Anda di halaman 1dari 48

CATATAN KULIAH BUDIDAYA TANAMAN

TAHUNAN

PENGUSAHAAN PERKEBUNAN KOPI

OLEH

Ir. I Ketut Ngawit, MP.

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2021
2

I. PENDAHULUAN
Bencana banjir dan tanah longsor yang melanda Indonesia akhir-akhir ini
disinyalir akibat adanya pembalakan liar. Oleh karena itu pengusahaan hutan dengan
perkebunan kopi merupakan solusi yang saling menguntungkan baik untuk produksi
maupun konservasi lahan. Pengusaha maupun masyarakat sekitar akan berusaha untuk
mempertahankan tanaman kopinya yang merupakan sumber kehidupannya, kurang
tertarik dengan penebangan pohonnya. Lain halnya kalau hutan hanya ditanami oleh
pohon-pohon yang hanya dimanfaatkan kayunya saja akan cenderung dilakukan
pengrusakan, kalaupun ada reboisasi tidak sebanding dengan penebangannya. Dengan
pengelolaan hutan yang baik akan dapat mempertahannya bahkan dapat meningkatkan
keberadaan sumber air. Air merupakan 'mata air kehidupan' yang bertali-temali dengan
institusi sosial, budaya, ekonomi dan ekologis, sehingga harus dilindungi keberadaannya
Dengan laju pertumbuhan yang relatif konsisten sekitar 4% per tahun, baik pada
situasi ekonomi normal maupun krisis, subsektor perkebunan merupakan salah satu
subsektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Peran
penting tersebut mencakup penyediaan lapangan kerja, devisa, pengentasan kemiskinan,
pembangunan pedesaan, dan pelestarian lingkungan. Subsektor perkebunan memegang
peranan strategis dalam perekonomian Indonesia. Subsektor perkebunan mempunyai
peran yang signifikan dalam penyediaan lapangan kerja dengan kontribusi sekitar 17 juta
pada tahun 2003. Peran ini relatif konsisten, baik ketika Indonesia mengalami masa krisis
maupun dalam masa booming. Subsektor perkebunan juga sangat strategis dalam
penyediaan pangan, minyak goreng sawit, gula, karet, coklat, dan kopi yang merupakan
salah satu pilar stabilitas ekonomi dan politik di Indonesia. Terhadap PDB secara nasional
tanpa migas, kontribusi subsektor perkebunan adalah sekitar 2.9 % atau sekitar 2.6 %
PDB total. Jika menggunakan PDB dengan harga konstan tahun 1993, pangsa subsektor
perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah 17.6%, sedangkan terhadap PDB
nonmigas dan PDB nasional masing-masing adalah 3.0% dan 2.8% (Badan Pusat Statistik
2004).
Sejalan dengan dinamika yang terjadi, subsektor perkebunan secara terus menerus
mengalami perubahan lingkungan strategis. Pertama, perubahan lingkungan strategis
tersebut bersumber dari isu globalisasi yang pada dasarnya menuju pada liberalisasi
perdagangan dan industri. Hal ini berimplikasi bahwa sektor pertanian Indonesia harus
mampu secara terus menerus meningkatkan daya saingnya. Kedua, perubahan lingkungan
3

strategis pada isu-isu lingkungan. Ketiga, sektor pertanian juga mengalami perubahan
lingkungan strategis yang berpangkal dari pelaksanaan otonomi daerah. Perubahan faktor
politik dan krisis multi-dimensional yang kini dihadapi Indonesia juga merupakan sumber
perubahan lingkungan strategis. Merebaknya isu-isu keadilan juga merupakan faktor lain
yang turut merubah lingkungan strategis sektor pertanian.
Salah satu strategi yang menjadi keharusan dalam merespon perubahan lingkungan
strategis adalah melakukan penerapan teknologi termutakhir. Tanpa terus menerus
menerapkan perubahan teknologi, perkebunan tidak akan mampu bersaing dalam
merespon isu globalisasi. Perubahan teknologi juga merupakan respon terhadap tuntutan
isu lingkungan, otonomi daerah, dan merespon aspek keadilan. Untuk itu pengelola
perkebunan perlu memperhatikan mengenai perkembangan teknologi perkebunan yang
sudah dikembangkan maupun yang masih perlu dikembangkan pada masa mendatang.
Pengembangan perkebunan kopi tidak lepas dari berbagai faktor yang
mempengaruhi dan tujuan dari pengembangan baik tujuan jangka pendek maupun jangka
panjang. Faktor kebijakan pengembangan komoditas perkebunan sangat mempengaruhi
arah pengembangan perkebunan terutama jangka panjang. Kebijakan pengembangan
perkebunan saat ini masih diarahkan untuk peningkatan produktivitas dan mutu hasil kopi
untuk meningkatkan nilai ekspor. Ketersediaan teknologi baru yang lebih menguntungkan
sangat diharapkan untuk pengembangan perkebunan kopi. Disamping ditujukan untuk
produktivitasnya, perkebunan kopi juga mempunyai banyak manfaat lain terutama untuk
konservasi lahan dan juga bisa dikembangkan ke arah agro wisata yang berbasis tanaman
kopi yang dipadukan dengan tanaman lain terutama tanaman lokal daerah setempat.

1.1. Kebijakan Pengembangan Komoditas Perkebunan Kopi

Sebagai komoditas andalan perkebunan, dimasa yang akan datang pengembangan


kopi di Indonesia tetap penting mengingat beberapa keunggulan yang masih
memungkinkan terjadinya peningkatan daya saing secara optimal. Keunggulan tersebut
diantaranya adalah: (1) Masih terbukanya peluang peningkatan produktivitas dan kualitas
lahan dan tanaman dengan ketersediaan IPTEK dan tenaga kerja yang memadai; (2)
Terbukanya peluang peningkatan nilai tambah dari kegiatan diversifikasi usaha; (3) Pola
pengembangan yang mendukung usahatani berkelanjutan; (4) Eksistensi keberadaan kopi
Indonesia masih diperhitungkan dunia karena karakteristik yang dimiliki kedua jenis kopi
tersebut tidak dapat digantikan oleh kopi negara lainnya; (5) Potensi pengembangan
4

produk spesialti dan organik serta agrowisata berbasis kopi; (6) Potensi lahan yang sesuai
agroklimat (1.000 dpl) berpoteni tinggi seluas 9,6 juta ha; (7) Permintaan dunia terhadap
kopi arabika dan robusta yang masih cukup tinggi.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka strategi pengembangan perkopian kedepan
adalah “mewujudkan sistem dan usaha agribisnis kopi dalam suatu Kawasan Industri
Masyarakat Perkebunan (KIM-Bun) yang berdaya saing, berkeadilan, berkelanjutan dan
terdesentralisasi untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat”.
Mengacu kepada strategi tersebut di atas, maka kebijakan agribisnis perkebunan di bidang
perkopian adalah seperti berikut.

1.1.1. Peningkatan Produktivitas dan Mutu Hasil Kopi

Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman serta mutu


hasil kopi secara bertahap, baik yang dihasilkan oleh petani pekebun maupun perkebunan
besar. Penerapan kebijakan peningkatan produktivitas dan mutu kopi ditempuh antara lain
melalui:
a. Rehabilitasi kopi rakyat dengan klon unggul dan intensifikasi yang didukung dengan
pembinaan mutu di tingkat petani;
b. Konversi tanaman kopi jenis robusta dengan arabika dan perluasan kopi arabika secara
bertahap hingga mencapai perbandingan 89%:20%.
c. Sosialisi teknik budidaya kopi sesuai dengan anjuran Balai Penelitian Kopi dan Kakao
kepada petani.
d. Fasilitasi dalam pengadaan sarana produksi. Pengembangan pilot proyek kopi
specialty dan organik
e. Pengembangan perkebunan kopi robusta pola konservasi bekerja sama dengan Dinas
Perkebunan Daerah dan GPPI.
f. Pengembangan kopi berkelanjutan (sustainable) didalammnya termasuk kopi organik.
g. Gerakan peningkatan produksi 5% per tahun dan pemerintah menyediakan bibit/benih
di setiap daerah.
h. Akselerasi peningkatan produksi dan produktivitas kopi disertai dengan kegiatan
evaluasi untuk existing area yang secara kultur teknis tidak cocok untuk tanaman
kopi, terutama untuk tanah dengan kondisi S3.
5

1.1.2. Peningkatan Ekspor dan Nilai Tambah Kopi


Kebijakan ini dimaksudkan agar ekspor kopi Indonesia tidak lagi berupa bahan
mentah, tapi dalam bentuk hasil olahan dengan mutu yang dikehendaki konsumen,
sehingga nilai tambah dinikmati di dalam negeri. Penerapan kebijakan peningkatan nilai
tambah kopi ini ditempuh antara lain melalui:
a. Pengembangan produk hilir kopi melalui pemberian insentif kepada investor pengolah
hilir (pengurangan pajak penghasilan, penangguhan PPn).
b. Promosi peningkatan konsumsi kopi domestik dari 0,5 kg/kapita menjadi 0,7
kg/kapita pada tahun 2007 melalui kajian manfaat kopi bagi kesehatan.
c. Melakukan negosiasi dengan eksportir di negara-negara Uni Eropa.
d. Mengadakan kesepakatan dan kerjasama di bidang produksi dan pemasaran dengan
negara penghasil kopi robusta (Vietnam dan India).
e. Mendukung terwujudnya kerjasama dan koordinasi yang harmonis dan berkelanjutan
antar seluruh pelaku (stakeholders) yang terkait di bidang usaha agribisnis kopi,
terutama dalam memperjuangkan kepentingan nasional di pasar dunia, terutama
terhadap negara tujuan ekspor yang menerapkan peraturan sesuai karakteristiknya,
seperti:
1) Amerika Serikat dengan peraturan Sanitary and Phytosanytary Measures (SPS), yang
bertujuan melindungi makluk hidup dari segala bentuk zat tambahan, kontaminan,
racun ataupun organisme yang dapat menimbulkan penyakit;
2) Sistim HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) yang diberlakukan sejak
tahun 1997, yaitu ekspor harus mematuhi peraturan dari Departemen Pertanian
(USDA) Animal and Plant Health Inspection Services (APHIS), Plant Protection and
Quarantine (PPQ);
3) Batas kandungan residu pestisida oleh Federal Insecticide, Pungiside and
Rodanticide Act (FOFRA);
4) Detention atas produk yang berjamur, berwarna hitam, kerusakan karena lembab dan
basah, mengandung serangga, pewarna coklat, derajad kematangan, buah yang
kering, kandungan bahan asing dan kontaminasi bahan racun selama di cargo,
termasuk Nutrition Labelling .

Kebijakan ini dimaksudkan untuk tersedianya berbagai kemungkinan sumber


pembiayaan yang sesuai untuk pengembangan kopi, baik yang berasal dari lembaga
6

perbankan maupun non bank (antara lain memanfaatkan penyertaan dana masyarakat
melalui Kontrak Investasi Kolektif, Resi Gudang dan lain-lain).

1.2. Ketersediaan Teknologi Perkebunan Kopi

Ketersediaaan teknologi untuk pengembangan agribisnis perkebunan kopi tersedia


di Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI). Di samping itu, berbagai lembaga
penelitian seperti LIPI, BPPT, dan juga perguruan tinggi turut serta dalam menghasilkan
berbagai teknologi perkebunan kopi khususnya teknologi hilir. Walaupun sudah banyak
teknologi yang dikembangkan dengan cakupan yang demikian luas, agribisnis
perkebunan masih sangat membutuhkan dukungan teknologi baik yang berkaitan dengan
dari industri hulu (upstream industries) maupun dengan industri hilir (downstream
industries). Pada masa mendatang, isu sentral masih pada peningkatan daya saing,
pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, dan perubahan selera
konsumen/pasar yang sangat dinamis. Untuk menjawab hal tersebut, pengembangan dan
penerapan teknologi yang masih prospektif perlu dilakukan. Secara garis besar,
teknologi/produk yang sudah dihasilkan dan perlu dikembangkan adalah sebagai berikut:

1. Perakitan Klon/varietas unggul. Salah satu sisi teknologi perkebunan yang masih
sangat dibutuhkan pada masa mendatang adalah teknologi pada bidang
pembenihan/pembibitan. Rendahnya produktivitas industri pertanian di Indonesia
salah satunya berpangkal pada lemahnya pada bidang perbenihan. Indonesia masih
ketinggalan dalam bidang ini bila dibandingkan dengan beberapa negara pesaing,
khususnya Thailand dan Malaysia. Di samping itu, tututan selera konsumen yang
semakit komplek membutuhkan perbaikan sifat-sifat sekunder tanaman yang sesuai
dengan selera konsumen. Sebagai contoh kopi dengan kadar kafein yang rendah dan
aroma yang kuat. Hal ini antara lain dapat dipenuhi melalui perbaikan sifat sekunder
dari tanaman. Hampir semua komoditas perkebunan utama telah memiliki
klon/varietas unggul dengan produktivitas yang tinggi serta sifat sekunder yang lebih
baik atau sesuai dengan permintaan pasar. Sebagai contoh adalah kopi BP-425 dan
kopi BP-542.
2. Teknologi pengendalian hama terpadu. Berbagai teknologi pengendalian hama
terpadu (PHT) untuk tanaman kopi telah dihasilkan, sesuai dengan tuntutan sisi
pembangunan berkesinambungan.
7

3. Teknologi peningkatan produktivitas. Berbagai teknologi budidaya telah


dikembangkan dan diterapkan. Teknologi tersebut antara lain sistem pola usahatani
tanaman perkebunan kopi, sistem peremajaan partisipatif, pemupukan optimum,
sistem poliklonal berdasarkan luasan lahan maupun poliklonal per tanaman, dan
berbagai teknologi pengendalian hama dan penyakit.
4. Teknologi budidaya dan produk bio-organik. Tuntutan produk yang sehat dan alami
(produk organik) serta manajemen perkebunan yang menekankan pada pemeliharaan
lingkungan (bersahabat dengan lingkungan) menuntut respon perubahan teknologi
yang ramah lingkungan. Oleh karena itu, berbagai teknologi bio-organik yang ramah
lingkungan akan semakin dibutuhkan pada masa mendatang. Berbagai input pertanian
seperti pupuk dan pestisida bio diperkirakan akan mempunyai prospek yang baik
sehingga investasi teknologi pada bidang tersebut diperkirakan masih cukup
prospektif. Pada sistem perkebunan bio-organik ini proses budidaya perkebunan lebih
mengandalkan bahan-bahan organik dan mengurangi semaksimal mungkin
penggunaan bahan anorganik terutama bahan kimia dan memaksimumkan bahan-
bahan non kimiawi. Misalnya dengan memanfaatkan pupuk dari seresah tanaman
dengan pembuatan rorak-rorak, pengendalian hama dengan musuh alami atau sistem
budidaya yang baik. Teknologi budidaya bio-organik yang sudah dikembangkan
adalah untuk tanaman kopi dan teh. Sedangkan beberapa produk bio-organik yang
sudah dipasarkan antara lain bio-fertilizer, Ganoderma dan NoBB.
5. Teknologi industri hilir. Produk perkebunan Indonesia masih didominasi oleh produk
primer; di sisi lain, nilai tambah lebih banyak diperoleh dengan memproduksi produk
hilir di samping stabilitas harga yang jauh lebih terjamin. Berbagai teknologi industri
hilir perkebunan masih prospektif untuk terus dikembangkan. Oleh karena itu,
investasi teknologi pada bidang ini dinilai masih mempunyai peluang yang cukup
terbuka. Berbagai produk turunan dari industri perkebunan Indonesia masih dinilai
potensial untuk berkembang sehingga investasi teknologi pada bidang tersebut harus
dioptimalkan. Berbagai teknologi industri hilir perkebunan sudah dikuasai. Berbagai
teknologi industri hilir berbasis kopi (kopi bubuk, kopi instant) juga sudah
dikembangkan.
6. Analisis dan sintesis kebijakan. Berbagai hasil analisis dan kajian yang berkaitan
dengan kebijakan perkebunan sudah dilakukan. Kajian-kajian tersebut antara lain
menyangkut usulan kebijakan pajak ekspor, penghapusan PPn, kebijakan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekspor produk-produk kopi Indonesia, usulan kebijakan
8

percepatan pengembangan industri hilir perkebunan, dan alternatif model peremajaan


tanaman perkebunan kopi.
7. Sistem Informasi Agribisnis Perkebunan. Bisnis yang demikian dinamis memerlukan
dukungan data dan informasi yang cepat, akurat, dan terkini. Untuk itu, LRPI telah
mengembangkan suatu Sistem Informasi Agribisnis Perkebunan (SIAP) sejak tahun
2002 guna mengkomunikasikan dan menginformasikan berbagai data, informasi, dan
hasil penelitian yang berkaitan dengan bisnis perkebunan. Informasi tersebut
mencakup isu/ulasan terkini perkebunan, data dasar perkebunan, data ekonomi makro,
pasar, harga, teknologi, produk, jasa, studi, tenaga ahli, dan kalender kegiatan
perkebunan. Informasi tersebut dapat diakses pada website LRPI : www.ipard.com.

Industri perkebunan secara terus menerus menghadapi perubahan lingkungan


strategis, baik bersumber pada isu globalisasi, lingkungan, perubahan selera konsumen,
keadilan, perubahan kebijakan ekonomi makro pemerintah, serta dinamika ekonomi
makro Indonesia. Agar industri perkebunan dapat terus berkembang guna
mensejahterakan petani pada khususnya, serta masyarakat Indonesia pada umumnya,
maka industri perkebunan harus merespon perubahan tersebut dengan cepat dan tepat.
Pengembangan teknologi merupakan salah satu syarat keharusan dalam merespon
perubahan lingkungan strategis tersebut.

1.3. Pembangunan Wisata Agro Berbasis Tanaman Kopi


Wisata Agro atau agroturisme merupakan bagian dari objek wisata yang
memanfaatkan usaha pertanian (agrobisnis) sebagai objek wisata. Tujuannya adalah untuk
memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha dibidang pertanian.
Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan
lahan, kita bisa meningkatkan pendapatan petani sambil melestarikan sumber daya lahan,
serta memelihara budaya maupun teknologi lokal (indigenous knowledge) yang umumnya
telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya. Dengan posisi geografis di katulistiwa
serta kondisi alam, hayati, dan budaya yang beragam, wilayah Nusa Tenggara Barat
umumnya dan Kabupaten Lombok Tengah khususnya memiliki potensi besar untuk
mengembangkan agrowisata. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
petani sekaligus melestarikan sumber daya lahan yang ada.
9

Kabupaten Lombok Tengah memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity) yang


sangat besar. Kekayaan alam yang melimpah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber
plasma nutfah/genetik dan atau sebagai areal wisata. Demikian pula dengan kondisi tanah
dan iklim yang beragam, peluang untuk mengembangkan agro wisata yang berbasis pada
tanaman kopi semakin besar dengan menerapkan sistem pengelolaan melalui paket
teknologi yang sesuai. Hal ini akan lebih menarik lagi jika dipadukan dengan berbagai
teknologi pertanian lokal yang berkembang di masyarakat dengan menyesuaikannya
dengan tipologi lahan. Keunikan - keunikan tersebut merupakan aset yang dapat menarik
wisatawan baik lokal maupun asing untuk berkunjung/berwisata ke Kabupaten Lombok
Tengah.
Pada era otonomi daerah, agrowisata dapat dikembangkan dimasing - masing
daerah tanpa perlu ada persaingan antar daerah, mengingat kondisi wilayah dan budaya
masyarakat di Indonesia sangat beragam. Masing - masing daerah bisa menyajikan atraksi
agrowisata yang lain daripada yang lain. Pengembangan agrowisata sesuai dengan
kapabilitas, tipologi, dan fungsi ekologis lahan akan berpengaruh langsung terhadap
kelestarian sumber daya lahan dan pendapatan petani serta masyarakat sekitarnya.
Kegiatan ini secara tidak langsung akan meningkatkan persepsi positif petani serta
masyarakat sekitarnya akan arti pentingnya pelestarian sumber daya lahan pertanian.
Pengembangan agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena
usha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat pedesaan, sehingga dapat menahan
atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat saat ini. Manfaat yang dapat
dipeoleh dari agrowisata adalah melestarikan sumber daya alam, melestarikan teknologi
lokal, dan meningkatkan pendapatan petani/masyarakat sekira lokasi wisata.
Agrowisata pada prinsipnya merupakan kegiatan industri yang mengharapkan
kedatangan konsumen secara langsung ditempat wisata yang diselenggarakan. Aset yang
penting untuk menarik kunjungan wisatawan adalah keaslian, keunikan, kenyamanan, dan
keindahan alam. Oleh sebab itu, faktor kualitas lingkungan menjadi modal penting yang
harus disediakan, terutama pada wilayah - wilayah yang dimanfaatkan untuk dijelajahi
para wisatawan. Menyadari pentingnya nilai kualitas lingkungan tersebut,
masyarakat/petani setempat perlu diajak untuk selalu menjaga keaslian, kenyamanan, dan
kelestarian lingkungannya.
Agrowisata dapat dikelompokkan ke dalam wisata ekologi (eco-toursm), yaitu
kegiatan perjalanan wisata dengan tidak merusak atau mencemari alam dengan tujuan
untuk mengagumi dan menikmati keindahan alam, hewan atau tumbuhan liar di
10

lingkungan alaminya serta sebagai sarana pendidikan. Oleh karena itu, pengelolaannya
harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Pengaturan dasar alaminya, yang meliputi kultur atau sejarah yang menarik,
keunikan sumber daya biofisik alaminya, konservasi sumber daya alam ataupun
kultur budaya masyarakat.
2. Nilai pendidikan, yaitu interpretasi yang baik untuk program pendidikan dari
areal, termasuk lingkungan alaminya dan upaya konservasinya.
3. Partisipasi masyarakat dan pemanfaatannya. Masyarakat hendaknya
melindungi/menjaga fasilitas atraksi yang digemari wisatawan, serta dapat
berpartisipasi sebagai pemandu serta penyedia akomodasi dan makanan.
4. Dorongan meningkatkan upaya konservasi. Wisata ekologi biasanya tanggap dan
berperan aktif dalam upaya melindungi area, seperti mengidentifikasi burung dan
satwa liar, memperbaiki lingkungan, serta memberikan penghargaan/falitas
kepada pihak yang membantu melingdungi lingkungan.
Keunikan teknologi lokal yang merupakan hasil seleksi alam merupakan aset atraksi
agrowisata yang patut dibanggakan. Bahkan teknologi lokal ini dapat dikemas dan
ditawarkan untuk dijual kepada pihak lain. Dengan demikian, teknologi lokal yang
merupakan indigenous knowleadge itu dapat dilestarikan.
Selain memberikan nilai kenyamanan, keindahan ataupun pengetahuan, atraksi wisata
juga dapat mendatangkan pendapatan bagi petani serta masyarakat di sekitarnya.
Wisatawan yang berkunjung akan menjadi konsumen produk pertanian yang dihasilkan,
sehingga pemasaran hasil menjadi lebih efisien. Selain itu, dengan adanya kesadaran
petani akan arti petingnya kelestarian sumber daya, maka kelanggengan produksi menjadi
lebih terjaga yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan petani. Bagi
masyarakat sekitar, dengan banyaknya kunjungan wisatawan, mereka dapat memperoleh
kesempatan berusaha dengan menyediakan jasa dan menjual produk yang dihasilkan
untuk memenuhi kebutuhan wisatawan.
Pengembangan agrowisata dapat diarahkan dalam bentuk ruangan tertutup (seperti
museum), ruangan terbuka (taman atau lansekap), atau kombinasi antara keduanya.
Tampilan agrowisata ruangan tertutup dapat berupa koleksi alat-alat pertanian yang khas
dan bernilai sejarah atau naskah dan visualisasi sejarah penggunaan lahan maupun proses
pengolahan hasil pertanian. Agrowisata ruangan terbuka dapat berupa penataan lahan
yang khas dan sesuai dengan kapabilitas dan tipologi lahan untuk mendukung suatu
sistem usahatani yang efektif dan berkelanjutan. Komponen utama pengembangan
11

agrowisata ruangan terbuka dapat berupa flora dan fauna yang dibudidayakan maupun
liar, teknologi budi daya dan pascapanen komoditas pertanian yang khas dan bernilai
sejarah, atraksi budaya pertanian setempat, dan pemandangan alam berlatar belakang
pertanian dengan kenyamanan yang dapat dirasakan. Agrowisata ruangn terbuka dapat
dilakukan dalam dua versi/pola, yaitu alami dan buatan.
Objek agrowisata ruangan terbuka alami ini berada pada areal di mana kegiatan
tersebut dilakukan langsung oleh masyarakat petani setempat sesuai dengan kehidupan
keseharian mereka. Masyarakat melakukan kegiatannya sesuai dengan apa yang biasa
mereka lakukan tanpa ada pengaturan dari pihak lain. Untuk memberikan tambahan
kenikmatan kepada wisatawan, atraksi-atraksi spesifik yang dilakukan oleh masyarakat
dapat lebih ditonjolkan, namun tetap menjaga nilai estetika alaminya. Sementara fasilitas
pendukung untuk pengamanan wisatawan tetap disediakan sejauh tidak bertentangan
dengan kultur dan estetika asli yang ada, seperti sarana transportasi, tempat berteduh,
sanitasi, dan keamanan dari binatang buas. Contoh agrowisata terbuka alami adalah
kawasan Suku Baduy di Pandeglang dan Suku Naga di Tasikmalaya, Jawa Barat; Suku
Tengger di Jawa Timur; Bali dengan teknologi subaknya; dan Papua dengan berbagai
pola atraksi pengelolaan lahan untuk budi daya umbi-umbian. Di Pulau Lombok dapat
dikembangkan agro wisata berbasis tanaman kopi dipadukan dengan kearifan lokal.
Kawasan agrowisata ruang terbuka buatan ini dapat didesain pada kawasan-
kawasan yang spesifik, namun belum dikuasai atau disentuh oleh masyarakat adat. Tata
ruang peruntukan lahan diatur sesuai dengan daya dukungnya dan komoditas pertanian
yang dikembangkan memiliki nilai jual untuk wisatawan. Demikian pula teknologi yang
diterapkan diambil dari budaya masyarakat lokal yang ada, diramu sedemikian rupa
sehingga dapat menghasilkan produk atraksi agrowisata yang menarik. Fasilitas
pendukung untuk akomodasi wisatawan dapat disediakan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat modern, namun tidak mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada.
Kegiatan wisata ini dapat dikelola oleh suatu badan usaha, sedang pelaksana atraksi
parsialnya tetap dilakukan oleh petani lokal yang memiliki teknologi yang diterapkan.
Teknologi budi daya pertanian tradisional sebagai perwujudan keserasian hasil
seleksi alam yang berlangsung dalam kurun waktu yang panjang dapat menjadi paket
atraksi wisata yang potensial untuk dipasarkan. Sejalan dengan upaya pemerintah untuk
meningkatkan pendapatan petani yang memiliki lahan sempit serta adanya gejala
penggunaan lahan yang melebihi daya dukungnya, maka adanya alternatif pemanfaatan
lahan yang berorientasi kepada kepentingan wisata sangat baik untuk dilakukan.
12

Potensi objek wisata dapat dibedakan menjadi objek wisata alami dan buatan
manusia. Objek wisata alami dapat berupa kondisi iklim (udara bersih dan sejuk, suhu dan
sinar matahari yang nyaman, kesunyian), pemandangan alam (panorama pegunungan
yang indah, air terjun, danau dan sungai yang khas), dan sumber air kesehatan (air
mineral, air panas). Objek wisata buatan manusia dapat berupa falitas atau prasarana,
peninggalan sejarah dan budidaya, pola hidup masyarakat dan taman-taman untuk
rekreasi atau olah raga.
Dengan pengembangan agro wisata yang berbasiskan tanaman kopi dan
dipadukan dengan tanaman lain disamping untuk memperluas pengetahuan, pengalaman,
rekreasi, dan hubungan usaha dibidang pertanian, juga tidak kalah pentingnya yaitu
konservasi lahan dan tanaman. Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan
budaya lokal dalam memanfaatkan lahan, kita bisa meningkatkan pendapatan petani
sambil melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal
(indigenous knowledge) yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan
alaminya. Dengan posisi geografis di katulistiwa serta kondisi alam, hayati, dan budaya
yang beragam, wilayah Nusa Tenggara Barat umumnya dan Kabupaten Lombok Tengah
khususnya memiliki potensi besar untuk mengembangkan agrowisata. Kegiatan ini
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani sekaligus melestarikan sumber daya
lahan dan tanaman yang ada.
13

II. RENCANA USAHA JANGKA PENDEK

2.1. Latar Belakang Permasalahan

Produktivitas perkebunan kopi yang kami kelola selama ini tergolong masih
rendah. Karena rata-rata produksi yang dapat dicapai per tahun berdasarkan luasan areal
yang dikelola hanya mencapai 5 kw/ha, sementara rata-rata produktivitas nasional
mencapai 20 kw/ha. Ada beberapa faktor yang diduga cukup signifikan berpengaruh
terhadap rendahnya produktivitas perkebunan kopi di wilayah NTB, termasuk khususnya
di perkebunan PT. Trisno Kenangan. Faktor yang dimaksud adalah masih rendahnya
potensi sumber daya manusia sehingga lemah dalam pengelolaan usaha perkebunan yang
intensif dan efieien, lingkungan fisik terutama iklim dan tanah yang kurang mendukung,
kurangnya penerapan teknologi budidaya dan kurangnya infra sturktur sebagai pendukung
dalam pengembangan usaha perkebunan kopi.

Kendala lain yang selalu menjadi hambatan bagi petani untuk mengembangkan
usaha perkebunan kopi adalah semakin menurunnya produktivitas tanah. Petani semakin
ketergantungan terhadap pupuk dan obat-obatan kimia sehingga biaya produksi semakin
meningkat dari tahun ketahun, sementara di sisi lain harga produk petani kurang stabil.
Fakta membuktikan bahwa sistem pertanian moderen yang secara intensif menggunakan
pupuk dan obat-obatan kimia telah memutuskan mata rantai proses dekomposisi di dalam
tanah. Akibatnya pengadaan unsur hara secara alami melalui proses dekomposisi tidak
berlangsung normal sehingga tanaman kurang menghasilkan panen yang baik. Kualitas
produk kopi semakin menurun; hal ini ditandai dengan umur massa simpan semakin
pendek dan mudah mayang. Penyebab utamanya yang tampak adalah kerusakan tekstur
dan struktur tanah, kebalnya hama dan organisme penyebab penyakit tanaman dan
terakumulasinya residu pestisida dan pupuk di dalam produk, tanah dan air.

2.2. Solusi Pemecahan Masalah


Solusi yang akan diterapkan dalam jangka pendek untuk mengatasi permasalahan
yang ada saat ini adalah : 1). Meningkatkan manajemen pengelolaan dan melakukan
evaluasi kelayakan ekonomi usaha untuk meningkatkan efisiensi; 2). Peningkatan
produktivitas kebun dengan penerapan intensifikasi di bidang :
a. Penyediaan benih/bibit unggul
b. Pengusahaan dan pengembangan tanaman dengan sistem poliklonal
14

c. Penerapan pemupukan berimbang


d. Penaungan yang optimal, baik pemilihan jenis tanaman naungan maupun
pengaturannya untuk menjaga kestabilan intensitas naungan
e. Pelaksanaan pemangkasan yang teratur : Pemangkasan bentuk untuk pengaturan
efisiensi penerimaan sinar matahari, pemangkasan pemeliharaan untuk pengaturan
cabang/tunas-tunas liar, pemangkasan produksi untuk mempertahankan cabang-
cabang produktif dan kestabilan produksi tanaman dan pemangkasan rejuvensi
untuk peremajaan tanaman serta membuang cabang-cabang yang tidak produktif.
f. Pengendalian hama, penyakit dan gula secara terpadu.
3). Pembuatan kebun inti sebagai pilot project, untuk menerapkan usaha peningkatan
produktivitas kebun secara nyata yang dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama
akan dikembangkan secara intensif 5 ha, kemudian terus dikembangkan sebagai rencana
jangka panjang dalam usaha peremajaan kebun secara bertahap. 4). Menjalin kerjasama
dengan perguruan tinggi untuk kegiatan praktek lapang dan penelitian. Kerjasama ini
diharapkan ada jalinan yang saling menguntungkan secara sinergi antara kedua belah
pihak. Perkebunan mendapatkan informasi yang penting dalam penerapan teknologi
budidaya yang akan diterapkan untuk mengatasi permasalahan yang ada.

2.3. Peningkatan Pengelolaan dan Evaluasi Kelayakan Ekonomi


2.3.1. Analisis Produk terhadap Produk Kompetitor
Produk prototipe kopi yang telah dihasilkan, perlu suatu proses pengembangan
yang terutama diarahkan ke peningkatan kualitas, kontinyuitas dan kapasistas produksi
untuk memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat. Proses peningkatan tersebut,
diawali dengan : Peningkatan skala produksi kopi beras dan kopi bubuk; Uji coba
produksi komersial; dan uji coba pasar.
2.3.1.1. Peningkatan skala produksi
Total hasil rata-rata setiap tahun perkebunan ini terutama kopi beras dan
bubk masih rendah, sehingga perlu ditingkatkan secara terus menerus. Dalam
upaya peningkatan produksi ini akan dilakukan melalui intensifikasi secara
bertahap per sepuluh (10) hektar, sehingga daya hasilnya dapat meningkat dan
lebih tinggi dari daya hasil kebun sebelumnya. Dalam peningkatan sekala
perkebunan intensif ini digunakan metode “grid system” untuk mendapatkan
perkebunan kopi intensif yang standar. Melalui penerapan teknologi budidaya
15

yang utama yaitu : Pengaturan sistem tanam poliklonal per pohon dengan teknik
sambung pucuk (grafting), pemupukan berimbang dengan mengutamakan
masukan bahan organik dengan sistem lorak (larikan di bawah tajuk tanaman
kopi), pengaturan penaungan, pemangkasan dan pengendalian hama, penyakit dan
gulma secara terpadu. Dalam sistem ini ditargetkan produktivitas kebun dalam
asumsi pisimistis mencapai 1,5 ton/ha, sehingga bila dicobakan dalam 10 hektar
akan diperoleh produksi kopi beras sebanyak 15 ton. Peningkatan produksi yang
telah dicapai secara nyata ini akan dijadikan dasar untuk mengembangkan
perkebunan secara bertahap dan terus-menerus sehingga dalam jangka panjang
produktivitas kebun secara keseluruhan mencapai 1,5 ton/ha.
2.3.1.2. Uji coba produksi komersial
Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran kstabilan hasil dan
daya hasil aktual setelah dilakukan proses intensifikasi dan peremajaan. Pengujian
dilakukan setelah dilakukan perluasan intensifikasi, sehingga ada dua perluasan
areal kebun yang telah diterapkan proses intensifikasinya.
Dalam pengujian kestabilan produksi ini, yang utama diamati adalah
produksi rata-rata pada saat panen raya tahun sekarang dan produksi pada panen
tahun kedua (berikutnya). Kemudian hasilnya dibandingkan dan bila tidak terjadi
penurunan produksi yang signifikan dan antara kebun intensif pertama (I) dan
kebun intensif perluasan tidak ada perbedaan hasil yang nyata maka perluasan
intensifikasi terus dilakukan secara bertahap. Selain itu juga dilakukan
pengamatan penunjang untuk mengetahui tingkat ketahanan tanaman terhadap
intensitas penyakit becak daun dan responnya terhadap aplikasi pemupukan, dan
cara pemangkasan yang telah diterapkan. Metode yang digunakan dalam
pengujian ini adalah metode eksperimental dengan percobaan di lapangan. Setiap
unit percobaan dirancang dengan Rancangan Kelompok dengan 3 ulangan. Lahan
di setiap unit percobaan dibagi menjadi 3 blok dengan ukuran setiap blok 50 x 100
m.

2.3.2. Analisis Pengembangan dan Harga Produk


Berdasarkan laporan Dispenda Tk.I NTB (2003) dan Beppeda Tk.I NTB (2003),
konsumsi kopi domestik broto terus meningkat dari tahun ketahun yaitu dari 0,485
kg/kapita menjadi 0,69 kg/kapita pada tahun 2007. Peningkatan ini terus terjadi sehingga
diperkirakan pada tahun 2010 konsumsi kopi domestik kita telah mencapai 1 kg/kapita.
16

Untuk memenuhi permintaan yang semakin meningkat, usaha pengembangan


perkebunan terutaam kearah intensifikasi perlu terus ditingkatkan. Terlebih-lebih lagi bila
diperhitungkan kebeutuhan daerah laian seperti Bali dan Jawa, serta permintaan ekspor
meskipun flutuasinya tidak stabil namun ada kecenderungan kearah peningkatan setiap
tahun. Di wilayah NTB luas areal perkebunan kopi pada akhir tahun 2006 mencapai
4.400 ha. Bila diasumsikan produktivitas kebun hanya 0,5 ton/ha maka produksi total
kopi pertahun diperkirakan hanya mencapai 220 ton. Produksi ini tentu tidak dapat
memenuhi kebutuhan konsumsi domestik bruto kita, yang mencapai 0,7 kg/kapita.
Dilaporkan pula bahwa permintaan kopi beras dan kopi bubuk dari Bali dan Pulau
Sumbawa terutama Kabupaten Sumbawa dan Bima terus meningkat, oleh karena itu
peluang untuk mengembangkan produk ini, prospeknya sangat baik.
Dalam usaha produksi perkebunan kopi ini, prosudur pengadaan sarana
produksi, tenaga kerja pemeliharaan, panen dan pengolahan hasil harus diikuti secara
cermat, sehingga dapat diperhitungkan potensi nilai ekonomi produk. Bila diproyeksikan
tingkat produksi yang dicapai dengan skenario pisimistis sampai 50% (termasuk
kebutuhan sistem perkebunan intensif standar), kemudian dikaitkan dengan biaya
produksi dan proses pengolahan sampai menjadi kopi beras, maka nilai keuntungan
pengusahaan produk kopi dapat diramalkan berdasarkan harga di pasar. Analisis
ekonomi produksi usaha perkebunan kopi intensif (Peremajaan dan intensifikasi kebun
yang telah ada) kapasistas usaha 5 hektar, disajikan pada Tabel 2 berikut.
Pada Tabel 2, tampak bahwa pengusahaan perkebunan kopi ini memberikan
keuntungan yang cukup tinggi. Bila diasumsikan produksi pisimistis sebanyak 2,0 ton/ha
dan harga kopi beras Rp 10.000,-/kg, maka total nilai penjualan untuk kapasistas usaha 5
hektar, adalah sebesar Rp 100.000.000,-. Jika total biaya yang dikeluarkan untuk
investasi dan modal produksi sebesar Rp 81.500.000,- maka keuntungan yang diperoleh
sebesar Rp 18.500.000,-. Berdasarkan pertimbangan skala usaha, ternyata pengembangan
usaha ini prospeknya posistif, karena titik impas modal tercapai jika dihasilkan produk
kopi beras minimal sebanyak 8150 kg, dengan harga, Rp 4075,-/kg. Ditinjau dari segi
investasi, usaha ini juga cukup menguntungkan. Karena nilai B/C-ratio yang diperoleh
lebih besar dari satu (1), yaitu 1, 23. Ini berarti bahwa, setiap penambahan nilai investasi
Rp 1000,- maka akan diperoleh tambahan pendapatan sebesar Rp 1230,- Keuntungan
akan semakin tinggi diperoleh pada panen-panen tahun berikutnya karena modal
pengeluaran akan semakin kecil karena tidak ada lagi biaya investasi. Biaya pengeluaran
hanya terdiri dari biaya saprodi seperti pupuk, obat-obatan, pemeliharaan tanaman, panen
dan pascapanen. Karena itu pengusahaan usaha perkebunan kopi ini layak terus
dilanjutkan dan dikembangkan, tentu dengan peningkatan produktivitas kebun secara
intensif, sehingga sesuai dengan pengushaan perkebunan kopi standar.
17

Tabel 2. Analisis kelayakan ekonomi, usaha produksi Perkebunan


Kopi untuk kapasitas 5 hektar
Komponen Pembiayaan Harga Satuan Harga
(Rp) Keseluruhan (Rp)
A. Pengeluaran
1. Investasi
 Pembentukan lahan 5 ha, satu musim 5.000.000,-
 Pengolahan tanah dan penanaman 1.000.000,- 10.000.000,-
 Gudang simpan 1 unit 2.000.000,- 4.500.000,-
 Mesin heler & peralatan 1 unit 4.500.000,- 25.000.000,-
2. Bibit entrees dan pelaksanaan Grafting 10.000.000,-
3. Bibit tanaman pelindung untuk 5 ha 25.000.000,- 2.500.000,-
4. Pupuk 2.000.000,-
 Pupuk kandang 50 ton (10 truk) untuk 5 500.000,- 1.000.000,-
ha 2.000.000,-
 NPK 10 kw/5 ha 100.000,-
5. Pestisida 400.000,- 1.000.000,-
750.000,-
 Fungisida 20 kemasan/ bungkus
 Curachron 50 EC 10 kaleng
50.000,- 2.500.000,-
6. Tenaga kerja
75.000,- 1.000.000,-
 Cangkul 25 HOK/ha 2.000.000,-
 Garit 10 HOK/ha 20.000,- 2.500.000,-
 Penanaman 20 HOK/ha 20.000,- 1.000.000,-
 Pemeliharaan tanaman 25 HOK/ha 20.000,- 2.500.000,-
 Pengangkutan 10 HOK/ha 20.000,- 2.500.000,-
 Proteksi 25 HOK/ha 20.000,-
 Panen 25 HOK/ha 20.000,- 2.500.000,-
7. Paska panen 20.000,- 200.000,-
 Upah penjemuran dan sortasi 25 50.000,-
HOK/ha 20.000,-
 Karung 100 lbr 2.000,- 900.000,-
 Tali rafia 5 kg 10.000,- 500.000,-
8. Lain-lain 2.500.000,-
 Bensin/solar 200 liter 4.500,-
 Konsumsi 50 kali 10.000,-
 Transportasi 500.00,- 500.000,-
 Pemasaran
9. Pengepakan dan pemasaran produk 100.000,-
Total Biaya Pengeluaran 81.500.000,-
B. Pemasukan
1. Asumsi total produksi 2,0 ton/ ha/tahun 2000 x 5 x
2. Asumsi Harga Produk Rp 10.000,-/kg Rp 10.000,- 100.000.000,-
Total Pemasukan untuk 1 tahun produksi 100.000.000,-
C. Keuntungan 18.500.000,-
18

D. Pertimbangan Usaha
1. Break Even Point (BEP)
1. Untuk volume produksi : 81.500.000 : 10.000 = 8.150
Titik balik modal tercapai jika dihasilkan produk kopi beras 8150 kg (8,15
ton)
2. Untuk harga jual produksi : 81.500.000 : 20.000 = 1808
Titik balik modal tercapai jika harga produk kopi beras per kg Rp 4.075,-
2. B/C-ratio 100.000.000 : 81.500.000 = 1,23
Setiap penambahan biaya Rp 1000, diperoleh penerimaan Rp 1.230,-

2.3.3. Prospek Pasar


Produk kopi baik dalam bentuk kopim beras dan kopi bubuk yang akan terus
ditingkatkan produksinya, memiliki pulang pasar yang cukup luas, karena semakin
meningkatnya konsumsi bruto/kapita kopi baik di dalam negeri maupun di Mancanegara.
Kopi beras dan olahannya sangat diminati oleh penduduk lokal dan daerah lain seperti
Sumbawa, Bima, Bali dan Jawa Timur. Permintaan pasar terhadap produk ini secara
meyakinkan terus meningkat meskipun harganya berfluktuasi sesuai dengan harga pasar
ekspor. Berdasarkan data penjualan dari perusahaan kami ini, permintaan tertinggi terjadi
pada musim penghujan seperti Desember- Mei. Pada masa periode tersebut jumlah
permintaan meningkat tajam, sehingga harga sering melambung melebihi Rp 15.000,-/kg.
Dari total volume penjualan, hampir 50% semuanya terserap untuk memenuhi permintaan
pelanggan lokal, dan sisanya diperdagangkan antar pulau yang seperti Sumbawa, Bima,
Bali dan Jawa Timur, serta diekspor. Berdasarkan data tersebut peluang pasar produk ini
masih cukup luas dan terbuka. Karena itu strategi pemasaran yang akan diterapkan adalah
dengan cara memaksimalkan produksi, baik kuantitas, kualitas dan kontinyuitasnya.
Untuk memenuhi permintaan pasar pada periode bulan Desember-April. Untuk
memenuhi permintaan pasar yang tinggi tersebut memang harus ada stok produksi yang
memadai, sehingga keuntungan diperoleh lebih besar dari peningkatan harga kopi di
pasar.

2.4. Peningkatan Produktivitas/Produksi Tanaman


Usaha peningkatan produksi tanaman menjadi prioritas dalam pengembangan
jangka pendek perkebunan ini. Langkah-langkah utama yang akan ditempuh dalam
peningkatan produktivitas kebun umumnya dan peningkatabn produksi tanaman adalah:
1). Penyediaan/Pengadaan benih/bibit unggul; 2). Penanaman tanaman dengan sistem
Poliklonal baik dalam satuan areal tanam maupun poliklonal/pohon tanaman; 3).
19

Pemupukan berimbang; 4). Pengaturan sistem penaungan tanaman; 5) Pemangkasan dan


pemeliharaan tanaman.

2.4.1. Penyediaan benih/bibit unggul


Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kopi robusta Indonesia adalah masih
belum digunakannya bahan tanam unggul sesuai kondisi lingkungan setempat. Hal yang
sama juga terjadi pada perkebunan ini, bahwa kami secara turun menurun sudah menjadi
kebiasaan menggunakan bahan tanam (benih) dari pohon kopi yang berbuah lebat atau
bahakan dari benih sapuan. Hal ini ternyata menyebabkan produktivitas rata-rata pertahun
tanaman rendah, sebagai akibat tanaman mengalami pembuahan lebat dua tahun sekali.
Salah satu upaya yang akan diterapkan dalam perkebunan ini untuk meningkatkan
produktivitas tanaman, adalah perbaikan bahan tanam. Penggantian atau peremajaan
kebun dengan bahan tanam anjuran dilakukan secara bertahap, baik dengan metode
Grafting (sambung pucuk) dilapang pada tanaman kopi dewasa yang telah ada maupun
dengan tanaman baru dengan bahan tanam asal grafting (sambungan) yang dilakukan di
pembibitan. Adapun klon-klon kopi robusta yang dapat dikembangkan serta sangat
dianjurkan adalah BP42, BP234, BP346, BP358, BP409, SA234, KIWI-2, KIWI-3 dan
KIWI-4. Sedangkan enam klon yang baru akhir-akhir ini dilepas adalah BP534, BP920,
BP936, BP939 dan SA203.
Mengingat kopi robusta bersifat menyerbuk silang, serta masing-masing klon
terjadi perbedaan waktu yang cukup mencolok antara masaknya tepung sari (Bunga
jantan) dengan masaknya putik (bunga betina), maka bila hanya ada satu klon saja dalam
satu hamparan perkebunan, maka putik akan kekurangan tepung sari atau tidak dapat
diserbuki. Oleh karena itu penanaman kopi robusta harus poliklonal, 3-4 klon untuk setiap
satuan hamparan kebun dan apabila memungkinkan poliklonal dalam setiap pohon
tanaman. Tentu saja sistem ini yang saat ini terus dikembangkan dengan sistem tanam
sambung pucuk (grafting). Selain itu pula sifat pembungaan kopi robusta yang sering
menunjukkan reaksi berbeda apabila diusahakan/ditanam pada lingkungan berbeda, maka
komposisi klon kopi robusta untuk suatu kondisi lingkungan tertentu harus berdasarkan
pada stabilitas daya hasil, kompatibilitas (keserempakan saat berbunga) antar klon untuk
kondisi lingkungan tertentu, serta keseragaman ukuran biji.
20

2.4.2. Pengusahaan Tanaman Secara Poliklonal

Inovasi petani dari hasil pembelajaran dan kunjungan-kunjungan lapang, ke


perkebunan-perkebunan besar Negara dan Perkebunan Swasta di Jawa, pada saat
sekarang telah mulai dikembangkan sistem perkebunan Multi Klon. Dan pada masa-masa
yang akan dating, akan dekembangkan Multi Klon bukan saja dalam kesatuan areal
perkebunan saja, tetapi Multi Klon dalam satu pohon. Dengan sistem ini produksi
meningkat tajam (2,5 – 3,5 ton/ha) yang disertai dengan pengaturan dalam proses
pemangkasan pemeliharaan dan pemangkasan produksi (Dinas Perkebunan Kabupaten
Tabanan, 1990).

Teknik penanaman ini dikenal dengan teknik sambung (Grafting), dengan


tanaman bawah tetap jenis/klon lokal dari kebun sendiri sedangkan sebagai batang atas
(entrees) diambil dari klon-koon unggul. Untuk batang bawah (understam)
penanamannya tetap melalui proses pembenihan dengan mengambil biji dari kebun
induk atau kebun koleksi yang telah ada, kemudian setelah bibit berumur 9 – 12 bulan
dipindahkan ke areal tanam dengan pemeliharaan sesuai dengan umur tanaman. Setelah
mulai masa pemangkasan “Toping” (pembentukan keragaan tanaman) yaitu pada umur
6-12 bulan, mulai ditentukan cabang-cabang wiwilan dan cabang-cabang sekunder untuk
disambung. Penyambungan terus dilakukan sesuai dengan kemampuan batang bawah dan
keragaan tanaman yang diinginkan, sampai berumur 2
– 3 tahun. Pada masa produksi tanaman masih tetap
berpeluang untuk disambung, terutama setelah
pemangkasan rejuvensi untuk mengganti cabang-
cabang skunder yang tidak produktif. Teknik
sambung menggunakan sambungan pucuk dengan
membelah batang bawah 2-3 cm dan batang atas
disayat di kedua sisi dengan membentuk baji
sepanjang 2-3 cm. Ikatan dilepas setelah sambungan

menyatu yang ditandai dengan mulai tumbuhnya


Gambar batang bawah siap
tunas. Pada daerah-daerah beriklim basah sambungan disambung
telah menyatu pada umur 10 – 15 hari.
21

Sistem perbanyakan seperti pada tanaman kopi,


sekarang juga telah dikembangkan untuk perbanyakan pada
tanaman coklat. Teknik penyambungan juga menggunakan
sambung pucuk, dengan entrees dari klon-klon unggul
Malaysia dan Thailand. Dalam gambar berikut ini tampak
perbedaan yang nyata hasil dari tanaman Multi Klon (yang
disambung) dengan tanaman yang tidak disambung

Kopi yang tidak disambung (mono Kopi yang disambung (multi


klonal) klonal)

2.4.3. Pengaturan Tanaman Penaungan/Pelindung dan Penutup Tanah


Tanaman kopi tanpa ada tanaman naungan, bila diusahakan pada tanah yang subur
pada awalnya memperlihatkan pertumbuhan yang baik dan dapat memulai berbuah lebih
cepat. Selama umur 5-8 tahun, kebun mampu memberikan hasil yang cukup tinggi. Tetapi
pada tahun-tahun berikutnya produksi akan merosot secara drastis dan pertumbuhan
tanaman akan merana. Terjadinya pertumbuhan tanaman yang merana dan hasil yang
merosot, disebabakan karena masuknya intensitas matahari kepermukaan daun tanaman
tidak teratur (cendrung intensitasnya tinggi tanpa ada penghalang), sehingga
pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman terutama siklus pembungaan tanaman kopi
tidak teratur. Selain masalah penyinaran, tanah juga mengalami erosi yang tidak
terkendali sehingga terjadi defisit bahan organik dan pengikisan humus tanah karena
secara langsung kena teriknya sinar matahari, dan pukulan hujan secara terus menerus
sehingga mudah terjadi erosi pada lapisan permukaan tanah atas. Secara garis besar
peranan dan fungsi tanaman peneduh bagi tanaman kopi adalah :
 Untuk mencegah bahaya erosi dan mengurangi hilangnya lapisan humus tanah dan
unsur hara akibat erosi.
22

 Pohon pelindung dapat dijadikan sebagai sumber kompos dan bahan organik
tambahan bagi kesuburan fisik tanah.
 Pohon pelindung yang berakar dalam dapat membantu penambahan unsur hara
melalui penguraian mineral dan kelat organik yang termineralisasi di lapisan tanah
bawah, dan juga pelapukan seresah daun-daunnya di lapisan permukaan tanah.
 Pohon pelindung dapat membantu peningkatan kadar N tanah, terutama bila
pohon pelindung dari kelompok tanaman leguminoseae.
 Pohon pelindung yang naungannya baik dan teratur dapat menekan pertumbuhan
gulma terutama dari kelompok rumput-rumputan dan teki, sehingga mengurangi
biaya pengendalian gulma.

Kemampuan pohon pelindung berperan positip terhadap pertumbuhan tanaman


kopi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti iklim, kesuburan tanah, pemupukan, jenis
pohon pelindung dan yang terpenting adalah pemeliharaannya. Masalahnya di
perkebunan ini, pengaturan jenis pohon pelindung dan pemeliharaannya kurang
diperhatikan sehingga pohon pelindung sering sebagai hambatan dalam peningkatan
produksi tanaman.
Pohon pelindung yang banyak digunakan pada perkebunan kopi dan cara
penataannya adalah :
1. Dadap (ada dua jenis yaitu yang berduri (Eurythrina lithosperma) dan yang tidak
berduri (E subumbrans). Kelebihan pohon ini sebagai penaung untuk kopi adalah
cepat tumbuh, berdaun lebat dan mudah dikembangbiakkan dengan stek batang.
Masalahnya cepat besar, mudah terserang hama penggerek batang dan daun-daunnya
sering gugur di musim kemarau. Teknik pengaturan untuk mengatasi masalahnya
adalah, ditanam selang-seling/zig-zag antara dua atau tiga baris tanaman, pohon tidak
dibiarkan terlalu besar dengan cara dipangkas teratur, tertama musim hujan, dan yang
terpenting dadap harus dikombinasikan dengan tanaman peneduh yang lebih kecil
seperti Gamal, Crotalaria, Flemingia dan Thephrozia. Tanaman peneduh tambahan
ini ditanam sesuai dengan jumlah tanaman kopi.
2. Sengon (Albizzia falcata), tanaman peneduh ini sangat cocok digunakan pada daerah
dataran tinggi. Pohon sengon ini harus ditanam terlebih dahulu, sebelum ditatam
tanaman kopi, sebab tanaman ini rimbun setelah umur 2-3 tahun setelah tanam.
Kelemahan tanaman ini untuk pelindung tanaman kopi adalah cepat besar, mudah
23

patah bila kena tiupan angin kencang dan mudah terserang hama penggerek batang.
Kelebuhannya adalah daunnya rimbun terutama di musim kemarau dan mampu
menambah kesuburan tanah. Cara pengaturan penanamannya adalah sama seperti
pada tanaman dadap namun perlu ditambahkan dengan tanaman peneduh lain seperti
lamtoro dan gamal.
3. Lamtoro (Leucena glauca), Pada saat sekarang hampir semua perkebunan kopi
menggunakan pohon peneduh lamtoro. Hal ini karena lamtoro lebih unggul
dibandingkan dengan dadap dan sengon untuk tanaman penaung kopi. Namun ada
kelemahannya adalah daunnya yang sedikit dan mudah terserang hama kutu loncat
(Ferrissia virgata) terutama di musim kemarau. Selain itu bijinya yang banyak dan
mudah tumbuh sembarangan justru sering sebagai gulma pada perkebunan. Cara
untuk mengatasi masalahnya adalah, dipilih jenis-jenis yang berbuah sedikit dan
berdaun lebat seperti L. pulverulenta, dan L. Glabrata. Untuk mengatur
penaungannya dilakukan dengan cara penenaman diantara barisan tanaman kopi
dengan jarak tanam antara 1-2 tanaman pokok pada waktu masih umur 1-5 tahun,
namun setelah umur lebih dari 5 tahun tanaman lamtoro diperjarang dengan jarak
tanam antara 3-4 tanaman pokok. Selain pengaturan jarak tanam, juga dilakukan
pemangkasan yang teratur terutama menjelang musim hujan. Kelebihan dari lamtoro
untuk naungan kopi adalah, rimbun sepanjang musim, daun-daunnya mudah melapuk
sehingga cepat menambah bahan organik tanah, tahan terhadap goncangan angin
(tidak mudah rebah dan patah), dan setelah tua dapat dipenen atau diremajakan
dengan memanfaatkannya sebagai bahan bakar.
24

Selain tanaman meneduh, perkebunan kopi juga membutuhkan tanaman penutup


tanah (mulch). Tanaman penutup tanah ini akan berperan penting terutama pada
perkebunan yang diusahakan pada lahan dengan kemiringan lebih dari 5 %. Fungsi utama
mulch ini adaalh untuk menahan laju erosi dan menambah kandungan bahan organik
tanah, oleh karena itu jenis tanaman mulch ini harus rendah, rimbun, dari kelompok
legum dan daun serta seresahnya mamapu menutup permukaan tanah. Sebagai tanaman
penutup tanah umumnya digunaakn tanaman, Calopoganium muscoides, Sentrocema,
Psophocarpus (kecipir gunung), krokot, wedusan dan lain-lain. Mulch juga dapat merang
sang penyerapan unsur hara bagi perakaran tanaman. Selain itu juga dapat
mempertahankan temperatur tanah dan menekan pertumbuhan gulma.

Kebun kopi dengan penaungan dari lamtoro dengan jarak yang lebih jarang
(gambar kanan) dan jarak rapat antara 1-2 tanaman pokok (gambar kiri)

Selain tanaman meneduh, perkebunan kopi juga membutuhkan tanaman penutup


tanah (mulch). Tanaman penutup tanah ini akan berperan penting terutama pada
perkebunan yang diusahakan pada lahan dengan kemiringan lebih dari 5 %. Fungsi utama
mulch ini adaalh untuk menahan laju erosi dan menambah kandungan bahan organik
tanah, oleh karena itu jenis tanaman mulch ini harus rendah, rimbun, dari kelompok

Pada gambar di atas, nampak bahwa pengaturan penaungan dari lamtoro terutama
jarak tanam dan pemangkasannya yang sangat baik dan taratur, sehingga memberikan
kontribusi pertumbuhan tanaman yang sangat positif. Tampak pula bahwa bila intensitas
naungan terlalu tinggi misalnya telah melebihi 50% maka lamtoro akan diperjarang
25

sampai 50 %, dengan pemangkasan total atau ditebang. Karena intensitas penaungan


untuk tanaman kopi adalah :
 Bila bibit yang masih dipersemaian intensitas naungannya 80 – 90 %.
 Bibit di pembibitan, umur 6 bulan – 12 bulan (atau menjelang dipindahkan ke areal
pertanaman intensitas naungannya 50 – 75 %, tergantung cuaca.
 Bila telah diareal pertanaman sampai umur 2 tahun intensitas penaungannya 40 – 50
%
 Tanaman dewasa yang telah berproduksi pada musim kemarau (saat pematangan buah
sampai panen intensitas naungan 40-50 %, sedangkan pada musim hujan penaungan
30 – 40 %.

2.4.4. Pemangkasan dan Pembentukan Keragaan Tanaman


Dalam teknik budidaya kopi, pemangkasan merupakan tindakan yang tidak boleh
diabaikan dan tidak semudah seperti apa yang diperkirakan selama ini. Salah satu
penyebab utama rendahnya produktivitas perkebunan kopi rakyat di Indonesia karena
tidak melakujkan pemangkasan. Jadi jelas pemangkasan merupakan syarat pokok dalam
memebentuk keragaan tanaman yang baik, sebab bila dalam pelaksanaannya dilakukan
salah atau secara sembarangan maka dapat sebagai penyebab utama menurunnya hasil.
Syarat pokok dalam pelaksanaan pemangkasan dan pembentukan keragaan tanaamn
adalah harus diketahui sifat dasar pertumbuhan tanaman kopi sehingga dapat menentukan
eplaksanaan pemangkasan secara tepat.
Karena itu pemangkasan kopi harus diarahkan : 1). Mempertahankan tanaman
kopi tetap rendah sehingga mudah pemeliharaannya dan panen; 2). Memperoleh cabang-
cabang produktif (buah) yang baru secara terus menerus dan dalam jumlah yang optimal;
3). Mempermudah masuknya sinar matahari ke dalam tubuh tanaman guna meningkatkan
proses metaboplisme di dalam sel-sel tanaman sehingga dapat merangsang pertumbuhan
dan pembungaan tanaman;4). Memperlancar peredaran udara sehingga memperlancar
penyerbukan; 5). Menghilangkan cabang-cabang tua yang tidak produktif sehingga hasil-
hasil metabolisme dapat dimanfaatkan oleh cabang-cabang muda yang lebih produktif; 6).
Membuanmg cabang-cabang yang terserang hama dan terinfeksi penyakit.
Telah bermacam cara pemangkasan dilakukan di perkebunan kopi ini, namun
demikian pada dasarnya hanya dibedakan menjadi dua yaitu pemangkasan berbatang
tunggal dan berbatang ganda. Pada kedua cara tersebut dilakukan pemangkasan : 1).
Bentuk, 2). Produksi; 3) Peremajaan (rejuvensi).
26

2.4.4.1. Pemangkasan Bentuk


Pemangkasan ini dilakukan pada tanaman kopi yang masih muda dengan tujuan
untuk membentuk keragaan tanaman kopi yang kuat dan seimbang. Pemangkasan ini
meliputi tindakan-tindakan sebagai berikut :
1. Pemenggalan batang (Toping); agar tanaman tidak terlalu tinggi, pertumbuhan
cabang-cabang lateral (primer) lebih kuat dan lebih panjang dan kanopi tanaman dapat
lebih cepat menutupi permukaan tanah, serta pertumbuhan batang dan akar lebih
kuat. Toping dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pemenggalan satu kali (tanpa
membentuk bayonet/ batang susulan, Tinggi pemenggalan 1,5 – 1,8 m, dilakukan saat
awal musim hujan. Pemeliharaannya adalah dengan cara membuang semua cabang
wiwilan yang tumbuh saat pertumbuhan awal. Toping cara lain yaitu dengan
pemotongan bertingkat (membentuk satu bayonet/satu batang susulan), dilaksanakan
terhadap tanaman yang pertumbuhan batangnya kurang kuat, sehingga pemotongan
perlu dilakukan untuk membentuk batang susulan. Pemotongan diulang dua kali,
mula-mula tanaman dipotong setinggi 1 – 1,2 m dari permukaan tanah. Semua
wiwilan yang tumbuh dibuang agar cabang-cabang lateral tumbuh lebih kuat. Setelah
tanaman berumur 1 tahun ditumbuhkan batang susulan yang kedua dengan
memelihara wiwilan yang terletak paling atas. Pemotongan batang berikutnya
dilakukan setelah batang susulan tumbuh kuat, kemudian dipotong stinggi 1,8 m dari
permukaan tanah. Pemotongan juga dapat dilakukan sampai tingkat dua bila keadaan
tanaman pertumbuhannya lemah dan pemotongan dapat dilakukan sampai tiga kali.
Mula-mula tanaman dipotong setinggi 1m, kemudian dibiarkan wiwilan teratas
tumbuh, kemudian bila telah kuat dipotong kembali setinggi 1,4 m, kemudian
ditumbuhkan wiwilannya kembali dan setelah kuat dipotong kembali sampai
mencapai tinggi 1,8 m dari permukaan tanah. Teknik pemotongan ini dapat dilihat
pada gambar berikut.
27

Toping tanpa bayonet (kiri), bayonet 1 Cara pemotongan system semeru


(tengah) dan bayonet 2 (kanan) (kiri) dan cara bangelan (kanan)

Pemotongan/toping tanaman kopi dilakukan pada awal musim hujan dan bila
memungkinkan dan entrsi dari klon-klon unggul tersedia setiap bayonet-bayonet yang
tumbuh sangat ideal untuk disambung (grafting) sehingga secara langsung terbentuk
sistem tanam multi klon per pohon. Pada kopi robusta pemotongan dilakukan tepat di
atas ruas dengan memotong salah satu cabang primer paling atas (Gambar 14 kiri) dan
cara ini disebut cara semeru. Atau sumua cabang primer paling di atas dipotong dan
cara ini dicebut cara bangalan (Gambar 14 kanan).
2. Pemangkasan cabang primer/penyunatan cabang primer; Tujuan dari
pemangkasan ini adalah : Untuk mengatur pembentukan cabang yang lebih banyak,
lebih kuat, letaknya teratur, arahnya menyebar merata, untuk mengatur pembuahan
lebih kontinyu, tanaman tidak membentuk payung terbuka dan untuk merangsang
pertumbuhan cabang sekunder produktif. Cara pemangkasan ini adalah, dipangkas
cabang primer pada ketinggian 60 -80 cm dari permukaan tanah, tepat pada ruas
ketiga dari pangkal cabang. Pemangkasan kedua pada ketinggian 120 cm(1-2 tingkat
di atas pemangkasan pertama). Arah pemangkasan berlawanan dengan pemangkasan
pertama. Waktu pemangkasan dilaksanakan sebelum cabang berbunga, awal musim
hujan. Cara pemangkasan ini disajikan pada Gambar 15 berikut.
28

Pemangkasan cabang primer pandangan dari sisi samping (Gambar Kiri) dan
pandangan dari sisi atas (Gambar Kanan)

2.4.4.2. Pemangkasan Produksi (Pemeliharaan)


Pemangkasan ini dilakukan pada tanaman yang telah dewasa dan telah
berproduksi. Tujuan dari pemangkasan ini adalah untuk mempertahankan keseimbangan
keragaan tanaman yang telah diperoleh melalui pemangkasan bentuk pada tanaman muda.
Pemangkasan produksi (pemeliharaan) meliputi :
1. Mewiwil, semua wiwilan yang tumbuh harus dibuang kecuali bila wiwilan yang
dikehendaki untuk memperbaiki mahkota/keragan tanaman atau yang akan dijadikan
batang bawah dalam proses grafting. Pemotongan wiwilan harus tepat di titik
tumbuhnya, jangan sampai meninggalkan ruas pendek yang ada di bawahnya. Wiwilan
dibuang waktu masih muda, yaitu dilakukan setiap 2 minggu sekali di musim hujan
dan 4 minggu sekali dimusim kemarau.

Tumbuhnya tunas-tunas liar pada batang primer, seperti tunas : wiwilan


(Gambar 2/kiri); legitim (Gambar 10/tengah); dan tunas seri (Gambar
11/kanan)
29

2. Pemangkasan cabang-cabang adventif yang tidak berguna; yang termasuk cabang-


cabang ini adalah cabang balik, cabang cacing, cabang liar. Cabang ini harus dibuang
karena bila dibiarkan selain menghabiskan energi tanaman, juga menyebabkan
keragaan tanaman rusak sehingga sirkulasi udara dan sinar matahari tidak leluasa
masuk ke permukaan daun secara menyeluruh. Contoh cabang-cabang ini, disajikan
pada Gambar berikut.

Cabang-cabang cacing (Gambar 6/kiri); Cabang Balik (Gambar 7/tengah);


Cabang Liar (Gambar 9 (Kanan)

3. Pemangkasan cabang-cabang yang terserang hama dan penyakit; Cabang yang


terserang hama bubuk ataupun tanaman yang kurus harus dibuang supaya tidak
menjadi sumber inveksi. Pemangkasan dilakukan setiap waktu bila ditemukan gejala
serangan.
4. Pemangkasan cabang-cabang tua yang tidak produktif; Makin tua umur cabang
primer pertumbuhannya semakin lambat sehingga ruas-ruas baru tumbuh semakin
sedikit serta dompolan buah yang terbentuk semakin kecil. Pemangkasan cabang
primer dilakukan setelah berbuah 2-3 kali. Dengan pemangkasan ini diharapkan akan
tumbuh cabang-cabang muda yang lebih produktif.

Cabang muda/baru (belum berbuah)

Cabang telah berbuah pertama (I)

Cabang berbuah ke II

Cabang telah berbuah yang ke III


kali harus dipangkas

Gambar 16. Skema Pemangkasan Cabang-cabang Tua


30

2.4.4.3. Pemangkasan Rejuvensi


Merupakan pemangkasan untuk peremajaan pohon tanaman. Pemangkasan ini
dilakukan bila terjadi kemunduran produksi dari individu tanaman (produksi terlalu
rendah) namun keadaan fisik tanaman masih baik. Pemangkasan ini dilakukan terhadap
batang pada tinggi 50 – 75 cm, dari permukaan tanah saat menjelang musim hujan.
Pemangkasan rejuvensi ini sangat bermanfaat terutama dalam hal : 1) Meremajakan
batang-batang dengan cara pemotongan batang tua sehingga tumbuh tunas wiwilan yang
dijadikan batang baru; 2). Memperbaiki bentuk/keragaan tanaman dengan cara
memelihara beberapa tunas wiwilan yang selanjutnya disambung dengan klon-klon
unggul. Dari beberapa wiwilan yang tumbuh dipelihara 2-3 tunas untuk disambung.
Pelaksanaan sebaiknya dilakukan setelah panen. Beberapa cara pemangkasan rejuvensi
yanag akan dilaksanakan adalah :
1. Rejuvensi berdasarkan jumlah pohon per satuan areal kebun; Pemangkasan
rejuvensi ini dapat dilakukan secara total, yaitu bula seluruh pohon kopi dari suatu
areal/blok pertanaman direjuvensi serentak dengan cara memenggal tanaman setinggi
50 cm Dari atas tanah. Dengan cara ini akan diperoleh tanaman muda yang seragam,
tetapi perlu tenaga dan biaya yang lebih banyak. Selain itu dilakukan pula secara
selektif, yaitu bila pohon kopi dari suatu areal/blok direjuvensi secara terpilih karena
alasan-alasan seperti terurai di atas. Pemangkasan Rejuvensi secara sistimatis yaitu,
Seluruh pohon kopi akan direjuvensi tetapi perlakuannya secara bertahap misalnya
mulai dari 25 % dari total keseluruhannya, kemudian tahun berikutnya dilanjutkan 50
%, kemudian 75 % dan akhirnya sampai 100%. Cara ini dapat mengurang goncangan
penurunan produksi secara drastis.
2. Rejuvensi berdasarkan pada bagian tanaman (batang/cabang) yang akan
diremajakan; Cara ini dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu : 1). Peremajaan
batang (rejuvensi batang); Batng ditunggul setinggi 50 cm dari leher akar. Waktu
pemenggalan awal musim hujan, dengan pemnggalan dibuat miring serta luka
pemenggalan di9olesi dengan teer agar tidak terinfeksi penyakit atau terserang hama
bubuk. Dipelihara 1-2 wiwilan dari semua yang tumbuh, kemudian dipilih wiwilan
yang kuat dan sehat untuk batang pokok. Waktu penentuan batang pokok ini sangat
tepat dilakukan penyambungan dengan klon-klon unggul. Untuk tanaman bawah yang
agak lemah pertumbuhan cabang-cabang ortotrop dapat dipercepat dengan
memangkas cabang-cabang atas, kira-kira setahun sebelum dilakukan rejuvensi ini.
Kemudian setelah cabang-cabang ortotrop (calon batang utama) tumbuh baru
31

dilakukan pemenggalan secara hati-hati. Wiwilan yang tidak dikehendaki dibuang


lebih awal; 2). Peremajaan cabang (rejuvensi cabang), Rejuvensi cabang pada
umumnya dilaksanakan untuk tanaman yang berasal dari sambungan cabang,
sambungan pucuk, dan semaian yang mempunyai mahkota pohon jelek, misalnya
berbentuk payung. Cara peremajaan cabang ini dilakukan dengan meremajakan atau
memangkas seluruh cabang-cabang yang tumbuh tidak teratur. Seluruh cabang yang
berasal dari sambungan pucuk atau cabang dimana cabang-cabangnya telah
memanjang dan saling bertemu satu sama lainnya dipangkas secara merata dan teratur
sanmpai terbentuk keragaan tanaman yang ideal. Keragaan tanaman yang disambung
dan dipangkas secara teratur di sajikan pada Gambar 17 berikut.

Gambar 17. Keragaan tanaman kopi hasil sambungan pucuk dan


batang yang
telah direjuvensi batang
Peremajaan cabang dengan system siwingan, pelaksanaannya merupakan
gabungan antara peremajaan batang dan cabang. Cabang-cabang dari mahkota pohon
yang berhadapan antara baris satu dengan baris lainnya dipotong dipangkal cabangnya
(disiwing). Dalam satu pohon hanya disisakan 50 % cabang dari keseluruhan mahkota
tanaman. Sisi pohon yang ada mahkotanya dibiarkan tumbuh dan berbuah. Wiwilan yang
tumbuh pada pangkal pohon dari sisi yang disiwing dibiarkan tumbuh dan dipilih 1-2
batang yang pe
32

rtumbuhannya terbaik, kemudian batang dipenggal tepat di atas tumbuhnya wiwilan.


Wiwilan inilah yang akan dijadikan batang utama atau dapat disambung dengan klon-klon
unggul. Peremajaan ini dilakukan asaat awal musim hujan. Berikut disajikan
pemangkasan rejuvensi dengan system siwingan.

Tahun I Setelah panen


selesai,
tanaman disiwing
(pemangkasan satu
sisi)

Wiwilan tumbuh dan


disambung dengan
klon
unggul

Tahun II Pemotongan batang


pokok di atas
sambungan
Gambar 18. Pemangkasan rejuvensi dengan system siwingan

Faktor-faktor penunjang dalam kegiatan rejuvensi harus diikuti dan delaksanakan.


Faktor-faktor yang dimaksud adalah kegiatan budidaya penunjang baik terhadap tanah
maupun tanaman naungannya. Faktor-faktor penunjang yang dimaksud adalah :
1. Pengolahan tanah dikerjakan bersamaan dengan waktu rejuvensi/
pemangkasan/pemotongan batang atau cabang-cabang tanaman. Pada waktu
pengolahan tanah ini sekaligus dilaksanakan dengan perbaikan ters-ters atau
sengkedan serta guludan-guludan untuk menghindari erosi tanah.
2. Pemotongan akar tanaman dengan skop agar tumbuh perakaran baru yang lebih segar
sehingga menghindari pertumbuhan wiwilan yang tidak sehat seperti daun berbentuk
kerupuk.
3. Pemupukan dilakukan setelah penyambungan atau pemeliharaan wiwilan terpilih
dengan pupuk N dan P sesuai dengan dosis anjuran.
33

4. Penambahan pupuk hijau atau pupuk kandang terutama dari seresah legunm atau dari
Flemia congerta untuk memperbaiki sifat-sifat fisik tanah.
5. Perbaikan tanaman penaungan, misalnya dengan cara penyulaman atau pergantian
serta pemangkasan total sehingga terpelihara tanaman naungan yang baik misalnya
dari jenis lamtoro unggul yang tidak berbiji terlalu banyak.
Keuntungan-keuntungan dari pelaksanaan pemangkasan ini dan yang terpenting
disertai dengan penyambungan dari klon-klon unggul adalah :
1. Pertumbuhan tanaman lebih kuat dan tidak mudah patah karena angina ataupun
gangguan dari pemetik buah
2. Mudah untuk mendapatkan cabang-cabang produktif yang baru, sehingga setiap
tahun selalu bisa diharapkan hasil yang stabil.
3. Pohon tidak selalu harus terus diremajakan atau direjuvensi total, karena apabila
pelaksanaan rejuvensi total itu berarti terjadi penurunan produksi secara total dan
drastic.
4. Produksi tetap tinggi dan stabil walaupun tanaman telah berumur tua. Produksi
tanaman yang kurang baik dan tidak stabil dicontohkan pada gambrr beriku ini.

Gambar 19. Keragaan tanaman yang telah dipangkas/rejuvensi dengan


baik namun tidak disambung dengan klon-klon unggul/mono-klon
(Gambar kiri) dan keragaan
tanaman yang tidak dipelihara/dipangkas samasekali (Gambar
kanan)
34

2.4.5. Pemupukan Berimbang


Kebutuhan unsure-unsur hara bagi tanamakan kopi cukup banyak, meskipun pada
kenyatannya yang dipanen berupa buah hanya sebagian kecil saja. Sebagai sumber hara
yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan vegetatif, dan agar bisa berkembang
dengan baik dan tinggi produksinya sekurang-kurangnya untuk kebun seluas 1 ha
membutuhkan 135 kg N, 45 kg P2O5 dan 145 kg K2O5 dalam 1 tahunnya. Unsur-unsur
hara tersebut selain untuk pertumbuhan generatif pembentukan bnga dan buah juga
berguna untuk pertumbuhan cabang-cabang baru untuk peroduksi berikutnya. Oleh
karena itu perlu dilakukan pemupukan yang cukup dan berimbang. Unsur-unsur hara lain
seperti unsure-unsur hara mikro, mineral-mineral dan vitamin diharapkan bersumber dari
perbaikan kesehatan tanah secara terus menerus melalui aplikasi pupuk organic, kompos
dan bahan pembaik tanah lainnya.
Pemupukan untuk tanaman kopi dilakukan sejak fase pembibitan, fase
pertumbuhan di perkebunan dan sampai fase dewasa/berproduksi. Pelaksanan
pemupukan yang mecangkut cara aplikasi, waktu dan dosis aplikasi dijabarkan sebagai
berikut.
Pemupukan pada fase pembibitan
Waktu pemupukan dilakukan pada saat bibit berumur 3 bulan, dengan cara pupuk
dibenam disekeliling pangkal bibit sejauh 7 cm. Kemudian dilanjutkan pada saat bibit
berumur 5 bulan dengan cara pupuk dibernamkan dalam tanah pada parit-parit kecil yang
dibuat di tengah-tengah barisan bibit. Setelah bibit berumur 7 bulan kemudian bibit
dipindahkan ke dalam polybag atau keranjang bibit, pemukan dilakukan dengan cara
membenamkannya pada parit kecil yang dibuat mengelilingi pangkal bibit. Dosis
pemupakan pada setiap fase umur bibit adalah sebagai berikut :
 Umur bibit 3 bulan ZA = 25 gram;urea = 10 gram; TS = 10 gram; NPK = 75 gram
 Umur bibit 5 bulan ZA = 50 gram;urea = 10 gram; TS = 10 gram; NPK = 75 gram
 Umur bibit 7 bulan ZA = 75 gram;urea = 10 gram; TS = 10 gram; NPK = 75 gram
 Umur bibit 9 bulan ZA = 100 gram;urea = 10 gram;TS = 10 gram;NPK = 75 gram
 Umur bibit 12 bulan ZA=100 gram;urea = 10 gram; TS = 10 gram;NPK = 75 gram

Pemupukan pada fase penanaman dan fase dewasa.


Pada fase penanaman sampai dewasa pemupukan sangat tergantung pada keadaan
jenis tanah, iklim (terutama curah hujan), umur tanaman dan hasil yang ditargetkan.
Sehubungan dengan pengaruh curah hujan, di wilayah Perkebunan Kami ini, tampak
35

curah hujan memang cukup tinggi, namun yang menjadi permesalahannya adalah tidak
meratanya curah hujan sepanjang tahauan. Dalam hal ini tanaman kopi butuh curah hujan
yang merata sepanjang tahaun bukan hanya curah hujan tinggi saja. Kemerataan yang
dimaksud adalah diharapkan ada paling sedikit 6-8 bulan basah per tahun sementara bulan
kering palang tinggi 4-5 bulan/tahun. Untuk mengatasi tidak meratanya curah hujan ini
pemupukan dilakukan dengan menambah bahan pembaik tanah seperti :
 Pupuk organik berupa mulsa/mulch, yang berasal dari daun-daun/seresah tanaman
peneduh hasil pangkasan, tanaman penutup tanah, gulma yang telah disiangi, dan
limbah kulit buah yang telah dikomposkan. Fungsi dari pupuk organik segar ini
adalah menambah beberapa unsure hara terutama unsur hara mikro, memperbaiki sifat
fisik tanah, dan melindungi tanah dari kekeringan pada saat musim kemarau. Waktu
aplikasinya yang tepat adalah saat awal musim hujan dan awal musim kemarau,
setelah selesai pemangkasan pohon peneduh dan pengendalian gulma. Cara atau
teknik aplikasi dengan system lorak, yaitu kompos ditumpuk di sekitar batang kopi
setebal ± 15 cm, yang telah dibuatkan larikan untuk aplikasi pupuk buatan dengan
lebar bisa mencapai 25 – 30 cm.
 Pupuk kandang/kompos; Fungsi utama dari pupuk kandang pada perkebunan kopi
terutama pada saat pengolahan tanah dan pembentukan teras ataupun sekedan. Karena
pupuk kandang diharapkan dapat memperbaiki sifat fisik tanah terutama jenis tanah
yang kandungan fraksi litany tinggi. Namun demikian dapat pula diaplikasikan pada
saat awal musim hujan bersamaan dengan pemberian pupuk anorganik. Pada tanah-
tanah yang masam dapat ditambahkan dengan kapur sebanyak 0,5 – 1 ton/ha. Cara
aplikasi pupuk kandang dicampur langsung dengan tanah setelah selesai diolah
dengan dosis aplikasi 15 – 20 ton per hektar.

 Pemupukan dengan pupuk an-organik; Unsur-unsur hara utama yang diperlukan


tanaman setelah dewasa adalah : Unsur N, untuk pertumbuhan vegetatif; Unsur P,
untuk pembentukan akar baru dan pembungaan; Unsur K, untuk pemasakan buah.
Waktu aplikasi pupuk dilakukan sebanyak 2 kali setahun, yaitu :
- awal musim hujan ½ dosis N dan 1 dosis P2O5
- akhir musim hujan ½ dosis N dan 1 dosis K2O
Dosis aplikasi pemupukan tanaman kopi yang tepat baru bisa diketahui setelah ada
hasil analisa kimia tanah, analisa kimia jaringan tanaman (daun) dan percobaan
pemupukan. Dosis sementara per pohon yang dapat dipakai adalah :
36

- Umur tanaman 1 tahun : N=20 gram; P2O5 = 20 gram; K2O = 20 gram


- Umur tanaman 2 tahun : N=40 gram; P2O5 = 40 gram; K2O = 40 gram
- Umur tanaman 3 tahun : N=60 gram; P2O5 = 40 gram; K2O = 60 gram
- Umur tanaman 4 tahun : N=80 gram; P2O5 = 40 gram; K2O = 80 gram
- Umur tanaman 5-10 tahun : N=120 gram; P2O5 = 60 gram; K2O =120 gram
- Umur tanaman >10 tahun : N=160 gram; P2O5 = 80 gram; K2O = 160 gram
Cara pemberiannya dilakukan dengan, membuat lubang kecil berbentuk
parit yang mengelilingi tanaman sejauh ¾ lebar tajuk. Pupuk dimasukkan dalam
lubang. Lubang ditutup dengan tanah dan dipadatkan supaya pupuk tidak menguap.

2.5. Pembentukan Kebun Inti Sebagai Pilot Project dan Menjalin


Kerjasama dengan Perguruan Tinggi serta Petani Sekitar
Pembuatan kebun ini merupakan usaha pengembangan perkebunan dengan
menerapkan proses produksi secara intensif seperti yang telah terurai diatas. Sebagai
pilot project ditetapkan areal kebun seluas 5 ha, yang dibagi dalam 5 blok dan masing-
masing blok luasnya 1 ha. Pembagian blok didasarkan pada kretaria tingkat produktivitas
tanaman kopi yang telah ada. Kreteria kebun dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
1. Tanaman dan pohon pelindungnya telah tua dan samasekali tidak produktif atau hanya
berproduksi kurang dari 2,5 kuintal/ha. Pada areal kebun seperti ini ditetapkan sebagai
Blok I. Pada blok ini, dibentuk kebun inti dengan proses perombakan total yang
dimulai dari proses pengolahan tanah intensif, aplikasi bahan pembaik tanah seperti
kompos, mulsa dan pupuk kandang, pengaturan terasering, pengadaan bibit unggul
dan penyambungan dengan sistem multikloning, dan penataan kembali pohon
peneduhnya. Pemeliharaan kebun selanjutnya mengacu pada sistem pengelolaan
kebun kopi standar seperti diuraikan pada Bab Peningkatan Produktifitas dan
Produksi Kebun.
2. Tanaman tua, namun keragaan tanaman terutama batang/pohon masih sehat dengan
kapasitas produksi rendah (kurang dari 5 kuintal/ha). Keadaan kebun seperti ini
ditetapkan sebagai Blok II, kemudian dibentuk sebagai kebun inti dengan cara
Rejuvensi batang/pohon (pemangkasan total) setinggi 50 cm dari permukaan tanah,
kemudian tunas wiwilan yang sehat dibiarkan tumbuh antara 1-2 tunas kemudian
37

disambung dengan klon unggul. Selanjutnya tanaman dipelihara intensif, termasuk


penataan kembali tanah dan tanaman peneduhnya.
3. Tanaman masih sehat, namun produksinya rendah kurang dari 10 kuintal/ha
ditetapkan sebagai Blok III. Pembentukan kebun ini pada kondisi tanaman seperti ini
dilakukan dengan cara melakukan perbaikan keragaan tanaman melalui pemangkasan
bentuk. Tanaman kopi dibentuk keragaannya dengan sistem multiklon per pohon.
Sistem ini dilakukan dengan cara pemangkasan dengan sistem semeru dan bangalan
kemudian tunas-tunas yang ditetapkan sebagai batang pokok disambung dengan klon-
klon unggul sekurang-kurangnya 2 klon per pohon tanaman. Dilakukan pula cara
pemeliharaan yang intensif teramasuk penetaan tanaman pelindungnya.
4. Tanaman yang masih muda dan sehat serta produksinya kurang dari 10 kuintal/ha
detetapkan sebagai Blok IV dan Blok V. Pada kedua blok ini tanaman diperlakukan
dengan sistem pemangkasan pemeliharaan dan rejuvensi cabang secara intensif.
Selain itu dilakukan pula penyambungan cabang sehingga dapat dibentuk keragaan
tanaman dengan sitem multiklon per pohon. Perlakuan intensif lainnya yang
diterapkan ditekankan pada aplikasi pemupukan yang berimbang, pemangkasan
pemeliharaan dan produksi, rejuvensi cabang, pengaturan dan penataan pohon
peneduh dan pemeliharaan intensif lainnya.
Evaluasi masing-masing blok sistem intensifikasi yang telah diterapkan dilakukan
setiap tahun untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan tanaman. Sedangkan
untuk mengetahui kemampuan produksi tanaman dilakukan evaluasi pada awal panen
setelah tanaman berumur 3-5 tahun. Masukan teknologi yang diterapkan terutama pada
teknik penyambungan, penataan pohon peneduh, aplikasi pupuk dengan sistem larikan
dan pemangkasan tanaman pokok dan peneduh, diadopsi melalui kerajasam dengan
Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Dalam jalinan kerjasama ini “kami” (pihak
Perusahaan Perkebunan) mendapat masukan inovasi teknologi seperti yang telah
diuraikan tersebut di atas, dan sekaligus sebagai tempat pelatihan karyawan teknis
perkebunan untuk menerapkan sistem pemeliharaan perkebunan kopi standar secara
berkesinambungan. Sedangkan di pihak Perguruan tinggi akan ada fasilitas untuk
melakukan research jangka panjang tentang fenomena tanaman kopi dan prektek kerja
lapang bagi mahasiswa.
Jalinan kerjasama dengan masyarakat dan petani sekitar perkebunan ditata bukan
berdasarkan hubungan bisnis belaka, tetapi lebih bersifat hubungan sosial dan education.
Perusahan perkebunan akan bersifat sebagai inti yang menyediakan fasilitas percontohan
38

sistem pengelolaan perkebunan secara intensif, sumber inovasi teklnologi budidaya yang
dapat diadopsi oleh petani, dan media tempat pelatihan bagi petani sekitar untuk
meningkatkan keterampilan budidaya khususnya tanaman kopi. Secara ekonomis dalam
jangka panjang bila perusahaan semakin maju, dapat menyerap banyak tenaga kerja baik
sebagai tenaga harian maupuan tenaga tetap. Selain itu, yang merupakan harapan kita di
masa yang akan datang, perusahaan juga mampu menampung dan sebagai tempat
pemasaran hasil kopi petani dan juga dapat menyediakan saprodi dan modal bagi
perkebunan rakyat di sekitarnnya.

Beberapa gambar hasil grafting/sambungan pada system multiklon


dalam satu pohon

Perkebunan kopi Robusta yang tidak dipangkas dan tidak disambung


39

Sambungan yang berumr 6 bulan

Sambungan yang berumr 1,5 tahun dan telah siap berbuah


40

Sambungan yang dibiarkan berbuah saat masih kecil

Sambungan yang dibiarkan berbuah masih muda pertumbuhan vegetatifnya tidak normal
41

Sambungan yg telah berumur 2 tahun dan telah terjadi keseimbangan antara pertumbuhan
vegetattif dan generative
42

Pertumbuhan vegetative dan generfatif yang seimbang

Pertumbuhan sambungan yang telah normal


43

Pertmbuhan sambungan yang terdiri dari beberapa klon unggul


44

Pertumbuhan optimal sehingga jarak tanam, antar tanaman tertutupi

Bila dalam satu pohon salah satu cabang utama tidak disambung dan dibiarkan
tubuh normal, maka cabang tersebut akan berbuah lebat karena bunga betina
tetap terbuahi dari tepung sari bunga jantan klon yang lainnya
45

III. RENCANA USAHA JANGKA PANJANG

Untuk rencana usaha jangka panjang, disamping meneruskan rencana jangka


pendek terutama pengembangan kebun demplotnya, kebun inti dan kebun plasma,
peremajaan tanaman secara bertahap dan kerjasama dengan perguruan tinggi untuk
memasukkan inovasi teknologi baru, juga ada kegiatan yang dirancang untuk masa yang
akan datang. Rencana jangka panjang lebih ditekankan pada aspek lingkungan dan sosial
disamping tetap mempertahankan produktivitas. Dua kegiatan utama rencana usaha
jangka panjang yaitu konservasi lahan dan agro wisata.

Konservasi Lahan
Dari hasil penelitian terbukti bahwa tanaman kopi dapat menahan tanah
dan air hampir sama dengan tanaman hutan artinya fungsi konservasi tanaman
kopi tidak berbeda dengan tanaman hutan. Salah satu metode konservasi tanah dan
air adalah metode vegetatif. Dengan pengelolaan secara standar pada perkebunan
kopi, maka perkebunan kopi berperan sebagai sebagai sarana konservasi tanah dan
air. Metode vegetatif yang akan dikembangkan melalui perkebunan kopi yaitu
1. Mengusahakan agar lapis-lapis tajuknya lebih banyak dengan pemangkasan
batang tunggal sehingga dapat melindungi tanah dari tetesan air hujan
langsung (rain drops impact) sehingga mencegah splash erosion.
2. Mengusahakan agar di atas tajuk tanaman kopi terdapat tajuk tanaman
penaung tetap yang berupa tanaman leguminosae sehingga terbentuk strata
lapisan tajuk yang berperan dalam mengurangi rain drop impact.
3. Menerapkan kultur teknik pada tanaman kopi sejalan dengan prinsip
konservasi tanah dan air meliputi penanaman pohon penaung dan pelindung
baik sementara dan tetap, pengaturan jarak tanam dan tata tanam sejajar
kontur, pemangkasan, pemberian pupuk organik, dan pembuatan rorak.
4. Guna menciptakan lingkungan tumbuh yang ideal bagi tanaman kopi, setiap
luasan tertentu pertanaman kopi dikelilingi oleh tanaman kayu yang berfungsi
sebagai pengendali iklim mikro(microclimate) sekaligus sebagai pematah
angin (wind breaker). Dengan metode ini disamping sebagai pengendali iklim
mikro dan pematah angin juga sangat berguna untuk memperbaiki sifat kimia
tanah.
46

Walaupun dengan pengelolaan perkebunan kopi secara baik dan benar


secara langsung maupun tidak langsung merupakan bentuk atau upaya konservasi
lahan, pihak pengusul juga merencanakan menanam jenis tanaman lain di lahan
yang dipandang kurang menguntungkan ditanaman kopi. Jenis tanaman yang akan
dikembangkan terutama buah-buahan yang juga ditujukan untuk rencana usaha
jangka panjang yang lain yaitu agrowisata yang berbasiskan tanaman kopi.

3.2. Pembangunan Wisata Agro

Wisata Agro atau agroturisme yang akan dikembangkan merupakan bagian


dari pembangunan Wisata Agro yang ada di Kabupaten Lombok Tengah. Wisata
agro yang akan dikembangkan adalah wisata agro alam terbuka. Karena Kebun yang
telah dan akan diusahakan adalah kebun kopi, maka wisata agro yang akan
dikembangkan bertumpu pada perkebunan kopi dengan segala aspeknya.
Pembangunan wisata agro ini lebih dimaksudkan sebagai wahana untuk memperluas
pengetahuan terutama tentang aspek agribisnis kopi disamping sebagai wahana
wisata. Dengan penyediaan infomasi sekaligus kondisi riil yang ada di lapang
pengunjung. Pengunjung dapat mempelajari sistem agribisnis kopi mulai dari
penyiapan lahan, penyiapan dan pengadaan benih/bibit, sistem budidaya hingga
proses pengolahan dan pemasarannya. Disamping dapat mempelajari agribisnis
kopi, pengunjung dapat mempelajari tentang ekosistem dan keaneka ragaman hayati
yang ada di perkebunan tersebut. Pada hari-hari tertentu pengunjung dapat
menyaksikan budaya tradisional yang ada di Kabupaten Lombok Tengah.
47

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan uaraian permasalahan yang dihadapi dan rencana-rencana usaha
pengembangan perkebunan yang akan dijalankan, maka dapat disimpulkan beberapa hal
pkok yang antara lain :
1. Usaha perkebunan kopi ini layak terus dikembangkan karena berdasarkan hasil
analisis ekonomi sementara, diperoleh nilai IPP lebih dari 1 (satu) dan pencapaian
BEP mengarah positif, yaitu pada asumsi produksi pesimistis dan harga produk kopi
beras dipasaran kurang dari Rp 10.000,-/kg.
2. Pengembangan perkebunan kopi ini harus didasarkan pada kesiapan pengelola untuk
peningkatkan manajemen pengelolaan perkebunan dan melakukan intensifikasi
menyeluruh secara bertahap melalui proyek jangka pendek dan jangka panjang.
Intensifikasi ditekankan pada penerapan teknologi budidaya kopi yang meliputi:
 Perbaikan dan pengadaan bibit dari klon-klon unggul
 Perbaikan sistem keragaan/bentuk tanaman dengan cara grafting/ penyambungan
dengan klon-klon unggul sehingga diperoleh keragaan tanaman yang multiklon
dalanm satu pohon.
 Perlakuan pemangkasan baik pemangkasan bentuk, pemeliharaan, produksi dan
rejuvensi secara teratur sehingga produktivitas tanaman dapat dipertahankan
berkesinambungan.
 Penataan dan pemeliharaan pohon peneduh, dalam hal ini termasuk
pergantian/peremajaan pohon peneduh, pemangkasan dan penjarangan sesuai
dengan kebutuhan sinar matahari, umur tanaman dan konservasi tanah.
 Perlakuan pemupukan baik dengan pupuk organik maupun anorganik secara
berimbang, dengan sistem larikan sesuai dengan umur tanaman, kapasitas
produksi dan iklim terutama curah hujan.
 Pengendalian gulma, hama dan penyakit dilakukan secara terpadu.
3. Agar proses perbaikan sistem pengelolaan perkebunan lebih cepat terrealisasi,
terutama dalam penerapan teknik budidaya yang intensif tersebut, maka dilakukan
dengan menjalin kerjasama dengan Perguruan Tinggi (Fakultas Pertanian Unram).
Dalam jalinan kerjasama Perkebunan mendapat masukan inovasi teknologi seperti
yang telah diuraikan tersebut dan sekaligus melatih karyawan teknis perkebunan
untuk menerapkan sistem pemeliharaan perkebunan kopi standar secara
berkesinambungan. Sedangkan di pihak Perguruan tinggi akan ada fasilitas untuk
48

melakukan research jangka panjang tentang fenomena tanaman kopi dan tempat
praktek kerja lapang bagi mahasiswa.
4. Dalam jangka panjang perusahaan perkebunan akan lebih diarahkan pada aspek sosial
dan lingkungan. Perkebunan disamping tetap memperhatikan produktivitasnya juga
Perkebunan akan mengembangkan usaha-usaha untuk konservasi tanah, air dan
tanaman. Perkebunan juga akan diarahkan sebagai wahana rekreasi dan tempat
menimba ilmu pengatahuan dan pengalaman dengan mengembangkan perkebunan
“Inti” dan perkebunan rakyat disekitarnya sebagai “Plasma”. Perkebunan mampu
menyediakan fasilitas percontohan sistem pengelolaan perkebunan secara intensif,
sumber inovasi teknologi budidaya yang dapat diadopsi oleh petani, dan media
tempat pelatihan bagi petani sekitar untuk meningkatkan keterampilannya. Secara
ekonomis perkebunan juga dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja baik sebagai
tenaga harian maupuan tenaga tetap. Selain itu, yang merupakan harapan kita di masa
yang akan datang, perusahaan juga mampu menampung dan sebagai tempat
pemasaran hasil kopi petani dan juga dapat menyediakan saprodi dan modal bagi
perkebunan rakyat di sekitarnnya.

Anda mungkin juga menyukai