Anda di halaman 1dari 21

• Pertemuan ke-10

PERKEMBANGAN MENUJU PEMERINTAHAN DEMOKRASI AUSTRALIA


1. Pembentukan Dewan Legislatif

 Salah satu dampak penyelidikan yg dilaporkan J.T. Bigge kpd negeri induk terkait dgn penyelidikan di koloni
NSW adalah tentang kritikan thd pemerintahan Gubernur Macquarie di NSW yg otoriter.

 Hal ini mendorong pemerintah negeri induk (Inggris) untuk membatasi kekuasaan gubernur koloni.

 Maka yg terjadi Macquarie sbg gubernur terakhir di NSW yg otoriter dan digantikan Gubernur Sir Thomas
Brisbane (1821-1825) sbg gubernur pertama kali yg kekuasaannya dibatasi undang-undang.

 UU Yudikatif untuk NSW yg dikeluarkan pemerintah Inggris pd th 1823 berisi tentang pembentukan suatu
legislatif Council dalam sistem pemerintahan di NSW.

 Legislatif Council beranggotakan 5-7 orang.

 Kekuasaan Legislatif Council membuat UU untuk pelihara perdamaian, kesejahteraan, pemerintahan yg bersih
di NSW.

 Secara teoritis, Dewan Legislatif ditunjuk pemerintah Inggris, secara praktis ditunjuk gubernur koloni.

 Namun di dalam kenyataan Dewan Legislatif tdk berdaya atau diperdaya gubernur koloni.

 Dalam prakteknya, Dewaan Legislatif hanya keluarkan UU yg diserahkan gubernur kpd Dewan Legislatif. Jadi
Dewan Legislatif tidak boleh mengambil inisiatif membuat UU.

 Tdk ada UU dpt diserahkan kpd Dewan Legislatif sebelum direkomendasikan oleh Ketua MA bahwa UU itu tdk
bertentangan dgn UU Inggris.

 Jika gubernur mengajukan RUU, lalu mayoritas anggota Dewan Legislatif menolak, gubernur masih berhak
memberlakukan UU tsb sambil menunggu keputusan negeri induk.

 Dewan Legislatif memiliki wewenang menghentikan kemauan gubernur.

 Dewan Legislatif hanya berfungsi sbg badan penasehat belaka. Walaupun demikian pembentukan Dewan
Legislatif sudah satu langkah maju, sbg langkah awal menuju penghancuran kekuasaan sewenang-wenang
gubernur.

 Gubernur harus bekerja sama dengan Dewan Legislatif yg secara konstitusional memiliki kewenangan sbg badan
penasehat dan mampu membawa gubernur untuk meningkatkan kesejahteraan umum.

Mahkamah Agung (Supreme Court)

 UU th 1823 – pembentukan Mahkamah Agung yg dipimpin seorang Hakim Agung (Sir Francis Forbes).

 UU 1823 diamandemen th 1828 berisi jumlah anggota DL ditambah menjadi 15 orang dari (5-7 orang).

 DL walaupun di dalam prakteknya ditunjuk gubernur, namun DL secara mayoritas sudah berhak memveto usul
yg diajukan gubernur. Tidak seperti masa sebelumnya, gubernur masih bisa melaksanakan uu sambil menunggu
keputusan negeri induk.

 Terjadi perubahan pemerintahan di NSW terkait ada perubahan komposisi masyarakat. Keberhasilan ternak biri-
2 di NSW mendorong orang bermodal bermigrasi dan menginvestasikan uangnya.

 Mereka disebut kaumSquatters yg perjuangkan hak-2nya dalam pemerintahan agar kepentingan-2 mereka di
koloni terjamin.

 Th 1828 jumlah penduduk bebas di NSW sudah seimbang dengan narapidana (Sebelumnya di NSW masih penal
settlement).
 Perubahan pemerintahan disebabkanpula buah pikiran William Charles Wentworth dlm buku tentang NSW
(1819) sbb:

- Amat luas wil yg dpt untuk pemukiman di NSW

- Ia menghendaki lembaga perwakilan seperti yg dimiliki di Inggris juga ada di NSW.

- Ia juga menuntut agar pengadilan dengan sistem yuri juga dilakukan sbg bagian dari prosedur yudisial di NSW.

- Ia mengkritik pemerintahan di NSW yg sedikitpun tdk perlihatkan pemerintahan yg memberikan kebebasan


sebagaimana di Inggris, sehingga harus diakhiri.

 Ia tiba di Sydney th 1824 lakukan agitasi untuk wujudkan gagasan demokrasi untuk dipraktekkan di NSW seperti
yg ada dalam bukunya.

 Di tempat tsb ia mendirikan surat kabar Australian sbg surat kabar pertama kali yg menyalurkan aspirasi
demokrasi yg bebas kontrol thd pemerintahan koloni. Melalui surat kabar tsb, ia lakukan kampanye menentang
kekuasaan mutlak gubernur dan perjuangan kebebasan pers.

 Th 1841 jumlah imigran bebas di NSW jauh melampaui jumlah napi yakni 4 x jumlah napi. Semakin meningkat
imigran bebas di NSW semakin meningkat pula suhu oposisi thd kekuasaan gubernur koloni.

 Kaum imigran bebas lebih menghendaki sistem pemerintahan demokrasi dilaksanakan di NSW, sekaligus
berjuang mengakhiri kekuasaan gubernur yg otoriter.

 Th 1840, pemerintah Inggris menghentikan pengiriman napi ke NSW.

 Th 1842 pemerintah Inggris memberi pemerintahan dengan sistem perwakilan kepada NSW.

 UU Th 1842 menyatakan jumlah anggota Dewan Legislatif meningkat menjadi 36 orang dan 24 orang
diantaranya dipilih rakyat dan 12 orang diangkat oleh pemerintah Inggris.

 Wewenang DL membuat UU dikoloni, mengatur pembelanjaan uang negara kecuali uang hasil penjualan tanah.

 Terbentuknya DL berdasarkan UU 1842 di NSW mendapatkan pemerintahan dgn sistem perwakilan rakyat.
Rakyat diberi hak untuk memilih orang yg dikehendaki duduk dalam DL.

 Pd awal pembentukan DL, rakyat koloni belum semuanya memiliki hak pilih untuk 5 th sekali. Mereka yg berhak
memilih hanya yg memiliki kekayaan minimal sebesar 200 pounstarling atau telah membayar pajak + 20
pounstarling setahun.

 Jadi keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan demokrasi sudah mulai tampak walaupun masih terbatas di
kalangan orang kaya.

 Sistem pemerintahan yg demikian di NSW yg berdasar UU th 1842 berlangsung sampai th 1850. Ketika Tasmania
dan Australia Selatan memiliki status sbg koloni, maka keduanya segera membentuk DL.

 DL di NSW, Australia Selatan, Tasmania telah membatasi kekuasaan gubernur. Walaupun demikian gubernur
masih dapat memveto UU yg dihasilkan DL walaupun sebaliknya DL juga berwenang membatalkan RUU yg
diusulkan gubernur.

 Gubernur masih berwewenang mengeluarkan UU yg berkaitan dengan keuangan, tetapi DL yg menentukan cara-
cara pemungutan dan penggunaannya. Namun dalam prakteknya gubernur masih berhak menjual tanah dengan
menggunakan uang menurut kehendaknya.

 Memasuki th 1840-an gerakan rakyat untuk mendapatkan pemerintahan demokrasi semakin gencar yg
terpengaruh Gerakan Chartis di Inggris. Mereka menuntut pembentukan lembaga perwakilan yg merefleksikan
seluruh kepentingan rakyat, bukan hanya mewakili kelompok kecil (kaum kaya) seperti yg ditunjukkan kaum
Squatters. Kaum Squatters juga tdk setujui pd gerakan yg demikian.

 Kaum Squatters tdk menghendaki hak dan kepentingan mereka disamakan dengan rakyat biasa. Walaupun
sama-2 tergolong migran bebas. Akhirnya terjadi kompromi yg menyebabkan di dalam DL terdiri atas dua kamar:
- Majelis Rendah (Lower House) yg dipilih untuk mewakili sebagian besar rakyat.

- Majelis Tinggi (Upper House) yg dipilih mewakili sekelompok kecil rakyat kaya.

 Kompromi ini diilhami oleh tradisi di DL Inggris yg memiliki House of Commons yg dipilih rakyat dan House of
Lords yg bersifat turun-temurun. Dengan kesepakatan ini yg berbeda kondisi dan kepentingan dapat berjalan
seiring dan seirama dalam memperjuangkan pemerintahan demokrasi di koloni.

 Th 1850 Inggris mengeluarkan Australian Colonies Govermant Act berisi:

1. Victoria dipisahkan dari NSW

2. Semua koloni di Australia kecuali di Australia Barat, berhak membentuk DL seperti di NSW.

3. Tiap-2 koloni berhak menyusun sistem pemerintahan sesuai kemauan koloni yg selanjutnya menyampaikan kpd
parlemen Inggris untuk diundangkan.

 UU pemerintahan koloni di Australia (th 1850) ini penting karena pemerintah Inggris sudah siap menyerahkan
kpd setiap koloni hak untuk menyusun pemerintahan sendiri dan pemerintahan Inggris tinggal menyetujuinya.

 UU ini memberi hak menyusun pemerintahan sendiri kpd setiap koloni secara terpisah, sehingga masing-2 koloni
dapat mengatur dirinya sendiri tanpa harus sama atau terikat dengan koloni.

• Praktek Penyelenggaraan Pemerintahan Inggris Terhadap Koloni-2 Di Australia

• PERTEMUAN KE-11
LAHIRNYA COMMONWEALTH OF AUSTRALIA
• 6.1 Pendorong Gerakan Federasi

 Ketika Australian Colonies Government Act (1850) dikeluarkan pemerintah Inggris (1850) hingga th 1859, di
Australia telah berdiri 6 koloni yg satu dgn yg lain saling terpisah:

1. NSW ( 26 Januari 1788 sbg koloni tertua)

2. Tasmania (Sejak th 1825 terpisah dari NSW)

3. Australia Barat (1829)

4. Australia Selatan (1836)

5. Victoria (1850 pisah dari NSW)

6. Queensland (1859)

 Setiap koloni (kecuali di Australia Barat) diberi kebebasan memilih dan menyusun sistem pemerintahan yg
dikehendakinya. Tawaran semacam ini menyebabkan pusat-2 koloni sgr timbul kegiatan mengatur diri masing-
masing.

 Di setiap koloni terbentuk pemerintahan demokratis (Sbg responsible government).

 Tdk ada satu kolonipun yg memikirkan hubungan kerjasama dgn koloni yg lain.

 Menteri Urusan Koloni, Earl Grey th 1847 melontarkan gagasan perlunya penanganan kepentingan bersama
diantara koloni-2 di Australia. Misal dlm hal ekspor, impor, lalu lintas surat-surat pos, organisasi transportasi.

 Ide tsb disampaikan kpd parlemen Inggris (Komisi Perdagangan dan Perkebunan). Komisi ini th 1849
merekomendasikan bahwa sbg tambahan kpd pembentukan Legislative Council dan sistem pemerintahan
menurut kemauan di masing-2 koloni, hendaknyalah ada Gubernur Jenderal yg mempunyai kekuasaan
menghimpun suatu badan diberi nama General Assembly of Australia.

 Badan ini sbg wakil setiap koloni yg keanggotaannya dipilih oleh parlemen dari masing-2 koloni.

 Tiap-2 koloni mengirimkan dua orang wakil, dan wakil tambahan ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk dgn
ketentuan satu orang untuk setiap 1500 penduduk.Kewenangannya adalah menetapkan bea cukai, mengurus
hal-2 yg berkait dgn pos, jalan-2 dan rel kereta api, mercusuar di pantai-2 Australia, masalah-2 ukuran dan
timbangan.

 Badan ini nantinya yg akan membentuk Mahkamah Agung yg akan menerima pengaduan banding dari
pengadilan-2 koloni dan membuat aturan (UU) yg berlaku untuk seluruh koloni.

 Th 1850 RUU pembentukan General Assembly of Australia diserahkan kpd parlemen Inggris. Namun ide yg
menjurus pembentukan federasi tdk menarik bagi koloni-2 maupun bagi parlemen Inggris (khususnya House of
Lords).

 Sementara itu Earl Grey juga tdk terlalu gigih memperjuangkannya.

 Akhirnya RUU tsb ditolak parlemen Inggris.

 Sesudah th 1850, 6 koloni di Australia hidup secara terpisah-pisah, pd hal mereka itu adalah dari satu keturunan
yg sama, semuanya hidup dari sistem pemerintahan yg relatif sama.

 Apakah mereka akan berkembang terus dgn menganggap msy lain yg berada di luar batas wilayah koloninya itu
sbg bgs asing, dan mereka apakah secara terus menerus akan saling terus membina politik yg antagonistik.

 Apakah mereka tdk menyadari bahwa mereka akan menjadi bangsa yg diperhitungkan, akan memiliki kekuatan
yg ampuh, akan mengalami perkembangan yg hebat dalam bid ekonomi dan kesejahteraan, bila mereka
bersama-2 dlm satu front menghadapi dunia lain?

 Penduduk koloni-2 di Australia tdklah berbeda satu dari yg lain. Kenyataan memang memperlihatkan adanya
perbedaan sumnber kesejahteraan masing-2 koloni. Misal NSW terkenal dgn peternakan biri-2. Victoria dgn
pertambangannya. Namun semuanya itu tdk menyebabkan adanya perbedaan watak yg radikal diantara
mereka.

 Faktor-2 yg melahirkan semangat nasional rupanya belum disadari oleh setiap koloni.

 Pengalaman-2 mereka dlm perjalanan waktu telah mengajarkan mereka untuk menyadari betapa besar
kerugian yg hrs mereka tanggung dgn perpecahan itu?

 Dalam perjalanan waktu itu pula mereka akan menyadari bahwa persatuan akan jauh lebih memperkuat mereka
menghadapi sgl sesuatu daripada melakukannya secara sendiri-sendiri.

 Memang penduduk setiap koloni boleh bangga sbg orang Tasmania, Victoria, namun suatu saat mereka akan
lebih bangga sbg orang Australia.

 Banyak hal yg menyangkut kepentingan bersama mereka, akan mengajar mereka untuk mulai berpikir ke arah
persatuan.

 Munculnya Jerman di Irian Timur Laut, Kep. Marshal, Solomon, Mariana, Perancis di New Hebrides, dirasakan
sbg ancaman bersama (semua koloni di Australia).

 Ketika th 1883 Queensland bertindak atas Irian Timur bagian tenggara karena takut didahului oleh Jerman,
seluruh koloni di Australia mendukung tindakan itu, walaupun Inggris pd mulanya tdk menyetujuinya.

 Dukungan koloni-2 tsb memperlihatkan bahwa mereka sudah mulai menyadari perlu tindakan bersama.

 Adanya musuh bersama merupakan katup perekat persatuan yg kuat diantara para koloni.

 Secara fisik ancaman thd koloni-2 di Australia, namun hendaknya disadari bahwa ketidaksenangan bersama
(Common inconveniences) adalah hal yg memerlukan penanganan bersama.
 Sejak th 1850 – 1890, common inconveniences itu semakin dirasakan oleh semua koloni. Jika dilihat asal-usul
penduduk setiap koloni, dan direnungkan kembali bagaimana Inggris berusaha mencegah masuknya kekuasaan
asing ke Australia, kiranya tdk akan salah jika dikatakan bahwa tdk ada satupun koloni di Australia yg
menghendaki bahwa Australia terjadinya percampuran ras di koloninya.

 Mereka menghendaki bahwa Australia hanya diduduki oleh masyarakat berkulit putih.

 Pikiran semacam ini berkembang , th 1850-an terjadi gold-rush , terutama ke NSW dan Victoria.

 Pd th 1850-an Victoria, NSW, Australia Selatan menghendaki agar imigran Cina ke luar dari daerahnya.

 Namun sikap mereka ini tdk konsisten, sebab suatu masa sesudah itu mereka memperbolehkan Cina masuk
lagi. Ketika Queensland melarang masuk imigran Cina, Australia Selatan dan Australia Barat membutuhkannya
sbg tenaga kerja bangunan di pedalaman.

 Hal ini menunjukkan tdk adanya aturan yg pasti di Australia tentang sesuatu hal, sehingga kepala-2
pemerintahan hrs berulang-ulang mengadakan pertemuan untuk membahas masalah mereka bersama
(Intercolonial meeting sejak th 1863-1881 berlangsung 8 x pertemuan).

 Andaikan ada suatu badan yg mengatur +mengawasi kepentingan seluruh koloni, tentu intercolonial meeting
tdk perlu dilakukan berulang-2 yg melelahkan dan jika ada permasalahan sgr dpt diatasi dan tdk perlu menunggu
intercolonial meeting.

 Th 1880-an industri di Sydney + Melbourne mencari pasar di luar batas-2 wilayahnya.

 Industri makanan di Sydney perlu perluasan pasar di Melbourne, namun terhalang ketentuan tarif di Victoria.

 Demikian juga sebaliknya industri-2 di Melbourne (tekstil dsb) perlu pasar di Sydney dan Adelaide, akan tetapi
dijual dgn harga tinggi di Sydney karena mahalnya ongkos angkut barang-2 Victoria yg diangkut oleh kereta api
NSW.

 Demikian juga di Adelaide karena dikenakan bea mahal oleh pemerintah Australia Selatan. Dengan demikian,
pertumbuhan ek di koloni-2 terhalang oleh “kecelakaan sejarah” yg menawarkan pemerintahan sendiri kpd
setiap koloni yg mengantarkan mereka ke era perpecahan.

 Jika dari semula mereka telah bersatu, tentu pertumbuhan ekonomi jauh lebih leluasa dan wajar.

 Dorongan untuk bersatu didorong oleh org pekerja (Trade Union).

 Berbagai trade union di koloni-2 yg berbeda menghendaki adanya keseragaman aksi thd tenaga kerja Cina,
jumlah jam kerja per hari, serta perlindungan atas hak-2 mereka.

 Untuk mewujudkan keinginannya mereka adakan intercolonial congress yg khusus buat trade union. Selama th
1879-1891 kongres tsb sudah berlangsung 7 kali.

 Berdasarkan pengalaman itu sukar membayangkan adanya uu atau ketentuan yg seragam yg menyangkut
kehidupan para pekerja itu tanpa ada persatuan diantara koloni-2 di Australia.

 Perkembangan alat-2 perhubungan + hal-2 terkait surat-2 pos juga mendorong perlunya mereka untuk bersatu.

 Dalam kaitan dgn perhubungan, Clark menceritakan suasana pd saat penyambungan rel kereta api antara NSW-
Victoria dan juga antar-koloni lainnya.

 Demikian juga penyambungan jaringan telepon antar-ibukota koloni-2 di Australia.

 Pd 14 Juni 1883, Albury kota perbatasan NSW-Victoria, dipenuhi kerumunan orang-2ingin saksikan upacara
penyambungan rel kereta api antara NSW-Victoria.

 Jalan-2 dihiasi umbul-2, anak-2 sekolah berbaris sambut kpl pemerintahan kedua koloni.

 Malam harinya gubernur NSW adakan jamuan makan malam rayakan penyambungan rel kereta api yg menurut
pandangan msy dua koloni tsb sangat menguntungkan.
 Peristiwa tsb merupakan awal dari era kebahagiaan dan kesejahteraan mereka.

 Kedua pimpinan koloni tsb berharap hasil atau tindak lanjut penyatual rel kereta api itu adalah penyatuan
koloni.

 Suasana serupa dinyatakan saat penyambungan rel kereta api Victoria-Australia Selatan pd Januari 1887, dan
antara NSW-Queensland Januari 1888.

 Peningkatan alat-2 komunikasi menyediakan perangkat fisik bagi pertumbuhan rasa persatuan.

 Sebelum penyambungan peristiwa rel kereta api tsb sesungguhnya sudah pula dibangun jaringan alat-2 telegraf
hubungkan pusat koloni yg satu dgn yg lainnya.

 Melbourne-Adelaide telah dihubungkan telegraf listrik Juli 1858, Sydney-Melbourne Okt 1858, Sydney-Brisbane
th 1861, Sydney-Adelaide th 1867, Launceston-Melbourne th 1869, Adelaide-Perth th 1877.

 Pembangunan sentral telepon di Melbourne th 1878, Brisbane th 1880, Sydney th 1881. Adelaide + Hobart th
1883, Perth th 1887.

 Pd mulanya sentral telepon diusahakan perusahaan swasta, akan tetapi th 1890-an parlemen koloni
menempatkan pemilikan dan pengawaan jasa telepon di bawah Kantor Pos Kolonial.

 Bagaimana dgn aspek militer?

 Selama ini semua koloni merasa aman, karena selalu dijamin oleh kehadiran pasukan Inggris (AL) yg duduki pos-
2 di Australia.

 Penduduk koloni menyadari tdk mungkin selamanya akan menggantungkan keamanannya kpd pasukan Inggris.

 Mereka pun telah menyaksikan bagaimana akhirnya pasukan Inggris meninggalkan posnya di Australia.

 Pasukan Inggris yg terakhir tinggalkan Sydney th 1870.

 Setelah itu masing-2 koloni membentuk pasukannya sendiri secara terpisah. Sifat keanggotaannya ada yg
reguler dan sukarela.

 Tdk tampak adanya kerjasama diantara pasukan koloni.

 Yg jelas ada 6 (koloni) kesatuan militer. Jika ada serangan thd mereka, sukar dibayangkan bahwa ke-6 kesatuan
militer itu akan dpt bertahan scr efektif dalam satu front.

 Koordinasi pertahanan atas seluruh koloni itu hanya mungkin kalau ada satu pemerintah nasional.

 Pemikiran mereka tentang pertahanan bersama ini, ikut mendorong usaha ke arah persatuan koloni.

 Portus mengurai satu aspek yg memberikan inspirasi rasa persatuan koloni dari aspek psikologis pertandingan
olahraga.

 Th 1861 satu tim cricket Inggris mengunjungi Australia untuk pertama kalinya (diulang-ulang th 1863, 1873,
1877).

 Kunjungan tim terakhir (1877) bertanding di Melbourne, dan ternyata Australia menang. Kemenangan itu
menggemparkan Australia, lalu memutuskan untuk mengunjungi Inggris pd th berikutnya.

 Di Inggris ternyata tim Australia juga menang, dan ketika mereka kembali disambut kedatangan mereka secara
nasional.

 Portus katakan, pertanda persatuan bukan milik para politisi, pekerja, para pengusaha, dan juga tdk hanya
didorong rasa tdk senang bersama.

 Dgn cerita ini, Portus katakan mereka lebih suka disebut orang Ausytralia daripada orang NSW, Victoria dsb. Ini
menunjukkan hasrat menuju persatuan seluruh Australia.

6.2 Mewujudkan Federasi Australia


 Henry Parkes (NSW) dlm intercolonial conference (1880) menyarankan pembentukan Federal Council untuk
menangani semua masalah yg dihadapi semua koloni dlm kehidupan sehari-hari, dan untuk memikirkan
penyatuan semua koloni di Australia.

 Ide Parkes menyebabkan pemerintah Inggris th 1885 mengeluarkan UU yg mengizinkan ke-6 koloni + New
Zealand + Fiji membentuk Federal Council of Australia.

 Setiap koloni berhak mengirimkan dua orang wakilnya.

 Dlm rapaf Federal Council yg pertama th 1886, Fiji kirimkan wakil, akan tetapi pd rapat-2 selanjutnya tdk
mengirimkannya.

 New Zealand tdk pernah mengirimkan wakilnya.

 Namun rapat-rapat tsb tdk mendapatkan dukungan dari NSW.

 Berkenaan dgn itu, Parkes dlm pidato di Tenterfield (sebuah kota diperbatasan NSW dgn Queensland
mengingatkan or-2 Australia akan bahaya-2 yg muncul baik dari dalam maupun dari luar dgn terpecaah-
pecahnya Australia, maka sudah saatnya kita membentuk parlemen Australia dan pemerintah Australia.

 Tindak lanjut dari pidato Parkes, th 1890 diselenggarakan pertemuan para kepala pemerintahan seluruh koloni
di Melbourne --- diputuskan akan mengadakan Kovensi Federal th 1891.

 Untuk pertemuan tsb setiap koloni akan mengirimkan utusan sebanyak 7 wakil termasuk parlemen New
Zealand.

 Konvensi Federal pertama kali agendakan susun sistem pemerintahan atau Konstitusi Australia.

 Konvensi berhasil susun Rancangan Konstitusi, tetapi ketika rancangan tsb disampaikan kpd parlemen di koloni
untuk dimintakan pengesahan, mulai timbul pertentangan-2 cukup tajam.

 Victoria menolak kehadiran New Zealand dlm federasi.

• Australia Barat terima setengah hati.

• Di NSW masalah federasi timbulkan kesimpangsiuran , karena sikap parpol atau kelompok-2 dlm parlemen. Di
parlemen NSW tdpt 3 kelompok: (1) Kelompok anut perdagangan bebas; (2) Kelompok proteksionis; (3)
Kelompok Buruh.

• Hal ini karena diantara kelompok-2 tsb saling memperebutkan kekuasaan dan memenangkan program partai
atau kelompoknya, sehingga masalah federasi Australia diabaikan.

• Or-2 parpol lebih bergairah bekerja untuk kepentingan partainya daripada untuk kepentingan negerinya.

 Sikap NSW yg demikian ini menyebabkan koloni-2 lainnya merasa enggan, karena justru NSWlah yg hrs menjadi
pelopor.

 Dgn demikian pengesahan Konstitusi haril Konvensi I tsb ditangguhkan.

 Hal ini mnengecewakan rakyat, lalu ikut campur tangan. Lalu di beberapa koloni terbentuk liga federal. Mereka
mengadakan konferensi-2 raksasa tanpa meminta perhatian dari para politisi.

 Gerakan rakyat tsb didukung oleh Australian Natives Association (ANA) yaitu organisasi yg beranggotakan orang-
2 yg dilahirkan di Australia.

 Dr. John Quick (anggota Liga Federal) berkampanye untuk penyusunan konstitusi baru, dan usulkan agar konsep
baru kitu sebaiknya diputuskan oleh rakyat secara langsung, bukan oleh parlemen setiap koloni.

 Pd konferensi Liga Federal (1895),ide Quick diterima sbg rencana baru melaksanakan kampanye.

 Secara garis besar, ide Quick dijadikan sbg pedoman sbb:

a. Dorongan ke arah federasi hendaknya berasal langsung dari rakyat.


b. Konstitusi baru hendaknya disusun oleh suatu konvensi beranggotakan dipilih langsung oleh rakyat.

c. Konsep konstitusi itu selanjutnya diserahkan kpd rakyat untuk diterima atau ditolak.

d. Jika konstitusi itu telah diterima di dua atau lebih koloni, maka hendaknyalah konstitusi itu disahkan oleh
pafrlemen Inggris sbg hukum yg berlaku untuk seluruh koloni.

 Konvensi Ke-dua diselenggarakan th 1797-1798 dihadiri wakil-2 koloni sebanyak 10 orang (kecuali Queensland
yg tdk kirimkan utusan karena parlemennya tdk berhasil menyetujui uu tentang pemilihan utusan tsb).

 Ke-10 utusan dari tiap-2 koloni dipilih langsung oleh rakyat, kecuali Australia Barat yg dipilih oleh parlemen
koloni.

 Pd konvensi ke-dua tsb diselenggarakan selama 3 session yg dilaksanakan di tiga tempat (Adelaide, Sydney,
Melbourne).

 Rancangan konstitusi dalam konvensi pertama (1891) dilengkapi dan disempurnakan hingga capai bentuk dan isi
yg diharapkan setiap koloni.

 Masalah utama dlm konvensi ke-dua adalah seberapa besar kekuasaan yg hrs diserahkan kpd pemerintah
sentral (pemerintah federal).

 Bentuk yg mereka kehendaki adalah bentuk federasi, bukan negara kesatuan, maka hanya ada dua pilihan sbb:

 (1) setiap koloni mempunyai kekuasaan tertentu yg dikehendaki secara teliti dan tegas, baru sisanya diserahkan
kpd pemerintah federal.

 Kalau ini yg dipilih, berarti memilih cara yg dipraktekkan Canada pd tahun 1867 dimana pemerintah federal lebih
dominan.

 (2) Disebutkan scr tegas kekuasaan apa saja yg diserahkan kpd pemerintah federal, lalu semua kekuasaan
lainnya yg tersisa dipegang oleh pemerintahan negara bagian.

 Hal ini berarti kekuasaan pemerintah federal dibatasi dan dgn tegas memelihara hak-2 dan kekuasaan
pemerintah negara bagian.

 Sistem inilah yg dipilih pemerintah AS pd saat pembentukannya dalam th 1789.

 Pd konvensi ke-dua ini lebih condong ke pemilihan yg kedua.

 Namun akhirnya mereka mengambil gabungan dari alternatif pertama dan kedua dgn disesuaikan pd
kepentingan setiap koloni.

 Hasil konvensi kedua memutuskan: pemerintah federal memegang kekuasaan atas hal-hal sbb: pertahanan, bea
dan cukai, hubungan luar negeri, perdagangan luar negeri, pos dan telegraf, imigrasi, dan pelayaran. Ketentuan
apa saja yg dikeluarkan Parlemen Federal tentang hal tsb, maka lebih kuat dari ketentuan parlemen negara
bagian.

 Konvensi tsb menyepakati nama federasi Commonwealth of Australia.

• Th 1898 diselenggarakan referendum di Victoria, Australia Selatan, Tasmania dan New South Wales, Queensland
dan Australia Barat menangguhkan pelakanaan rferendum.

Hasil Referendum Th 1898

 Pd referendum kedua seluruh rakyat Australia yg ikut dalam referendum ini kurang dari 60 % (Victoria=36, 48 %,
Australia Selatan=54,44 %, Tasmania 56,29 %, NSW=63,39 %, Queensland=64,78 %).

 Hasil referendum kedua memperlihatkan:

 Mayoritas penduduk 5 koloni menyetujui federasi dgn konstitusi yg sudah mendapat amandemen;

 Tanpa menunggu Australia Barat, kelima koloni mengirimkan rancangan konstitusi federasi ke Inggris.
 Pemerintah Inggris th 1900 keluarkan UU izinkan pembentukan federasi tanpa Australia Barat. UU itu dikenal
sbg Australian Commonwealth Act.

 Australia Barat selenggarakan referendum th 1900 hasilnya 44.800 setujui federasi, dan 19.601 menolak
federasi. Australia Barat menyusul masuk federasi Australia.

 Perdana Menteri pertama untuk federasi Australia adalah Edmund Barton.

 Melbourne ditetapkan sbg ibukota Commen Wealth of Australia sampai akhirnya th 1927 ibukota tsb
dipindahkan ke Canberra pd th 1927.

• KETERLIBATAN AUSTRALIA DALAM MASALAH RI 1945-1962

1. Tahap I Proklamasi – Aksi Militer Bld I Juli 1947

 Australia berhubungan secara simpatik, tetapi enggan terlibat jauh ke dalam problem RI.

 Bom atom Hiroshima dan Nagasaki – Jepang takhluk dalam PD II (15 -08-1945). –17 -08 -1945 RI proklamasikan
diri.

 Kepala Staf AB, AS George Marshall perintahkan Panglima Tentara Sekutu, Laksamana Madya Louis Montbatten
untuk ambil alih tanggungjawab Indocina di bawah Prancis, dan HB di bawah Belanda.

 Pasukan Inggris dikirim ke Sumatra dan Jawa untuk mengorganisasi penyerahan dan pengungsian tentara-2
Jepang dan pelihara ketertiban.

• Kemerdekaan RI tdk diakui oleh Inggris dan Belanda yg ingin pulihkan kembaali kekuasaannya di HB

• Konflik Indonesia – Sekutu tak terhindarkan terutama ketika Inggris serahkan kekuasaan kembali ke Belanda –
pertempuran di mana-2 misal di Surabaya 10-10- 1945 (Mallaby tewas) – ancam perdamaian dunia.

• Australia di DK PBB (N.J.O Makin) – usul DK bentuk komisi penyelidikan dan menolak DK bertindak selesaikan
krisis di Indonesia karena hanya perkeruh suasana di Indonesia berpengaruh negatif thd keamanan Australia.

• Okt 1946 Belanda setuju duduk di meja perundingan dgn RI – dibentuk Komisi Umum – ditunjuk Prof. W.
Schermerhorn sbg ketua, dan M.J.M van pol dan F. de Boer sbg anggota. Perutusan RI: PM Syahrir sbg ketua dan
A. Sjarifuddin dan A.K. Gani sbg anggota.

• Perundingan dimulai 7 Okt 1946 – persetujuan gencatan senjata menaandai statusquo kedudukaan militer
pihak-2 yg berperang. (saat begini Bld terus kirim pasukan ke Indonesia hingga 90.000 jiwa.

 Kelambanan Australia thd Masalah Indonesia.

• Kebijakan Australia tdk akan berpengaruh thd kebijakan pasukan Sekutu di Indonesia.

• Australia hrs berusahaa menghindari setiap keterlibatan dalam masalah kolonial di Indonesia.

• Menlu Dr. H.V. Evatt – HB hrs tetap sbg perisai bagi pertahanan Australia maka Belanda tdk menyerahkan
kedaulatannya.

• Pertimbangan hukum internasional kedaulatan HB tetap berada di Belanda.

• Pertimbangan ekonomi. Kesinambungan pemerintah Bld di HB sebuah syarat pelihara kawasan yg stabil secara
politik yg pd gilirannya menguntungkan perdagangan Australia.

• Pandangan dari Partai Buruh (Chifley dan Evatt) – kolonialisme.Hak setiap orang untuk merdeka dan
menentukan nasib sendiri.

• Evat th 1947 di depan parlemen Australia – perlu pemahaman nasionalisme Asia secara realistis. Namun Evatt
juga perlunya HB berada di tangan Belanda – kawasan HB stabil – menguntungkan Australia – Kalau HB merdeka
– tdk menjamin akan terjadi stabilitas keamanan di HB.

• Pernyataan Dwi Muka Australia thd masalah RI. Agresi Militer I pada 21 Juli 1947 – Australia membiarkannya.
• Pemerintahan partai Buruh mengidealisasikan kemerdekaan dan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat
Indonesia, tetapi pengejawan-tahannya bertentangan dgn konsep keamanan Australia.

• Survei pendapat umum akhir 1945 memperlihatkan banyak orang Australia mendukung kekuasaan Belanda atas
Kepulauan Indonesia.

• Survey Pendapat Umum Kekuasaan Belanda atas HB

• Kebijakan LN Pasca Aksi Militer I

 Kegagalan Persetujuan Linggajati

• 15 Nov 1946 diparaplah Persetujuan Linggajati, penandatangannya 27 Maret 1947.

• Australia satu dari sejumlah negara yg mengakui Republik secara defacto.

• Gubernur Jenderal Bld, H.J. van Mook secara sepihak membentuk sistem federal mendirikan sejumlah negara
bagian sbg tandingan thd RI (Hasil Konperensi Denpasar 7 Des 1946).

• Bld melihat Persetujuan Linggajati – pendudukan Jepang di HB sebuah kesenjangan dalam pemerintahan Bld di
Indonesia yg diakui secara internasional.

• Setelah perang usai tampil sebuah org politik, RI yg berada di luar konstitusional Kerajaan Bld.

• Persetujuan Linggajati dipandang sbg sebuah program dasar dgn tujuan membentuk sebuah tatanan politik Uni-
Indonesia-Bld. Hanya mengikuti proses konstitusional demikian kedudukan huum Bld bisa dipelihara, artinya Bld
memiliki kekuasaan de fakto dan de yure hingga penyerahan kedaulatan kpd RIS.

• RI melihat Persetujuan Linggajati sbg perjanjian antar dua negara saling terikat untuk bekerja sama membentuk
RIS.

• RI – Bld telah dilucitu Jepang maka RI secara konstitusional menjalankan kekuasaan de facto dan de yure di
Indonesia.

• Perbedaan persepsi Linggajati membuka permusuhan keduanya yaitu 21 Juli 1947 Bld lancarkan Aksi Militer. RI
memilih minta bantuan DK PBB bertujuan mengangkat seluruh masalah ke depan Dewan, karena sikap
pemerintah Australia yg ragu-2, RI berpaling minta bantuan ke India.

• India mengangkat persoalan tsb ke PBB.

• Nehru 28 Juli 1947 mengutuk rezim-2 kolonial dan kehadiran rezim asing ke negri-2 Asia.

• Australia sadari keterlibatan sungguh-2 demi hub di masa depan dgn negeri-2 di Asia dgn meninggalkan
kebijakan “lembut dan netralitas bengong”.

• Australia tdk lagi ragu-2 tentukan sikap.

• 30 Juli 1947 Australia dan India angkat masalah ini ke DK PBB.

• Reaksi Australia thd Tindakan Bld

• Australia -- pihak yg bersengketa cari pemecahan melalui perundingan dan jalan tengah.

• Chifley (Australia) tdk hanya permusuhan yg akan dihentikan, tetapi juga pembuktian bahwa Dewan mampu
bertindak cepat dan efektif.

• Tindakan Australia dpt kecaman dari Inggris, Bld.

• Kelompok oposisi Australia, menyatakan, Menzies (P. Liberal) kebijakan Partai Buruh terus-menerus memusuhi
kekuasaan kulit putih di Asia. Kebijakan ini berdampak Australia sbg bgs amat terkucilkan.

• Aksi militer Bld ke Indonesia dpt kecaman keras pers Australia dapat dilihat pd survey jajak pendapat berikut ini.

2. Tahap II Aksi Militer Belanda I (21-07-1947) – Des-1948.


 Tampak Australia berhati-hati, namun kehadirannya semakin terasa melalui peran serta di dalam Komisi Jasa
Baik PBB.

 Peran serta melalui kebijakan-2 di Dewan Keamanan yg pro-RI.

 Perundingan-2 RI-Bld buntu pd awal Des 1948.

 Konflik komunis – Pemerintah Soekarno – Peristiwa Madiun Sept 1948.

• Akhr 1948 peristiwa Madiun dpt dipatahkan – menimbulkan kesan mendalam di Washinton dan Canberra.

• Tanggapan pemerintah Australia thd Aksi Militer ke II 19 Des 1948 – dua kekuatan saling berhadapan di Asia
adalah komunis dan nasionalisme.

• Komunisme mewakili sayap ekstrim gerakan kemerdekaan nasional – tumbuh dari anti kolonialisme.

• Isu komunis membayangi pikiran canberra pd penghujung 1948.

• Juni 1948 di Australia terbit laporan pers muncul sel-2 komunis di Jateng terorganisir baik membangun
kerjasama erat dgn komunis di Asia Tenggara dan Australia. PKI terima dana dari Bangkok dan Australia.

• Evatt desak Bld agar meninggalkan sikapnya yg kaku thd RI.

3. Tahap III Setelah Aksi Militer Belanda II Des-1948

 Australia tampil vokal menentaang Belanda dan menuntut penyerahan kedaulatan yg lebih cepat kepada
Indonesia.

 Akhirnya terlaksana 27 Des 1949.

4. Tahap IV Antara Tahun 1950 – 1962

 Sebagai periode tunggal, karena sepanjang kurun waktu tsb Australia tidak memperlihatkan banyak perubahan
baik di dalam sikapnya thd RI, maupun dalam keterlibatan dengan sengketaa Irian Barat.

 Akhir periode ini, Austraalia berkeyakinan, Indonesia yg dipersenjatai kuat harus dipaandang sbg ancaman nyata
keamanan Australia.

 Australia tidak setuju Irian Barat masuk ke dalam RI.

 Australia menyetujui berdirinya Negara Federasi malaysia yg bertabrakaan dengan kebijakan pol. LN RI.

• POLA-POLA KEBIJAKAN
LUAR NEGERI AUSTRALIA

1. Faktor-2 yg mempengaruhi kebijakan Pol LN Australia-RI

A. Lokasi Geografis Australia

 Menlu Australia, P.C. Spender (9-03-1950) : kebijakan LN setiap negara hrs dikaitkan keadaan geografis.
Kebijakan LN terutama demi keamanan tanah air, dn pemeliharaan perdamaian di kawasannya.

 Australia berada di lingkungna dua samudera (India dan pasifik) – Australia memiliki kedudukaan strategis di
kawasan Asia tenggara.

 Grs pantai Australia di barat laut dan utara membentuk grs perbatasan paling dekat dgn Kep. Indonesia. Grs
pantainya di bagian barat yg menjulur ke Samudera India – menjadikan Australia dalam kedudukan mencolok
dalam kaitannya dgn Afrika, anak benua Amerika bagian utara dan Selatan.

 Australia sbg benua-pulau yg dikelilingi dua samudera dan Irian dan pulau-2 berdekatan membentuk sebuah
atap di atas pantai utara negeri itu. Sabuk utara membentuk sebuah kunci strategis bagi pertahanan Australia.


Pertemuan Ke-13
Hubungan Bilateral Australia-RI
(Agresi RI Ke Irian Barat)

 Invasi Jepang ke Asia Tenggara selama Perang Dunia II menembus jauh ke Irian (New Guinea) hingga mencapai
Port Moresby.

 Peristiwa ini membuat Australia menyadari bahwa pertahanan kawasan pantai bagian utara Selat Torres yang
memisahkan Benua Australia dengan Irian sangat rapuh.

 Berkenaan dengan itu, Menteri Luar Negeri Australia, P.C. Spender berpendapat bahwa New Guinea sebagai
kunci yang sangat menentukan dalam pertahanan Australia.

 Oleh karena itu sasaran pertahanan Australia adalah menentang setiap penggunaan New Guinea oleh kekuatan
aggresor termasuk Indonesia.

 Kaum komunis setelah berhasil merebut kekuasaan di Cina (1949) segera memperluas pengaruhnya ke daratan
Asia melalui gerakan anti-kolonialisme.

 Presiden RRT, Liu Shao-Chi pada tahun 1949 mengajak segenap rakyat Tiongkok untuk berjuang melawan
imperialisme dan antek-anteknya yang masih bercokol di kawasan Asia dan khususnya di Asia Tenggara.

 Berkenaan dengan itu Menlu Australia, R.G. Casey yang menggantikan P.C. Spender pada tahun 1951,
menganggap bahwa subversi komunis yang diarahkan dari Moskow dan Beijing serta ekspansi teritorial RRT ke
daratan Asia khususnya di kawasan Asia Tenggara, dan kuatnya kedudukan komunis di Indonesia, merupakan
ancaman dalam skala dunia terhadap tradisi demokrasi dan kemanusiaan termasuk juga sebagai ancaman bagi
keamanan Australia.

 Pemerintah Australia beranggapan bahwa lenyapnya kekuasaan-kekuasaan kolonial sebagai akibat kebangkitan
nasionalisme di Asia pada umumnya dan di kawasan Asia Tenggara pada khususnya telah menciptakan
kekosongan kekuasaan di Asia Tenggara yang oleh kaum komunis dicoba untuk dimanfaatkan.

 Berdasarkan hal demikian, maka pusat gaya berat politik telah bergeser dari Eropa ke Asia.

 Di dalam kontekstual Perang Dingin dan adanya kesan yang mendalam pemerintah Australia terhadap bahaya
komunis di Indonesia, maka pernyataan klaim Indonesia atas Irian Barat secara tegas ditolak oleh pemerintah
Australia.

 Penolakan tersebut disampaikan Menlu Percy Spender pada Agustus 1950 dengan pertimbangan strategis
bahwa Irian Barat merupakan “lingkaran terakhir pertahanan Australia terhadap agresi.”

 Berdasarkan pertimbangan yang demikian, maka Irian Barat harus berada di bawah kekuasaan negara yang
bersahabat dengan Australia yakni Belanda daripada jatuh ke tangan Indonesia yang menurut pandangan
pemerintah Australia sebagai negara agresor yang di dalamnya terkandung “bahaya merah” (komunis) yang
setiap saat akan membahayakan pertahanan Australia.

 Yang menjadi dasar pijakan klaim Indonesia terhadap Irian Barat sebagai berikut:

 (1) Adanya kesatuan sejarah antara Indonesia dengan Irian Barat.

 Sejak abad XIV, Kerajaan Majapahit wilayahnya meliputi beberapa bagian Irian Barat, dan di kawasan tersebut
sudah berabad-abad lamanya menjalin kontak dagang dengan Kepulauan Indonesia.

 Kontak dagang semakin intensif ketika Irian Barat berada di bawah Kesultanan Tidore.

 (2) Pertimbangan hukum, seperti yang dinyatakan di dalam hasil Konferensi Meja Bundar (KMB):

 Isi Perjanjian KMB (2 November 1949 di Den Haag):

1. Belanda mengakui RIS sbg negara merdeka dan berdaulat


2. Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya 30 Desember 1949.

3. Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS

4. Anatara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia-Belanda yg dikepalai Raja Belanda.

5. Kapal2 perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dgn catatan bbrp korvet (kapal perang kecil) akan diserahkan
kpd RIS.

6. Tentara Kerajaan Bld selekas mungkin ditarik mundur, sedangkan Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan
dibubarkan dgn catatan bahwa para anggotanya yg diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.

 Akhir Desember 1949 – Indoensia diakui kedaulatannya oleh Belanda.

 Jadi KMB hanya menunda pada saat yang tepat Irian Barat menjadi bagian wilayah Indonesia.

 Berpijak pada pandangan tersebut, Indonesia beranggapan bahwa setiap campur tangan pihak luar terhadap
klaim Indonesia atas Irian Barat dianggap sebagai intervensi terhadap urusan dalam negerinya.

 Indonesia boleh menempuh jalan apa saja untuk memperoleh Irian Barat yang menjadi miliknya, dan Indonesia
tidak melihat hal ini sebagai tindakan agresi ke kawasan lain

 Klaim Indonesia terhadap Irian Barat dinyatakan Presiden Soekarno dalam berbagai kesempatan dalam tahun
1950.

 Pada 11 Juni 1950 di depan sebuah rapat umum di Jakarta, Ia menyatakan bahwa Indonesia harus menjadi
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang wilayahnya termasuk Irian Barat.

 Tanpa Irian Barat, kemerdekaan Indonesia tidak lengkap.

 Di dalam HUT RI ke-5 pada 17 Agustus 1950, Soekarno memperingatkan dengan nada ancaman bahwa “sebuah
konflik besar” akan muncul apabila sebuah penyelesaian yang sesuai dengan tuntutan Indonesia tidak tercapai
sampai akhir tahun ini

 Klaim Indonesia terhadap Irian Barat juga disampaikan oleh anggota Komisi Indonesia-Belanda untuk Masalah
Irian Barat, Mohammad Yamin yang menyatakan bahwa wilayah Indonesia tidak lengkap jika tidak meliputi Irian
Barat yang dikuasai Belanda dan Kalimantan yang dikuasai Inggris, dan juga New Guinea yang dikuasai Australia
serta Timor Timur yang dikuasai Portugis.

 Pernyataan tersebut membawa kesan mendalam terhadap para petinggi Australia yang sedang terancam
“bahaya merah” dari Indonesia yang menggambarkan suatu negara Australia (1950-1965) yang sedang terancam
oleh kekuatan komunis yang telah mengontrol secara efisien pemerintahan Soekarno, dan dimungkinkan akan
segera mencaplok Indonesia, yang selanjutnya pada gilirannya mencaplok Australia.

 Hal ini seperti yang digambarkan dalam teori domino bahwa kemenangan komunis di satu negara (Indonesia)
akan berakibat diadakannya tekanan terhadap tetangganya (Australia), sehingga negara akan berjatuhan ke
tangan komunis dengan cepat seperti sederetan kartu domino yang runtuh sekali kartu pertama jatuh.

 Pernyataan klaim Indonesia terhadap Irian Barat mendapat respon keras dari pers Australia yang pada intinya
menyatakan bahwa klaim tersebut merupakan sifat ekspansionis Indonesia dan sebagai ancaman yang
mendasar terhadap keamanan Australia.

 Sifat ekspansionis Indonesia ditunjukkan melalui klaim terhadap Irian Barat, menjadi kekhawatiran sebagian
besar rakyat Australia.

 Hal ini dapat dibuktikan melalui pengumpulan pendapat umum (polling) yang dilakukan pada bulan Pebruari
dan Mei 1950 yang mengungkapkan intensitas perasaan rakyat Australia terhadap klaim Indonesia atas Irian
Barat yang dapat dilihat pada tabel.

 Klaim Indonesia terhadap Irian Barat tidak memiliki dasar hubungan ras, tidak mempunyai fakta geografis dan
etnologis regional.
 Hal ini seperti yang dikatakan Menlu Australia, Percy Spender pada Agustus 1950 sepulang kunjungannya dari
Belanda sebagai berikut:

 (1) Secara geografi, Irian Barat tidak dapat dilihat sebagai bagian dari Kelompok Konstinental RI didasarkan garis
lintang sejajar 130 derajat medrupakan garis pembelahan secara alamiah;

 (2) Secara ras dan budaya penduduk Irian tidak memiliki pertalian keturunan dengan penduduk Indonesia.

 Di sisi lain terdapat persamaan antara penduduk Irian dan ras Melanesia (Aborigin).

 Garis lintang sejajar 130 derajat menunjukkan batas yang dicapai oleh kebudayaan Indo-Melayu;

 (3) Perkembangan sosial dan ekonomi penduduk Irian Barat dinilai lebih rendah daripada penduduk Indonesia.

 Dari sudut sejarah, tidak terdapat hubungan yang mendasar antara kawasan Irian Barat dengan kawasan
Kepulauan Indonesia lainnya;

 (4) Dari segi hukum, menurut pemerintah Australia bahwa status Irian Barat belum ditentukan, karena KMB
gagal menyelesaikan masalah terkait apakah Irian Barat menjadi milik Indonesia masih terkatung-katung.

 Jadi klaim Indonesia terhadap wilkayah Irian Barat dinyatakan sebagai agresi dari luar

 Australia merasa khawatir jika Irian Barat diserahkan kepada Indonesia, karena pembentukan pemerintahannya
belum jelas dan baru merdeka.

 Australia khawatir tentang masa depan politik dalam negeri Indonesia yang dari tahun-ke tahun komunisme di
Indonesia telah menunjukkan pengaruh kuat, sehingga berhasil mempengaruhi kebijakan politik Soekarno yang
tampaknya bergerak masuk ke dalam pelukan komunis.

 Di bawah tekanan PKI yang militan, akhirnya pemerintahan Soekarno bersekutu dengan komunis untuk
menjalin hubungan poros Jakarta-Pyongyang-Peking dalam upaya mengusir pengaruh Barat dari Asia.

 Hal ini akan mengancam keamanan Australia.

 Berkenaan dengan itu Arthur Calwell dari Partai Buruh (Partai Oposisi) memperingatkan pemerintah Australia
bahwa jika klaim Indonesia atas Irian Barat dibiarkan, maka kelak Indonesia juga akan berbuat hal yang sama
terhadap Timor Portugis, Papua Nugini, dan akhirnya wilayah Australia Utara juga akan diincar Indonesia.

 Indonesia mulai tahun 1954 berusaha memasukkan masalah Irian Barat dalam agenda pembicaraan di Sidang
Majelis Umum PBB melalui empat kali resolusi pro-RI yang diajukan pada tahun 1954, 1955, 1956, 1957
mengalami kegagalan, karena tidak didukung 2/3 mayoritas suara yang diperlukan bagi diterimanya suatu
resolusi.

 Hal ini terjadi berkat perjuangan gigih Australia dalam lobi-lobinya untuk menggagalkan ambisi Indonesia
memasukkan Irian Barat ke dalam wilayahnya.

 Kegagalan politik diplomasi di PBB soal Irian Barat, Indonesia mengubah perjuangan lebih konfrontatif
membentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat tahun 1958.

 Pada 19 Desember 1961 dikeluarkan Tri Kora:

 a. Gagalkan pembentukan “Negara Papua” bikinan Belanda,

 b. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat,

 c. Bersiaplah untuk memobilisasi umum).

 Pembentukan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat 2 Januari 1962.

 Soekarno tidak akan melibatkan Uni Sovyet dalam kemelut Irian Barat dengan mengizinkan Sulawesi sebagai
pangkalan militer Uni Sovyet, sehingga akan terjadi konflik terbuka di kawasan Asia Tenggara.

 Hal ini membuat Amerika Serikat khawatir, sehingga negeri ini menekan pihak Belanda untuk berunding guna
mencegah terseretnya Uni Sovyet dan Amerika Serikat ke dalam konfrontasi langsung di Pasifik Barat-daya.
 Uni Sovyet mendukung Indonesia dalam pembebasan Irian Barat, karena selaras dengan garis kebijakan politik
luar negeri Uni Sovyet dalam upaya menyebarkan komunisme (Perang Dingin) dengan menetapkan garis
kebijakan politik luar negeri dengan membantu negara-negara yang baru merdeka (Indonesia) melawan sebuah
kekuatan Kolonial Belanda yang tetap ingin bercokol di Irian Barat.

 Pada 15 Agustus 1962 ditandatangani Perjanjian New York berisi penyerahan pemerintahan di Irian Barat dari
pihak Kerajaan Belanda kepada PBB.

 Selanjutnya PBB membentuk United NationsTemporary Excecutive Authority (UNTEA) bertugas melakukan
penentuan pendapat rakyat (Pepera) di Irian Barat sebelum akhir tahun 1969 dengan ketentuan bahwa kedua
belah pihak (Belanda dan Indonesia) akan menerima hasilnya.

 Hasil Pepera menunjukkan penduduk Irian Barat memilih ada dalam lingkungan NKRI.


Pertemuan Ke-14
HUBUNGAN BILATERAAL AUSTRALIA: KONFRONTASI MALAYSIA

 Komisaris Jenderal Inggris, Lord Selkirk pada Agustus 1961 berkunjung ke Indonesia membahas rencana
pembentukan Negara Federasi Malaysia dengan Menlu RI, Subandrio.

 Di dalam pembicaraan, Subandrio menyambut baik sikap Inggris yang akan melepaskan koloninya.

 Bahkan ia melalui New York Times menyampaikan ucapan selamat kepada pemerintah Malaya yang akan
mendirikan Negara Federasi Malaysia.

 Namun PKI tidak menyetujui pembentukan Negara Federasi Malaysia, karena sebagai proyek Nekolim Inggris
atau sebagai hasil kompromi kaum nekolim Inggris dengan kaum reaksioner Malaya dalam membasmi gerakan
komunis di Malaya.

 Negara Federasi Malaysia merupakan bentuk Negara Malaya yang neokolonialis diberi baju baru dengan
diperluas daerahnya.

 Pada 8 Desember 1962 terjadi pemberontakan dipimpin Azhari Muhamad yang menolak Brunai bergabung ke
dalam Federasi Malaysia dan ingin mendirikan Negara Kesatuan Kalimantan Utara yang wilayahnya meliputi
Sabah, Serawak dan Brunai.

 Berkenaan dengan pemberontakan tersebut, Indonesia menganggap bahwa pembentukan Federasi Malaysia
sangat dipaksakan kepada rakyat Malaya, Singapura, Brunai, Serawak, Sabah atau sebagai gagasan nekolim
Inggris, dan bukan gagasan rakyat Malaya, Singapura, Serawak, Sabah dan Brunai. Melihat kenyataan yang
demikian ini, Indonesia dan Philipina menolak pembentukan Federasi Malaysia.

 Upaya penyelesaian masalah pembentukan Federasi Malaysia melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Menlu di
Manila pada 7-11 Juni 1963 yang dihadiri ketiga Menlu negara-negara yang bertikai (Malaya, Indonesia,
Philipina).

 Hal ini dilanjutkan KTT antara pemimpin ketiga negara yang bersengketa yang berlangsung di Manila pada 30
Juli – 5 Agustus 1963 yang kemudian melahirkan Deklarasi Manila berisi:

 (1) Untuk pembentukan Federasi Malaysia ke tiga negara meminta Sekjen PBB, Uthant untuk mengetahui
keinginan rakyat di daerah-daerah yang akan dimasukkan ke dalam Federasi Malaysia;

 (2) RI dan Philipina akan mendukung pembentukan Federasi Malaysia atas dasar keinginan rakyat, oleh karena
itu kedua negara tersebut meminta Jasa Baik Sekjen PBB guna melakukan penyelidikan tersebut.

 (3) Adanya penghargaan dari pihak Federasi Malaysia terhadap sikap RI dan Philipina serta kesanggupannya
untuk melakukan pembicaraan dengan pemerintah Inggris dan pemerintah daerah di Borneo dalam rangka
meminta Sekjen PBB atau wakilnya melakukan penyelidikan tentang kehendak rakyat di daerah-daerah.
 Realisasi Deklarasi Manila, Sekjen PBB U Thant menunjuk 8 anggota Sekretariat PBB yang dikirim ke daerah
Sabah, Serawak dan Brunai dalam misi Jasa Baik yang dipimpin Laurence Michelmore guna melakukan jajak
pendapat rakyat Kalimantan Utara dengan didampingi oleh peninjau dari Indonesia, Philipina dan Malaya.

 Namun sebelum misi Jasa Baik menyelesaikan tugasnya, Kuala Lumpur dan London telah mendeklarasikan
pembentukan Negara Federasi Malaysia pada 16 September 1963 dengan wilayahnya meliputi: Malaya,
Singapura dan Kalimantan Utara (Sabah, Serawak, Brunai).

 Tindakan ini merupakan bentuk pelanggaran atas martabat PBB dan pengkianatan Deklarasi Manila.

 Indonesia merespon dengan mengeluarkan pernyataan pemutusan hubungan ekonomi dan diplomatik terhadap
Inggris, Malaya, Singapura, Serawak dan Sabah (21 September 1963), disusul dengan kebijakan politik
Konfrontasi Malaysia (Ganyang Malaysia) serta mendukung perjuangan rakyat Kalimantan Utara melawan
Nekolim Inggris.

 Berkenaan dengan kebijakan politik Soekarno tentang Ganyang Malaysia, RRT mendukung Indonesia dengan
pertimbangan bahwa konfrontasi Indonesia-Malaysia merupakan suatu konflik antara negara yang baru
merdeka (Indonesia) melawan negara boneka buatan proyek Nekolim Inggris (Federasi Malaysia).

 Sementara itu Uni Sovyet bersifat ragu-ragu dalam memberikan dukungannya, karena Uni Sovyet menganggap
bahwa konfrontasi antara Indonesia-Malaysia merupakan suatu konflik antara sesame negara yang baru
merdeka.

 Hal ini berbeda ketika Uni Sovyet mendukung Indonesia dalam pembebasan Irian Barat, karena Indonesia
dianggap sebagai negara yang baru merdeka melawan sebuah kekuatan colonial Belanda

 Berbagai pertimbangan yang melatarbelakangi Presiden Soekarno memilih kebijakan politik Konfrontasi
Malaysia sebagai berikut:

 (1) Pembentukan Federasi Malaysia merupakan proyek Nekolim bikinan Inggris untuk mempertahankan
kekuasaannya di Asia Tenggara.

 Inggris banyak menanamkan modalnya baik di Kalimantan Utara maupun di Singapura, sehingga menghendaki
kedua negara tersebut digabungkan ke dalam Federasi Malaysia.

 Dengan digabungkan kedua negara tersebut, maka Inggris cukup menghubungi Kuala Lumpur (Malaya) sebagai
sesama anggota Commonwealth untuk mempertahankan kepentingannya baik yang ada di Kalimantan Utara
maupun di Singapura;

 (2) pembentukan Federasi Malaysia dengan melibatkan Singapura yang merupakan basis Militer Inggris
berdasarkan Anglo-Malayan Defence Agreement, merupakan ancaman bagi Indonesia;

 (3) Negara Indonesia secara historis mempunyai pengalaman pahit terkait dengan kolonialisme dan imperialisme
yakni Indonesia pernah dipecah-belah menjadi negara federal oleh pemerintah kolonial Belanda.

 Pengalaman pahit tersebut rupanya masih membekas dalam dada rakyat Indonesia, khususnya dalam diri
Presiden Soekarno.

 Kebijakan Ganyang Malaysia yang dicanangkan Presiden Soekarno cukup mudah dipahami.

 Langkah yang diambil Presiden Soekarno tentang kebijakan politik Ganyang Malaysia merupakan langkah berani,
namun mengandung resiko besar.

 Hal ini dapat diibaratkan Presiden Soekarno sedang bermain api, tetapi ia tidak dapat keluar dari lingkaran api.

 Ketika Presiden Soekarno mengumumkan kebijakan Ganyang Malaysia, berarti memusuhi Nekolim Inggris,
Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, sehingga Indonesia berhadapan dengan musuh-musuh yang telah
menge-pungnya.

 Musuh-musuh tersebut seperti: Australia dari arah selatan, kemudian Malaysia, Singapura, Inggris dan Amerika
Serikat yang telah memiliki pangkalan militer di Taiwan dan Philipina yang merupakan musuh-musuh dari arah
utara.
 Musuh-musuh tersebut sejak tahun 1954 telah masuk ke dalam South East Asia Treaty Organization (SEATO)
yang merupakan pakta pertahanan untuk membendung pengaruh komunis di Asia Tenggara.

 SEATO merupakan pakta pertahanan bertujuan membendung pengaruh komunis ke Asia Tenggara.

 SEATO beranggotakan sebagai berikut: Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Australia, Selandia Baru, Pakistan,
Philipina, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam Selatan. J. Siboro, Sejarah Australia (Bandung: Tarsito, 1994), hlm.
179-180.

 Australia berbeda pandang dengan Indonesia dalam melihat permasalahan terkait dengan pembentukan
Federasi Malaysia.

 Negeri ini tidak dapat menerima pandangan Indonesia yang mengatakan pembentukan Federasi Malaysia
sebagai proyek nekolim Inggris, namun Australia melihat sebagai proses dekolonisasi secara damai.

 Australia tidak sepakat dengan pandangan Indonesia bahwa pembentukan Federasi Malaysia sebagai ancaman,
karena kehadiran Inggris di wilayah ini berdasarkan kesepakatan Anglo-Malayan Defence Agreement.

 Bahkan Australia menganggap kebijakan politik Indonesia tentang Ganyang Malaysia merupakan ancaman bagi
Australia.

 Berdasarkan cara pandang Australia yang demikian, menyebabkan negeri ini ada dalam posisi sulit.

 Di satu pihak harus mendukung rencana pembentukan Federasi Malaysia yang dideklarasikan Tunku Abdul
Rahman, namun ditentang Indonesia.

 Di sisi lain Australia harus berusaha menjalin hubungan baik dengan Indonesia, karena Australia memiliki
kepentingan lebih besar dalam menjalin hubungan persahabatan dengan Indonesia jika dibandingkan dengan
Inggris yang secara geografis letaknya lebih jauh.

 Selain itu secara geografis, Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai negara penyangga (buffer states) terhadap
agresi dari luar yang akan mengancam keamanan Australia.

 Persoalan yang dihadapi Australia terkait dengan Konfrontasi Indonesia-Malaysia (1963-1965) dapat dibagi
dalam dua ronde.

 Ronde pertama (Januari-September 1963) menyangkut persoalan bagaimana menentukan sikap Australia jika
Malaysia diserang Indonesia.

 Pada 5 Maret 1963 diselenggarakan rapat kabinet di bawah pimpinan Perdana Menteri Menzies yang dihasilkan
keputusan politik yang dibacakan Menlu Barwick bahwa Australia sangat berkepentingan terhadap terciptanya
stabilitas keamanan di kawasan Asia Tenggara dan pernyataan dukungannya kepada rencana pembentukan
Federasi Malaysia.

 Namun pernyataan Menlu Barwick tersebut direvisi dengan melakukan pernyataan pada 15 Maret 1963 bahwa
Australia tidak memiliki kewajiban untuk memberikan dukungan militer kepada Malaysia, meskipun negeri ini
terikat pada Anglo-Malayan Defence Agreement.

 Perubahan kebijakan tersebut menunjukkan betapa sulit posisi Australia dalam menentukan sikap, sehingga
kebijakannya tampak ragu, dan Australia tampak lebih senang memilih sikap netralitas yang tegas dengan
senantiasa menjaga hubungan persahabatan dengan Indonesia yang dianggap sebagai buffer states terhadap
agresi dari luar.

 Ronde Kedua (September 1963-Juli 1964)

 Menyangkut pelanggaran yang dilakukan Malaya dan Inggris terhadap Deklarasi Manila dengan pendeklarasian
pembentukan Federasi Malaysia (16 September 1963) tanpa menunggu hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh
Tim 8 yang dipimpin Laurence Michelmore sebagai utusan PBB.

 Indonesia merespon dengan melaksanakan kebijakan Ganyang Malaysia


 Selanjutnya diikuti aksi demonstrasi secara besar-besaran terhadap Kedutaan Besar Inggris, Australia, Malaya,
Singapura, Serawak dan Sabah di Jakarta.

 Juga pemutusan hubungan diplomatik maupun ekonomi terhadap negara-negara tersebut,

 Pembentukan Komando Dwi Kora (3 Mei 1964), pengiriman pasukan tempur, sukarelawan, sukarelawati untuk
mendukung perjuangan Azhari Muhhamad di Kalimantan Utara.

 Australia menganggap Indonesia sebagai ancaman.

 Perdana Menteri, Menzies secara resmi menyatakan dukungan secara tegas kepada pembentukan Federasi
Malaysia dan menggunakan Anglo-Malayan Defence Agreement untuk melindungi Federasi Malaysia.

 Hal ini berarti Australia memberikan dukungan yang tegas kepada pemerintah Federasi Malaysia guna
menghadapi invasi dan subversif yang dilakukan Indonesia di Kalimantan Utara.

 Bahkan Menlu Barwick (18 April 1964) memperingatkan pemerintah Indonesia untuk menghentikan
Konfrontasi Malaysia, jika Indonesia tidak menghentikan konfrontasi dengan Malaysia, maka Australia, New
Zeland, United States of America (ANZUS) akan melibatkan diri dalam masalah tersebut.

 Hal ini menunjukkan bahwa ANZUS merupakan ancaman bagi Indonesia dari arah selatan.


Pertemuan Ke-15
HUBUNGAN BILATERAAL AUSTRALIA: KONFRONTASI MALAYSIA
 Komisaris Jenderal Inggris, Lord Selkirk pada Agustus 1961 berkunjung ke Indonesia membahas rencana
pembentukan Negara Federasi Malaysia dengan Menlu RI, Subandrio.

 Di dalam pembicaraan, Subandrio menyambut baik sikap Inggris yang akan melepaskan koloninya.

 Bahkan ia melalui New York Times menyampaikan ucapan selamat kepada pemerintah Malaya yang akan
mendirikan Negara Federasi Malaysia.

 Namun PKI tidak menyetujui pembentukan Negara Federasi Malaysia, karena sebagai proyek Nekolim Inggris
atau sebagai hasil kompromi kaum nekolim Inggris dengan kaum reaksioner Malaya dalam membasmi gerakan
komunis di Malaya.

 Negara Federasi Malaysia merupakan bentuk Negara Malaya yang neokolonialis diberi baju baru dengan
diperluas daerahnya.

 Pada 8 Desember 1962 terjadi pemberontakan dipimpin Azhari Muhamad yang menolak Brunai bergabung ke
dalam Federasi Malaysia dan ingin mendirikan Negara Kesatuan Kalimantan Utara yang wilayahnya meliputi
Sabah, Serawak dan Brunai.

 Berkenaan dengan pemberontakan tersebut, Indonesia menganggap bahwa pembentukan Federasi Malaysia
sangat dipaksakan kepada rakyat Malaya, Singapura, Brunai, Serawak, Sabah atau sebagai gagasan nekolim
Inggris, dan bukan gagasan rakyat Malaya, Singapura, Serawak, Sabah dan Brunai. Melihat kenyataan yang
demikian ini, Indonesia dan Philipina menolak pembentukan Federasi Malaysia.

 Upaya penyelesaian masalah pembentukan Federasi Malaysia melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Menlu di
Manila pada 7-11 Juni 1963 yang dihadiri ketiga Menlu negara-negara yang bertikai (Malaya, Indonesia,
Philipina).

 Hal ini dilanjutkan KTT antara pemimpin ketiga negara yang bersengketa yang berlangsung di Manila pada 30
Juli – 5 Agustus 1963 yang kemudian melahirkan Deklarasi Manila berisi:
 (1) Untuk pembentukan Federasi Malaysia ke tiga negara meminta Sekjen PBB, Uthant untuk mengetahui
keinginan rakyat di daerah-daerah yang akan dimasukkan ke dalam Federasi Malaysia;

 (2) RI dan Philipina akan mendukung pembentukan Federasi Malaysia atas dasar keinginan rakyat, oleh karena
itu kedua negara tersebut meminta Jasa Baik Sekjen PBB guna melakukan penyelidikan tersebut.

 (3) Adanya penghargaan dari pihak Federasi Malaysia terhadap sikap RI dan Philipina serta kesanggupannya
untuk melakukan pembicaraan dengan pemerintah Inggris dan pemerintah daerah di Borneo dalam rangka
meminta Sekjen PBB atau wakilnya melakukan penyelidikan tentang kehendak rakyat di daerah-daerah.

 Realisasi Deklarasi Manila, Sekjen PBB U Thant menunjuk 8 anggota Sekretariat PBB yang dikirim ke daerah
Sabah, Serawak dan Brunai dalam misi Jasa Baik yang dipimpin Laurence Michelmore guna melakukan jajak
pendapat rakyat Kalimantan Utara dengan didampingi oleh peninjau dari Indonesia, Philipina dan Malaya.

 Namun sebelum misi Jasa Baik menyelesaikan tugasnya, Kuala Lumpur dan London telah mendeklarasikan
pembentukan Negara Federasi Malaysia pada 16 September 1963 dengan wilayahnya meliputi: Malaya,
Singapura dan Kalimantan Utara (Sabah, Serawak, Brunai).

 Tindakan ini merupakan bentuk pelanggaran atas martabat PBB dan pengkianatan Deklarasi Manila.

 Indonesia merespon dengan mengeluarkan pernyataan pemutusan hubungan ekonomi dan diplomatik terhadap
Inggris, Malaya, Singapura, Serawak dan Sabah (21 September 1963), disusul dengan kebijakan politik
Konfrontasi Malaysia (Ganyang Malaysia) serta mendukung perjuangan rakyat Kalimantan Utara melawan
Nekolim Inggris.

 Berkenaan dengan kebijakan politik Soekarno tentang Ganyang Malaysia, RRT mendukung Indonesia dengan
pertimbangan bahwa konfrontasi Indonesia-Malaysia merupakan suatu konflik antara negara yang baru
merdeka (Indonesia) melawan negara boneka buatan proyek Nekolim Inggris (Federasi Malaysia).

 Sementara itu Uni Sovyet bersifat ragu-ragu dalam memberikan dukungannya, karena Uni Sovyet menganggap
bahwa konfrontasi antara Indonesia-Malaysia merupakan suatu konflik antara sesame negara yang baru
merdeka.

 Hal ini berbeda ketika Uni Sovyet mendukung Indonesia dalam pembebasan Irian Barat, karena Indonesia
dianggap sebagai negara yang baru merdeka melawan sebuah kekuatan colonial Belanda

 Berbagai pertimbangan yang melatarbelakangi Presiden Soekarno memilih kebijakan politik Konfrontasi
Malaysia sebagai berikut:

 (1) Pembentukan Federasi Malaysia merupakan proyek Nekolim bikinan Inggris untuk mempertahankan
kekuasaannya di Asia Tenggara.

 Inggris banyak menanamkan modalnya baik di Kalimantan Utara maupun di Singapura, sehingga menghendaki
kedua negara tersebut digabungkan ke dalam Federasi Malaysia.

 Dengan digabungkan kedua negara tersebut, maka Inggris cukup menghubungi Kuala Lumpur (Malaya) sebagai
sesama anggota Commonwealth untuk mempertahankan kepentingannya baik yang ada di Kalimantan Utara
maupun di Singapura;

 (2) pembentukan Federasi Malaysia dengan melibatkan Singapura yang merupakan basis Militer Inggris
berdasarkan Anglo-Malayan Defence Agreement, merupakan ancaman bagi Indonesia;

 (3) Negara Indonesia secara historis mempunyai pengalaman pahit terkait dengan kolonialisme dan imperialisme
yakni Indonesia pernah dipecah-belah menjadi negara federal oleh pemerintah kolonial Belanda.

 Pengalaman pahit tersebut rupanya masih membekas dalam dada rakyat Indonesia, khususnya dalam diri
Presiden Soekarno.

 Kebijakan Ganyang Malaysia yang dicanangkan Presiden Soekarno cukup mudah dipahami.

 Langkah yang diambil Presiden Soekarno tentang kebijakan politik Ganyang Malaysia merupakan langkah berani,
namun mengandung resiko besar.
 Hal ini dapat diibaratkan Presiden Soekarno sedang bermain api, tetapi ia tidak dapat keluar dari lingkaran api.

 Ketika Presiden Soekarno mengumumkan kebijakan Ganyang Malaysia, berarti memusuhi Nekolim Inggris,
Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, sehingga Indonesia berhadapan dengan musuh-musuh yang telah
menge-pungnya.

 Musuh-musuh tersebut seperti: Australia dari arah selatan, kemudian Malaysia, Singapura, Inggris dan Amerika
Serikat yang telah memiliki pangkalan militer di Taiwan dan Philipina yang merupakan musuh-musuh dari arah
utara.

 Musuh-musuh tersebut sejak tahun 1954 telah masuk ke dalam South East Asia Treaty Organization (SEATO)
yang merupakan pakta pertahanan untuk membendung pengaruh komunis di Asia Tenggara.

 SEATO merupakan pakta pertahanan bertujuan membendung pengaruh komunis ke Asia Tenggara.

 SEATO beranggotakan sebagai berikut: Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Australia, Selandia Baru, Pakistan,
Philipina, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam Selatan. J. Siboro, Sejarah Australia (Bandung: Tarsito, 1994), hlm.
179-180.

 Australia berbeda pandang dengan Indonesia dalam melihat permasalahan terkait dengan pembentukan
Federasi Malaysia.

 Negeri ini tidak dapat menerima pandangan Indonesia yang mengatakan pembentukan Federasi Malaysia
sebagai proyek nekolim Inggris, namun Australia melihat sebagai proses dekolonisasi secara damai.

 Australia tidak sepakat dengan pandangan Indonesia bahwa pembentukan Federasi Malaysia sebagai ancaman,
karena kehadiran Inggris di wilayah ini berdasarkan kesepakatan Anglo-Malayan Defence Agreement.

 Bahkan Australia menganggap kebijakan politik Indonesia tentang Ganyang Malaysia merupakan ancaman bagi
Australia.

 Berdasarkan cara pandang Australia yang demikian, menyebabkan negeri ini ada dalam posisi sulit.

 Di satu pihak harus mendukung rencana pembentukan Federasi Malaysia yang dideklarasikan Tunku Abdul
Rahman, namun ditentang Indonesia.

 Di sisi lain Australia harus berusaha menjalin hubungan baik dengan Indonesia, karena Australia memiliki
kepentingan lebih besar dalam menjalin hubungan persahabatan dengan Indonesia jika dibandingkan dengan
Inggris yang secara geografis letaknya lebih jauh.

 Selain itu secara geografis, Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai negara penyangga (buffer states) terhadap
agresi dari luar yang akan mengancam keamanan Australia.

 Persoalan yang dihadapi Australia terkait dengan Konfrontasi Indonesia-Malaysia (1963-1965) dapat dibagi
dalam dua ronde.

 Ronde pertama (Januari-September 1963) menyangkut persoalan bagaimana menentukan sikap Australia jika
Malaysia diserang Indonesia.

 Pada 5 Maret 1963 diselenggarakan rapat kabinet di bawah pimpinan Perdana Menteri Menzies yang dihasilkan
keputusan politik yang dibacakan Menlu Barwick bahwa Australia sangat berkepentingan terhadap terciptanya
stabilitas keamanan di kawasan Asia Tenggara dan pernyataan dukungannya kepada rencana pembentukan
Federasi Malaysia.

 Namun pernyataan Menlu Barwick tersebut direvisi dengan melakukan pernyataan pada 15 Maret 1963 bahwa
Australia tidak memiliki kewajiban untuk memberikan dukungan militer kepada Malaysia, meskipun negeri ini
terikat pada Anglo-Malayan Defence Agreement.

 Perubahan kebijakan tersebut menunjukkan betapa sulit posisi Australia dalam menentukan sikap, sehingga
kebijakannya tampak ragu, dan Australia tampak lebih senang memilih sikap netralitas yang tegas dengan
senantiasa menjaga hubungan persahabatan dengan Indonesia yang dianggap sebagai buffer states terhadap
agresi dari luar.
 Ronde Kedua (September 1963-Juli 1964)

 Menyangkut pelanggaran yang dilakukan Malaya dan Inggris terhadap Deklarasi Manila dengan pendeklarasian
pembentukan Federasi Malaysia (16 September 1963) tanpa menunggu hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh
Tim 8 yang dipimpin Laurence Michelmore sebagai utusan PBB.

 Indonesia merespon dengan melaksanakan kebijakan Ganyang Malaysia

 Selanjutnya diikuti aksi demonstrasi secara besar-besaran terhadap Kedutaan Besar Inggris, Australia, Malaya,
Singapura, Serawak dan Sabah di Jakarta.

 Juga pemutusan hubungan diplomatik maupun ekonomi terhadap negara-negara tersebut,

 Pembentukan Komando Dwi Kora (3 Mei 1964), pengiriman pasukan tempur, sukarelawan, sukarelawati untuk
mendukung perjuangan Azhari Muhhamad di Kalimantan Utara.

 Australia menganggap Indonesia sebagai ancaman.

 Perdana Menteri, Menzies secara resmi menyatakan dukungan secara tegas kepada pembentukan Federasi
Malaysia dan menggunakan Anglo-Malayan Defence Agreement untuk melindungi Federasi Malaysia.

 Hal ini berarti Australia memberikan dukungan yang tegas kepada pemerintah Federasi Malaysia guna
menghadapi invasi dan subversif yang dilakukan Indonesia di Kalimantan Utara.

 Bahkan Menlu Barwick (18 April 1964) memperingatkan pemerintah Indonesia untuk menghentikan
Konfrontasi Malaysia, jika Indonesia tidak menghentikan konfrontasi dengan Malaysia, maka Australia, New
Zeland, United States of America (ANZUS) akan melibatkan diri dalam masalah tersebut.

 Hal ini menunjukkan bahwa ANZUS merupakan ancaman bagi Indonesia dari arah selatan.

Anda mungkin juga menyukai