KELOMPOK : 11 (Sebelas)
HARI/TANGGAL : Jumat, 26 November 2021
bruntus cairan jernih yang terasa
TEMA DISKUSI :
nyeri
dr. Ali Taufan, MH.,M.
TUTOR : kes
Tidak Masuk : -
HASIL DISKUSI :
LEARNING ISSUE
1. Tegakkan diagnosis klinis menggunakan Overview case dan dasar diagnosisnya!
2. Tegakkan diagnosis okupasi menggunakan 7 langkah!
3. Bagaimana Ilmu Kedokteran dasar terkait kasus?
4. Buat skema patofisiologi dari diagnosis klinis!
5. Bagaimana pajanan yang terdapat di lingkungan kerja dan analisislah (matriks hazard)?
6. Jelaskan tatalaksana klinis pada kasus!
7. Jelaskan tatalaksana okupasi pada kasus tersebut!
8. Bagaimana komplikasi dan prognosis pada kasus tersebut?
9. Bagaimana epidemiologi dan pencegahan pada kasus tersebut?
10. Isu etik apa yang terjadi pada kasus dan sikap professional apa yang harus dimiliki sesuai kasus?
Jawaban :
Dasar Diagnosis
Anamnesis
- Keluhan bruntus - bruntus berisi cairan Jernih yang nyeri
- Gejala prodromal herpes zoster
- Kelelahan sebagai faktor presipitasi
- Bekerga di bagian rawat inap kulit dan kelamin RS. x yang terdapat pasien varicella dan
HZ
- Tidak menggunakan APD lengkap
PemerikSaan Fisik
- status dermatologikus a/r cervikalis dextra yang menunjukkan herpes Zoster yaitu vesikel
berkelompok herpetiformis
Pemeriksaan Penunjang
- Tzanck Smear : Multinucleated Giant Cell
DEFINISI
Herpes zoster adalah penyokit infeksi yang disebabkan oleh virus varicella zoster yang laten endogen di
ganglion sensoris radiks dorsalis setelah infersi primer. Vesikel tersebar sesuai dermatom yang diinisiasi
ole suatu ganglion saraf sensoris.
I. Epidermis
Lapisan epidermis adalah lapisan kulit dinamis, senantiasa beregenerasi, berespons terhadap
rangsangan di luar maupun dalam tubuh manusia. Tebalnya bervariasi antara 0,4- 1,5 mm.
Penyusun terbesar epidermis adalah keratinosit. Terselip di antara keratinosit adalah sel
Langerhans dan melanosit, dan kadang-kadang juga sel Merkel dan limfosit.
a. Stratum Korneum
Cornified Cell Envelope (CCE) mulai dibentuk di stratum korneum bersama dengan lipid
menjadi matriks ekstraseluler yang ampuh menahan kehilangan air dan mengatur
permeabilitas, deskuamasi, aktivitas peptide antimikroba, eksklusi toksin dan penyerapan
kimia, juga berperan dalam penguatan terhadap trauma mekanis.
b. Stratum Lusidum
c. Stratum Granulosum
Terdapat keratohyaline granules (KG) yang penting dalam pembentukan CCE. Profilagrin
akan dipecah menjadi filagrin yang menjadi makrofilamen. Beberapa molekul filagin
kelak akan dipecah menjadi molekul asam urokanat yang memberikan kelembaban
stratum komeum dan menyaring sinar ultraviolet. Loricrin akan bergabung dengan
protein-protein struktural desmosom, dan berikatan dengan membran plasma keratinosit.
Proses-proses tersebut menghasilkan CCE yang akan menjadi bagian dari sawar kulit di
stratum komeum.
d. Stratum Spinosum
Desmosom terdiri atas berbagai protein structural yang memberikan kekuatan terhadap
epidermis untuk menahan trauma fisik di permukaan kulit. Keratinosit mulai membentuk
lamellar granules (LG) yang terdiri dari protein dan lipid serta glukosilseramid yang
merupakan cikal bakal seramid berperan dalam pembentukan sawar lipid pada stratum
korneum. Terdapat sel Langerhans, sel dendritic yang merupakan sel penyaji antigen.
Antigen yang menerobos sawar kulit akan di fagosit dan di proses oleh sel Langerhans
dan disajikan ke limfosit.
e. Stratum Basale
Keratinosit basal berdiri kokoh diatas Basal Membran Zone (BMZ) karena protein
structural yang memaku membran sitoplasma keratinosit pada BMZ yang disebut
hemidesmosome.
Terdapat 3 subpopulasi keratinosit di stratum basal:
1) Sel punca (stem cells)
Sel punca lambat membelah diri, biasanya aktif saat terjadi kerusakan luas pada
epidermis yang membutuhkan regenerasi cepat.
2) Transient amplifying cells (TAC)
Aktif bermitosis dan merupakan subpopulasi terbesar di statum basalis
3) Sel pascamitosis (post-mitotic cells)
Terdapat keratinosit yang berpasangan yaitu sitoskeleton, yang memberi kekuatan
pada keratinosit untuk menahan gaya mekanik pada kulit. Sitoplasma keratinosit banyak
mengandung melanin sehingga memberikan warna pada kulit seseorang. Sel merkel
berfungsi sebagai reseptor mekanik terutama pada kulit dengan sensitivitas raba yang
tinggi.
II. Dermis
Dermis merupakan Jaringan di bawah epidermis yang juga memberi ketahanan pada kulit,
termoregulasi, perlindungan imunologik, dan ekskresi. Serabut kolagen (collagen bundles)
membentuk sebagian besar dennis, bersama-sama serabut elastik memberikan kulit kekuatan dan
elastisitasnya. Fibroblas, makrofag dan sel mast rutin diemukan pada dermis. Fibroblas adalah
sel yang memproduksi protein matriks jaringan ikat dan serabut kolagen serta elastik di dennis.
Makrofag merupakan salah satu elemen pertahanan imunologik pada kulit yang mampu ber-
tindak sebagai fagosit, sel penyaji antigen, maupun mikrobisidal dan tumorisidal.
III. Subkutis
jaringan lemak mampu mempertahankan suhu tubuh, dan merupakan cadangan energi, juga
menyediakan bantalan yang meredam trauma melalui pennukaan kulit.
IV. Adnexa Kulit
Terdiri atas rambut, kelenjar ekrin dan apokrin, serta kuku.
Mikrobiologi
Varicella-Virus Zoster
Family : Herpesviridae
sub family : Alphaherpesvirinae
Genus : Varicellovirus
Species : Varicella zoster
VVZ merupakan virus dengan DNA rantai ganda. Genom virus ditutupi oleh nucleocapsid yang
merupakan membran pembungkus inti sel virus. Lapisan luar disebut lipid envelope yang terdiri dari
lapisan lipid bilayer dan glikoprotein. Glikoprotein yang terdapat adalah glikoprotein B, C, D, E, H,
I, L dan M (gB, gC, gD, gE,g H , g I , g L d a n g M . Glikoprotein ini berperan dalam masuknya
virus ke sel host, pembentukan virion, penyebaran virus dari sel host ke host lain.
VVZ
(Virus Varicella Zoster)
Menyebar melalui P.
Darah (Hematogen) dan Replikasi
limfe (limfogen)
IL - 1
Klinis Subklinis
Demam
Varicella Asimptomatik
Replikasi Epidermis
Laten di ganglion
sensorik radix
Respon Di dalam sel berinti dorsalis
inflamasi (spinosum)
Dilatasi P.
Sel membesar Ikatan antar Terbentuk
darah
sel terlepas celah
Multinucleated
Sembuh giant cell
Laten di ganglion
sensorik radix
dorsalis
Sistem imun ↓
Reaktivasi VVZ
Lesi Sinyal
nosiseptor
Nyeri pada
kulit
5 . Bagaimana pajanan yang terdapat di lingkungan kerja dan analisislah (matriks hazard)?
Alur kerja
Berangkat kerja absensi cuci tangan dan menggunakan APD melakukan perekapan rekam
medik pasien visit pasien termasuk monitoring dan assesment keperawatan berganti shift
melepas APD dan membersihkan diri pulang kerja
Matriks Hazard
Gangguan
Risiko
Kesehatan
Pajanan Kecelakaa
Yang Dapat
Kegiatan n Kerja
Timbul
Biolog
Fisik Kimia Ergonomi Psikologi
i
Bising Debu,
Kecelakaa
Berangkat kendaraa Virus, asap Posisi saat Kelelaha LBP, ISPA,
n Lalu
kerja n, sinar bakteri kendaraa berkendara n, stress sunburn
Lintas
UV n
Absensi dan Virus, Gerakan Kelelaha
- Debu Cemas -
self assesment bakteri repetitive n
Panas
DKI, iritasi
akibat Terkena
Cuci tangan Larutan kulit,
tekanan Stress, cipratan
dan Virus, organic Gerakan dehidrasi,
karet jenuh, bahan
menggunakan bakteri dari terbatas COVID-19,
pada kelelahan kimia,
APD sabun tinea
bagian terjatuh
versicolor
tubuh
Gerakan Stress Infeksi, CTS,
Merekap Virus,
- Debu repetitive, kerja, LBP, COVID- Paper cut
rekam medik bakteri
duduk statis kelelahan 19
Visit pasien Suhu Virus, Cairan Berdiri Jenuh, DKI, COVID- Tertusuk
- Monitoring panas, bakteri infeksius lama, tekanan 19, tinea jarum
- Pemberian tekanan , , awkward dari versicolor, suntik,
obat APD jamur antiseptic position keluarga infeksi virus / terpeleset,
- Tindakan pada , obat- pasien, bakteri/jamur terkena
cairan
keperawata bagian
obatan stress tubuh
n tubuh
pasien
Panas,
DKI, DKA,
Berganti shift tekanan Gerakan Burnout,
Sabun COVID-19,
dan APD Virus, repetitive, cemas
antiseptic gangguan Terjatuh
membersihkan pada bakteri membungku tertular
, alcohol musculoskelet
diri bagian k penyakit
al
tubuh
Debu,
Bising polusi
LBP, iritasi Kecelakaa
kendaraa Virus, udara Posisi saat Stress,
Pulang kerja mata, ISPA, n Lalu
n, sinar bakteri asap berkendara lelah
sunburn Lintas
UV kendaraa
n
6 . Penatalaksanaan klinis
Non-Farmakologi :
- Istirahat (bedrest) hingga stadium krusta
- Isolasi saat stadium erupsi untuk mencegah penularan
- Edukasi untuk tidak memecahkan vesikel papul, menggaruk vesikel
- Memakai pakaian yang longar supaya vesikel tidak pecah
- Menjaga hygiene
Farmakologi :
- Terapi sistemik
1. Antivirus Acyclovir
MK : menghambat sintesis asam nukleat saat replikasi.
Dosis dewasa 5 x 800 mg/hari selama 7 hari
2. Analgetik (Asam Mefenamat)
MK : memblok enzym cyclooksigenase
Dosis : 2 x 500 mg
3. Neurotropik (vit.B1)
Untuk perbaikan dari sistem saraf
- Terapi topikal
1. Asam salisilat 2%
Untuk mencegah vesikel pecah dan mengurangi rasa nyeri
Resep
7. Tatalaksana Okupasi
Kelayakan kerja temporary unfit (pasien diliburkan dulu, jika sudah sehat dan tidak infeksius
dapat kembali bekerja)
Evaluasi kelayakan kerja dengan pemantauan pasien setelah pemberian terapi hingga lesi
membaik pasien dapat kembali bekerja
Pertimbangkan return to work pada apsien jika lesi kulit sudah krustasi (tidak menular)
dapat dipertimbangkan untuk kembali bekerja
Elimination : -
Substitution : -
Engineering control : -
Administrative control : memperbaiki shift pelerja spt menambah perawat di bangsal
PPE : menggunakan APD terutama master (mencegah penularan VZV)
1) Komplikasi
a. Komplikasi neuralgia postherpetic neuralgia, yaitu nyeri yang berlangsung setelah
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah sembuh. Kondisi ini banyak terjadi pada
usia diatas 40 tahun.
b. Komplikasi kulit
c. Paralisis motorik
2) Prognosis
a. QAV : ad bonam
b. QAF : ad bonam
c. QAS : ad bonam
Prognosis akan semakin membaik apabila pasien melakukan perawatan dan menjaga hygiene
yang baik, sehingga jaringan parut yang terbentuk akan semakin sendikit.
Epidemiologi
1. Lansia berusia 85 tahun yang tidak di vaksin memiliki risiko 50% lebih besar terkena herpes
zoster
2. Di Indonesia usia terbanyak terkena herpes zoster 45-64 tahun
3. Wanita cenderung memiliki insidensi lebih tinggi
Pencegahan
1. Vaksinasi vaksin VZV hidup yang dilemahkan.
MK : mengontrol reaktivasi laten VZV sehingga mencegah Herpes zzoster dan mengontrol replikasi dan
penyebaran VZV ke kulit sehingga akan mengurangi kerusakan neurologis dan komplikasi lain
10. Bagaimana isu etik pada kasus tersebut? Sikap profesional dan primafacienya.