Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH AGAMA DAN POLITIK

“NU VS MUHAMMADIYAH”

PEMBIMBING

Angga Natalia,M.I.P

DI SUSUN OLEH

ARYA BIJAK
DIMAS SURYATAMA
DIAN SAPITRI
KRISMAN WINATA

1931040014

PRODI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN

LAMPUNG T.A 2021/2021


KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami mendoakan Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan
berkah Rahmat dan Berkah-Nya sehingga kelompok kami dapat menyusun makalah ini dengan
baik dan tepat waktu. Dalam makalah ini saya membahas "SEJARAH KETATA NEGARAAN
INDONESIA"

Makalah ini kami buat dari beberapa referensi. Alhamdulillah KELOMPOK kami bisa
menyelesaikannya dan tidak ada kendala dalam mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Terutama kepada teman-teman yang pernah berpartisipasi dalam
grup kami

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan mendasar dalam tulisan ini. Oleh karena itu,
kami mengajak pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang membangun. Semoga kritik
yang ada dari pembaca dapat memperbaiki makalah selanjutnya. Akhir kata semoga tulisan ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 24 September 2021


BAB I
PENDAHULUAN

Perkembangan sistem ketatanegaraan modern saat ini tidak terlepas dari perkembangan
masyarakat dalam upaya menuju masyarakat yang semakin demokratis. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), pengertian ketatanegaraan adalah ihwal tata negara mengenai seperangkat prinsip
dasar yang mencakup peraturan susunan pemerintahan, bentuk negara, dan sebagainya yang menjadi
pengaturan suatu Negara

BAB II
PEMBAHASAN

Sejarah Ketatanegaraan Indonesia

Dikutip dari buku Hukum Tata Negara yang ditulis oleh E. Hayati, dkk (2017: 1), Indonesia lahir
dari perjuangan bangsaa Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejak tanggal
tersebut, sistem ketatanegaraan di Indonesia mengalami fluktuasi dari waktu ke waktu sesuai dengan
kondisi bangsa dan negara yang dihadapi pada waktu itu.Fluktuasi ketatanegaraan Indonesia dapat dilihat
baik sejak awal kemerdekaan maupun pasca amandemen Undang-Undang Dasar Republik Tahun 1945.
Secara garis besar, sejarah ketatanegaraan Indonesia dan perkembangannya dapat dibagi menjadi 4
periode, yaitu:
Periode pertama yang berlangsung pada 18 Agustus 1945–27 Desember 1949
Periode kedua yang berlangsung pada 27 Desember 1949–17 Agustus 1950
Periode ketiga yang berlangsung pada 17 Agustus 1950–5 Juli 1959
Periode keempat yang berlangsung pada 5 Juli 1959–sampai sekarang
Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, sejarah ketatanegaraan di Indonesia pasca
kemerdekaan dapat dibagi menjadi 5 periode, yaitu:

1. UUD 1945 (1945–1949)


Pasca pemberlakuan UUD 1945 (18 Agustus 1945), dihasilkan 3 unsur proklamasi, yaitu:
Kedaulatan penuh dalam mengatur/menata sistem ketatanegaraan sendiri.
Pemindahan kekuasaan diselenggarakan dalam waktu singkat.
Pemberitahuan kepada seluruh rakyat & internasional.

2. RIS (1949–1950)
Belanda masih ingin menguasai Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Terjadi perjanjian
Linggarjati 25 Maret 1947 yang menghasilkan:
Belanda mengakui RI berkuasa secara de facto atas Jawa, Madura, dan Sumatera.Di wilayah lainnya yang
berkuasa adalah Belanda.
Belanda & Indonesia akan bekerja sama dalam membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).
Terjadi Konferensi Meja Bundar: berubahnya dari negara kesatuan ke negara serikat.

3. UUDS 1950 (1950–1959)


Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.
Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah.
Presiden berhak membubarkan DPR.
4. Orde Lama (1959–1965)
Dekrit presiden 5 Juli 1959:
Berlakunya kembali UUD 1945.
Dibubarkan Konstituante.
Pembentukan MPRS dan DPAS.

5. Orde Baru (1966–1998)


Diawali dengan supersemar.Orde Baru bertekad menjalankan UUD 1945 & Pancasila secara
murni & konsekuen.Demokrasi Pancasila di bawah kepemimpinan Soeharto (sistem presidensial).
Pemilu 5 tahun sekali tetapi tidak demokratis.
Kuatnya kekuasaan presiden dalam menopang & mengatur seluruh proses politik, terjadi sentralistik
kekuasaan pada presiden.
Pembangunan ekonomi terlaksana tetapi tidak berbasis ekonomi kerakyatan.
Perkembangan ketatanegaraan yang semakin pesat akan berpengaruh secara signifikan terhadap
ketatanegaraan dari suatu negara. Itulah sejarah ketatanegaraan Indonesia dan perkembangannya.
Semoga informasi ini bermanfaat! (CHL)
 
Periode Sebelum Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

a.    Masa Penjajahan Belanda


Indonesia pada masa ini kekuasaan tertingginya ada di tangan Raja Hindia Belanda.Dan dibantu
oleh Gubernur Jendral sebagai pelaksana.Raja Belanda bertanggung jawab kepada parlemen. Ini
menunjukan sitem pemerintahan  yang dipergunakan di negeri Belanda adalah sistem Parlementer
Kabinet.
Adapun peraturan perundang-undangan kerajaan Belanda 1983 adalah:
a.    UUD Kearajaan Belanda 1983
1. Pasal 1: Indonesia merupakan bagian dari Kerajaan Belanda;
2. Pasal 62: Ratu Belanda memegang pemerintahan tertinggi atas Pemerintahan Indonesia, dan
Gubernur Jendral atas nama Ratu Belanda  mejalankan Pemerintahan Umum;
3. Pasal 63: Ketatanegaraan Indonesia ditetapkan dengan Undang-Undang, soal-soal intern
Indonesia diserahkan pengaturannya kepada badan-badan di Indonesia, kecuali ditentukan lain
dengan Undang-undang.
b.    Indische Staatsregeling  (IS)
IS merupakan Undang-Undang Dasar Hindia Belanda. Adapun bentuk-bentuk peraturan
perundang-undangan disebut Algemene Verordeningen (Pearaturan Umum), yang dikenal dimasa
berlakunya IS, adalah:
1. Wet: dibentuk oleh badan pembentuk Undang-Undang Negeri Belanda, yaitu mahkota dan
Parlemen;
2. Algemene Maatsregelen van Bestuur (AmvB), dibentuk oleh mahkota sendiri;
3. Ordonnantie, dibentuk oleh Gubernur Jendral bersama-sama  dengan Volksraad;
4. Reggering Verordeningen (RV), peraturan yang dibentuk oleh Gubernur Jendral sendiri.

Pada masa Hindia Belanda ini sistem pemerintahan yang dilaksanakan adalah Sentralistik.Asas yang
dipergunakan adalah dekonsentrasi yang dilaksanakan dengan seluas-luasnya.

c.   Masa Pendudukan Bala Tentara Jepang.


Dalam sejarah perang asia timur raya, dapat digambarkan bahwa kedudukan Jepang di Indonesia adalah :
 Sebagai penguasa pendudukan. Jepang hanya meneruskan kekuasaan Belanda atas Hindia
Belanda. Namun kekuasaan tertinggi tidak lagi ada di tangan pemerintah Belanda, melainkan
diganti oleh kekuasaan bala tentara Jepang.
 Jepang berusaha mengambil simpati dari bangsa-bangsa yang ada dikawasan asia timur raya
termasuk Indonesia denga menyebut dirinya sebagai Saudara tua.
Pada masa pendudukan bala tentara Jepang, wilayah Indonesia dibagi menjadi tiga wilayah besar yaitu :
a) Pulau Sumatera dibawah kekuasaan Pembesar Angkatan darat Jepang dengan pusat
kedudukan di Bukittinggi.
b) Pulau Jawa berada di bawah kekuasaan Angkatan darat yang berkedudukan di Jakarta.
c) Daerah-daerah selebihnya berada di bawah kekuasaan Angkatan Laut yang
berkedudukan di Makasar.

Dari pembagian wilayah ini membuktikan bahwa pada masa pendudukan Jepang paham militeristik
menjadi model bagi pengaturan sistem ketatanegaraan di Indonesia.
Salah satu peraturan yang menjadi salah satu sumber hukum tata negara Republik Indonesia sebelum
Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah Undang-Undang No.40 Osamu Seirei tahun 1942.
Osamu Seirei adalah peraturan atau Undang-Undang yang cenderung berbau otoriter/pemaksaan.[2]

2.Periode setelah proklamasi 17 Agustus 1945

a.    Pasca pemberlakuan UUD 1945 sejak 18 Agustus 1945


Sehari setelah proklamasi 17 Agustus 1945, UUD 1945 disahkan pertama kali oleh PPKI, pada
saat itu dimulailah babak baru penyelenggaraan ketatanegaraan. Dengan adanya usaha-usaha sebagai
berikut:
1.    Menetapkan UUD Negara Republik Indonesia
2.    Penetapan Soekarno dan Moh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden oleh PPKI
3.    Pembentukan Dapartemen-dapatemen oleh Presiden
4.    Pengangkatan anggota KNIP
5.    Pembentukan delapan provinsi oleh PPKI.
Proklamasi terus mengalami kemajuan, pada tanggal 16 Oktober 1945 Wakil Presiden menerbitkan
Maklumat Wakil Presiden No. X Tahun 1945 yang berisi:
 KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) diserahi kekuasaan legislatif dan ikut membuat atau
menetapkan Garis-garis Besar daripada Haluan Negara sebelum terbentuknya MPR dan DPR
 Pekerjaan sehari-hari KNIP dilakukan oleh Badan Pekerja KNIP.[5]
 KNIP bersama-sama Presiden menetapkan Undang-Undang yang boleh mengenai segala urusan
pemerintah.
.     

b.      Ketatanegaraan di Bawah Konstitusi Indonesia Serikat


Terbentuknya negara RIS diawali dari Konferensi Meja Bundar anatara Belanda dan Indonesia di
Den Haag dari tanggal 23 Agustus - 2 November 1949, Dalam konfrensi tersebut disepakati tiga hal yaitu:
1. Mendirikan Negara RIS
2. Penyerahan kedaulatan kepada RIS yang berisi tiga hal yaitu: (a) piagam penyerahan kedaulatan
dari kerajaan Belanda kepada pemerintahan RIS, (b) status uni, (c) persetujuan perpindahan.
3. Mendirikan uni antara RIS dan kerajaan Belanda.
Negara Serikat yang berbentuk federal merupakan baentukan dari Belanda seperti Negara Indonesia
Timur, Negara Sumatra Timur, Negara Pasundan, Negara Sumatra Selatan, Negara Jawa Timur, Negara
Madura, dan lain-lain. Akan tetapi walaupun berbentuk Negara Serikat yang terpisah-pisah rakyat tetap
merasakan sebagai Negara kesatuan yang tujuan  utamanya mempertahan Negara Republik Indonesia
yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.

c.       Ketatanegaraan di Bawah Undang Undang Dasar Sementara 1950


UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950, tentang Perubahan
Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat, menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik
Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta.
Konstitusi ini dinamakan "sementara", karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya
Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Dekrit Presiden 1959
dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti
UUDS 1950.Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956.Namun pada kenyataannya
sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan.Sementara, di kalangan
masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu,
Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang
isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan
pemungutan suara.Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju.Meskipun yang
menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak
memenuhi kuorum.Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959.Dari
pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum.Untuk meredam kemacetan,
Konstituante memutuskan reses yang ternyata merupkan akhir dari upaya penyusunan UUD.Pada 5 Juli
1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di
Istana Merdeka. 

3.    Ketatanegaraan dibawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (Dekrit presiden


5 Juli 1959).
Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945, serta mengingat bahwa lembaga-lembaga Negara
sebagaimana digariskan oleh UUD 1945 belum lengkap, maka dilakukanlah beberapa langkah sebagai
berikut:
1. Pembaharuan susunan Dewan Perwakilan Rakyat melalui penetapan presiden No.3 Tahun 1960.
2. Penyusunan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) dengan penetapan presiden
No.5 Tahun 1960 yang antara lain menentukan bahwa anggota-anggota Dewan Perwakilan
Rakyat diberhentikan dengan hormat dari jabatanny terhitung mulai tanggal pelantikan Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong oleh Presiden.
3. Untuk melaksanakan dekrit presiden oleh presiden dikeluarkan penetapan presiden No.2 Tahun
1959 : tentang majelis permusyawaratan rakyat sementara dan dilanjutkan dengan
4. Penyusunan majelis permusyawaratan rakyat sementara dengan penetapan presiden No.12
Tahun 1960.
5. Dikeluarkan penetapan presiden No.3 Tahun 1959 tentang Dewan Pertimbangang sementata.
1. Dengan demikian sejak berlakunya kembali UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli
1959, ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam UUD 1945 belum dapat dilaksanakan secara
murni dan konsekuen. Banyak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi,seperti :
 lembaga-lembaga Negara seperti MPR, DPR dan DPA belum dibentuk berdasarkan
Undang-undang serta lembaga-lembaha yang ada masih bersifat sementata.
 Pengangkatan Presiden Soekarno sebagai Presiden seumur hidup melalui ketetapan
MPRS No. III/MPRS/1963.
 Sejarah ketatanegaraan indonesia mencatat bahwa penyimpangan konstitusi ini mencapai
puncaknya dibidang politik dengan terjadinya pemberontakan G30 S PKI. Peristiwa G 30 S
PKI telah menimbulkan kekacauan sosial budaya dan instabilitas pemerintahan serta
meninggalkan sejarah hitam dalam peta politik dan hukum ketatanegaraan indonesia. Puncak
pada peristiwa ini adalah jatuhnya Legitimasi Presiden Soekarno dalam memegang tampak
kepemimpinan nasional. legitimasi tersebut semakin terpuruk dengan dikeluarkannya surat
pemerintah 11 Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang pada hakikatnya merupakan perintah
Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengembalikan segala tindakan
dalam menjamin keamanan dan ketentraman serta stabilitas jalannya pemerintah. Keberadaan
SUPERSEMAR itu sendiri sampai sekarang masih tetap misterius, bahkan penerbitan
SUPERSEMAR itu sendiri kemunculannya dari kontroversi sejarah yang berbeda-beda
4.        Ketatanegaraan Indonesia Pada Masa Orde Baru.
Di era ini konsentrasi penyelenggaraan pemerintahan negara menitik beratkan pada aspek
stabilitas politik.Dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Maka dilakukanlah upaya-upaya
pembenahan system ketatanegaraan dan format politik dengan menonjolkan pada hal-hal sebagai berikut:
a. Konsep Dwi Fungsi ABRI
b. Pengutamaan Golongan Karya
c. Magnifikasi kekuasaan di tangan ekskutif.
d. Diteruskannya system pengangkatan dalam lembaga-lembaga perwakilan rakyat.
e. Kebijakan depolitisasi khususnya masyarakat pedesaan melalui konsep masa mengambang
(floating mass);dan
f. Kontrol Abriter atas kehidupan pers.
Disamping itu juga disarankan oleh Presiden Soeharto agar partai-partai mempergunakan asas
Pancasila dan UUD 19945  . Berdasarkan gagasan inilah,maka disarankan pembentukan dua kelompok,
yaitu :
a. Kelompok materiil-sprituil yang terdiri atas partai—partai yang menekankan pembangunan
matteriil tanpa mengabaikan aspek sprituil . Kelompokk ini terdiri dari PNI,Murba,IPKI,partai
katolik , Parkindo.
b. kelompok sprituil materiil yang terdiri dari  partai-partai yang menekankan pembangunan.
c. Disamping kedua kelompok partai tersebut ternayata terdapat golongan-golongan fungsional yang
tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu kelompok partai tersebut. Golongan –golongan
fungsional ini akhirnya membentuk kelompok sendiri yang disebut GOLKAR (GOLONGAN
KARYA ). Kondisi semacam ini mengakibatkan adanya tiga fenomena ketatanegaraan di
Indonesia,yaitu:
1. Sistem Ketatanegaraan yang dijalankan pada waktu itu lebih menekankan pada stabilitas
politik dan memang berhasil.
2. Terjadinya pemasungan hak-hak politik bagi warganegara,khususnya dalam hal berserikat atau
berkumpul karena adanya pembatasan partai politik dan pengawasan terhadap seluruh
organisasi kemasyarakatan seluruh organisasi kemasyrakatan ,termasuk pengawasan terhadap
Media massa.
3. Terpilihnya Suharto sebagai presiden yang berulang kali mengakibatkan karakter
kepemimpinan makin lama semakin otoriter dan tidak terkontrol, akibatnya gejala Kolusi,
Korupsi, dan Nepotisme semakin merajalela.

5.        Ketatanegaraan Indonesia Setelah Reformasi 1998: Menuju Konsolidasi Sistem Demokrasi.


Dengan tumbangnya rezim Orde Baru, maka dimulailah penataan sistem ketatanegaraan menuju
konsolidasi sistem demokrasi di Indonesia. Konsolidasi yang paling penting disini tidak lain adalah
dengan melakukan perubahan dan penggantian berbagai peraturan perundang-undangan yang dirasa tidak
memberikan ruang gerak bagi kehidupan demokrasi dan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat. Peraturan 
Perundang-undangan yang dimaksud antara lain:
Ketetetapan MPR No. IV/MPR/1983 Tentang Reperendum;
Undang-Undang No. 5 tahun 1985 Tentang Referendum;
Undang-Undang No. 5 tahun 1974 Tentang Pemerintahan Di daerah;
Paket Undang-Undang Bidang Politik (UU Susduk MPR, DPR, DPRD,UU Pemilihan Umum, dan UU
Politik dan Golongan Karya).
Di samping melakukan perubahan terhadap peraturan perundang-undangan tersebut diatas maka
sesuai amanat reformasi, dilakukanlah langkah-langkah untuk mengamanden UUD 1945.Amandemen
UUD 1945 merupakan prasyarat utama bagi terselenggaranya sistem ketatanegaraan yang demokratis.Hal
ini mengingat sistematika yang tertuang didalam UUD 1945 tidak memberikan ruang yang cukup untuk
mengembangkan konsep demokrasi pemerintahan dan prinsip Negara yang berkedaulatan rakyat.
Dengan rangka melaksanakan amandemen UUD 1945, MPR menggunakan dasar hukum pasal 37 UUD
1945. Berkaitan dengan hal inilah, maka dalam kurun waktu 1999 sampai dengan tahun 2002, dalam
setiap tahunnya MPR melakukan pengesahan terhadap hasil-hasil amandemen UUD 1945 yang dilakukan
oleh panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR. Pengesahan tersebut dilakukan sebanyak 4 kali, yakni setiap
MPR melakukan sidang tahunan pada bulan Agustus tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.
Setelah amandemen IV UUD 1945 dikukuhkan pada sidang tahunan MPR Tahun 2000 maka sistem
ketatanegaraan Indonesia secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:
Bentuk (bangunan) Negara kesatuan tetap dipertahankan dan sudah merupakan keputusan yang
final.Sistem pemerintahan Negara republik Indonesia adalah sistem presidensiil murni, dimana presiden
dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat yang calonnya diajukan oleh partai politik atau gabungan
partai politik yang memperoleh 20% kursi di DPR-RI atau 25% memperoleh suara sah dalam pemilu
legislative.Sistem keparlemenan mempergunakan soft bicameral system, bahkan bisa dianggap sistem
keparlemenan dengan 3 kamar, karena MPR, DPR dan DPD masing-masing memiliki wewenang sendiri-
sendiri serta masing-masing mempunyai ketua. Seluruh anggota parlemen (DPR dan DPD) dipilih melalui
pemilihan umum. Tidak dikenal lagi adanya cara penunjukan atau pengangkatan. Majelis
Permusyawaratan Rakyat tidak lagi mernjadi lembaga tertinggi Negara melainkan hanya merupakan
sarana bergabungnya DPR dan DPD.Wewenang dari lembaga ini hanya mengubah UUD, mengangkat
atau melantik presiden dan wakil presiden hasil pemilihan umum, memberhentikan presiden dan/atau
wakil presiden jika menurut keputusan mahkamah konstitusi dianggap telah melakukan pelanggaran
hukum berat.Sistematika UUD 1945 hanya terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal;
hubungan alat perlengkapan Negara dalam garis vertikal mempergunakan asas desentralisasi dan tugas
pembantuan dengan otonomi luas. Dijumpai adanya mahkamah konstitusi yang mempunyai wewenang
untuk melakukan judicial review undang-undang terhadap UUD 1945 penyelesaian sengketa pemilihan
umum, memeriksa presiden dan/atau wakil presiden atas pemerintahan DPR, jika mereka dianggap telah
melakukan pelanggaran dihukum berat, dan menyelesaikan sengketa kewenangan antar lembaga Negara.
Dari gambaran sejarah ketatanegaraan Indonesia dapat ditarik garis pemahaman bahwa sejak
proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, konsolidasi sistem demokrasi terus dilakukan dengan
berbagai pasang surut yang terkandung didalamnya.Hal ini membuktikan bahwa konsolidasi sistem
demokrasi di Indonesia masih terus mencari bentuk yang paling ideal dan sesuai dengan jiwa bangsa
Indonesia.Proses konsolidasi sIstem demokrasi yang terus berlanjut ini memang memberikan kesan kuat
bahwa langkah-langkah eksperimentasi sistem ketatanegaraan Indonesia terus dilakukan. Hal ini wajar,
karena membangun sistem, demokrasi tidak akan pernah selesai. Mengingat demokrasi itu sendiri
bukanlah suatu tujuan melainkan merupakan hanya sarana untuk mencapai tujuan yang di cita-citakan
bangsa Indonesia sebaimana terangkum dalam pembukaan UUD 1945.

  

BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Sejarah ketatanegaraan Indonesia sudah terjadi sejak masa pra Proklamasi kemerdekaan yang dimana ada
beberapa perubahan sistem ketatanegaraan.Pada masa penjajahan sistem ketatanegaran Indonesia masih
diperlakukan oleh kekuasaan para penjajah. Pada masa pasca Proklamasi Indonesia sudah mulai
membenah dalam sistem ketatanegaraan yang buktinya telah terjadi beberapa sitem ketatanegaraan yang
telah ditetapkan seperti pemberlakuan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, Konstitusi Indonesia
Serikat, Undang-Undang Dasar Negara Sementara Tahun 1950, Sistem ketatanegaraan Orde Baru, dan
yang terbaru setelah Reformasi menuju Konsolidasi sistem Demokrasi.
B.       Saran
Dalam sistem ketatanegaran seharusnya pemerintahan Indonesia lebih memiliki sifat transparan, dimana
setiap permasalahan yang ada selalu bisa diikuti perkembangannya oleh masyarakat.Dan masyarakat
lebih tau tentang kinerja birokrasi ketatanegaraan Indonesia.

    

DAFTAR PUSTAKA

Handoyo, Hestu Cipto. 2015,  Hukum Tata Negara Indonesia, Cahaya atma Pustaka: Yogyakarta.
Huda Ni’kmatul, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2014)cet.IX
Radjab Dasril, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2005)cet.II
http://enitawahyuni.blogspot.co.id/2015/03/sejarah-ketatanegaraan-indonesia-lengkap.html, diakses pada
tanggal 1 maret 2017.

[1]Soehino, 1984, Hukum Tata Negara Sejarah Ketatanegaraan Indonesia, Liberty, Yogyakarta. Dalam


buku B. Hestu Cipto Handoyo,  Hukum Tata Negara Indonesia,(Yogyakarta:Cahaya Atma Pustaka,
2015) Hlm, 70.
[2]http://enitawahyuni.blogspot.co.id/2015/03/sejarah-ketatanegaraan-indonesia-lengkap.html
[3]Soehino, 1984, Hukum Tata Negara Sejarah Ketatanegaraan Indonesia, Liberty, Yogyakarta. Dalam
buku B. Hestu Cipto Handoyo,  Hukum Tata Negara Indonesia,(Yogyakarta:Cahaya Atma Pustaka,
2015) Hlm, 70.
[4]http://enitawahyuni.blogspot.co.id/2015/03/sejarah-ketatanegaraan-indonesia-lengkap.html
[5] Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara Indonesia (Yogyakarta : Cahaya Atma Pustaka,
2015)cet.II hlm 77
[6] Dasril Radjab, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2005)cet.II hlm.188
[7] Ni’kmatul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2014)cet.IX
hlm. 133

Anda mungkin juga menyukai