Anda di halaman 1dari 4

MANUSIA MAHLUK SOSIAL

(Oleh: Lilis Susilaeni)

1. Manusia Diciptakan Hidup Bermasyarakat


“Khalaqa al-Insana min ‘Alaq”, Begitu bunyi ayat kedua dari firman-Nya dalam
wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad. Manusia diciptakan Allah
dari Al-Alaq.

Dari segi pengertian kebahasaan, kata “alaq” antara lain berarti “sesuatu yang
tergantung”. Memang, salah satu periode dalam kejadian manusia saat berada
dalam rahim ibu adalah ketergantungan hasil pertemuan sperma dan ovum yang
membelah dan bergerak menuju dinding rahim lalu bergantung atau berdempet
dengannya. Yang berdempet itu dinamai zigote oleh pakar-pakar embriologi.

Kata “Alaq” dapat juga berarti “ketergantungan manusia kepada pihak lain”. Ia
tidak dapat hidup sendiri. Kehendak dan usaha manusia hanyalah sebagian dari
sebab-sebab guna memperoleh apa yang di dambakan, sedang sebagian lainnya
yang tidak terhitung banyaknya berada di luar kemampuan manusia.

Semakin banyak kebutuhan manusia, semakin sedikit pula kemampuan untuk


memenuhinya dan kita kian tidak bisa mengelak dari kebutuhan pada tangan atau
bantuan orang lain. Maka tidak heran, seiring kian tingginya kebutuhan, semakin
seseorang tergantung kepada selainnya. Demikian pula sebaliknya. Jadi, jangan
pernah menduga ada manusia yang dapat mengelak dari keniscayaan, kebutuhan
dan ketergantungan itu, baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia.

Allah Swt. berfirman:


َ ُ َ َ
ُ َِ ۡ ‫"س أ ُ ُ ٱ ۡ ُ َ َ ا ٓ ُء إ ِ َ ٱ ِۖ َوٱ ُ ُ َ ٱ ۡ َ ٱ‬ َ '
#‫" ٱ‬$%&(
ِ
Artinya:
Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah Yang
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. (Q.S. Fatir : 15)

Semua kita berada di bawah kendali dan kuasa Allah. Dengan kuasanya-Nya itulah
kita membutuhkan-Nya serta tidak dapat mengelak dari kedudukan sebagai
makhluk sosial.

Selanjutnya, Allah sebagai pencipta manusia sebagai makhluk sosial itu, menyeru
mereka semua dengan firman-Nya:

َ ٓ َ َ َ ٗ ُ ُ ۡ ُ َٰۡ َ َ َ َٰ َُ َ َ ّ ُ َٰ َۡ َ ُ َ َ َ
:ِ;"<=‫ *" و‬+, -/0+1‫ و‬2 ‫ ٖ وأ‬4‫ ذ‬6ِ8 -/ 09 " ِ ‫"س إ‬#‫" ٱ‬$%&( '
ُ ٰ ََۡ
ٞ?<9َ ٌ ِ 0Aَ َ ‫ ۡ إن ٱ‬- َ ۡ ُ َ َ ۡ َ ْ ٓۚ ُ َ َ َ
ِ ِ ۚ D EF ِ ‫ ٱ‬GِA -8 H‫ ا إِن أ‬J‫"ر‬+ ِL
Artinya:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. al-Hujurat : 13).
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk bermasyarakat, selain itu juga
diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan.
Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup
bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir
akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan
sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya.

2. Batasan-batasan Pergaulan dalam Bermasyarakat


Diantara hal yang diatur dengan jelas dalam Islam adalah batasan pergaulan antara
laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim. Hal ini karena sesungguhnya fitnah
terbesar bagi seorang laki-laki adalah perempuan, sebagaimana fitnah terbesar bagi
seorang perempuan adalah lawan jenisnya.

Nabi Saw bersabda:


“Saya tidak meninggalkan fitnah lebih berbahaya bagi kaum lelaki setelahku
melebihi (fitnah) wanita”. (H.R. Bukhori dan Muslim)

Dan dalam upayanya menghindarkan setiap muslim dan muslimah terjatuh dalam
dosa pergaulan bebas yang termasuk dalam dosa besar zina, maka Islam datang
dengan membawa batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang
bukan muhrim, yaitu :
a. Tidak saling memandang satu sama lain yang dapat menimbulkan fitnah.
Allah Swt. berfirman:
“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka
menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat.”
(Q.S. An-Nur : 31)

b. Tidak menyentuh dan melakukan kontak fisik dengan lawan jenis yang bukan
muhrim.
Nabi Saw. bersabda:
“Sesungguhnya saya tidak bersalaman dengan wanita”. (H.R. Nasai dan
Ibnu Majah)

c. Tidak berdua-duaan (khalwat) di tempat yang kosong kecuali ada mahramnya.


Nabi Saw. bersabda:
“Tidak boleh berdua-duaan seorang lelaki dengan perempuan kecuali dengan
mahramnya”. (H.R. Bukhori dan Muslim)

d. Tidak menyerupai lawan jenis dalam perkataan maupun perbuatan.


Abu Hurairah radiyallahu anhu berkata:
“Nabi shallalahu alaihi wasallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian
wanita, dan wanita yang memakai pakaian laki-laki.” (H.R. Ahmad dan Abu
Dawud)

e. Tidak mengucapkan perkataan-perkataan yang dapat menimbulkan fitnah bagi


lawan jenis.
Allah Swt. berfirman:
“Maka janganlah kamu melemah-lembutkan suaramu dalam berbicara
sehingga bangkit nafsu orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit, dan
ucapkanlah perkataan-perkataan yang baik.” (Q.S. Al-Ahzab : 32)
f. Tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat menimbulkan fitnah bagi
lawan jenis,
Allah Swt. berfriman:
“Dan janganlah mereka (perempuan-perempuan) dengan sengaja
menghentakkan kaki-kaki mereka agar diketahui perhiasan-perhiasan yang
ada di kaki mereka.” (Q.S. An-Nur : 31)

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
(bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu.” (Q.S. Al-Ahzab : 33)

Ayat-ayat ini meski ditujukan khusus kepada para wanita, namun ia juga
berlaku umum bagi kaum lelaki, hal ini karena sesungguhnya pada dasarnya
para wanitalah yang kerap memulai mengundang perhatian kaum lelaki dengan
perbuatan-perbuatan mereka, namun seiring dengan semakin rusaknya zaman,
tak jarang di zaman ini para lelakilah yang justru sengaja mengundang
perhatian wanita-wanita dengan perbuatan perbuatan yang mereka lakukan.

3. Kewajiban Amar Ma’ruf Nahi Munkar


Amar ma'ruf nahi munkar adalah upaya menegakkan agama dan kemaslahatan
syariat Islam di tengah-tengah umat. Amaliah amar ma'ruf nahi munkar ini adalah
salah satu yang dicanangkan Allah Swt. dan sabda Rasulullah Saw. Kedudukan
amar ma'ruf nahi munkar sangat penting bagi setiap orang beriman. Baik laki-laki
maupun muslimah.

Dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar, seseorang harus lebih arif dan bijak
karena terkadang dalam menghasilkan tujuan amar ma’ruf nahi mungkar,
seseorang harus menghilangkannya sedikit demi sedikit, tidak memaksakan harus
hilang seluruhnya dalam waktu seketika itu.

Dari Hudzaifah bin al-Yaman, dari Nabi Saw., beliau bersabda,


“Demi Zat Yang jiwaku ada dalam genggaman tangan-Nya, sungguh kalian benar-
benar melakukan amar makruf nahi mungkar atau hampir-hampir Allah
menimpakan atas kalian sanksi dari-Nya, kemudian kalian berdoa kepada-Nya dan
doa kalian tidak dikabulkan” (H.R. At-Tirmidzi dan Al-Baihaqi)

Dalam hadis tersebut, Nabi Saw. menjelaskan bahwa ada dua pilihan, yaitu:
a. Melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.
b. Jika tidak maka konsekuensinya adalah doa yang tidak dikabulkan.
Itu menunjukkan bahwa amar ma’ruf nahi mungkar adalah wajib.

Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. (Q.S. At-Taubah ayat 67 dan 71 menjelaskan bahwa
perbedaan antara kaum munafik dengan kaum mu’minin adalah dalam amar ma’ruf
nahi munkar. Jika kaum mu’minin melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar,
sebaliknya kaum munafiq melakukan amar munkar nahi ma’ruf.

4. Bentuk-bentuk Amar Ma’ruf Nahi Munkar dalam Kehidupan Masyarakat


Amar ma’ruf nahi munkar dapat ditunjukkan dengan perbuatan dalam kehidupan
sehari-hari. Ma’ruf meliputi seluruh perbuatan baik, sedangkan munkar mencakup
seluruh perbuatan buruk.
Ma’ruf adalah perbuatan yang diperintahkan oleh syariat dan bisa diterima oleh
akal sehat. Ma’ruf semacam kebiasaan-kebiasaan yang sudah dipandang pantas,
baik secara agama maupun susila. Dalam ajaran Islam, contoh perbuatan ma'ruf
diantaranya:
a. mengamalkan rukun Islam
b. bersikap jujur
c. sabar
d. membantu orang yang membutuhkan
e. sedekah
f. silaturahmi
g. menghormati orang tua
h. menuntut ilmu
i. menjaga hak sesama
j. menjaga aurat, dan perbuatan terpuji lainnya.

Sementara itu, munkar adalah perbuatan yang dilarang oleh syariat dan dianggap
buruk oleh akal sehat. Contoh perbuatan munkar antara lain:
a. berbohong
b. iri dan dengki
c. ghibah
d. takabur atau tinggi hati
e. nifak (tidak sesuai ucapan dan perbuatan)
f. mengadu domba
g. berbuat zalim
h. menyuap
i. memukul
j. tidak taat terhadap suami
k. zalim terhadap istri
l. membunuh, dan perbuatan lain yang tidak dibenarkan oleh Islam.

Dalam pandangan Islam, menyeru kepada kebenaran dan menegakkannya,


menafkahkan harta di jalan Allah Swt, dan berjuang melawan kezaliman
merupakan perbuatan penting yang ditekankan dalam amar ma’ruf nahi munkar.
Sehingga sudah menjadi kewajiban manusia untuk menghidupkan dan memelihara
perbuatan ma’ruf serta menghilangkan perbuatan munkar.

ْ َ ُ ََُْ
Allah Swt. berfirman:
َ ْ ُْ َ َ ْ ََْ َ ُ ْ َ ْ َ ْ َ َّ َ ُ ْ ُ
ِ QG R‫ ا‬6ِ A ‫ ن‬$GS‫وف و‬
ِ + R"ِN ‫ ون‬UVS‫ ِ و‬9 ِ
ِ W‫ م ا‬M‫ِ" ِ وا‬N ‫ ن‬Gِ8OP
َYِ ِ "ZR‫ا‬ َ َ ُ َ َ ْ َْ
َّ 6َِ 8 [ َ ُ ُ
ِ ?^‫ ن ِ_ ا‬Aِ‫ َ`"ر‬a‫َو‬
\ِ ‫ات وأو‬
Artinya :
“Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan mereka menyuruh kepada
yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera kepada
(mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh.”
(Q.S. Al-‘Imron : 114)

Allahu’alam bish-Shawwab

Anda mungkin juga menyukai