Anda di halaman 1dari 5

PERTEMUAN 2

FORENSIK DAN KAITANNYA DENGAN HUKUM PIDANA

Pokok Bahasan :Forensik dan Viktimologi


Sub Pokok Bahasan : Forensik kaitan dengan Hukum Pidana
A. Tujuan Pembelajaran
1. Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa dapat memahami akan :
- Ilmu Forensik berkaitan Hukum Pidana Materil (KUHP)
- Ilmu Forensik hubungannya dengan Hukum Pidana Formil (KUHAP)
2. Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa menjelaskan akan :
- Kaitan anatara Forensik dan Hukum Pidana Materil (KUHP)
- Kaitan antara Forensik dengan Hukum Pidana Formil (KUHAP)
3. Uraian Materi
- Forensik sebagai langkah ilmiah guna mendukung kepentingan
Pengadilan (Pro Yustitia)
- Sejarah dari ilmu Forensik
- Forensik adalah ilmu pengetahuan alam yang digunakan untuk
kepentingan hukum dan keadilan
- Pendekatan dalam ilmu Forensik
4. Latihan soal/tugas
1. Buatlah Rangkaian sejarah dari ilmu Forensik
2. Mengapa ilmu ini cepat berkembangnya
3. Pendekatan apa yang digunakan dalam ilmu Forensik
5. Daftar Pustaka

1.Abdussalam , Forensik,2006 Restu Agung Jakarta


2. Bambang Waluyo, Viktimologi, Perlindungan Korban dan Saksi, Cet. I.2011,
Sinar Grafika Jakarta
3. Njoto Hamdani, Ilmu Kedokteran Kehakiman,cet. 1 1992, Gramedia jakarta
4.Visum Et Repetum (VER),Sorrjono Soekanto, Dkk. Ind-Hill-Co,Jakarta, 1987
5. G. Widiartana, Viktimologi Perspektif Korban Dalam Menanggulangan
Kejahatan

7|Page
Forensik biasanya selalu dikaitkan dengan tindak pidana (tindak melawan
hukum). Dalam buku-buku ilmu forensik pada umumnya ilmu forensik diartikan
sebagai penerapan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk
kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Dalam penyidikan suatu kasus
kejahatan, observasi terhadap bukti fisik dan interpretasi dari hasil analisis
(pengujian) barang bukti merupakan alat utama dalam penyidikan tersebut.
Tercatat pertama kali pada abad ke 19 di Perancis Josep Bonaventura Orfila
pada suatu pengadilan dengan percobaan keracunan pada hewan dan dengan
buku toksikologinya dapat meyakinkan hakim, sehingga menghilangkan
anggapan bahwa kematian akibat keracunan disebabkan oleh mistik.
Pada pertengahan abad ke 19, pertama kali ilmu kimia, mikroskopi, dan
fotografi
dimanfaatkan dalam penyidikan kasus kriminal (Eckert, 1980). Revolusi ini
merupakan gambaran tanggungjawab dari petugas penyidik dalam penegakan
hukum. Alphonse Bertillon (1853-1914) adalah seorang ilmuwan yang
pertamakali secara sistematis meneliti ukuran tubuh manusia sebagai parameter
dalam personal indentifikasi. Sampai awal 1900-an metode dari Bertillon sangat
ampuh digunakan pada personal indentifikasi. Bertillon dikenal sebagai bapak
identifikasi kriminal (criminal identification).Francis Galton (1822-1911)
pertama kali meneliti sidik jari dan mengembangkan metode klasifikasi dari sidik
jari. Hasil penelitiannya sekarang ini digunakan sebagai metode dasar dalam
personal identifikasi. Leone Lattes (1887-1954) seorang profesor di institut
kedokteran forensik di Universitas Turin, Itali. Dalam investigasi dan identifikasi
bercak darah yang mengering „a dried bloodstain”, Lattes menggolongkan darah
ke dalam 4 klasifikasi, yaitu A, B, AB, dan O. Dasar klasifikasi ini masih kita kenal
dan dimanfaatkan secara luas sampai sekarang.
Dalam perkembangan selanjutnya semakin banyak bidang ilmu yang
dilibatkan atau dimanfaatkan dalam penyidikan suatu kasus kriminal untuk
kepentingan hukum dan keadilan. Ilmu pengetahuan tersebut sering dikenal
dengan Ilmu Forensik. Saferstein dalam bukunya “Criminalistics an Introduction

8|Page
to Forensic Science” berpendapat bahwa ilmu forensik ”forensic science“secara
umum adalah „the application of science to law”
.
Ilmu Forensik dikatagorikan ke dalam ilmu pengetahuan alam dan dibangun
berdasarkan metode ilmu alam. Dalam padangan ilmu alam sesuatu sesuatu
dianggap ilmiah hanya dan hanya jika didasarkan pada fakta atau pengalaman
(empirisme) pengalaman ini ada dalam bingkai kebenaran ilmiah yang disebut
dengan Frame of experience, kebenaran ilmiah harus dapat dibuktikan oleh
setiap orang (verifikasi) melalui indranya (positivesme), analisis dan hasilnya
mampu dituangkan secara masuk akal, baik deduktif maupun induktif dalam
struktur bahasa tertentu yang mempunyai makna (logika) dan hasilnya dapat
dikomunikasikan ke masyarakat luas dengan tidak mudah atau tanpa
tergoyahkan (kritik ilmu).

Dewasa ini dalam penyidikan suatu tindak kriminal merupakan suatu


keharusan menerapkan pembuktian dan pemeriksaan bukti fisik secara ilmiah.
Sehingga diharapkan tujuan dari hukum acara pidana, yang menjadi landasan
proses peradilan pidana, dapat tercapai yaitu mencari kebenaran materiil. Tujuan
ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kehakiman No.M.01.PW.07.03 tahun 1983
yaitu: untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati
kebanaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari sutau
perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur
dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan
melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya
meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan
apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang
yang didakwa itu dapat dipersalahkan. Adanya pembuktian ilmiah diharapkan
polisi, jaksa, dan hakim tidaklah mengandalkan pengakuan dari tersangka atau
saksi hidup dalam penyidikan dan menyelesaikan suatu perkara. Karena saksi
hidup dapat berbohong atau disuruh berbohong, maka dengan hanya
berdasarkan keterangan saksi dimaksud, tidak dapat dijamin tercapainya tujuan
penegakan kebenaran dalam proses perkara pidana dimaksud. Dalam pembuktian

9|Page
dan pemeriksaan secara ilmiah, kita mengenal istilah ilmu forensik dan kriminologi.
Secara umum ilmu forensik dapat diartikan sebagai
aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan
hukum dan keadilan.atau yang disebut dengan Pro Yustia.
Dalam konteks KUHAP dokter melakukan tugas sehari – hari, suatu waktu
dapat diminta bantuannya oleh penegak hukum, maka sangatlah baik bila dokter
mengetahui tentang tata laksana penyidikan perkara pidana, mulai dari saat
penyidikan sampai hakim memutuskan perkara. Tatalaksana tersebut dilakukan
dalam beberpa tahapan, yaitu : Tahap I adalah Penyelidikan, Tahap II adalah
Penyidikan dan pemberkasan serta Tahap III adalah penuntutan oleh jaksa sebagai
penuntut umum, Hingga pemeriksaan di sidang Pengadilan.
Tugas untuk menanggulangi dan menangani suatu tindak pidana oleh kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP diberikan kepada Polisi Negara
Republik Indonesia, dalam hal ini dikenal dengan 3 istilah yang berbeda fungsi dan
1
kewenangannya, yaitu : Penyelidik, Penyidik dan Penyidik Pembantu.

Pendekatan dalam Forensik


Sebagaimana yang disebutkan di atas Dalam Keputusan Menteri Kehakiman
No.M.01.PW.07.03 tahun 1983 yaitu:
Untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebanaran
materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari sutau perkara pidana
dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan
tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu
pelanggaran hukum, dan selanjutnya
• meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah
terbukti
• bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa
itu dapat dipersalahkan

Forensik kaitannya dg Hukum Materil (KUHP)


Bagi setiap orang yg dengan sengaja menghilangkan atau menyembunyikan bukti-
bukti yg dilakukan pelaku tindak pidana yg menjadi sulit aparat penegak hukum

1
Njoto Hamdani, Ilmu Kedokteran Kehakiman, Gramedia, 1992. Hal. 1.

10 | P a g e
untuk membuktikan melalui ilmu forensik, maka dapat disangkakan melanggar pasal
221 dan 222 KUHP, dg ancaman pidana penjara 9 bulan

TUGAS :

1. APA KAITANNYA FORENSIK DAN VIKTIMOLOGI DENGAN HUKUM


PIDANA ?
2. APAKAH FORENSIK DAN VIKTIMOLOGI ITU PENTING DALAM
PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA ? JELASKAN
3. BAGAIMANA PENDEKATAN FORENSIK TERKAIT HUKUM PIDANA ?
4. BAGAIMAN ATURAN HUKUM PIDANA TERKAIT DENGAN FORENSIK ?
5. JELASKAN BAGAIMANA SEJARAH FORENSIK ?
6. JELASKAN PROSES PENGUNGKAPAN KASUS PIDANA YANG TERKAIT
DENGAN FORENSIK ?
7. HAL APA SAJA YANG DIPERLUKAN DALAM PENGUNGKAPAN KASUS
PIDANA SELAIN FORENSIK ?

11 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai