Anda di halaman 1dari 7

A.

Transfer Keuangan Ke Pemerintah Daerah dari Pemerintah Pusat


1. Sistem Sentralisasi

Sebelum tahun 1970-1972, pemerintah pusat telah mengalokasikan dana ke daerah tingkat I
(provinsi) berdasarkan pertimbangan faktor jumlah penduduk, panjang jalan, panjang saluran
irigasi, luas wilayah, serta potensi daerah. Namun metode yang digunakan dianggap terlalu sulit
dan pemerintah daerah merasa tidak pasti mengenai bagian pendapatan yang akan diterimanya
dari tahun ke tahun. Ternyata rumus yang ada terlalu memihak (bias) terhadap jumlah penduduk.
Akibatnya cara distribusi itu diakhiri sejak tahun anggaran 1970-1972, dan digantikan dengan
Undang-undang No.5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah. Pembagian keuangan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah didasarkan pada dua kategori yaitu:

a) Pendapatan yang ditunjuk

Pendapatan yang ditunjuk atau diserahkan meliputi: pajak, royalti, dan pungutan yang semula
dikenakan oleh pemerintah pusat, kemudian diserahkan seluruhnya atau sebagian kepada
pemerintah daerah dan meliputi:

1) Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda) adalah pajak terhadap tanah dan bangunan di kota.
Sepuluh persen (10%) dari pendapatan ini dialokasikan untuk biaya pemungutan, dan dari
sisanya 10% diserahkan kepada pe merintah daerah tingkat I (provinsi) dan yang 90%-di
serahkan kepada pemerintah daerah tingkat II (kota madya dan kabupaten). Pendapatan
dari Ipeda ini dimasukkan dalam anggaran pendapatan pembangunan. Mulai tahun 1986-
1987 Ipeda diganti dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
2) a. Pungutan Produksi adalah pungutan atas kayu yang ditebang di suatu daerah. Besarnya
pungutan ini ditentukan oleh Menteri Pertanian kira-kira sebesar 15% dari keuntungan
bersih.
b. Cess atau pungutan dikenakan pada cengkeh dan kopra dikenal sebagai sumbangan
rehabilitasi cengkeh dan kelapa yang dibayarkan kepada daerah tingkat I di mana cengkeh
dan kelapa itu dihasilkan.
b) Subsidi

Ada beberapa macam subsidi yang dibayarkan oleh pemerin tah pusat kepada pemerintah daerah
provinsi dan kabupa ten/kota madya untuk proyek-proyek tertentu:
1) Subsidi daerah otonom

Subsidi ini meliputi gaji dan tunjangan bagi karyawan yang dipekerjakan oleh pemerintah
kabupaten dan kota madya. Subsidi ini pada mula nya dibayarkan oleh Menteri Dalam Negeri
kepada daerah tingkat I melalui anggaran rutin. Subsidi tersebut meliputi semua golongan
pegawai negeri sipil termasuk sopir, pengantar surat maupun pesuruh. Subsidi ini merupakan
bagian terbesar dari belanja pemerintah daerah dan mencapai jumlah 46% dari total
pendapatan daerah dan 22% dari anggaran rutin nasional. Lewat anggaran ini pemerintah
pusat dapat mengawasi kualitas pegawai negeri sipil termasuk kenaikan pangkat mereka.
Pemerintah pusat dapat mengatur penunjukan staf sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan
untuk berbagai tingkat pemerintahan. Cara ini dapat membantu peren canaan tenaga kerja
pada tingkat nasional. Hal ini akan mengurangi inisiatif perencanaan pemerintah daerah dan
dapat menciptakan permasalahan seperti terlalu banyak tenaga dan terlalu besarnya
pembelanjaan untuk ruangan kantor, biaya perjalanan, perumahan pegawai dan sebagainya.
Kadang-kadang terdapat ketidakserasian antara tenaga yang diperbantukan dengan kebutuh an
daerah sehingga ada tenaga yang menganggur di suatu bidang, tetapi kekurangan tenaga di
bidang lain. Namun pemerintah pusat telah menyadari akan masalah koordinasi ini, dan telah
mendesak pemerintah daerah untuk membuat perencanaan tenaga kerja yang lebih realistis.

2) Bantuan pembangunan daerah tingkat I

Subsidi ini dikenal sebagai Inpres Dati I dan merupakan subsidi untuk berbagai macam
tujuan proyek pembangunan yang diusahakan oleh pemerintah provinsi. Subsidi ini
mengantikan Alokasi Devisa Otomatis (ADO) yang besarnya 10% dari jumlah nilai ekspor
provinsi yang ber sangkutan. Sistem yang baru ini menjamin bahwa ma sing-masing provinsi
akan menerima subsidi paling tidak sama dengan jumlah yang diterima atas dasar sistem
ADO, sehingga menjamin provinsi-provinsi seperti Sumatra Utara dan Sumatra Selatan tetap
menerima di atas alokasi rata-rata karena tingginya volume dan nilai penerimaan ekspor
daerah tersebut. Bagaimanapun juga sistem Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I ini
memberikan suatu jaminan demi keadilan suatu jumlah minimum penerimaan daerah untuk
setiap provinsi. Demikian juga pemerintah pusat menjamin bahwa tidak ada provinsi yang
akan menerima kurang dari alokasi bantuan pada tahun sebelumnya. Sebuah analisis
mengenai anggaran belanja provinsi menemukan bahwa 67% dari total bantuan itu digunakan
untuk pengembangan komu nikasi, irigasi, dan pengelolaan sumberdaya alam: sedangkan
untuk pendidikan dan kesejahteraan (8%), kesehatan (6,3%), serta keamanan (5,6%). Hanya
1,4% dari bantuan daerah tingkat I itu yang diteruskan kepada daerah tingkat II. Pemerintah
daerah tingkat I lebih menyukai bentuk bantuan ini karena memiliki kebebasan dalam
penggunaannya sesuai dengan kebutuhan daerah yang bersangkutan.

3) Bantuan kabupaten

Bantuan kabupaten ini dibayarkan kepada semua kabupaten dan kota madya, atas dasar
jumlah penduduk (per kapita) dan jumlah minimum alokasi untuk masing-masing daerah
tingkat II guna membiayai proyek-proyek pembangunan dalam batas-batas yang ditentukan
oleh pemerintah pusat. Menurut anggaran pemerintah daerah dalam tahun 1980, 72% dari
bantuan itu telah digunakan untuk pembangunan jalan dan jembatan dan 11% untuk proyek-
proyek irigasi, Di daerah perkotaan, pembangunan saluran pengatusan (drainase), pasar dan
terminal angkutan bis merupakan proyek yang diutamakan. Cara pembayaran bantuan ini
telah dirumuskan sedemikian rupa sehingga dana bantuan itu tidak mungkin disimpangkan
dari tujuan semula.

4) Bantuan pembangunan sekolah dasar

Bantuan ini dialokasikan ke kabupaten dan kota madya oleh pemerintah pusat untuk
tujuan pembangunan pendidikan dan dananya baru dapat dibelanjakan setelah ada persetujuan
dari pemerintah provinsi sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat.

5) Bantuan Sarana Kesehatan

Bantuan ini sangat menyerupai bantuan pembangunan sekolah dasar, tetapi bantuan ini
dialokasikan ke kabupaten dan kota madya untuk tujuan kesehatan.

6) Bantuan/subsidi Desa

Persetujuan terhadap proyek di masing-masing desa ada di tangan bupati. Persyaratan


utama adalah bahwa alokasinya harus untuk bahan – bahan bangunan, sedangkan tenaga kerja
harus disediakan secara lokal dengan gotong-royong oleh desa yang bersangkutan. Jalan-jalan
desa, jembatan dan saluran air merupakan proyek-proyek yang diutamakan lewat dana
bantuan ini.
7) Subsidi Pembiayaan Penyelenggaraan Sekolah Dasar.

Pemerintah pusat melalui menteri keuangan memberikan subsidi untuk operasional


sekolah dasar. Ini mengganti kan penerimaan dari uang sekolah yang telah dihapuskan dengan
program wajib belajar pada sekolah dasar di seluruh Indonesia.

c) Pembiayaan Sektoral

Sebagai tambahan terhadap subsidi atau bantuan, ada sejumlah pengeluaran yang cukup
berarti dari anggaran pemerintah pusat untuk proyek-proyek yang berada di bawah pengawasan
pemerintah daerah, dan dilaksanakan oleh dinas – dinas provinsi. Jumlah ini seringkali
terlewatkan bila kita memperkirakan transfer dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah karena pengeluaran ini tidak dikeluarkan melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah
(APBD). Dinas – dinas yang berkepentingan mengambil dana pembangunan proyek itu di kantor
keuangan di masing masing provinsi. Alokasi utama dari pengeluaran jenis ini adalah:

1) Untuk Departemen Pekerjaan Umum berupa pengeluaran sektoral untuk pembangunan


jalan negara maupun jalan provinsi, serta pembiayaan bagi kegiatan-kegiatan operasional
dan pemeliharaan irigasi
2) Untuk Departemen Pertanian berupa pengembangan pertanian, perkebunan, perikanan,
peternakan.

Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) mengusulkan proyek – proyek


kepada departemen-departemen yang terkait, yang setelah diteliti secara seksama masing-masing
memberikan dana kepada dinas – dinas provinsi untuk melaksanakan proyek – proyek di bawah
pengawasan yang ketat dari pusat. Semua catatan diperiksa oleh Badan Pengawas Keuangan
(BPK) untuk menjaga ketepatan dalam penggunaan uang sesuai dengan peraturan administratif
yang ada.

d) Pinjaman

Dana pinjaman yang diterima oleh daerah terutama sekali berupa Instruksi Presiden (Inpres)
Pasar untuk program perbaikan kampung. Dengan program ini, Bank Rakyat Indonesia
memberikan pinjaman yang dijamin oleh pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi, kota
madya maupun kabupaten untuk pengembangan toko-toko dan pasar, karena pemerintah pusat
memberi subsidi pembayaran bunga, dan dibayar kembali lunas setelah 10 tahun.

2. Sistem Desentralisasi

Sebagai lawan dari sistem sentralisasi pemerintahan dan keuangan adalah sistem desentralisasi
pemerintahan dan keuangan. Seperti halnya dalam sistem sentralisasi, sistem desentralisasi juga
mengenal transfer keuangan antar pemerintah dari pemerintah pusat dan ke pemerintah daerah.

a) Dana perimbangan dari pusat ke daerah

Adapun yang dimaksud dengan dana perimbangan adalah dana yang ditransfer oleh pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah dalam bentuk dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi
khusus (DAK) demi untuk mengurangi kesenjangan antardaerah sesuai dengan haknya masing-
masing.

1) Dana alokasi umum (DAU)

DAU adalah dana yang bersumber dari APBN yang alokasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan sistem desentralisasi (Pasal 1 aya 2b Undang-undang No 33, Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah).

Dalam RAPBN 2011 Pemerintah mengalokasikan anggaran transfer ke daerah sebesar


Rp378,4 triliun, meningkat sekitar 9,8% dibanding dengan APBN 2010. Dana perimbangan
RAPBN 2011 mencapai Rp321,9 tri liun atau naik 4,7% dibanding APBN Perubahan 2010.
Kenaikan terbesar dana perimbangan adalah untuk DAU yang dalam RAPBN 2011
dialokasikan Rp221,9 triliun atau naik 9% dibanding DAU 2010. DAU suatu daerah
ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) daerah tersebut yang merupakan selisih
antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity).

Bagi daerah yang potensi fiskalnya besar namun kebutuhan fiskalnya kecil akan
memperoleh alokasi DAU yang relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang poten si fiskalnya kecil
namun kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh alokasi DAU yang relatif besar.
2) Dana alokasi khusus (DAK)

Pada hakikatnya, pengertian Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari
APBN yang dialo kasikan kepada daerah untuk membantu membiayai ke butuhan khusus di
daerah. Jadi DAK merupakan alokasi dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untuk membiayai kebutuhan khusus seperti kebutuhan pembiayaan sarana dasar dan prasarana
pelayanan dasar bagi masyarakat yang berada di bawah standar ke hidupan tertentu atau untuk
mendorong percepatan pembangunan daerah seperti untuk kegiatan penghijauan dan
reboisasi.

3) Dana Bagi Hasil (DBH)

Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang berasal dari penerimaan pajak dan dari sumberdaya
alam kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan
gas bumi, dan pertambangan panas bumi (Pasal 1 ayat 15, PP Np. 55, Tahun 2005 tentang
Dana Perimbangan). Dana bagi hasil ini di tempatkan da lam APBN yang kemudian
dialokasikan ke daerah berda sarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH sumberdaya alam dalam RAPBN 2011
direncanakan sebesar Rp82 triliun yang terdiri dari DBH pajak Rp40,5 triliun dan DBH
sumberdaya alam sebesar Rp41, 5 triliun.

b) Dana Otonomi Khusus

Otonomi khusus, adalah kewenangn yang diakui dan dibe rikan kepada Pemerintah Provinsi
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat (pasal 1 Ayat 1, Undang-undang No. 7 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara). Dana Otonomi Khusus tahun 2010 di alokasikan sebesar Rp10,3
triliun yang dibagi untuk Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat dan Provinsi Nangro Aceh
Darussalam. Pada tahun 2011 dana Otsus mencapai sebesar Rp49,3 triliun, naik 63,2% dibanding
APBN Perubahan 2010 sebesar Rp30,2 triliun. Di samping itu Provinsi Papua dan Provinsi Papua
Barat masih mendapat dana tambahan untuk penyesuaian pembangunan infrastruktur sebesar
Rp1,4 triliun. Juga dana penyesuaian meningkat menjadi Rp17, 9 triliun, naik sekitar 84,4%
dibanding dengan RAPBN Peru bahan, dan untuk tahun 2011 mencapai sebesar Rp21,2 tri liun.
Dari uraian di atas tampak bahwa kebijakan desentralisasi fiskal telah membawa konsekuensi
pada perubahan sistem pengelolaan keuangan negara. Perubahan sistem pengelolaan keuangan
negara tersebut ditandai oleh makin tingginya alo kasi dan transfer dana ke daerah dari
pemerintah pusat, Kalau dilihat dari sisi penerimaan daerah maka secara umum dapat dinyatakan
bahwa sumber keuangan daerah berasal dari:

 pendapatan asli daerah,


 dana perimbangan (dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana alokasi khusus),
 pinjaman daerah,
 dana dekonsentrasi
 dana tugas pembantuan.

Tiga sumber dana yang pertama langsung dikelola oleh pemerintah daerah melalui APBD,
sedangkan sumber dana lainnya dikelola oleh pemerintah pusat melalui kerja sama dengan
pemerintah daerah. Jadi sumber pendanaan bagi pelaksanaan pemerintahan daerah terdiri atas
pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain lain dari
pendapatan yang sah.1

Kesimpualn

Pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah didasarkan pada
dua kategori yaitu Pendapatan yang ditunjuk, Subsidi, Pembiayaan Sektoral, dan Pinjaman.
Sebagai lawan dari sistem sentralisasi pemerintahan dan keuangan adalah sistem desentralisasi
pemerintahan dan keuangan. sistem desentralisasi juga mengenal transfer keuangan antar
pemerintah dari pemerintah pusat dan ke pemerintah daerah. Adapun sumber pendanaan bagi
pelaksanaan pemerintahan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan,
pinjaman daerah, dan lain lain dari pendapatan yang sah

1
M. Suparmoko, Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktik, Edisi keenam, Cetakan Keempat, (Yogyakarta:
BPFE, 2016), Hal. 330 – 340

Anda mungkin juga menyukai