/ha. Ada beberapa faktor yang diduga cukup signifikan berpengaruh
terhadap rendahnya produktivitas perkebunan kopi di wilayah NTB, termasuk khususnya
di perkebunan PT. Trisno Kenangan. Faktor yang dimaksud adalah masih rendahnya
potensi sumber daya manusia sehingga lemah dalam pengelolaan usaha perkebunan yang
intensif dan efieien, lingkungan fisik terutama iklim dan tanah yang kurang mendukung,
kurangnya penerapan teknologi budidaya dan kurangnya infra sturktur sebagai pendukung
dalam pengembangan usaha perkebunan kopi.
Kendala lain yang selalu menjadi hambatan bagi petani untuk mengembangkan
usaha perkebunan kopi adalah semakin menurunnya produktivitas tanah. Petani semakin
ketergantungan terhadap pupuk dan obat-obatan kimia sehingga biaya produksi semakin
meningkat dari tahun ketahun, sementara di sisi lain harga produk petani kurang stabil.
Fakta membuktikan bahwa sistem pertanian moderen yang secara intensif menggunakan
pupuk dan obat-obatan kimia telah memutuskan mata rantai proses dekomposisi di dalam
tanah. Akibatnya pengadaan unsur hara secara alami melalui proses dekomposisi tidak
berlangsung normal sehingga tanaman kurang menghasilkan panen yang baik. Kualitas
produk kopi semakin menurun; hal ini ditandai dengan umur massa simpan semakin
pendek dan mudah mayang. Penyebab utamanya yang tampak adalah kerusakan tekstur
dan struktur tanah, kebalnya hama dan organisme penyebab penyakit tanaman dan
terakumulasinya residu pestisida dan pupuk di dalam produk, tanah dan air.
yang utama yaitu : Pengaturan sistem tanam poliklonal per pohon dengan teknik
sambung pucuk (grafting), pemupukan berimbang dengan mengutamakan
masukan bahan organik dengan sistem lorak (larikan di bawah tajuk tanaman
kopi), pengaturan penaungan, pemangkasan dan pengendalian hama, penyakit dan
gulma secara terpadu. Dalam sistem ini ditargetkan produktivitas kebun dalam
asumsi pisimistis mencapai 1,5 ton/ha, sehingga bila dicobakan dalam 10 hektar
akan diperoleh produksi kopi beras sebanyak 15 ton. Peningkatan produksi yang
telah dicapai secara nyata ini akan dijadikan dasar untuk mengembangkan
perkebunan secara bertahap dan terus-menerus sehingga dalam jangka panjang
produktivitas kebun secara keseluruhan mencapai 1,5 ton/ha.
2.3.1.2. Uji coba produksi komersial
Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran kstabilan hasil dan
daya hasil aktual setelah dilakukan proses intensifikasi dan peremajaan. Pengujian
dilakukan setelah dilakukan perluasan intensifikasi, sehingga ada dua perluasan
areal kebun yang telah diterapkan proses intensifikasinya.
Dalam pengujian kestabilan produksi ini, yang utama diamati adalah
produksi rata-rata pada saat panen raya tahun sekarang dan produksi pada panen
tahun kedua (berikutnya). Kemudian hasilnya dibandingkan dan bila tidak terjadi
penurunan produksi yang signifikan dan antara kebun intensif pertama (I) dan
kebun intensif perluasan tidak ada perbedaan hasil yang nyata maka perluasan
intensifikasi terus dilakukan secara bertahap. Selain itu juga dilakukan
pengamatan penunjang untuk mengetahui tingkat ketahanan tanaman terhadap
intensitas penyakit becak daun dan responnya terhadap aplikasi pemupukan, dan
cara pemangkasan yang telah diterapkan. Metode yang digunakan dalam
pengujian ini adalah metode eksperimental dengan percobaan di lapangan. Setiap
unit percobaan dirancang dengan Rancangan Kelompok dengan 3 ulangan. Lahan
di setiap unit percobaan dibagi menjadi 3 blok dengan ukuran setiap blok 50 x 100
m.
D. Pertimbangan Usaha
1. Break Even Point (BEP)
1. Untuk volume produksi : 81.500.000 : 10.000 = 8.150
Titik balik modal tercapai jika dihasilkan produk kopi beras 8150 kg (8,15
ton)
2. Untuk harga jual produksi : 81.500.000 : 20.000 = 1808
Titik balik modal tercapai jika harga produk kopi beras per kg Rp 4.075,-
2. B/C-ratio 100.000.000 : 81.500.000 = 1,23
Setiap penambahan biaya Rp 1000, diperoleh penerimaan Rp 1.230,-
Pohon pelindung dapat dijadikan sebagai sumber kompos dan bahan organik
tambahan bagi kesuburan fisik tanah.
Pohon pelindung yang berakar dalam dapat membantu penambahan unsur hara
melalui penguraian mineral dan kelat organik yang termineralisasi di lapisan tanah
bawah, dan juga pelapukan seresah daun-daunnya di lapisan permukaan tanah.
Pohon pelindung dapat membantu peningkatan kadar N tanah, terutama bila
pohon pelindung dari kelompok tanaman leguminoseae.
Pohon pelindung yang naungannya baik dan teratur dapat menekan pertumbuhan
gulma terutama dari kelompok rumput-rumputan dan teki, sehingga mengurangi
biaya pengendalian gulma.
patah bila kena tiupan angin kencang dan mudah terserang hama penggerek batang.
Kelebuhannya adalah daunnya rimbun terutama di musim kemarau dan mampu
menambah kesuburan tanah. Cara pengaturan penanamannya adalah sama seperti
pada tanaman dadap namun perlu ditambahkan dengan tanaman peneduh lain seperti
lamtoro dan gamal.
3. Lamtoro (Leucena glauca), Pada saat sekarang hampir semua perkebunan kopi
menggunakan pohon peneduh lamtoro. Hal ini karena lamtoro lebih unggul
dibandingkan dengan dadap dan sengon untuk tanaman penaung kopi. Namun ada
kelemahannya adalah daunnya yang sedikit dan mudah terserang hama kutu loncat
(Ferrissia virgata) terutama di musim kemarau. Selain itu bijinya yang banyak dan
mudah tumbuh sembarangan justru sering sebagai gulma pada perkebunan. Cara
untuk mengatasi masalahnya adalah, dipilih jenis-jenis yang berbuah sedikit dan
berdaun lebat seperti L. pulverulenta, dan L. Glabrata. Untuk mengatur
penaungannya dilakukan dengan cara penenaman diantara barisan tanaman kopi
dengan jarak tanam antara 1-2 tanaman pokok pada waktu masih umur 1-5 tahun,
namun setelah umur lebih dari 5 tahun tanaman lamtoro diperjarang dengan jarak
tanam antara 3-4 tanaman pokok. Selain pengaturan jarak tanam, juga dilakukan
pemangkasan yang teratur terutama menjelang musim hujan. Kelebihan dari lamtoro
untuk naungan kopi adalah, rimbun sepanjang musim, daun-daunnya mudah melapuk
sehingga cepat menambah bahan organik tanah, tahan terhadap goncangan angin
(tidak mudah rebah dan patah), dan setelah tua dapat dipenen atau diremajakan
dengan memanfaatkannya sebagai bahan bakar.
24
Kebun kopi dengan penaungan dari lamtoro dengan jarak yang lebih jarang
(gambar kanan) dan jarak rapat antara 1-2 tanaman pokok (gambar kiri)
Pada gambar di atas, nampak bahwa pengaturan penaungan dari lamtoro terutama
jarak tanam dan pemangkasannya yang sangat baik dan taratur, sehingga memberikan
kontribusi pertumbuhan tanaman yang sangat positif. Tampak pula bahwa bila intensitas
naungan terlalu tinggi misalnya telah melebihi 50% maka lamtoro akan diperjarang
25
Pemotongan/toping tanaman kopi dilakukan pada awal musim hujan dan bila
memungkinkan dan entrsi dari klon-klon unggul tersedia setiap bayonet-bayonet yang
tumbuh sangat ideal untuk disambung (grafting) sehingga secara langsung terbentuk
sistem tanam multi klon per pohon. Pada kopi robusta pemotongan dilakukan tepat di
atas ruas dengan memotong salah satu cabang primer paling atas (Gambar 14 kiri) dan
cara ini disebut cara semeru. Atau sumua cabang primer paling di atas dipotong dan
cara ini dicebut cara bangalan (Gambar 14 kanan).
2. Pemangkasan cabang primer/penyunatan cabang primer; Tujuan dari
pemangkasan ini adalah : Untuk mengatur pembentukan cabang yang lebih banyak,
lebih kuat, letaknya teratur, arahnya menyebar merata, untuk mengatur pembuahan
lebih kontinyu, tanaman tidak membentuk payung terbuka dan untuk merangsang
pertumbuhan cabang sekunder produktif. Cara pemangkasan ini adalah, dipangkas
cabang primer pada ketinggian 60 -80 cm dari permukaan tanah, tepat pada ruas
ketiga dari pangkal cabang. Pemangkasan kedua pada ketinggian 120 cm(1-2 tingkat
di atas pemangkasan pertama). Arah pemangkasan berlawanan dengan pemangkasan
pertama. Waktu pemangkasan dilaksanakan sebelum cabang berbunga, awal musim
hujan. Cara pemangkasan ini disajikan pada Gambar 15 berikut.
28
Pemangkasan cabang primer pandangan dari sisi samping (Gambar Kiri) dan
pandangan dari sisi atas (Gambar Kanan)
Cabang berbuah ke II
4. Penambahan pupuk hijau atau pupuk kandang terutama dari seresah legunm atau dari
Flemia congerta untuk memperbaiki sifat-sifat fisik tanah.
5. Perbaikan tanaman penaungan, misalnya dengan cara penyulaman atau pergantian
serta pemangkasan total sehingga terpelihara tanaman naungan yang baik misalnya
dari jenis lamtoro unggul yang tidak berbiji terlalu banyak.
Keuntungan-keuntungan dari pelaksanaan pemangkasan ini dan yang terpenting
disertai dengan penyambungan dari klon-klon unggul adalah :
1. Pertumbuhan tanaman lebih kuat dan tidak mudah patah karena angina ataupun
gangguan dari pemetik buah
2. Mudah untuk mendapatkan cabang-cabang produktif yang baru, sehingga setiap
tahun selalu bisa diharapkan hasil yang stabil.
3. Pohon tidak selalu harus terus diremajakan atau direjuvensi total, karena apabila
pelaksanaan rejuvensi total itu berarti terjadi penurunan produksi secara total dan
drastic.
4. Produksi tetap tinggi dan stabil walaupun tanaman telah berumur tua. Produksi
tanaman yang kurang baik dan tidak stabil dicontohkan pada gambrr beriku ini.
curah hujan memang cukup tinggi, namun yang menjadi permesalahannya adalah tidak
meratanya curah hujan sepanjang tahauan. Dalam hal ini tanaman kopi butuh curah hujan
yang merata sepanjang tahaun bukan hanya curah hujan tinggi saja. Kemerataan yang
dimaksud adalah diharapkan ada paling sedikit 6-8 bulan basah per tahun sementara bulan
kering palang tinggi 4-5 bulan/tahun. Untuk mengatasi tidak meratanya curah hujan ini
pemupukan dilakukan dengan menambah bahan pembaik tanah seperti :
Pupuk organik berupa mulsa/mulch, yang berasal dari daun-daun/seresah tanaman
peneduh hasil pangkasan, tanaman penutup tanah, gulma yang telah disiangi, dan
limbah kulit buah yang telah dikomposkan. Fungsi dari pupuk organik segar ini
adalah menambah beberapa unsure hara terutama unsur hara mikro, memperbaiki sifat
fisik tanah, dan melindungi tanah dari kekeringan pada saat musim kemarau. Waktu
aplikasinya yang tepat adalah saat awal musim hujan dan awal musim kemarau,
setelah selesai pemangkasan pohon peneduh dan pengendalian gulma. Cara atau
teknik aplikasi dengan system lorak, yaitu kompos ditumpuk di sekitar batang kopi
setebal ± 15 cm, yang telah dibuatkan larikan untuk aplikasi pupuk buatan dengan
lebar bisa mencapai 25 – 30 cm.
Pupuk kandang/kompos; Fungsi utama dari pupuk kandang pada perkebunan kopi
terutama pada saat pengolahan tanah dan pembentukan teras ataupun sekedan. Karena
pupuk kandang diharapkan dapat memperbaiki sifat fisik tanah terutama jenis tanah
yang kandungan fraksi litany tinggi. Namun demikian dapat pula diaplikasikan pada
saat awal musim hujan bersamaan dengan pemberian pupuk anorganik. Pada tanah-
tanah yang masam dapat ditambahkan dengan kapur sebanyak 0,5 – 1 ton/ha. Cara
aplikasi pupuk kandang dicampur langsung dengan tanah setelah selesai diolah
dengan dosis aplikasi 15 – 20 ton per hektar.
sistem pengelolaan perkebunan secara intensif, sumber inovasi teklnologi budidaya yang
dapat diadopsi oleh petani, dan media tempat pelatihan bagi petani sekitar untuk
meningkatkan keterampilan budidaya khususnya tanaman kopi. Secara ekonomis dalam
jangka panjang bila perusahaan semakin maju, dapat menyerap banyak tenaga kerja baik
sebagai tenaga harian maupuan tenaga tetap. Selain itu, yang merupakan harapan kita di
masa yang akan datang, perusahaan juga mampu menampung dan sebagai tempat
pemasaran hasil kopi petani dan juga dapat menyediakan saprodi dan modal bagi
perkebunan rakyat di sekitarnnya.
Sambungan yang dibiarkan berbuah masih muda pertumbuhan vegetatifnya tidak normal
41
Sambungan yg telah berumur 2 tahun dan telah terjadi keseimbangan antara pertumbuhan
vegetattif dan generative
42
Bila dalam satu pohon salah satu cabang utama tidak disambung dan dibiarkan
tubuh normal, maka cabang tersebut akan berbuah lebat karena bunga betina
tetap terbuahi dari tepung sari bunga jantan klon yang lainnya
45
Konservasi Lahan
Dari hasil penelitian terbukti bahwa tanaman kopi dapat menahan tanah
dan air hampir sama dengan tanaman hutan artinya fungsi konservasi tanaman
kopi tidak berbeda dengan tanaman hutan. Salah satu metode konservasi tanah dan
air adalah metode vegetatif. Dengan pengelolaan secara standar pada perkebunan
kopi, maka perkebunan kopi berperan sebagai sebagai sarana konservasi tanah dan
air. Metode vegetatif yang akan dikembangkan melalui perkebunan kopi yaitu
1. Mengusahakan agar lapis-lapis tajuknya lebih banyak dengan pemangkasan
batang tunggal sehingga dapat melindungi tanah dari tetesan air hujan
langsung (rain drops impact) sehingga mencegah splash erosion.
2. Mengusahakan agar di atas tajuk tanaman kopi terdapat tajuk tanaman
penaung tetap yang berupa tanaman leguminosae sehingga terbentuk strata
lapisan tajuk yang berperan dalam mengurangi rain drop impact.
3. Menerapkan kultur teknik pada tanaman kopi sejalan dengan prinsip
konservasi tanah dan air meliputi penanaman pohon penaung dan pelindung
baik sementara dan tetap, pengaturan jarak tanam dan tata tanam sejajar
kontur, pemangkasan, pemberian pupuk organik, dan pembuatan rorak.
4. Guna menciptakan lingkungan tumbuh yang ideal bagi tanaman kopi, setiap
luasan tertentu pertanaman kopi dikelilingi oleh tanaman kayu yang berfungsi
sebagai pengendali iklim mikro(microclimate) sekaligus sebagai pematah
angin (wind breaker). Dengan metode ini disamping sebagai pengendali iklim
mikro dan pematah angin juga sangat berguna untuk memperbaiki sifat kimia
tanah.
46
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan uaraian permasalahan yang dihadapi dan rencana-rencana usaha
pengembangan perkebunan yang akan dijalankan, maka dapat disimpulkan beberapa hal
pkok yang antara lain :
1. Usaha perkebunan kopi ini layak terus dikembangkan karena berdasarkan hasil
analisis ekonomi sementara, diperoleh nilai IPP lebih dari 1 (satu) dan pencapaian
BEP mengarah positif, yaitu pada asumsi produksi pesimistis dan harga produk kopi
beras dipasaran kurang dari Rp 10.000,-/kg.
2. Pengembangan perkebunan kopi ini harus didasarkan pada kesiapan pengelola untuk
peningkatkan manajemen pengelolaan perkebunan dan melakukan intensifikasi
menyeluruh secara bertahap melalui proyek jangka pendek dan jangka panjang.
Intensifikasi ditekankan pada penerapan teknologi budidaya kopi yang meliputi:
Perbaikan dan pengadaan bibit dari klon-klon unggul
Perbaikan sistem keragaan/bentuk tanaman dengan cara grafting/ penyambungan
dengan klon-klon unggul sehingga diperoleh keragaan tanaman yang multiklon
dalanm satu pohon.
Perlakuan pemangkasan baik pemangkasan bentuk, pemeliharaan, produksi dan
rejuvensi secara teratur sehingga produktivitas tanaman dapat dipertahankan
berkesinambungan.
Penataan dan pemeliharaan pohon peneduh, dalam hal ini termasuk
pergantian/peremajaan pohon peneduh, pemangkasan dan penjarangan sesuai
dengan kebutuhan sinar matahari, umur tanaman dan konservasi tanah.
Perlakuan pemupukan baik dengan pupuk organik maupun anorganik secara
berimbang, dengan sistem larikan sesuai dengan umur tanaman, kapasitas
produksi dan iklim terutama curah hujan.
Pengendalian gulma, hama dan penyakit dilakukan secara terpadu.
3. Agar proses perbaikan sistem pengelolaan perkebunan lebih cepat terrealisasi,
terutama dalam penerapan teknik budidaya yang intensif tersebut, maka dilakukan
dengan menjalin kerjasama dengan Perguruan Tinggi (Fakultas Pertanian Unram).
Dalam jalinan kerjasama Perkebunan mendapat masukan inovasi teknologi seperti
yang telah diuraikan tersebut dan sekaligus melatih karyawan teknis perkebunan
untuk menerapkan sistem pemeliharaan perkebunan kopi standar secara
berkesinambungan. Sedangkan di pihak Perguruan tinggi akan ada fasilitas untuk
48
melakukan research jangka panjang tentang fenomena tanaman kopi dan tempat
praktek kerja lapang bagi mahasiswa.
4. Dalam jangka panjang perusahaan perkebunan akan lebih diarahkan pada aspek sosial
dan lingkungan. Perkebunan disamping tetap memperhatikan produktivitasnya juga
Perkebunan akan mengembangkan usaha-usaha untuk konservasi tanah, air dan
tanaman. Perkebunan juga akan diarahkan sebagai wahana rekreasi dan tempat
menimba ilmu pengatahuan dan pengalaman dengan mengembangkan perkebunan
“Inti” dan perkebunan rakyat disekitarnya sebagai “Plasma”. Perkebunan mampu
menyediakan fasilitas percontohan sistem pengelolaan perkebunan secara intensif,
sumber inovasi teknologi budidaya yang dapat diadopsi oleh petani, dan media
tempat pelatihan bagi petani sekitar untuk meningkatkan keterampilannya. Secara
ekonomis perkebunan juga dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja baik sebagai
tenaga harian maupuan tenaga tetap. Selain itu, yang merupakan harapan kita di masa
yang akan datang, perusahaan juga mampu menampung dan sebagai tempat
pemasaran hasil kopi petani dan juga dapat menyediakan saprodi dan modal bagi
perkebunan rakyat di sekitarnnya.