Anda di halaman 1dari 15

LOG BOOK

DISKUSI KELOMPOK BLOK 20


KEDOKTERAN KERJA

KELOMPOK : 11 (Sebelas)    
HARI/TANGGAL : Jumat, 26 November 2021    
bruntus cairan jernih yang terasa
TEMA DISKUSI :
nyeri
dr. Ali Taufan, MH.,M.
TUTOR : kes
Tidak Masuk :  -    
     
HASIL DISKUSI :              

LEARNING ISSUE
1. Tegakkan diagnosis klinis menggunakan Overview case dan dasar diagnosisnya!
2. Tegakkan diagnosis okupasi menggunakan 7 langkah!
3. Bagaimana Ilmu Kedokteran dasar terkait kasus?
4. Buat skema patofisiologi dari diagnosis klinis!
5. Bagaimana pajanan yang terdapat di lingkungan kerja dan analisislah (matriks hazard)?
6. Jelaskan tatalaksana klinis pada kasus!
7. Jelaskan tatalaksana okupasi pada kasus tersebut!
8. Bagaimana komplikasi dan prognosis pada kasus tersebut?
9. Bagaimana epidemiologi dan pencegahan pada kasus tersebut?
10. Isu etik apa yang terjadi pada kasus dan sikap professional apa yang harus dimiliki sesuai kasus?

Jawaban :

1. Overview Case dan Dasar Diagnosis


Skenario Keterangan
• Pasien laki-laki berusia 40 tahun, Seorang perawat di  Riwayat pekerjaan  F. Resiko tertular penyakit
bangsal rawat inap Kulit Kelamin di RS x infeksius
• Memiliki Keluhan bruntus- bruntus berisi cairan jernih  DD/ Penyakit Vesikobulosa akut
yang terasa nyeri pada leher sebelah kanan 1. Herpes Zoster
2. Dermatitis venenata
3. Impetigo Vesikobulosa
4. Dermatitis Kontak iritan
5. Luka bakar
Bruntus – bruntus berisi cairan  stadium erupsi (akut)
terjadi 2-3 hari
a/r leher sebelah dermatomal setinggi servikal
• Keluhan terasa sejak 2 hari yll  Bersifat akut
• 7 hari yll mengeluh demam, pegal dan badan lemas  Adanya gejala prodromal tanda reaktivasi VVZ
• Sejak 1 hari yll, bruntus berkelompok, meluas hingga  Stadium erupsi
meliputi seluruh leher sebelah Kanan dan melas hingga Timbul tanda dermatomal setinggi servikal
leher depan Sebelah kanan dan nyeri bertambah hebat
sehingga pasien sulit tidur.
• Pasien sudah 2 tahun bekerja sbg perawat dan bekerja  Lamanya pajanan
bersama 5 orang perawat dan bergiliran pagi, sore, malam
lepas jaga.
• 2 minggu terakhir lembur karena 2 orang rekannya  F. Presipitasi : menurunnya imunitas tubuh akibat
terkena covid stress fisik
• Saat pasien terkena penyakit, sedang ada pasien Varisela  Pajanan biologi : VVZ
dan Herpes zoster yang dirawat inap.
 Terjadi infeksi varicella subklinis sehingga tidak ada
• Riwayat pernah menderita cacar air disangkal.
keluhan
• Riwayat bruntus pada daerah dada & lipatan tidak ada
(-) Impetigo Vesikobulosa
• Riwayat Kontak dengan bahan irritant disangkal
 (-)Dermatitis kontak irritant
• Riwayat digigit Serangga disangkal  (-) Dermatitis Venenata
• Riwayat terkena api, tersiram air panas tidak ada  (-) Luka bakar
• Pasien tida menggunakan APD lengkap hanya Resiko terkena pajanan biologi (bakteri, virus)
menggunakan Seragam berlengan pendek dan masker  Hygienitas yang kurang
• Pasien sering tidak langsung berganti pakaian saat pulang
ke tempat Kost,  Lama pajanan
• Dalam 1 hari bekerja, pasien bekerja total 8 Jam  Fit to work
• Pasien menjalani pemeriksaan berkala dan dinyatakan
layak untuk Kerja.  Menyingkirkan f. resiko individu
• Pasien tidak memiliki pekerjaan di tempat lain hanya
mengikuti Kepanitiaan. Sesuai dengan UU no.3 th 1992 tentang jaminan
• Pasien memiliki asuransi BPJS Kesehatan dan BPJS kesehatan
Ketenagakerjaan.
Pemeriksaan Fisik
KU : Komposmentis  DBN
TD : 120/80 mmHg
N : 92x/m
R : 16x/m  Subfebris
S : 37,8oC
Pemeriksaan Kepala, Thorax dan abdomen, dan extremitas  DBN
Status Dermatologikus
Distribusi : regioner, unilateral, Lokasi : segmental
cervikalis dextra setinggi dermatome C3-C5
Lesi : multiple, bentuk tidak teratur,
Ukuran : milier-plakat,
Batas : Sebagian tegas Sebagian tidak, Lesi menimbul
Jumlah : Multiple
Eflorosensi : macula papula eritema dengan vesikel
herpetiformis diatasnya
Pemeriksaan Penunjang

 Hasil pemeriksaan Tzank Smear : Positif


Terdapat multinucleated giant cell.
Terdiagnosis HZ

DD/ 1. Herpes Zoster Servikalis Dextra


2. Impetigo Vesikobulosa

DK/ Herpes Zoster dextra setinggi dermatom c3-c5

Dasar Diagnosis
Anamnesis
- Keluhan bruntus - bruntus berisi cairan Jernih yang nyeri
- Gejala prodromal herpes zoster
- Kelelahan sebagai faktor presipitasi
- Bekerga di bagian rawat inap kulit dan kelamin RS. x yang terdapat pasien varicella dan
HZ
- Tidak menggunakan APD lengkap
PemerikSaan Fisik
- status dermatologikus a/r cervikalis dextra yang menunjukkan herpes Zoster yaitu vesikel
berkelompok herpetiformis
Pemeriksaan Penunjang
- Tzanck Smear : Multinucleated Giant Cell

DEFINISI
Herpes zoster adalah penyokit infeksi yang disebabkan oleh virus varicella zoster yang laten endogen di
ganglion sensoris radiks dorsalis setelah infersi primer. Vesikel tersebar sesuai dermatom yang diinisiasi
ole suatu ganglion saraf sensoris.

2. Rumuskan diagnosis okupasi dengan mengggunakan 7langkah diagnosis okupasi.


1) Langkah 1: Diagnosis Klinis
DK/ Herpes Zoster Cervicalis Setinggi C3-C5 dextra

2) Langkah 2: Identifikasi pajanan


Fisika : Bising kendaraan, panas, jarum suntik
Kimia : Asap kendaraan
Biologi : SARS-CoV 2 dan m.o lainnya
Kimia : Asap kendaraan, Larutan organic dari sabun, Cairan disinfektan, Alcohol, Klorin
Ergonomi: Posisi duduk lama, Gerakan terbatas, Gerakan repetitif, menunduk, berdiri lama
Psikologi: kelelahan

3) Langkah 3: Hubungan pajanan dengan penyakit


 Kontak dengan pasien herpes (pajanan biologis) tidak menjadi diagnose klinis karena
herpes zoster harus didahului dengan Riwayat cacar sehingga (-)
 Pasien bekerja lembur sehingga terdapar pajanan psikologis yaitu kelelahan yang
menyebabkan imun turun sehingga terjadi reaktivasi VVZ. Tetapi imun bukan
termasuk ke pajanan sehingga (-)
Langkah 3 negatif

4) Langkah 4: Jumlah Pajanan


 Lama kerja 2 tahun
 Durasi kerja 8 jam/hari
Langkah 4 negatif

5) Langkah 5: Faktor individu


Riwayat alergi (-)
Riwayat penyakit dahulu (+)  kemungkinan pasien mempunyai vvz subklinis
Riwayat keluarga (-)
Langkah 5 positif

6) Langkah 6: Faktor Non-Okupasi


Pekerjaan lain (-)
Hobi (-)
Langkah 6 negatif

7) Langkah 7: Diagnosis Okupasi


DK/ Herpes Zoster Cervicalis Setinggi C3-C5 dextra, Penyakit bukan akibat kerja

3. Ilmu Kedokteran Dasar Terkait


Anatomi dan Fisiologi Kulit

A. Epidermis 9. Badan Meissner


1. Stratum Korneum 10. Sel Langerhans
2. Stratum Lusidum 11. Glandula Sebasea
3. Stratum Granulosum 12. Rambut
4. Stratum Spinosum 13. Muskulus Arektor Pili
5. Stratum Basale 14. Badan Pacini
B. Dermis C. Subkutis
6. Pars Papilare D. Unit kelenjar apokrin
7. Pars Retikulare E. Unit kelenjar ekrin
8. Melanosit F Vaskularisasi dermal

I. Epidermis
Lapisan epidermis adalah lapisan kulit dinamis, senantiasa beregenerasi, berespons terhadap
rangsangan di luar maupun dalam tubuh manusia. Tebalnya bervariasi antara 0,4- 1,5 mm.
Penyusun terbesar epidermis adalah keratinosit. Terselip di antara keratinosit adalah sel
Langerhans dan melanosit, dan kadang-kadang juga sel Merkel dan limfosit.
a. Stratum Korneum
Cornified Cell Envelope (CCE) mulai dibentuk di stratum korneum bersama dengan lipid
menjadi matriks ekstraseluler yang ampuh menahan kehilangan air dan mengatur
permeabilitas, deskuamasi, aktivitas peptide antimikroba, eksklusi toksin dan penyerapan
kimia, juga berperan dalam penguatan terhadap trauma mekanis.
b. Stratum Lusidum
c. Stratum Granulosum
Terdapat keratohyaline granules (KG) yang penting dalam pembentukan CCE. Profilagrin
akan dipecah menjadi filagrin yang menjadi makrofilamen. Beberapa molekul filagin
kelak akan dipecah menjadi molekul asam urokanat yang memberikan kelembaban
stratum komeum dan menyaring sinar ultraviolet. Loricrin akan bergabung dengan
protein-protein struktural desmosom, dan berikatan dengan membran plasma keratinosit.
Proses-proses tersebut menghasilkan CCE yang akan menjadi bagian dari sawar kulit di
stratum komeum.
d. Stratum Spinosum
Desmosom terdiri atas berbagai protein structural yang memberikan kekuatan terhadap
epidermis untuk menahan trauma fisik di permukaan kulit. Keratinosit mulai membentuk
lamellar granules (LG) yang terdiri dari protein dan lipid serta glukosilseramid yang
merupakan cikal bakal seramid  berperan dalam pembentukan sawar lipid pada stratum
korneum. Terdapat sel Langerhans, sel dendritic yang merupakan sel penyaji antigen.
Antigen yang menerobos sawar kulit akan di fagosit dan di proses oleh sel Langerhans
dan disajikan ke limfosit.
e. Stratum Basale
Keratinosit basal berdiri kokoh diatas Basal Membran Zone (BMZ) karena protein
structural yang memaku membran sitoplasma keratinosit pada BMZ yang disebut
hemidesmosome.
Terdapat 3 subpopulasi keratinosit di stratum basal:
1) Sel punca (stem cells)
Sel punca lambat membelah diri, biasanya aktif saat terjadi kerusakan luas pada
epidermis yang membutuhkan regenerasi cepat.
2) Transient amplifying cells (TAC)
Aktif bermitosis dan merupakan subpopulasi terbesar di statum basalis
3) Sel pascamitosis (post-mitotic cells)
Terdapat keratinosit yang berpasangan yaitu sitoskeleton, yang memberi kekuatan
pada keratinosit untuk menahan gaya mekanik pada kulit. Sitoplasma keratinosit banyak
mengandung melanin sehingga memberikan warna pada kulit seseorang. Sel merkel
berfungsi sebagai reseptor mekanik terutama pada kulit dengan sensitivitas raba yang
tinggi.

II. Dermis
Dermis merupakan Jaringan di bawah epidermis yang juga memberi ketahanan pada kulit,
termoregulasi, perlindungan imunologik, dan ekskresi. Serabut kolagen (collagen bundles)
membentuk sebagian besar dennis, bersama-sama serabut elastik memberikan kulit kekuatan dan
elastisitasnya. Fibroblas, makrofag dan sel mast rutin diemukan pada dermis. Fibroblas adalah
sel yang memproduksi protein matriks jaringan ikat dan serabut kolagen serta elastik di dennis.
Makrofag merupakan salah satu elemen pertahanan imunologik pada kulit yang mampu ber-
tindak sebagai fagosit, sel penyaji antigen, maupun mikrobisidal dan tumorisidal.
III. Subkutis
jaringan lemak mampu mempertahankan suhu tubuh, dan merupakan cadangan energi, juga
menyediakan bantalan yang meredam trauma melalui pennukaan kulit.
IV. Adnexa Kulit
Terdiri atas rambut, kelenjar ekrin dan apokrin, serta kuku.

Mikrobiologi

Varicella-Virus Zoster
Family : Herpesviridae
sub family : Alphaherpesvirinae
Genus : Varicellovirus
Species : Varicella zoster

VVZ merupakan virus dengan DNA rantai ganda. Genom virus ditutupi oleh nucleocapsid yang
merupakan membran pembungkus inti sel virus. Lapisan luar disebut lipid envelope yang terdiri dari
lapisan lipid bilayer dan glikoprotein. Glikoprotein yang terdapat adalah glikoprotein B, C, D, E, H,
I, L dan M (gB, gC, gD, gE,g H ,   g I ,   g L   d a n   g M . Glikoprotein ini berperan dalam masuknya
virus ke sel host, pembentukan virion, penyebaran virus dari sel host ke host lain.

Proses Multiplikasi Virus


A. Invasi: dimulai dengan masuknya virus.
Masuknya virus ke dalam sel host ketika ada perlengkatan antara envelope
virus dengan membran sel host. Kemudian dilanjutkan dengan fusi
membran sel host dan envelope virus di permukaan sel host. Glikoprotein
y a n g b e r p e r a n a d a l a h g B . g C , d a n g D . S e l a n j u t n y a , Virus akan penetrasi dengan
masuknya protein tegumen virus ke dalam sitosol host, tegumen akan menuju nucleus host yang
akan dilanjutkan dnegan pembukaan nucleocapsid sehingga terjadi fusi gen DNA virus ke
nuckeus.
B. Sintesis protein
C. Replikasi DNA
Replikasi DNA virus terjadi dalam nucleus dimulai dengan terjadi jarak
antar rantai DNA virus. Setelah terpisah akan membentuk rantai DNA yang
baru
4. Skema Patofisiologi dan Patogenesis Herpes Zoster
Jawab :

VVZ
(Virus Varicella Zoster)

Kontak langsung Inhalasi


dengan vesikel

Mukosa saluran napas


Port d’entry
atas
(Orofaring & Nasofaring)

Menyebar melalui P.
Darah (Hematogen) dan Replikasi
limfe (limfogen)

Replikasi di RES Merangsang


Viremia I
(Retikuloendotelial) monosit/makrofag

IL - 1
Klinis Subklinis

Demam
Varicella Asimptomatik

Sistem imun Sistem imun


gagal berhasil
Sistem imun Sistem imun
gagal berhasil

Viremia II Penyebaran ke VVZ masuk ke


seluruh tubuh ujung saraf
sensorik

Replikasi Epidermis
Laten di ganglion
sensorik radix
Respon Di dalam sel berinti dorsalis
inflamasi (spinosum)

Dilatasi P.
Sel membesar Ikatan antar Terbentuk
darah
sel terlepas celah

Makula Papula Vesikel


24 jam 48 jam Cairan
Sel bersatu
perikapiler
kembali
masuk
Pustula
Hilang
Krusta (Jika ada infeksi
setelah 1-3 Dinding sel
minggu bakteri) lisis

Multinucleated
Sembuh giant cell
Laten di ganglion
sensorik radix
dorsalis

Sistem imun ↓

Reaktivasi VVZ

 Multipikasi Menyebar lewat


 Kerusakan serabut saraf
serabut saraf sensorik

Trigger Selubung Kulit


myelin rusak

Afferent pain Respon


signals inflamasi
Neuralgia
pasca herpetik

Lesi Sinyal
nosiseptor

Nyeri pada
kulit
5 . Bagaimana pajanan yang terdapat di lingkungan kerja dan analisislah (matriks hazard)?

Alur kerja

Berangkat kerja  absensi  cuci tangan dan menggunakan APD  melakukan perekapan rekam
medik pasien  visit pasien termasuk monitoring dan assesment keperawatan  berganti shift 
melepas APD dan membersihkan diri  pulang kerja

Matriks Hazard

Gangguan
Risiko
Kesehatan
Pajanan Kecelakaa
Yang Dapat
Kegiatan n Kerja
Timbul
Biolog
Fisik Kimia Ergonomi Psikologi
i
Bising Debu,
Kecelakaa
Berangkat kendaraa Virus, asap Posisi saat Kelelaha LBP, ISPA,
n Lalu
kerja n, sinar bakteri kendaraa berkendara n, stress sunburn
Lintas
UV n
Absensi dan Virus, Gerakan Kelelaha
- Debu Cemas -
self assesment bakteri repetitive n
Panas
DKI, iritasi
akibat Terkena
Cuci tangan Larutan kulit,
tekanan Stress, cipratan
dan Virus, organic Gerakan dehidrasi,
karet jenuh, bahan
menggunakan bakteri dari terbatas COVID-19,
pada kelelahan kimia,
APD sabun tinea
bagian terjatuh
versicolor
tubuh
Gerakan Stress Infeksi, CTS,
Merekap Virus,
- Debu repetitive, kerja, LBP, COVID- Paper cut
rekam medik bakteri
duduk statis kelelahan 19
Visit pasien Suhu Virus, Cairan Berdiri Jenuh, DKI, COVID- Tertusuk
- Monitoring panas, bakteri infeksius lama, tekanan 19, tinea jarum
- Pemberian tekanan , , awkward dari versicolor, suntik,
obat APD jamur antiseptic position keluarga infeksi virus / terpeleset,
- Tindakan pada , obat- pasien, bakteri/jamur terkena
cairan
keperawata bagian
obatan stress tubuh
n tubuh
pasien
Panas,
DKI, DKA,
Berganti shift tekanan Gerakan Burnout,
Sabun COVID-19,
dan APD Virus, repetitive, cemas
antiseptic gangguan Terjatuh
membersihkan pada bakteri membungku tertular
, alcohol musculoskelet
diri bagian k penyakit
al
tubuh
Debu,
Bising polusi
LBP, iritasi Kecelakaa
kendaraa Virus, udara Posisi saat Stress,
Pulang kerja mata, ISPA, n Lalu
n, sinar bakteri asap berkendara lelah
sunburn Lintas
UV kendaraa
n

6 . Penatalaksanaan klinis

 Non-Farmakologi :
- Istirahat (bedrest) hingga stadium krusta
- Isolasi saat stadium erupsi untuk mencegah penularan
- Edukasi untuk tidak memecahkan vesikel papul, menggaruk vesikel
- Memakai pakaian yang longar supaya vesikel tidak pecah
- Menjaga hygiene
 Farmakologi :
- Terapi sistemik
1. Antivirus Acyclovir
MK : menghambat sintesis asam nukleat saat replikasi.
Dosis dewasa 5 x 800 mg/hari selama 7 hari
2. Analgetik (Asam Mefenamat)
MK : memblok enzym cyclooksigenase
Dosis : 2 x 500 mg
3. Neurotropik (vit.B1)
Untuk perbaikan dari sistem saraf
- Terapi topikal
1. Asam salisilat 2%
Untuk mencegah vesikel pecah dan mengurangi rasa nyeri
 Resep

R/ Acyclovir tab 400 mg No. IXX


S 5 dd 2 tab
____________________________________
R/ Asam mefenamat tab 500 mg No. XV
S 3 dd 1
____________________________________
R/ Vit. B1 tab 100 mg No. XV
S 3 dd 1
____________________________________
R/ As. Salisilat 2 %
m.f.a. talh
S v.e
____________________________________

7. Tatalaksana Okupasi

 Kelayakan kerja  temporary unfit (pasien diliburkan dulu, jika sudah sehat dan tidak infeksius
dapat kembali bekerja)
 Evaluasi kelayakan kerja dengan pemantauan pasien setelah pemberian terapi hingga lesi
membaik  pasien dapat kembali bekerja
 Pertimbangkan return to work pada apsien jika lesi kulit sudah krustasi (tidak menular)
 dapat dipertimbangkan untuk kembali bekerja

Elimination : -
Substitution : -
Engineering control : -
Administrative control : memperbaiki shift pelerja spt menambah perawat di bangsal
PPE : menggunakan APD terutama master (mencegah penularan VZV)

8. Komplikasi dan Prognosis

1) Komplikasi
a. Komplikasi neuralgia  postherpetic neuralgia, yaitu nyeri yang berlangsung setelah
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah sembuh. Kondisi ini banyak terjadi pada
usia diatas 40 tahun.
b. Komplikasi kulit
c. Paralisis motorik
2) Prognosis
a. QAV : ad bonam
b. QAF : ad bonam
c. QAS : ad bonam
Prognosis akan semakin membaik apabila pasien melakukan perawatan dan menjaga hygiene
yang baik, sehingga jaringan parut yang terbentuk akan semakin sendikit.

9. Bagaimana epidemiologi dan pencegahan pada kasus!

Epidemiologi
1. Lansia berusia 85 tahun yang tidak di vaksin memiliki risiko 50% lebih besar terkena herpes
zoster
2. Di Indonesia usia terbanyak terkena herpes zoster 45-64 tahun
3. Wanita cenderung memiliki insidensi lebih tinggi
Pencegahan
1. Vaksinasi  vaksin VZV hidup yang dilemahkan.
MK : mengontrol reaktivasi laten VZV sehingga mencegah Herpes zzoster dan mengontrol replikasi dan
penyebaran VZV ke kulit sehingga akan mengurangi kerusakan neurologis dan komplikasi lain

10. Bagaimana isu etik pada kasus tersebut? Sikap profesional dan primafacienya.

A. Medical Indication : Golden rule principle (Beneficence)


- Setelah dilakukan anamnesis klinis, anamnesis okupasi, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, dapat ditegakkan diagnosis klinis yaitu herpes zoster servikalis
c3-c5 bukan penyakit akibat kerja sehingga dapat dilakukan tatalaksana yang tepat
B. Patient Preference : Informed Consent (Autonomi)
- Pasien berhak dan berkompeten melakukan pengambilan keputusan terhadap terapi bagi
dirinya
- Pemberian informed consent pada pasien serta memberikan informasi penggunaan APD
ketika sedang bekerja
C. Quality of Life : Mencegah Perburukan (Non-Maleficence)
- Memberikan edukasi dan penjelasan terkait pengobatan pasien serta menerapkan sistem
shift kerja
D. Contextual Feature : Justice
- Menghargai hak sehat pasien
- Melaporkan penyakit ke BPJS kesehatan

Primafacie  Quality of Life : Mencegah Perburukan (Non-Maleficence)

Anda mungkin juga menyukai