Anda di halaman 1dari 3

Latar Belakang

Kehadiran tenaga kerja asing di Indonesia dinilai menjadi salah satu bentuk ataupun
cara guna mempengaruhi iklim investasi di Indonesia, sebagai pemicu investor untuk
berkenan menanamkan modal dalam rangka pembangunan serta pertumbuhan ekonomi yang
signifikan di Indonesia. Secara materil, landasan filosofis dari RUU omnibus law sendiri
memiliki tujuan yang baik yakni menyelaraskan berbagai aturan yang inkonsisten,
menyederhanakan regulasi, mempermudah investasi, dan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi demi kesejahteraan masyarakat.  UUCK hadir sebagai Langkah terobosan
pemerintah untuk memutus kebuntuan dan stagnansi peningkatan daya saing perekonomian
nasional. Melalui UUCK, sekat-sekat sektoralisme dan fragmentasi peraturan perundangan
dicoba dihilangkan diantaranya dengan menghapus berbagai kewenangan Menteri menjadi
kewenangan “Presiden” (Pemerintah Pusat), suatu Langkah yang patut dipuji. Berbagai
“penyelarasan” Undang-Undang telah diupayakan dengan menghapus, mengubah-sesuaikan
dan menambahkan berbagai pasal; namun di dalam beberapa konteks menimbulkan berbagai
kontradiksi baru. berpandangan bahwa di tengah persaingan ekonomi global, pemerintah
harus mengakselarasi proses pembangunan ekonomi agar dapat menjadi lima besar kekuatan
ekonomi dunia pada 2045. Salah satu upaya pemerintah ialah dengan menciptakan regulasi
yang ramah terhadap investasi dan dapat mempercepat laju proses pembangunan. Namun,
kondisi riil di lapangan kerap terhambat oleh problema regulasi yang dinilai menghambat
investasi. 

UUCK memberikan penekanan yang lebih besar pada pengaturan kemudahan dan
peningkatan ekosistem investasi serta percepatan pembangunan nasional dibandingkan tujuan
penciptaan dan meningkatkan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia itu sendiri.
Perubahan-perubahan regulasi terkait usaha dan investasi di dalam UUCK ini memberi
kesempatan lebih besar bagi pemilik modal sehingga dikhawatirkan akan memicu persoalan
sosial, ekonomi, politik dan ekologi yang lebih kompleks di masa yang akan datang.
Pendekatan yang digunakan dalam UUCK sangat kental dengan pemikiran ekonomi
neoliberal, sehingga pemerintah pusat lebih banyak memainkan peran serta mereduksi peran
pemerintah daerah apalagi masyarakat dalam pembangunan perekonomian nasional dan
menciptakan kesejahteraan bangsa. Tidak hanya itu, tujuan pertumbuhan ekonomi dengan
mengandalkan investasi besar yang diadopsi di UUCK ini kurang memperhatikan
keberlangsungan sumberdaya alam dan lingkungan yang menjadi sumber kehidupan hampir
seluruh rakyat Indonesia. Tujuan UUCK termaktub dalam Pasal 3 UUCK

1. Menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja dengan memberikan kemudahan,


pelindungan, dan pemberdayaan terhadap koperasi dan UMK-M serta industri dan
perdagangan nasional sebagai upaya untuk dapat menyerap tenaga kerja Indonesia
yang seluas-luasnya dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kemajuan
antardaerah dalam kesatuan ekonomi nasional;
2. Menjamin setiap warga negara memperoleh pekerjaan, serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja;
3. Melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan
keberpihakan, penguatan, dan perlindungan bagi koperasi dan UMK-M serta industri
nasional; dan
4. Melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan
peningkatan ekosistem investasi, kemudahan dan percepatan proyek strategis nasional
yang berorientasi pada kepentingan nasional yang berlandaskan pada ilmu
pengetahuan dan teknologi nasional dengan berpedoman pada haluan ideologi
Pancasila.

Untuk pertama kalinya sejak berdiri, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan untuk
sebagian permohonan uji formil. Majelis Hakim Konstitusi menegaskan bahwa Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) cacat secara formil.
Untuk itu, Mahkamah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusionalitas bersyarat.
Demikian Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 dibacakan dalam sidang putusan yang digelar
pada Kamis (25/11/2021) siang.  Dalam Amar Putusan yang dibacakan oleh Ketua MK
Anwar Usman, Mahkamah mengabulkan untuk sebagian permohonan yang diajukan oleh
Migrant CARE, Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatera Barat, Mahkamah Adat
Minangkabau, serta Muchtar Said. “Menyatakan  pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat
sepanjang tidak dimaknai ‘tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak
putusan ini diucapkan'. Menyatakan UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan
dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah
ditentukan dalam putusan ini,” ucap Anwar yang dalam kesempatan itu didampingi oleh
delapan hakim konstitusi lainnya.Dalam putusan yang berjumlah 448 halaman tersebut,
Mahkamah juga memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan
perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan diucapkan. Apabila
dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan
inkonstitusional secara permanen.

Selain itu, MK pun memerintahkan Pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan


atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula
menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Anwar pun menyampaikan Mahkamah menyatakan apabila
dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan
perbaikan UU Cipta Kerja, maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan
undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja dinyatakan berlaku
kembali.

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo,  tata cara
pembentukan UU Cipta Kerja tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti, baku, dan
standar, serta sistematika pembentukan undang-undang. Kemudian, dalam pembentukan UU
Cipta Kerja, terjadi perubahan penulisan beberapa substansi pasca persetujuan bersama DPR
dan Presiden.

Rumusan Masalah

1. Point – Point penting apa sajakah yang menjadi pemicu bahwa Undang – Undang Cipta
Kerja memang disebut – sebut sebagai salah satu UU yang terbilang mengalami Inkonsitensi
bertentangan dengan UUD 1945?
2. Perlukah adanya perombakan terkait Formil dan materil Undang – Undang Cipta Kerja ?
3. Apakah terdapat ketidakpastian hukum di dalam Undang – Undang Cipta Kerja Tersebut ?

Tujuan
1. Menjabarkan Point – point pemicu atas pernyataan bahwa Undang – Undang Cipta Kerja
memang mengalami Inkonsistensi.
2. Mengindari Ketidakpastian Hukum atas Undang – Undang Cipta Kerja
3. mencapai Unsur Formil dan Materil yang ideal dalam sebuah undang – undang.

Anda mungkin juga menyukai