Pada tahun 2025 menghasilkan Ners yang unggul dalam asuhan keperawatan lanjut usia dengan
menerapkan Ilmu dan Teknologi keperawatan
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
CORONARY ARTERY DISEASE (CAD) / PJK
2. Klasifikasi CAD
Penyakit jantung koroner dapat terdiri dari
a. Angina pektoris stabil (APS)
Sindroma klinik yang ditandai dengan rasa tidak enak di dada, rahang, bahu,
punggung ataupun lengan, yang biasanya oleh kerja fisik atau stres emosional dan
keluhan ini dapat berkurang bila istirahat atau dengan obat nitrogliserin.
b. Sindroma Koroner Akut (SKA)
c. Sindroma klinik yang mempunyai dasar patofisiologi, yaitu berupa adanya erosi, fisur
atau rebeknya plak arterosklerosis sehingga menyebabkan trombosis intravaskular yang
menimbulkan ketidakseimbangan posakan dan kebutuhan oksigen miorkard.
Yang termasuk SKA adalah:
1) Angina petrokis tidak stabil (UAP, Unstable angina pectrocis)
a) Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup
berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3x per hari.
b) Pasien dengan angina yang bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu
serangan angina muncul lebih sering dan lebih lama (>20 menit), dan lebih sakit
dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan.
c) Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat 2) Infark miokard akut
(IMA), yaitu:
Nyeri angina yang umumnya lebih berat dan lebih lama (30 menit atau lebih). IMA
bisa berupa non St elevasi infark miokard (NSTEMI) dan ST elavasi miokard infark
(STEMI).
4. Etiologi
Penyebab dari penyakit CAD ini ialah adanya sumbatan pada arteri koroner, yang dapat
menyebabkan serangan jantung iskemia miokardium melalui tiga mekanisme: spasme
vaskular hebat arteri koronaria, pembentukan plak aterosklerotik dan tromboembolisme
(Sherwood, 2014).
a. Spasme Vaskular
Merupakan suatu konstriksi spastik abnormal yang secara transien (sekejap/seketika)
menyempitkan pembuluh koronaria. Spasme ini terjadi jika oksigen yang tersedia untuk
pembuluh koronaria terlalu sedikit, sehingga endotel (lapisan dalam pembuluh darah)
menghasilkan platelet activating factor (PAF). PAF memiliki efek utama yaitu
menghasilkan trombosit. PAF ini akan berdifusi ke otot polos vaskular di bawahnya dan
menyebabkan kontraksi, sehingga menimbulkan spasme vaskular.
b. Pembentukan Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah penyakit degeneratif progresif pada arteri yang menyebabkan
oklusi (sumbatan bertahap) pembuluh tersebut, sehingga mengurangi aliran darah yang
melaluinya. Aterosklerosis ditandai dengan plak-plak yang terbentuk di bawah lapisan
dalam pembuluh di dinding arteri, dimana plak tersebut terdiri dari inti kaya lemak yang
dilapisi oleh pertumbuhan abnormal sel otot polos, ditutupi oleh tudung jaringan ikat
kaya kolagen. Plak ini akan membentuk tonjolan ke dalam lumen pembuluh arteri.
c. Tromboembolisme
Plak aterosklerotik yang membesar dapat pecah dan membentuk bekuan abnormal yang
disebut trombus. Trombus dapat membesar secara bertahap hingga menutup total
pembuluh arteri di tempat itu, atau aliran darah yang melewatinya dapat menyebabkan
trombus terlepas. Bekuan darah yang mengapung bebas ini disebut embolus, yang dapat
menyebabkan sumbatan total mendadak pada pembuluh yang lebih kecil.
Adapun faktor resiko dari penyakit CAD ini ialah (Muttaqin, 2009): a.
Usia
Kerentanan terhadap terjadinya CAD meningkat dengan bertambahnya usia. Cukup
bertambah tua meningkatkan risiko arteri yang rusak dan menyempit karena terjadi
perubahan fungsi pembuluh darah sehingga terjadi hilangnya elastisitas pembuluh darah.
b. Merokok
Rokok adalah faktor risiko utama penyakit jantung koroner. Kandungan nikotin dan
karbon monoksida dalam asam rokok dapat membebani kerja jantung, dengan memacu
jantung bekerja lebih cepat. Karena kedua senyawa tersebut juga meningkatkan risiko
terjadinya penggumpalan darah. Senyawa lain dalam rokok juga dapat merusak dinding
arteri jantung dan menyebabkan penyempitan
c. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia merupakan tingginya kolesterol dengan kejadian penyakit arteri koroner
memiliki hubungan yang erat. Lemak yang tidak larut dalam air terikat dengan
lipoprotein yang larut dengan air yang memungkinkannya dapat diangkut dalam system
peredaran darah. Tiga komponen metabolisme lemak, kolesterol total, lipoprotein
densitas rendah (low density lipoprotein) dan lipoprotein densitas tinggi (high density
lipoprotein). Peningkatan kolestreol low density lipoprotein (LDL) dihubungkan dengan
meningkatnya risiko koronaria dan mempercepat proses arterosklerosis. Sedangkan
kadar kolesterol high density lipoprotein (HDL) yang tinggi berperan sebagai faktor
pelindung terhadap penyakit arteri koronaria dengan cara mengangkut LDL ke hati,
mengalami biodegradasi dan kemudian diekskresi.
d. Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit arteri
koroner. Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan pengerasan dan
penebalan arteri sehingga mempersempit saluran yang akan dilalui oleh darah. Tekanan
darah tinggi yang terus menerus menyebabkan suplai kebutuhan oksigen jantung
menurun
e. Diabetes miletus
Pada penderita diabetes mellitus cenderung memiliki prevalensi aterosklerosis yang lebih
tinggi. Hal ini diakibatkan karena penderita diabetes mellitus viskositas darahnya
meningkat sehingga aliran darah melambat hal ini yang menyebabkan timbulnya plak
dan terjadi aterosklerosis.
5. Patofisiologi
PJK biasanya disebabkan oleh aterosklerosis, sumbatan pada arteri coroner oleh plak
lemak dan fibrosa (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016). Plak atheroma pembuluh darah
coroner dapat pecah akibat perubahan komposisi plak dan penipisan fibrosa yang menutupi
plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi sehingga terbentuk thrombus yang kaya trombosit (white thrombus). Thrombus ini
akan menyumbat lubang pembuluh darah coroner, baik secara total maupun parsial; atau
menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh coroner (PERKI, 2018).
Berkurangnya aliran darah coroner menyebabkan iskemia miokardium. Ketika
kebutuhan oksigen miokardium lebih besar dibanding yang dapat disuplai oleh pembuluh
yang tersumbat sebagian, sel miokardium menjadi iskemik dan berpindah ke metabolisme
anaerob. Metabolisme anaerob menghasilkan asam laktat yang merangsang ujung saraf otot,
menyebabkan nyeri. Selain itu, penumpukan asam laktat mempengaruhi permeabilitas
membrane sel, yang melepaskan zat seperti histamine, kinin, enzim khusus yang merangsang
serabut saraf terminal diotot jantung dan mengirimkan impuls nyeri ke system saraf pusat.
Nyeri berkurang saat suplai oksigen kembali dapat memenuhi kebutuhan miokardium
(LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016).
Sementara, ketika suplai oksigen berhenti dalam waktu kuranglebih 20 menit
menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard/IM) (PERKI, 2018). Infark
miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah coroner. Sumbatan sub total
yang disertai vasoknstrikasi yang dinamis juga dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan
nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Selain nekrosis, iskemia juga menyebabkan
gangguan kontraktilitas miokardium (setelah iskemia hilang), serta distrimia dan remodelling
ventrikel (perubahan bentuk, ukuran, dan fungsi ventrikel). Pada sebagian pasien, SKA terjadi
karena sumbatan dinamis akibat spasme local arteria coroner epikardial (angina prinsmetal).
Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun thrombus, dapat diakibatkan oleh
progresi pembentukan plak atau restenosis setelah Percutant Coronary Intervention (PCI) atau
intervensi coroner perkutan (IKP) (PERKI, 2018).
PATHWAY
6. Manifestasi Klinis
Pasien yang sudah mengalami CAD bisa saja tidak timbul gejala apapun. Semakin besar
sumbatan yang ada di dalam pembuluh darah, maka aliran darah yang dapat melewatinya
semakin sedikit, dan kemungkinan untuk timbulnya gejala semakin besar. Pasien biasanya
baru mengetahui adanya CAD setelah timbul gejala. Gejala-gejala yang dapat timbul akibat
CAD antara lain (Mediskus, 2017):
a. Nyeri dada
Gejala yang paling sering terjadi akibat CAD adalah adanya nyeri dada atau biasa disebut
dengan angina pectoris. Nyeri dada ini dirasakan sebagai rasa tidak nyaman atau tertekan
di daerah dada, sesuai dengan lokasi otot jantung yang tidak mendapat pasokan oksigen.
Nyeri dapat menjalar ke daerah bahu, lengan, leher, rahang, atau punggung. Keluhan
akan dirasakan semakin memberat dengan adanya aktivitas.
b. Sesak
Jika jantung tidak mampu memompakan darah keseluruh tubuh akibat adanya gangguan
pada kontraktilitas jantung, hal ini dapat mengakibatkan penumpukan darah dijantung
sehingga terjadi aliran balik ke paru-paru hal ini menyebabkan timbulnya penumpukan
cairan di dalam paru-paru maka seseorang akan mengalami sesak nafas
c. Aritmia
Adalah gangguan dalam irama jantung yang bisa menimbulkan perubahan
elektrofisiologi otot-otot jantung Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai
bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel misalnya perangsangan
simpatis akan meningkatkan kecepatan denyut jantung.
d. Mual dan muntah
Nyeri yang dirasakan pada pasien dengan penyakit jantung adalah di dada dan di daerah
perut khususnya ulu hari tergantung bagian jantung mana yang bermasalah. Nyeri pada ulu
hati bisa merangsang pusat muntah. Area infark merangsang refleks vasofagal e. Keringat
dingin
Pada fase awal infark miokard terjadi pelepasan ketekolamin yang meningkatkan
stimulasi simpatis sehingga terjadi vasokontriksi pembuluh darah perifer sehingga kulit
akan menjadi berkeringat, dingin dan lembab
f. Lemah dan tidak bertenaga
Dapat terjadi disebabkan karena jantung tidak mampu memompakan darahnya keseluruh
tubuh sehingga suplai oksigen kejaringan berkurang sehingga seseorang merasakan
kelemahan.
7. Komplikasi
PJK dapat menyebabkan angina pectoris, dimana ketika tidak ditangani dengan tepat
dan cepat dapat memicu terjadinya sindrom koroner akut gagal jantung, bahkan hingga
kematian mendadak (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016). Komplikasi yang terjadi tergantung
pada seberapa banyak otot jantung rusak yang merupakan akibat langsung dari arteri koroner
tersumbat dan berapa lama arteri ini tersumbat. Jika penyumbatan memengaruhi sejumlah
besar otot jantung, jantung tidak akan memompa secara efektif dan dapat membesar, yang
mungkin menyebabkan gagal jantung. Jika penyumbatan menutup aliran darah ke sistem
kelistrikan jantung, irama jantung mungkin terpengaruh, kemungkinan mengarah ke aritmia
dan kematian mendadak (henti jantung) (Sweis & Jivan, 2019).
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, penyumbatan pada arteri koroner dapat menyebabkan
beberapa komplikasi sebagai berikut (AHA, 2016):
a. Nyeri dada (Angina Pektoris)
Hal ini terjadi ketika penyempitan arteri koroner menjadi lebih parah dan memengaruhi
pasokan oksigen ke otot-otot jantung, terutama selama dan setelah olahraga berat.
b. Serangan jantung (Infark Miokard)
Hal ini terjadi ketika aliran darah benar-benar terhalang sepenuhnya. Kekurangan darah
dan oksigen akan menyebabkan kerusakan permanen pada otot jantung.
c. Gagal jantung (Congestive Heart Failure/CHF)
Jika beberapa area otot jantung kekurangan pasokan darah atau rusak setelah terjadinya
serangan jantung, maka jantung tidak akan bisa memompa darah melalui pembuluh darah
ke bagian tubuh lainnya. Hal ini akan memengaruhi fungsi organ lainnya pada tubuh
d. Aritmia (irama jantung yang tidak normal)
Aritmia merupakan gangguan dalam irama jantung yang bisa menimbulkan perubahan
elektrofisiologi otot-otot jantung. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai
bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel misalnya perangsangan
simpatis akan meningkatkan kecepatan denyut jantung.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah pemeriksaan tekanan darah, tes darah dan tes kadar
gula/protein dalam air seni, dll. Pemeriksaan terkait lainnya mencakup (AHA, 2016):
a. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG pada saat latihan fisik dilakukan untuk mengkaji respon jantung
terhadap peningkatan beban kerja seperti latihan fisik. Pemeriksaan dianggap positif PJK
jika ditemukan iskemia miokard pada EKG yakni adanya penurunan segmen ST pasien
mengalami nyeri dada, atau pemeriksaan dihentikan jika terjadi keletihan berlebihan,
atau gejala lain sebelum perkiraan laju jantung maksimal dicapai (LeMone, Burke, &
Bauldoff, 2016).
Pada sindroma koroner akut, terdapat beberapa perubahan EKG (dilakukan saat
pasien berbaring atau istirahat), dimana temuan yang penting terutama pada segmen ST
dan gelombang T. Perbedaan antara STEMI dan NSTEMI adalah adanya elevasi segmen
ST pada STEMI. Sebagian kecil pasien dengan unstable angina dan NSTEMI memiliki
gambaran EKG yang normal. Perubahan pada segmen ST maupun T inversi pada hasil
EKG pada saat disertai gejala menunjukkan bahwa terdapat penyakit kardiovaskular
yang serius. EKG pada unstable angina dan NSTEMI sering menunjukkan gambaran
iskemik berupa depresi segemen ST dan atau inversi gelombang T.
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan atau menunjukkan
kelainan yang non-diagnostik sementara angina masih berlangsung, maka pemeriksaan
diulang 10-20 menit kemudian. Jika EKG ulangan tetap menunjukkan gambaran
nondiagnostik sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau
selama 12-24 jam. EKG diulang setiap terjadi angina berulang atau setidaknya 1 kali
dalam 24 jam (PERKI, 2018).
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Perubahan enzim jantung, isoenzim, tropoinin T dan troponin I
CK-MB isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam,
memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 48-72 jam.
LDH meningkat dalam 14-24 jam, memuncak dalam 48-72 jam dan kembali normal
dalam 7-14 hari
Troponin-T, merupakan pertanda baru untuk infark miokard akut, mulai meningkat
3-12 jam, puncak selama 12 jam – 2 hari, kembali normal 5 – 14 hari
Troponin-I mulai meningkat 3 - 12 jam, puncak selama 24 jam, kembali normal 5 –
10 hari.
2) Peningkatan lipid serum meliputi: Kolesterol >200 mg/dl. Trigliserida >200 mg/dl,
LDL >160mg/dl, HDL
3) Echokardiografi
Digunakan untuk mengkaji fraksi ejeksi (normalnya >55%), gerakan segmen
dinding, volume sistolik dan diastolik ventrikel, regurgitasi katup mitral karena
disfungsi otot papiler dan untuk mendeteksi adanya thrombus mural, vegetasi katup,
atau cairan pericardial.
4) Angiografi coroner
Angiografi koroner adalah salah satu pemeriksaan invasif untuk
menggambarkan keadaan arteri koroner jantung dengan cara memasukkan kateter
pembuluh darah ke dalam tubuh dan menginjeksikan cairan kontras untuk
memberikan gambaran pembuluh darah koroner pada pencitraan sinar-X segera
setelah kontras diinjeksikan (Jomansyah, 2013).
Angiografi koroner merupakan pemeriksaan yang paling akurat dan sesuai
standar untuk mengidentifikasi penyempitan pembuluh darah yang berhubungan
dengan proses aterosklerosis di arteri koroner jantung. Selain itu, angiografi koroner
merupakan pemeriksaan yang paling andal untuk memberikan informasi anatomi
koroner pada pasien penyakit jantung koroner pasca pengobatan medik maupun
revaskularisasi, seperti Percutaneous Coronary Intervention (PCI), or Coronary
Artery Bypass Graft (CABG). Angiografi koroner dilakukan jika hasil pemeriksaan
non invasif kurang informatif atau karena ada kontraindikasi pemeriksaan non
invasif (Jomansyah, 2013).
9. Penatalaksanaan
Pengobatan yang dapat diberikan (AHA, 2016):
a. Aspirin: Obat ini bisa mengurangi viskositas darah dan memperlambat atau mencegah
penyumbatan arteri koroner.
b. Penyekat beta: Untuk memperlambat denyut jantung dan menurunkan tekanan darah,
untuk mengurangi beban kerja jantung
c. Vasodilator: Untuk melebarkan pembuluh darah dan membantu meringankan beban
kerja jantung. Tersedia dalam berbagai bentuk, seperti tablet sublingual, spray, dan patch.
d. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI - AngiotensinConverting Enzyme
Inhibitors): Obat-obatan ini berfungsi untuk menurunkan tekanan darah. Digunakan
untuk memperlambat perkembangan komplikasi penyakit jantung koroner.
e. Penyekat saluran kalsium: Obat-obatan untuk menurunkan tekanan darah yang bisa
meningkatkan aliran darah di arteri koroner.
f. Bila diperlukan, dokter mungkin akan meresepkan statin (obat penurun kolesterol) untuk
pasien dengan kadar kolesterol darah yang tinggi.
g. Terapi reperfusi terdiri dari terapi fibrinolitik dan intervensi koroner perkutan (PCI),
merupakan hal penting dalam tatalaksana CAD. Sampai saat ini belum ada terapi tertentu
yang efektif untuk semua pasien dan kondisinya. Pada pasien SKA di UGD atau ICCU
dengan onset klinis nyeri dada < 12 jam harus secepatnya dilakukan pemilihan dan
penentuan terapi reperfusi fibrinolitik atau intervensi koroner perkutan (PCI). Waktu dan
pemberian terapi reperfusi yang tepat sangat penting. Idealnya waktu yang dibutuhkan
dari pasien masuk ruang gawat darurat sampai mulainya terapi fibrinolitik (doorto-needle
time) adalah 30 menit, sedangkan untuk PCI adalah 90 menit (Sungkar, 2017). Sobur
(2020) menyatakan bahwa apabila perkiraan waktu untuk pasien di rumah sakit yang
tidak memiliki fasilitas PCI dan waktu untuk mendapat PCI lebih dari 120 menit, maka
harus dilakukan fibrinolitik terlebih dahulu sebelum melakukan rujukan ke RS yang
memiliki fasilitias PCI.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Yang dikaji adalah riwayat penyakit yang dialami sekarang seperti apakah ada nyeri,
nyeri skala berapa, intensitas nyerinya, penyebab terjadinya nyeri. Apakah terdapat
sesak nafas, mual muntah, keringat dingin dan lemah.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Yang dikaji adalah riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat opname dengan
trauma, operasi, transfusi darah, alergi dan kebiasaan spesifik klien lainnya. Selain
itu, dikaji pula apakah sebelumnya pasien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi,
DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh pasien pada
masa lalu yang masih relevan.Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu.
Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada anggota keluarga yang
meninggal, tanyakan penyebab kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada orang
tua yang timbulnya pada usia muda merupakan factor risiko utama untuk penyakit
jantung pada keturunannya.
d. Riwayat psikososial
Gejala: Riwayat kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah kronik, factor stress
multiple. Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan
yang meledak, gerak tangan empati, muka tegang, gerak fisik, pernafasan menghela nafas,
penurunan pola bicara.
e. Riwayat spiritual
Pada riwayat spiritual bila dihubungkan dengan kasus hipertensi belum dapat diuraikan
lebih jauh, tergantung dari dan kepercayaan masing-masing individu.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : pasien nampak lemah
2) Tanda-tanda vital Suhu tubuh kadang meningkat, pernapasan dangkal dan nadi juga
cepat, tekanan darah sistolik diatas 140 mmHg dan diastolic di atas 90 mmHg.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Status kardiovaskuler
Meliputi frekuensi dan irama jantung, tekanan darah arteri, tekanan vena sentral
(CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji paru (PCWP), bentuk gelombang pada
tekanan darah invasive, curah jantung dan cardiac index, serta drainase rongga
dada.
b) Status respirasi
Meliputi ukuran dan tanggal pemasangan ETT, masalah yang timbul selama
intubasi, gerakan dada, suara nafas, setting ventilator (frekuensi, volume tidal,
konsentrasi oksigen, mode, PEEP), kecepatan nafas, tekanan ventilator, saturasi
oksigen, serta analisa gas darah.
c) Status neurologi
Meliputi tingkat kesadaran, orientasi, pemberian sedasi, ukuran refleks pupil
terhadap cahaya, gerakan reflex (reflex muntah, patella, tendon), memori, nervus
cranial, serta gerakan ekstremitas.
d) Status fungis ginjal
Meliputi haluaran urine, warna urine, osmolalitas urine, distensi kandung kemih,
serta kebutuhan cairan.
e) Status gastrointestinal
Meliputi bising usus, frekuensi bising usus, palpasi abdomen, nyeri pada saat
palpasi, mual, muntah, frekuensi BAB, konsistensi dan warna feses.
f) Status musculoskeletal
Meliputi kondisi kulit, gerakan ekstremitas, lokasi luka, kekuatan dan tonus otot.
g) Nyeri
Meliputi lokasi, onset, paliatif, kualitas, medikasi, serta efek nyeri terhadap
aktivitas.
h) Pemeriksaan Diagnostik
- EKG
Normal pada saat istirahat tetapi bisa depresi pada segmen ST, gelombang
T inverted menunjukkan iskemia, gelombang Q menunjukkan nekrosis
- Echocardiogram
Untuk mengkaji fraksi ejeksi (normalnya > 55 % ), gerakan segmen dinding,
volume sistolik dan diastolik ventrikel, regurgitasi katup mitral karena disfungsi
otot papiler dan untuk mendeteksi adanya thrombus mural, vegetasi katup, atau
cairan pericardial. - Hasil pemeriksaan laboratorium
Perubahan enzim jantung, isoenzim, troponin T dan troponin I
CK-MB isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara
4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 48-72
jam
LDH meningkat dalam 14-24 jam, memuncak dalam 48-72 jam dan
kembali normal dalam 7-14 hari
Troponin-T, merupakan pertanda baru untuk infark miokard akut,
mulai meningkat 3-12 jam, puncak selama 12 jam – 2 hari, kembali
normal 5 – 14 hari.
Troponin-I mulai meningkat 3 - 12 jam, puncak selama 24 jam, kembali
normal 5 – 10 hari.
Peningkatan lipid serum meliputi : Kolesterol >200 mg/dl. Trigliserida
>200 mg/dl, LDL >160mg/dl, HDL
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (CAD) d.d. mengeluh nyeri, tampak meringis,
bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur. (D. 0077)
b. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas (mis: nyeri saat bernapas, kelemahan
otot pernapasan) (D.0005)
c. Defisit Pengetahuan b.d. kurang terpapar informasi, ketidaktahuan menemukan sumber
informasi d.d. menanyakan masalah yang dihadapi. (D.0111)
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan Mandiri 1. Sebagai data dasar untuk mengevaluasi
pencedera fisiologis keperawatan selama … x 24 1. Identifikasi lokasi, kefektifan tindakan mengurangi nyeri
(CAD), d.d. jam, nyeri akut dapat teratasi karakteristik, durasi, 2. Mencegah nyeri berulang dengan penyebab
mengeluh dibuktikan dengan Kriteria frekuensi, kualitas, yang sama dan mengetahui cara
nyeri, hasil: intensitas nyeri, skala nyeri menghilangkan nyeri secara mandiri
tampak meringis, Kontrol Nyeri 2. Identifikasi faktor pemberat 3. Mengetahui segera efek samping berlebih
bersikap (SLKI L. 08063) dan peringan nyeri yang dapat membahayakan pasien
protektif, a. Kemampuan mengontrol 3. Monitor efek samping 4. Mengurangi ketegangan dan membuat
gelisah, nyeri meningkat penggunaan analgesik perasaan lebih nyaman
frekuensi b. Melaporkan nyeri 4. Berikan teknik 5. Melibatkan pasien agar merasa nyaman dan
nadi meningkat, sulit terkontrol meningkat nonfarmakologis: teknik dapat meredakan nyeri dengan mandiri
tidur. c. Kemampuan relaksasi napas panjang 6. Memandirikan pasien dalam meredakan nyeri
(D. 0077) 5. Jelaskan strategi meredakan secara mandiri
mengenali onset nyeri
nyeri 7. Untuk menangani nyeri yang dialami pasien
meningkat
d. Kemampuan 6. Anjurkan memonitor nyeri secara farmakologis
mengenli penyebab secara mandiri
nyeri
e. Kemampuan Kolaborasi
menggunakan teknik 7. Kolaborasi pemberian
nonfarmakologis analgetik sesuai indikasi
f. Keluhan nyeri menurun
2. Pola napas tidak Setelah dilakukan asuhan PEMANTAUAN PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)
efektif b.d hambatan keperawatan selama ... x 24 jam RESPIRASI (I.01014) Observasi
upaya napas (mis: maka pola nafas membaik Observasi 1. Laju rata-rata pernapasan orang dewasa adalah
nyeri saat bernapas, dibuktikan dengan Kriteria 1. Monitor frekuensi, irama, 10 hingga 20 kali per menit. Penting untuk
kelemahan otot hasil: kedalaman, dan upaya mengambil tindakan ketika ada perubahan
pernapasan) (L.01004) napas pola pernapasan untuk mendeteksi tanda-tanda
(D.0005) a. Ventilasi semenit 2. Monitor pola napas awal gangguan pernapasan
meningkat (5) (seperti bradipnea, 2. Bradipneu, Pernapasan turun di bawah 12
b. Kapsitas vital meningkat takipnea, hiperventilasi, napas per menit tergantung pada usia pasien.
(5) Kussmaul, Cheyne- Takipnea, napas cepat dan dangkal, dengan
Stokes, Biot, ataksik0 lebih dari 24 napas per menit. Hiperventilasi,
c. Tekanan ekspirasi dan 3. Monitor kemampuan Peningkatan frekuensi dan kedalaman
inspirasi meningkat (5) batuk efektif pernapasan. Kussmaul, Pernapasan dalam
d. Dispneu menurun (5) 4. Monitor adanya produksi dengan kecepatan cepat, normal, atau lambat
e. Penggunaan otot sputum berhubungan dengan asidosis metabolik berat,
bantu napas 5. Monitor adanya sumbatan khususnya ketoasidosis diabetik (DKA) tetapi
f. menurun (5) jalan napas juga gagal ginjal. Cheyne-Stokes , Pernapasan
Pemanjangan fase 6. Palpasi kesimetrisan yang semakin dalam dan terkadang lebih
g. ekspirasi menurun (5) ekspansi paru cepat, diikuti dengan penurunan bertahap yang
Pemanjangan fase 7. Auskultasi bunyi napas menyebabkan apnea. Polanya berulang,
h. ekspirasi menurun (5) 8. Monitor saturasi oksigen dengan setiap siklus biasanya memakan waktu
i. Ortopnea menurun (5) 9. Monitor nilai AGD 30 detik hingga 2 menit. Biot, Kelompok
inspirasi cepat dan dangkal diikuti dengan
Pernapasan cuping idung 10. Monitor hasil x-ray toraks
j. menurun (5) periode apnea yang teratur atau tidak teratur
(10 hingga 60 detik). Ataksia, Pernapasan
Frekuensi napas meningkat Terapeutik
k. (5) yang tidak teratur dengan jeda yang tidak
11. Atur interval waktu teratur dan periode apnea yang meningkat.
Kedalaman napas
l. meningkat (5) pemantauan respirasi 3. Gerakan paradoks perut (gerakan ke dalam
sesuai kondisi pasien versus gerakan ke luar selama inspirasi)
Ekskursi dada meningkat 12. Dokumentasikan hasil merupakan indikasi kelelahan dan kelemahan
(5) pemantauan otot pernapasan.
4. Ini mungkin merupakan indikasi penyebab
Edukasi perubahan pola pernapasan.
13. Jelaskan tujuan dan 5. Hal ini untuk mendeteksi penurunan atau
prosedur pemantauan tambahan suara napas.
6. Memonitor kesimetrisan paru-paru,
mengetahui pola napas yang efektif
7. Memonitor suara tambahan
8. Ini memonitor oksigenasi dan status ventilasi.
9. Menentukan apakah terjadinya asidosis/
alkalosis (Ph), menentukan nilai PaCO2 dan
HCO3 meningkat atau menurun, menentukan
apakah terjadi kelebihan atau kekurangan dan
apakah akan terjadi Hypoxia (PaO2).
10. Memonitor paru-paru, menjadi indikator
awal melihat perubahan yang terjadi.
Teraupetik
11. Kekurangan oksigen akan menyebabkan
warna biru/sianosis pada bibir, lidah, dan jari.
Sianosis ke bagian dalam mulut adalah
keadaan darurat medis.
12. Memonitor perkembangan tindakan
keperawatan
Edukasi
13. Memberikan pendidikan tentang pentingnya
pernapasan yang efektif
3. Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan 1. Identifikasi kesiapan dan 1. Untuk Mengetahui apakah kondisi pasien
b.d. kurang terpapar asuhan keperawatan kemampuan menerima memungkinkan dalam menerima informasi
informasi, selama … x 24 jam, deficit informasi yang diberikan perawat.
ketidaktahuan pengetahuan dapat teratasi: 2. Identifikasi kecemasan 2. Mengetahui perasaan pasien dan keluarga
menemukan sumber pasiem paham tentang proses pasien dan keluarga sebelum dilakukannya prosedur sehingga
informasi d.d. penyakit dan 3. Sediakan materi dan media perawat dapat menerapkan intervensi
menanyakan prognosisnya, dibuktikan pendidikan Kesehatan lanjutan setelah kecemasan pasien dan
masalah yang dengan: 4. Jadwalkan pendidikan keluarga telah teridentifikasi.
dihadapi. (D.0111) kesehatan sesuai 3. Agar pasien dan keluarga lebih mudah dalam
Kriteria Hasil: kesepakatan memahami prosedur yang nantinya akan
a. Mengungkapkan 5. Sediakan waktu untuk dilaksanakan.
pemahaman tentang mengajukan pertanyaan dan 4. Agar pasien dan keluarga dapat meluangkan
kondisi, prognosis, dan mendiskusikan waktu untuk mendengarakan pendkes yang
potensi komplikasi. masalah akan dilakukan oleh perawat.
b. Perilaku dan pola hidup 6. Jelaskan proses penyakit 5. Mengetahui sejauh mana pemahaman pasien
berubah menjadi lebih dan prognosisnya dan keluarga setelah dilakukan pendkes
baik. 7. Anjurkan bertanya jika ada 6. Agar pasien dan keuarga pasien memahami
c. Berpartisipasi dalam sesuatu yang tidak mengenai penyakit yang dialami
pengobatan dimengerti sebelum 7. Pasien dapat mengetahui mengetahui sejauh
tindakan dilakukan mana pemahaman pasien dan keluarga
setelah dilakukan pendkes
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi pengumpulan data
berkelanjutan, mengobservasi respon pasien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah&Walid, 2012)
Implementasi menurut teori adalah mengidentifikasi bidang bantuan situasi
yang membutuhkan tambahan beragam mengimplementasikan intervensi
keperawatan dengan praktik terdiri atas keterampilan kognitif, interpersonal dan
psikomotor (tekhnis). Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien jantung
koroner, pada prinsipnya adalah menganjurkan pasien untuk tidak banyak aktivitas
berat, mengobservasi tanda-tanda vital, mengawasi pemasukan dan pengeluaran
cairan, mengajarkan Teknik relaksasi untuk mengatasi nyeri.
Mendokumentasikan semua tindakan keperawatan yang dilakukan ke dalam
catatann keperawatan secara lengkap yaitu: jam, tanggal, jenis tindakan, respon
pasien dan nama lengkap perawat yang melakukan tindakan keperawatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan
(Rohmah&Walid,2012)
Menurut teori evaluasi adalah tujuan asuhan keperawatan yang menentukan
apakah tujuan ini telah terlaksana, setelah menerapkan suatu rencana tindakan untuk
meningkatkan kualitas keperawatan, perawat harus mengevaluasi keberhasilan
rencana penilaian atau evaluasi diperoleh dari ungkapan secara subjektif oleh klien
dan objektif didapatkan langsung dari hasil pengamatan.
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Oleh:
NIM : P3.73.20.3.21.014
A. IDENTITAS
1. Identitas Pasien 2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. R Nama : Ny. M
Umur : 75 tahun Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pekerjaan : IRT
Pekerjaan : IRT Alamat : Jl. Bintara 14
Gol. Darah :- Hubungan dengan Pasien: Anak
Alamat : Jl. Bintara 14 RT 002/004
B. KELUHAN UTAMA
1. Keluhan Utama Saat MRS
Pasien dengan inisial Ny. R berusia 75 tahun datang ke IGD dengan keluhan sesak napas disertai
nyeri di dada yang menjalar ke punggung dan pinggang, pasien mengeluh mual. Keluarga
mengatakan tidak mengetahui penyakit apa yang telah dialami oleh Ny. R karena muncul baru
1 bulan ini.
2. Keluhan Utama Saat Pengkajian
Pasien mengatakan nyeri di dada yang terkadang menjalar ke punggung, pinggang hingga
seluruh badan. Pasien mengeluh masih sesak dan sering merasa begah. Pasien mengatakan jika
nyeri akan keluar keringat dingin. Keluarga mengatakan tiba-tiba saja sakit ini, pasien dan
keluarga mengatakan tidak mengerti mengenai penyakit jantungnya.
Hasil pengkajian nyeri:
P: Pasien mengatakan nyeri setelah makan dan melakukan aktivitas
Q: Pasien mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk
R: Pasien mengatakan nyeri dada yang menjalar ke punggung hingga seluruh badan
S: Skala nyeri pasien 6 (1-10)
T: Pasien mengatakan nyeri hilang timbul
Tanda – tanda vital: TD: 88/58mmHg, S: 36,5 C, RR: 26x/m, N: 84x/m, Sat O2: 95%
C. DIAGNOSIS MEDIS
Coronary Artery Disease (CAD)
D. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri di dada yang terkadang menjalar ke punggung, pinggang hingga seluruh
badan. Pasien mengeluh masih sesak dan sering merasa begah. Pasien mengatakan jika nyeri
akan keluar keringat dingin. Pasien dan keluarga mengatakan tidak mengerti mengenai penyakit
jantungnya.
2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Pasien sebelumnya belum pernah sakit ini, pasien mengalami sakit ini lebih kurang selama 1
bulan terakhir. Seminggu yang lalu pernah dirawat dengan keluhan yang sama di RSUD Bekasi.
Pasien memiliki riwayat sakit vertigo dan maagh.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan keluarga tidak memiliki penyakit keturunan seperti hipertensi dan DM
maupun penyakit menular.
Pola Mandi 2x sehari, sabun, odol Pasien mandi 1 kali dalam sehari
KebersihanDiri digunakan. Mencuci rambut 2x dengan dibantu oleh keluarga yang
seminggu. menunggu.
(Personal
Hygiene)
Aktivitas Lain Memasak, membersihkan Pasien melakukan pemenuhan dasarnya
rumah, momong cucu dilakukan seperti mandi dibantu keluarga, ke
secara mandiri kamar mandi dibantu keluarga, makan
dan minum masih mampu secara
mandiri.
2. Riwayat Psikologi
a. Status Emosi
Ekspresi hati dan perasaan pasien: wajah pasien memperlihatkan kesedihan dan raut wajah
tampak murung.
b. Gaya Komunikasi
Pasien kooperatif dan mau berbicara dengan perawat
c. Pola Pertahanan
Mekanisme koping klien cukup baik, klien mencoba bersabar dalam menghadapi cobaan
dan menyelesaikan masalah dengan cara baik-baik.
d. Dampak di Rawat di Rumah Sakit
Pasien dibantu keluarga setiap aktivitas sehari-hari
e. Kondisi emosi / perasaan pasien
Pasien terlihat murung karena harus tebaring di RS, ekspresi wajah pasien sesuai dengan
emosinya.
3. Riwayat Sosial
Pasien memiliki hubungan baik dengan keluarga.
4. Riwayat Spiritual
Pasien menjalakan ibadah dengan baik, tetapi saat sakit pasien tidak melakukan ibadah karena
kesulitan.
F. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaan umum tampak lemah, kesadaran Compos Mentis GCS 15 (E: 4 M:6 V:5)
3. Pemeriksaan Wajah
a. Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan mata (+), Kelopak mata/palpebra oedem atau edema (-),
ptosis/dalam kondisi tidak sadar mata tetap membuka (-), peradangan (-), luka (-), benjolan
(-), Bulu mata tidak rontok, Konjunctiva dan sclera perubahan warna (anemis), Warna iris
(hitam), Reaksi pupil terhadap cahaya (miosis), Pupil (isokor), Warna Kornea (coklat).
b. Hidung
Inspeksi dan palpasi: bentuk tulang hidung (normal) dan posisi septum nasi (tidak ada
pembengkokakn). Amati meatus: perdarahan(-), Kotoran(-), Pembengkakan (-),
pembesaran / polip (-)
c. Mulut
Amati bibir : tidak kelainan konginetal, warna bibir (merah muda), lesi (-), Bibir pecah
(-), Amati gigi , gusi, dan lidah : Caries (-), Kotoran (-), Gigi palsu (-), Gingivitis (-), Warna
lidah (merah muda), Perdarahan (-) dan abses (-). Amati orofaring atau rongga mulut: Bau
mulut (tidak), Benda asing : (tidak ada)
d. Telinga
Amati bagian telinga luar: Bentuk (simetris), Ukuran (normal), Warna (coklat muda), lesi
(-), nyeri tekan (-), peradangan (-), penumpukan serumen (-). Dengan otoskop periksa
membran tympany amati, warna (bening) transparansi (+) perdarahan (-), perforasi(-).
6. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
- Ictus cordis (+), pelebaran (-)
Palpasi
- Pulsasi pada dinding torak teraba : (Kuat)
Perkusi
- Batas-batas jantung normal adalah :
- Batas atas : (N = ICS II)
- Batas bawah : (N = ICS V)
- Batas Kiri : (N = ICS V Mid Clavikula Sinistra)
- Batas Kanan : (N = ICS IV Mid Sternalis Dextra)
Auskultasi
- BJ I terdengar (reguler)
- BJ II terdengar (reguler)
- Bunyi jantung tambahan : BJ III (-), Gallop Rhythm(-), Murmur(-).
Keluhan lain terkait dengan jantung: Hasil EKG Sinus takikardia
7. Pemeriksaan Abdomen
Massa/Benjolan (-), Kesimetrisan (+), tidak ada nyeri tekan, mual, muntah (-),hepar tidak
teraba, limpa tidak teraba.
Ekstremitas bawah : tidak ada kelemahan, kekuatan otot sama, tidak ada fraktur, tidak ada nyeri
tekan, odem.
5555 5555
5555 5555
c. EKG (14/11/2021)
Hasil: Sinus takikardi
2. Terapi Obat
No. Nama Obat Dosis Manfaat
Preceptee,
DO :
- Pasien sulit tidur
- Tanda – tanda vital: TD: 88/58mmHg, S:
36,5 C, RR: 26x/m, N: 84x/m, Sat O2:
95%
- Pola napas berubah, RR: 26x/menit
- Hasil EKG: Sinus Takikardia
L. CATATAN KEPERAWATAN
Hari/Tanggal Jam No. Dx Intervensi Keperawatan dan Respon Pasien Paraf
Senin/ 15.30 1 Memonitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya nafas RS
15 November 2021 : Pasien mengatakan sesak nafas.
RO : RR 26x/menit, teratur, nafas cepat dan pendek.
1 Memposisikan semi-fowler
RS : Pasien mengatakan lebih nyaman
Fathiyyah
RO : Pasien tampak rileks
Fathiyyah
2 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri, skala nyeri
Hari/Tanggal Jam No. Dx Intervensi Keperawatan dan Respon Pasien Paraf
RS: Pasien mengatakan nyeri di dada yang terkadang menjalar ke punggung,
pinggang hingga seluruh badan. Pasien mengeluh masih sesak dan sering
merasa begah. Pasien mengatakan jika nyeri akan keluar keringat dingin. Fathiyyah
Hasil pengkajian nyeri:
P: Pasien mengatakan nyeri setelah makan dan melakukan aktivitas
Q: Pasien mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk
R: Pasien mengatakan nyeri dada yang menjalar ke punggung hingga seluruh
badan
S: Skala nyeri pasien 6 (1-10)
T: Pasien mengatakan nyeri hilang timbul
RO: Pasien tampak protektif Fathiyyah
Memposisikan semi-fowler
RS : Pasien mengatakan lebih nyaman
Fathiyyah
RO : Pasien tampak rileks
Memposisikan semi-fowler
RS : Pasien mengatakan lebih nyaman
RO : Pasien tampak rileks Fathiyyah
Fathiyyah
Menjelaskan cara pengobatan dan perawatannya
RS : Keluarga mengatakan pasien mengalami tanda dan gejala yang dijelaskan oleh
perawat
RO : Keluarga tampak mengiyakan tanda gejala yang disebutkan dialami oleh
pasien, keluarga memahami penjelasan pasien
Fathiyyah
Kamis 18 Memonitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya nafas
November 2021 RS : Pasien mengatakan masih sedikit sesak jika banyak bergerak. RO
: RR 22x/menit, teratur, nafas cepat dan pendek.
Memonitor TTV
RS : - Fathiyyah
RO : TD: 113/69mmHg, S: 36,6 C, RR: 22x/m, N: 86x/m, Sat O2: 98%
Memposisikan semi-fowler
RS : Pasien mengatakan lebih nyaman
Hari/Tanggal Jam No. Dx Intervensi Keperawatan dan Respon Pasien Paraf
RO : Pasien tampak rileks
Fathiyyah
Jumat 19 18.00 Memonitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya nafas
November 2021 RS : Pasien mengatakan masih sedikit sesak jika banyak bergerak. RO
: RR 20x/menit, teratur, nafas cepat dan pendek.
Memposisikan semi-fowler
RS : Pasien mengatakan lebih nyaman
RO : Pasien tampak rileks
Fathiyyah
Memertahankan kepatenan jalan napas
RS : -
RO : Pasien pada posisi semifowler
Fathiyyah
M. CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal Jam No Dx. Perkembangan Klien Paraf
Rabu, 13.00 1 S : Pasien mengatakan masih merasa sesak
17 O : RR 25x/menit, teratur, nafas cepat dan pendek, tampak menggunakan otot bantu pernapasan,
November terpasang oksigen nasal kanul 3 l/menit, masih terdengar ada crackles,
2021 A : Masalah pola napas tidak efektif belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya nafas
Fathiyyah
2. Auskultasi bunyi nafas
3. Monitor saturasi oksigen
4. Pertahankan kepatenan jalan napas
5. Posisikan semi-fowler
6. Kolaborasi pemberian oksigen
S : Keluarga mengatakan sudah paham dengan penyakit PJK yang dialami oleh pasien
3 O : Keluarga memahami tanda dan gejala PJK, memahami pengobatan yang tepat bagi pasien, dan
siap untuk melaksanakan perawatan paska operasi
A : Masalah defisit pengetahuan teratasi
P : Intervensi dihentikan
Fathiyyah
Kamis, 17.00 1 S : Pasien mengatakan masih merasa sesak
18 O : RR 22x/menit, teratur, nafas cepat dan pendek, tampak menggunakan otot bantu pernapasan,
November terpasang oksigen nasal kanul 3 l/menit, masih terdengar ada crackles. TD: 113/69mmHg, S: 36,6
2021 C, RR: 22x/m, N: 86x/m, Sat O2: 98%
A : Masalah pola napas tidak efektif belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Fathiyyah
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya nafas
- Auskultasi bunyi nafas
- Monitor saturasi oksigen
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Posisikan semi-fowler
- Kolaborasi pemberian oksigen