Oleh Kelompok 3 :
Nama : Nim :
Amaliah S.0020.P2.002
Felmi Yamin S.0020.P2.015
Irvan Saputra S.0020.P2.027
Muh Jufri S.0020.P2.039
Ratna Sari Dewi S.0020.P2.050
Suhurisan S.0020.P2.063
Rinang S.0020.P2.
PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA KESEHATAN KENDARI
TAHUN 2020/2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunianya
kami kelompok 3 dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun
judul dari makalah ini adalah “Tuberculosis Paru (TBC)”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas perkuliahan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................................4
D. Manfaat Penulisan.......................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................5
A. Definisi........................................................................................................................5
B. Etiologi........................................................................................................................5
C. Klasifikasi TB Paru.....................................................................................................6
D. Patofisiologi................................................................................................................7
E. Gambaran Klinis.........................................................................................................9
F. Komplikasi Tuberkulosis...........................................................................................10
G. Pemeriksaan penunjang Tuberkulosis.......................................................................10
H. Penatalaksanaan penderita Tuberkulosis paru...........................................................12
BAB III PENUTUP...............................................................................................................14
A. Kesimpulan...............................................................................................................14
B. Saran.........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun 2014 (WHO, 2015). TB
adalah penyebab utama kesembilan kematian di seluruh dunia dan penyebab
utama dari satu agen infeksius, diperkirakan pada tahun 2016 ada sekitar 1,3 juta
kematian akibat tuberculosis (WHO, 2017).
Pada tahun 2016 di Indonesia ditemukan jumlah kasus tuberkulosis
sebanyak 351.893 kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis
yang ditemukan pada tahun 2015 yang sebesar 330.729 kasus (Kemenkes RI,
2016). Di tingkat nasional, Provinsi Jawa Timur pada tahun 2015 menempati
ururan kedua di Indonesia dalam jumlah penemuan kasus baru BTA + sebanyak
23.183 penderita atau case destection rate (CDR) sebesar 56%, di tahun 2016
jumlah semua kasus TB diobati sebanyak 47.478 kasus dari perkiraan jumlah
kasus sebesar 123.414 kasus atau Case detection rate (CDR) TB sebesar 39%
(Dinkes Jatim, 2016).
Penyakit Tuberculosis disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis
(Nugraha, et al., 2016), bakteri ini memiliki sifat yang tahan terhadap asam
sehingga warnanya tidak dapat dihilangkan dengan alcohol (Abd. Wahid, 2013).
Mycobacterium tuberculosis ditularkan oleh droplet nuclei, droplet yang
ditularkan melalui udara dihasilkan ketika orang terinfeksi batuk, bersin, bicara,
atau bernyanyi (Priscillia LeMone, 2012). Droplet nuklei yang sedikit memiliki
satu hingga tiga basil yang menghindari sistem pertahanan jalan napas untuk
masuk paru tertanam pada alveolus atau bronkiolus pernapasan, biasanya pada
lobus atas (Priscillia LeMone, 2012).
Pada saat penderita batuk atau bersin, kuman TB paru dan BTA positif yang
berbentuk droplet sangat kecil ini akan berterbangan di udara. Droplet yang sangat
kecil kemudian mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung
kuman tuberkulosis. Kuman ini dapat bertahan di udara selama beberapa jam
lamanya, sehingga cepat atau lambat droplet yang mengandung unsur kuman
tuberkulosis ini akan terhirup oleh orang lain. Apabila droplet ini telah terhirup
dan bersarang di dalam paru-paru seseorang, maka kuman ini akan mulai
membelah diri atau berkembang biak. Dari sinilah akan terjadi infeksi dari satu
penderita ke calon penderita lain (Naga, 2012).
2
Orang yang mengalami penyakit kronik terus menyebarkan mycobacterium
tuberculosis ke lingkungan, kemungkinan menginfeksi orang lain (Priscillia
LeMone, 2012). Tuberculosis paru disebabkan oleh bakteri mycobacterium
tuberculosis yang masuk dalam saluran pernafasan. TB paru di tandai dengan
gejala: batuk berturut-turut, demam, flu, keringat malam, anoreksia, penurunan
berat badan, batuk darah atau dahak, sesak nafas dan nyeri dada (Muttaqin, 2008).
Gejala paling ringan menyebabkan sekret akan terkumpul pada jalan napas, saat
penderita tidak mampu untuk mengeluarkan sekret maka menimbulkan masalah
(Yuliati Alie, Rodiyah, 2013).
Pada pasien tuberculosis diperlukan terapi medis berupa Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) dengan dosis yang sesuai kebutuhan pasien dan untuk
menunjang keberhasilan terapi medis diperlukan terapi tambahan berupa
manajemen jalan napas, pengisapan lendir pada jalan napas, terapi oksigen, dan
pengaturan posisi (Bachtiar, 2015).
Metode yang paling sederhana memberikan tindakan batuk efektif, batuk
efektif merupakan satu upaya untuk mengeluarkan dahak dan menjaga paru – paru
agar tetap bersih memberikan tindakan nebulizer. Batuk efektif yang baik dan
benar dapat mempercepat pengeluaran dahak pada pasien dengan gangguan
saluran pernafasan (Wibowo, 2016). Diharapkan perawat dapat melatih pasien
dengan batuk efektif sehingga pasien dapat mengerti pentingnya batuk efektif
untuk mengeluarkan dahak (Fadilah, 2016).
Dukungan keluarga sangat menunjang keberhasilan pengobatan pasien TB
Paru dengan cara selalu mengingatkan penderita agar makan obat, pengertian
yang dalam terhadap penderita yang sedang sakit dan memberi semangat agar
tetap rajin berobat. Dukungan keluarga yang diperlukan untuk mendorong pasien
TB Paru dengan menunjukkan kepedulian dan simpati, dan merawat pasien.
Dukungan keluarga, yang melibatkan keprihatinan emosional, bantuan dan
penegasan, akan membuat pasien TB Paru tidak kesepian dalam menghadapi
situasi serta dukungan keluarga dapat memberdayakan pasien TB Paru selama
masa pengobatan dengan mendukung terus menerus, seperti mengingatkan pasien
untuk mengambil obat-obatan dan menjadi peka terhadap penderita TB Paru jika
3
mereka mengalami efek samping dari obat TB. Menurut Zahara (2007), dalam
penelitiannya ia menemukan bahwa dukungan keluarga merupakan faktor penting
keberhasilan pasien TB dalam mematuhi program pengobatan.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini yaitu apa yang menjadi faktor-faktor
penyebab terjadinya tubercolosis paru.
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Menurut Robinson, dkk (2014),TB Paru merupakan infeksi akut atau kronis
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis di tandai dengan adanya
infiltrat paru, pembentukan granuloma dengan perkejuan, fibrosis serta
pembentukan kavitas.
B. Etiologi
5
batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan
jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya.
Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet atau
nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan
pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam
droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat,
maka orang itu berpotensi terkena bakteri tuberkulosis (Muttaqin Arif, 2012).
Menurut Smeltzer&Bare (2015), Individu yang beresiko tinggi untuk
tertular virus tuberculosis adalah:
a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
b. Individu imunnosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka
yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan HIV).
c. Pengguna obat-obat IV dan alkhoholik.
d. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma; tahanan;
etnik dan ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan
dewasa muda antara yang berusia 15 sampai 44 tahun).
e. Dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalkan diabetes,
gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi).
f. Individu yang tinggal didaerah yang perumahan sub standar kumuh.
g. Pekerjaan (misalkan tenaga kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas
yang beresiko tinggi.
C. Klasifikasi TB Paru
TB paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam tahun 2013 halaman 161
yaitu:
6
c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
1) Tuberkulosis minimal
Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun kedua
paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2) Moderately advanced tuberculosis
Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat
bayangan halus tidak lebih dari 1 bagian paru.Bila bayangan kasar tidak
lebih dari sepertiga bagian 1 paru.
3) Far advanced tuberculosis
Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately
advanced tuberkulosis.
D. Patofisiologi
7
kubus atau paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan
reaksi peradangan.Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan
memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut.Sesudah hari-
hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi, dan timbulkan pneumonia akut. Pneumonia selular ini
dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau
proses dapat berjalan terus difagosit atau berkembang biak dalam di dalam sel.
Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjer getah bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk seltuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh
limfosit.Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju disebut nekrosis kaseosa.Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas
menimbulkan respons berbeda.Jaringan granulaasi menjadi lebih fibroblas
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru disebut
Fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjr getah bening regional dan lesi
primer disebut Kompleks Ghon.Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini
dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radio gram
rutin.Namun kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat secara klinis atau dengan
radiografi.
Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu
bahan cairan lepas kedalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas.
Bahan tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam
percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat berulang kembali dibagian lain dari
paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan
meninggalkan jaringan parut fibrosis.Bila peradangan merada, lumen bronkus
dapat menyepit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat denagan taut
bronkus dan rongga.Bahan perkijuan dapat mengental dan tidak dapat kavitas
penu dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak
8
terlepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala demam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjer getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai
organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagaipenyebaran limfohematogen, yang
biasanya sembuh sendiri.Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut
yang biasanya menyebabkan TB miler, ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan
tersebar ke organ – organ tubuh. (Sylvia, 2005)
E. Gambaran Klinis
9
d. Demam
Demam merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore
dan malam hari mirip demam influenza. Tapi kadang-kadang panas bahkan
dapat mencapai 40-41 ºC, keadaan ini sangat dipengaruhi daya tahan tubuh
penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk (Abd.
Wahid, 2013).
e. Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa tidak ada nafsu makan, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam (Abd. Wahid, 2013).
F. Komplikasi Tuberkulosis
Menurut Wahid & Imam (2013), dampak masalah yang sering terjadi pada
TB paru adalah :
a. Hemomtisis berat ( perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
napas,
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
c. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
d. Pneumothorak (adanya udara dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang persendian, ginjal dan
sebagainya
f. Insufisiensi kardiopulmonar (Chardio Pulmonari Insufficiency).
10
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya kuman
BTA diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak
dilakukan 3 kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak
sewaktu kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka
dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu positif, dua kali negatif maka
pemeriksaan perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan
didapatkan satu kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA negatif.
c. Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum). Positif jika diketemukan
bakteri taham asam.
d. Skin test (PPD, Mantoux)
Hasil tes mantaoux dibagi menjadi :
1) indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux negative atau hasil
negative
e. Rontgen dada
Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan
kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang
menunjukkan perkembangan Tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area
fibrosa.
f. Pemeriksaan histology / kultur jaringan Positif bila terdapat Mikobakterium
Tuberkulosis.
g. Biopsi jaringan paru
Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan terjadinya
nekrosis.
11
h. Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
i. Analisa gas darah (AGD)
Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan
jaringan paru.
j. Pemeriksaan fungsi paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya rasio
residu udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen
sebagai akibat infiltrasi parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan
kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis kronis)
12
dan 8. BTA dilakukan pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan.
Kontrol terhadap pemeriksaan radiologis dada, kurang begitu berperan dalam
evaluasi pengobatan. Bila fasilitas memungkinkan foto dapat dibuat pada akhir
pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nanti timbul kasus
kambuh.
1) Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang
terdekat yaitu keluarga.
2) Mengetahui adanya gejala efek samping obat dan merujuk bila
diperlukan
3) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
4) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
5) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua,
kelima dan enam
6) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang
baik
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Pada pengerjaan makalah ini semoga apa yang disampaikan diatas bisa
bermanfaat untuk pembelajaran selanjutnya, dan juga bermanfaat untuk pembaca
atau untuk referensi bagi mahasiswa yang lain.
14
DAFTAR PUSTAKA
15