Anda di halaman 1dari 43

PETUNJUK PRAKTIKUM

FISIKA DASAR II

LABORATORIUM FISIKA DASAR

INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA

SERPONG

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................... i
TATA TERTIB ................................................................................................................. ii
MODUL IX. ARUS SEARAH ......................................................................................... 1
IX.1. VOLTMETER DAN AMPEREMETER ARUS SEARAH ............................. 1
IX.2. JEMBATAN WHEATSTONE ........................................................................... 8
MODUL XI ...................................................................................................................... 10
XI.1. OSILOSKOP SINAR KATODA ...................................................................... 10
XI.2. RANGKAIAN RESISTOR, INDUKTOR DAN KAPASITOR (RLC)......... 13
MODUL XIII. RESONANSI GELOMBANG.............................................................. 17
MODUL XIV ................................................................................................................... 21
XIV. 1. INTERFERENSI GELOMBANG CAHAYA ............................................. 21
XIV.2. PENENTUAN PANJANG GELOMBANG CAHAYA DENGAN
PERCOBAAN CINCIN NEWTON .......................................................................... 29
MODUL XV ................................................................................................................... 33
XV. 1 JALANNYA SINAR MELALUI LENSA CEMBUNG DAN LENSA
CEKUNG ..................................................................................................................... 33
XV. 2. RUMUS LENSA TIPIS .................................................................................. 36

i
LABORATORIUM FISIKA DASAR
PUSAT ILMU DASAR – DPA
INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA
SERPONG

TATA TERTIB

PASAL I. JADWAL

1.
i) Jadwal praktikum ditentukan berdasarkan koordinasi antara
Laboratorium Fisika Dasar dan Fakultas – Fakultas di
lingkungan Institut Teknologi Indonesia
ii) Jadwal praktikum pengganti / sisipan ditentukan oleh Lab.
fisika Dasar sebagai jadwal pengganti praktikum bagi
mahasiswa yang tidak dapat/batal mengikuti praktikum. Tata
Laksana ditentukan lebih lanjut pada bagian berikutnya.
iii) Jadwal praktikum susulan ditentukan oleh Lab. Fisika Dasar
sebagai jadwal tambahan setelah praktikum dalam satu
semester selesai. Tata laksana ditentukan lebih lanjut pada
bagian berikutnya
2. Jadwal praktikum
a. Shift 1 : jam 08:30 - 11.30 wib
b. Shift 2 : jam 13:00 - 16.00 wib
3. Mahasiswa yang tidak dapat mengikuti/batal praktikum pada
jadwal yang ditentukan harus mengikuti praktikum susulan.
Praktikum susulan dikenakan biaya sebesar Rp. 10.000,- /
modul.
4. Keterlambatan laporan praktikum diberikan waktu 6 (enam)
hari, lebih dari enam hari dikenakan denda per hari Rp. 1.000,-
Maksimum denda keterlambatan menyerahkan laporan akhir 6
(enam) hari, lebih dari 6 hari laporan akhir dinyatakan GAGAL
(harus praktikum kembali sesuai dengan modul tersebut)

ii
PASAL II. MODUL/PRA LAPORAN AKHIR/LAPORAN
AKHIR

1. Praktikum Fisika Dasar II dilaksanakan pada setiap semester


genap terdiri dari 5 modul dalam satu semester
2. Laporan akhir harus dibuat
a. Pada kertas Laporan Fisika Dasar
b. Ditulis dengan tangan
c. Cara pembuatan Pra Laporan Akhir/Laporan Akhir dapat
dipelajari di bagian Tata Tertib ini

PASAL III. SYARAT UNTUK DAPAT MENGIKUTI


PRAKTIKUM

1. Terjadwal untuk mengikuti praktikum


2. Datang tepat pada waktunya
3. Membawa kartu praktikum
4. Memakai jas Laboratorium
5. Menyerahkan Tugas Pendahuluan, Pra Laporan Akhir dan
Laporan akhir praktikum sebelumnya kepada Asisten yang
bersangkutan
6. Tidak diperkenankan memakai sendal (HARUS MEMAKAI
SEPATU)

PASAL IV. PENILAIAN

1. Yang dinilai adalah : Tugas + Tes Pendahuluan (bobot 20%)


Keterampilan Pelaksanaan Praktikum
(bobot 35%)
Nilai laporan praktikum (bobot 35%)
Kehadiran tepat waktunya (bobot 5%)
𝑁1+𝑁2+⋯….+𝑁6
2. Nilai rata rata : Nrt =
6
3. Nilai Akhir : NA = Nrt + X
Catatan : + X bagi yang tidak lengkap laporannya

iii
PASAL V. KERUSAKAN ALAT

Mahasiswa yang merusakkan alat Laboratorium dikenakan biaya


penggantian kepada grup dimana mahasiswa tersebut tergabung.
Biaya penggantian di kenakan sesuai dengan bentuk kerusakannya.
Catatan : Nilai praktikum dikeluarkan setelah biaya penggantian
diselesaikan

PASAL VI. TATA TERTIB DALAM RUANGAN

1. Dimeja praktikum selain alat alat Laboratorium hanya


dibenarkan ada : buku pedoman, alat tulis, kalkulator dan buku
catatan.
2. Mengisi daftar hadir yang telah disediakan oleh Tata Usaha Lab.
Fisika
3. Dalam ruangan tidak dibenarkan merokok, makan/minum,
berbicara keras dan menggangu praktikum lainnya.
4. Selama praktikum berlangsung, tidak dibenarkan
a. Meninggalkan ruangan, dan
b. Mengotori dan mencoret ruangan dalam bentuk apapun
5. Peminjaman alat- alat laboratorium dilakukan setelah daftar peminjaman
alat (form disediakan Lab. Fisika Dasar) ditandatangani oleh asisten
praktikum. Setelah selesai praktikum maka alat-alat tersebut di atas
dikembalikan lagi dalam keadaan baik dan bersih
Alat alat praktikum yang sudah terletak di meja harus dirapihkan kembali
oleh praktikan yang menggunakannya setelah selesai praktikum
6. Laporan akhir diserahkan selambat-lambatnya seminggu setelah praktikum
(diserahkan kepada asisten yang bersangkutan atau asisten, koordinator
asisten yang sedang bertugas saat itu). Laporan yang terlambat dapat
mempengaruhi nilai praktikum anda. Perbaikan Laporan akhir diserahkan
selambat-lambatnya seminggu setelah penyerahan laporan terdahulu.
7. Laporan akhir praktikum sisipan dan susulan diserahkan pada hari itu juga,
setelah praktikum selesai.

iv
MODUL IX. ARUS SEARAH
IX.1. VOLTMETER DAN AMPEREMETER ARUS SEARAH

I. TUJUAN
Mengenal dan dapat mempergunakan alat ukut voltmeter dan ampermeter arus
searah.

II. PERALATAN
1. Voltmeter
2. Ampermeter
3. Catu daya (power supply)
4. Hambatan geser
5. Hambatan

III. TEORI
3. 1. PENGERTIAN DASAR
RANGKAIAN ELEMEN
Dalam sebuah rangkaian tertutup terdapat elemen aktif (sumber tegangan,
sumber arus, sumber daya) dan elemen pasif (resistor (R), induktor (L) dan
kapasitor (C)). Elemen aktif merupakan pemberi daya pada rangkaian tersebut,
dapat berupa sumber tegangan atau sumber arus.

Perhatikan : Notasi/polaritas yang diperlihatkan pada gambar menyatakan


bahwa titik A mempunyai potensial lebih tinggi dari titik B.

3. 2. HUBUNGAN TEGANGAN DAN KUAT ARUS

HUKUM OHM ɛ = I . R
(1)

1
Dimana ɛ = potensial atau tegangan (volt)
r = hambatan (ohm)
I = Kuat arus (ampere)
Perhatikan polaritas dan notasi untuk kuat arus dan tegangan (potensial).

HUKUM KIRCHOFF

I1 ∑ I=0

I2 Pada suatu cabang maka I yang


masuk = I yang keluar
I
I3 I = I1 + I2 + I3 (2)
Gambar 4. Rangkaian arus cabang

3. 3. HUBUNGAN KUAT ARUS DAN TEGANGAN PADA RANGKAIAN


SERI DAN PARALEL

a) Hubungan seri

V = V 1 + V2 + V3
I Req = I ( R1 + R2 + R3 )
Req = R1 + R2 + R3

b) Hubungan parallel

1 1 1 1
𝑅𝑒𝑞
= 𝑅1
+ 𝑅2
+𝑅
3

2
3. 4. ALAT UKUR VOLTMETER/AMPEREMETER

Penggunaan alat ukur dalam rangkaian berarti memasukkan suatu elemen dalam
rangkaian tersebut. Baik alat ukur voltmeter maupun amperemeter masing-masing
mempunyai hambatan dan biasa disebutkan sebagai hambatan dalam voltmeter =
rV dan hambatan dalam amperemeter = rA

AMPEREMETER

Setelah dipasang alat , hambatan rangkaian = (R + rA)


A
FAKTOR KOREKSI

Ada suatu koreksi agar besar kuat arus sebelum dan sesudah amperemeter dipasang
sama.

ɛ = I‘ (R + rA)

ɛ/R = I‘ (1 + rA/R)

I = I‘ (1 + RA/R)

FAKTOR KOREKSI = (rA/R)

Agar I = I’ (rA/R) ≈ 0

VOLTMETER – AMPEREMETER

Perhatikan kedua gambar diatas :

1. Keadaan pertama, A menunjukkan arus yang melalui R.

3
2. Keadaan kedua, A menunjukkan penjumlahan arus yang melalui R
dan
V
I’ = ɛ / (rA + R // Rv)
= ɛ / [ rA + { R rV / (R + rV}]
𝜀
I’ = 𝑅
𝑟𝐴 +
𝐼+𝑅/𝑟𝑉

Agar I’ = I, maka R/rV harus sama dengan nol, atau rV >> R


Rangkaian diatas dapat dipergunakan untuk mencari besarnya hambatan
dari sebuah resistor R.

IV. PERCOBAAN

PERHATIAN :

1. Untuk tidak menyambungkan sebuah alat ukurpun dengan jala PLN sebelum
rangkaian diperiksa oleh Asisten anda.
2. Hambatan geser Rg (jika anda) selalu diatur pada kedudukan maksimum pada
awal percobaan.
3. Tombol pengatur pada sumber tegangan selalu diatur pada kedudukan
minimum pada awal percobaan.
4. Kerusakan alat karena kurang hati-hati akan mahal harganya.

4. 1. MENENTUKAN HAMBATAN DALAM AMPEREMETER (rA)

CARA I:

1. Buat rangkaian seperti tersebut di bawah ini :

ɛ = Sumber tegangan 15 volt – 3A


V = voltmeter
A = Amperemeter
Rg = Hambatan geser

2. Tanyakan pada asisten anda jika anda meneruskan percobaan berikutnya


3. Atur Rg dan catu daya agar mendapat simpangan jarum penunjuk yang baik pada
voltmeter maupun ampermeter anda dan catatlah. Sertakan pula KTP-nya.

4
CARA II :

1. Susun rangkaian gambar 14. Atur Rg dan sumber tegangan sehingga diperoleh
penunjukan yang jelas pada ampermeter anda. Catat harga Ia serta
ketidakpastiannya.
2. Tambahkan hambatan Rg yang telah diketahui dan pasang ampermeter lain pada
gambar 15. Catat Ia ‘ beserta ketidakpastiannya. Pilihlah harga R dalam orde kΩ
agar cukup besar dibanding dengan rA
3. Amati IA pada rangkaian gambar 15. Bandingkan dengan IA pada gambar 14

4.2. MENENTUKAN HAMBATAN DALAM VOLTMETER (rv)

CARA I :

1. Buat rangkaian seperti dibawah ini:

ɛ = catu daya 0-15 Volt


V = voltmeter, 0 – 1500 mV
A = Ampermeter, 0 – 1,5 mA
Rg = Hambatan geser
2. Atur catu daya dan hambat geser, sehingga V dan A menunjukkan simpangan
yang dapat dibaca. Catat dan sertakan ketidakpastiannya.
3. Maka rv dapat diketahui = V/I

5
CARA II :

1. Dengan menggunakan rangkaian pada cara I tersebut diatas, buat R paralel dengan
voltmeter.
2. Jika i pada sebelum dan sesudah R dipasang dibuat sama dan harga R diketahui,
maka rv dapat diketahui dengan mengamati penunjukkan voltmeter sebelum dan
sesudah R dipasang.

3. Catat penunjukkan voltmeter sebelum dan sesudah R dipasang.


4.3. PENGUKURAN Rx
1. Pergunakan rangkaian gambar 18, dimana R menjadi Rx yaitu hambatan yang
ingin diketahui besarnya.

2. Jika rv telah diketahui besarnya dari pengamatan 4.2. maka harga Rx dapat
dihitung.

CARA II :

1. Pergunakan rangkaian diatas pada 4.3. Cara I. Ubah titik ukur voltmeter,
sehingga rangkaian menjadi :

2. Catat penunjukkan ampermeter, voltmeter, beserta ketidakpastiannya.


3. Dengan mengamati bahwa VAC = VAB + VBC maka jika rA telah diketahui
besarnya (pengamatan 4.1) harga VBC = I Rx dapat dihitung.

6
V. TUGAS PENDAHULUAN
1. a) Jika anda mengadakan pengukuran kuat arus sekali saja, maka KTP
ditentukan oleh NST alat ukurnya. Bagaimana pengaruh faktor koreksi dan
NST agar pengukuran anda mempunyai ketelitian yang tinggi?
b) jika rA/R cukup berpengaruh sehingga I ≠ I’ sedangkan peralatan anda cukup
teliti ( ½ NST cukup kecil ). Bahaslah hasil pengamatan anda (syarat apa yang
anda harus dipenuhi?)
2. Dengan menggunakan rangkaian gambar 12 dapat dipergunakan untuk
mencari hambatan R. Jika arus melalui A adalah IA dan penunjukkan
= Volt : a) Hitung R dan besaran IA, V dan rV. b) Jelaskan hasil pengukuran
V
saudara jika syarat rV >> R tidak dipenuhi.
3. Lihat rangkaian Gb.12, jika V menunjukkan VAB volt dan A menunjukkan
IA ampere, hitunglah rA. Sertakan pula KTP-nya yang dinyatakan dalam
besaran VAB, ∆VAB, IA, ∆IA.
4. a) Buktikan bahwa pada pengamatan cara kedua:
rA = {(IA-IA’)/IA’}R
c) Bagaimana menghitung ∆rA dari persamaan diatas?
5. Buktikan bahwa:

𝑅(𝑉−𝑉1)
rv = 𝑣1

dimana

V – penunjukkan voltmeter sebelum R dipasang

V’ – penunjukkan voltmeter setelah R dipasang

6. Buat PRA LAPORAN AKHIR


Bagaimana membuat pra laporan akhir, agar anda pelajari pada Tata Tertib
Laboratoriun.

VI. TUGAS AKHIR


1. Melengkapi PRA LAPORAN AKHIR anda dengan hasil pengamatan dan
memproses serta menjawab pertanyaan tugas akhir
2. Hitung rA pada percobaan 4.1 lengkap dengan KTP-nya.
3. Hitung rV pada percobaan 4.2 lengkap dengan ketidakpastiannya.
4. Hitung RX dengan ketidakpastiannya
5. Anda diminta mengamati IA pada rangkaian gambar 14 dan gambar 15.
Bagaimana anda menjelaskan pengamatan tersebut?

7
IX.2. JEMBATAN WHEATSTONE

I. TUJUAN
Untuk menentukan besarnya hambatan listrik dengan metode Jembatan
Wheatstone.

II. TEORI
Dalam menggunakan metoda Jembatan Wheatstone untuk mencari besarnya
hambatan (lihat gambar), R diatur sehingga pada cabang B-D tidak ada arus.
Jembatan Wheatstone adalah rangkaian yang dalam keadaan setimbang yang
diperlihatkan oleh G (galvanometer) dengan penunjukannya pada angka nol.

1. Dalam keadaan setimbang berlaku persamaan :


RX R2 = R1 R3
RX = R1 R3 / R2

Jika besar R1, R2 dan R3 diketahui maka RX dapat dihitung.

2. Apabila R2 dan R3 diganti oleh sebuah kawat yang homogen (serba sama),
maka dalam keadaan setimbang berlaku :
RX p2 = R1 p1
RX = (p1/p2) R1

III. PERALATAN
1. Hambatan yang diukur RX pada A-D
2. Hambatan standard R1 pada D-C
3. Hambatan geser Rg

8
4. Catu daya searah
5. Komutator (pembalik arus) = K
6. RX dan Ry , dua hambatan yang tidak diketahui besarnya.

IV. PERCOBAAN
1. Buat rangkaian seperti gambar 2 tersebut diatas.
2. R adalah hambatan yang akan dicari besarnya, dibuat merupakan penjumlahan
secara seri dua buah hambatan (Ra dan Rb).
3. Atur kedudukan B sepanjang AC sehingga galvanometer menunjukkan angka
nol.
4. Ubah switch komutator, perhatikan apakah jarum galvanometer bergoyang.
Jika tidak berarti kesetimbangan telah tercapai.
5. Catat p1 dan p2.
6. RX diganti dengan Ry dimana Ry merupakan penjumlahan secara paralel kedua
hambatan Ra dan Rb tersebut yang telah dipergunakan.
Ulangi percobaan 3), 4), dan 5).

V. TUGAS PENDAHULUAN
1. Buat PRA LAPORAN AKHIR terlebih dahulu. Bagaimana anda membuatnya,
agar dilihat pada Bab Tata Tertib Laboratorium.
2. Buktikan rumus diatas. (Analisa anda hanya pada pernyataan bahwa
galvanometer menunjukkan angka nol yang berarti beda potensial kedua ujung
galvanometer = 0).
3. Jika kita mempunyai dua hambatan Ra dan Rb , hitunglah RX (penjumlahan
secara seri Ra dan Rb) dan Ry (penjumlahan secara paralel dari Ra dan Rb).

VI. TUGAS AKHIR


1. Dari hasil pengamatan, hitung besar RX dan Ry.
2. Dengan menggunakan rumus dari TUGAS nomor 2, jika besar Ra dan Rb
diketahui, hitunglah RX dan Ry.
3. Bahaslah hasil 1 dan 2 tersebut diatas.
4. Bagaimana kesimpulan anda?

Perhatikan :
Semua perhitungan dan hasil pengukuran menyertakan ketidakpastian.

9
MODUL XI
XI.1. OSILOSKOP SINAR KATODA
I. TUJUAN
1. Melihat bentuk gelombang suatu sinyal listrik menggunakan osiloskop.
2. Mengukur tegangan dan perioda dari suatu sinyal listrik yang periodik.

II. PERALATAN
1. Osiloskop Leader LBO-513 A
2. Generator fungsi Kenwood FG-270

III. TEORI

Jika sebuah elektron dengan massa me dan muatan q, bergerak dengan


kecepatan awal vo sejajar sumbu x, memasuki dua pelat sejajar dengan medan
listrik Ey yang seragam, maka elektron tersebut akan bergerak daam lintasan
porabolik selama berada dalam medan listrik tersebut. Setelah melewati pelat
tersebut, elektron akan bergerak dalam lintasan garis lurus hingga menumbuk layar
atau tegangan antara kedua pelat itu. Akibatnya layar akan berpendar, dan jika ada
suatu berkas elektron melalui lintasan yang sama, maka akan dihasilkan suatu titik
cahaya yang terang pada layar.

Medan listrik E pada pelat-pelat defleksi sebanding dengan tegangan


masukan suatu sinyal listrik yang diukur/ditampilkan pada layar.

Secara garis besar, osiloskop dapat dibagi dalam 4 blok : pembelok


horisontal, pembelok vertikal, penyulut dan penampil/peraga atau layat (Gambar
11.1). Pada umumnya, penampil osiloskop terdiri dari 8 bagian (divisi) vertikal dan
10 bagian horisontal. Tiap bagian mewakili skala yang dipilih, yaitu volt/div untuk

10
vertikal Time/div untuk horisontal. Gambar 11.1 menunjukkan panel depan dari
sebuah osiloskop.

Tombol intensity digunakan untuk mengatur kecerahan layar, tombol


focus digunakan untuk mengatur ketajaman gambar.

Sebelum dipakai untuk mengukur/melihat suatu sinyal listrik, osiloskop


perlu dikalibrasi terlebih dahulu. Untuk itu tersedia keluaran untuk keperluan
kalibrasi berupa sinyal gelombang blok dengan frekuensi 1 Khz dan tegangan 0,5
Volt pp (peak to peak).

IV. PERCOBAAN
A. Kalibrasi Osiloskop
1. Persiapan osiloskop beserta kabel penyidiknya (probe). Masukkan/pasang
kabel penyidik pada masukan osiloskop (input).
2. Nyalakan osiloskop. Atur tombol VOLT/DIV ke skala 0.5 volt/div. Atur
tombol time/div ke skala 1 ms/div.
3. Atur skala source (pengatur penyulutan) dalam INT dan skala MODE
dalam AUTO. Ini berarti penyulutan dilakukan oleh rangkaian inernal dan
akan dilaksanakan secara otomatis.
4. Tekan saklar GND sehingga pada layar akan tampak sebuah garis lurus.
Atur saklar focus dan saklar intensity sehingga dihasilkan gambar yang
tajam namun tidak terlamau terang. Atur saklar position sehingga garis
lurus tersebut berada di tengah layar.
5. Taruh ujung penyidik ke keluaran calibration (0.5 Vpp). Saklar GND
ditekan sehingga menyembul keluar. Pada layar akan tampak gelombang
blok segi empat.
6. Atur saklar variable vertikal sehingga tinggi gelombang sama dengan satu
kotak/divisi vertikal pada layar. Kemudian atur saklar variable horisontal
sehingga perioda gelombang blok sama dengan satu kotak horisontal.
7. Fungsi atau kegunaan tombol-tombol lainnya dapat ditanyakan kepada
Asisten.

B. Melihat Bentuk Geombang suatu Sinyal Listrik.


1. Nyalakan generator fungsi. Atur keluaran generator fungsi agar berbentuk
fungsi sinus. Tanyakan kepada Asisten berapa tegangan dan frekuensi
yang digunakan.
2. Hubungkan penyidik ke generator fungsi. Aturlah tombol pengatur pada
osiloskop agar dapat ditampilkan bentuk gelombang dalam tiga skala
volt/div dan time/div yang berbeda.
3. Gambar bentuk gelombang yang terjadi pada kertas grafik. Catatlah skala
volt/div dan time/div.
4. Ulangi percobaan B.2 dan B.3 untuk sinyal gelombang blok dan
gelombang segitiga. Tanyakan kepada Asisten berapa frekuensi dan
tegangan yang digunakan.

11
C. Mengukur tegangan dan Perioda suatu Sinyal Listrik.
1. Tampilkanlah suatu sinyal listrik pada osiloskop dalam 3 skala volt/div
dan time/div yang berbeda. Tanyakan kepada Asisten bentuk sinyal yang
akan ditampilkan. Gambarlah bentuk sinyal listrik tersebut.
2. Catatlah skala voltdiv dan time/div beserta KTP-nya. Ulangi untuk skala
lain seperti pada C.1.

V. TUGAS PENDAHULUAN
A. Buatlah pra laporan akhir dan serahkan kepada Asisten sebelum praktikum
dimulai.
B. Pertanyaan/Tugas
1. Buktikan pernyataan dibagian teori bahwa dalam tabung sinar katoda,
lintasan elektron yang semula horisontal akan berubah menjadi lintasan
parabolik bila partikel itu melewati daerah medan listrik antara 2 pelat
horisontal yang sejajar.
2. Dua buah keping elektroda berjarak 10 cm diberi tegangan 10 volt.
Tentukan medan listrik yang ditimbulkannya.
3. Apakah yang dimaksud dengan tegangan peak to peak? Dan apa yang
dimaksud tegangan efektip?

VI. TUGAS LAPORAN AKHIR


1. Sertakan gambar sinyal listrik yang anda amati pada percobaan. Gunakan lah
kertas grafik.
2. Hitunglah perioda dan tegangan sinyal yang diamati pada percobaan C beserta
ketidakpastiannya.
3. Bahaslah secara singkat tentang hasil yang anda peroleh. Apa yang dapat anda
simpulkan dari percobaan ini ?

DAFTAR PUSTAKA

1. Halliday & Resnick : FISIKA, Jilid 2, Edisi ke-3; Penerbit Erlangga, 1986, hal 27-46
2. Cooper, William D : Instrumental Elektronik dan Teknik Pengukuran; Edisi ke-2,
Penerbit Erlangga, 1985.

12
XI.2. RANGKAIAN RESISTOR, INDUKTOR DAN KAPASITOR (RLC)

I. TUJUAN
1. Memahami fungsi-fungsi komponen resistor, kapasitor dan induktor pada
rangkaian arus searah.
2. Menentukan tetapan waktu (time konstan) pada rangkaian RC dan RL.
3. Memahami osilasi yang terjadi pada rangkaian LC (induktor-kapasitor).
4. Menghitung frekuensi osilasi LC.

II. PERALATAN
1. Osiloskop
2. Generator fungsi
3. Inductor, kapasitor dan resistor
4. Kabel-kabel penghubung
5. Bread-board

III. TEORI

3.1. Osilasi Elektromagnetik

Sebuah kapasitor C secara ideal hanya memiliki nilai kapasitansi.


Demikian pula untuk inductor L. Bila kedua komponen ini dirangkai secara parallel
dan dihubungkan ke sebuah tenaga gerak elektrik ɛ (electromotive force, sumber
emf), maka sistem akan berosilas dengan frekuensi sudut alami :
1
ω= (11.1)
√𝐿𝐶

dimana L adalah induktansi dari komponen inductor dan C adalah kapasitansi


kapasitor.

Dalam rangkaian LC yang sebenarnya, osilasi tidak akan berlangsung


secara kontinu karena adanya hambatan pada rangkaian itu. Akibatnya, energi
sistem akan terdispasi dalam bentuk energi termal, yang diwujudkan dalam
bentuk osilasi yang teredam (Gambar 11.2). Untuk rangkaian LC seperti ini,
maka tegangan keluarannya akan berbentuk :
V = Vm e-R t /2 L cos (ω’t + θ) (11.2)

13
Dimana Vm adalah tegangan maksimum, t adalah waktu dan θ adalah konstanta
fasa Vm dan θ ditentukan oleh keadaan awal dari osilasi, sedang ω‘ adalah frekuensi
osilasi teredam itu dan memenuhi :
1 𝑅
ω' = √{𝐿𝐶 − (2𝐿)} (11.3)

3.2. Rangkaian RC
Bila sebuah resistor R dihubungkan secara seri dengan sebuah kapasitor
seperti Gambar 11.3a, maka pengisian muatan Q pada kapasitor merupakan fungsi
waktu t (Gambar 11.3b) menurut persamaan :
Q (t) = C ɛ (1 – e- t/RC) (11.4a)

Di mana ɛ adalah tenaga gerak elektrik.

Beda potensial kedua terminal resistor :


𝑄
VR = R I (t) = R 𝑑𝑡 = ɛ e-t/RC (11.4b)
Sedang muatan per kapasitans :
𝑄
VC = 𝐶 = ɛ (1 – e-t/RC) (11.4c)
Dengan tetapan waktu (time constant) :
τC = RC
(11.5a)

3.3. Rangkaian RL

Bila resistor R dihubungkan secara seri dengan inductor L, maka beda


potensial antara kedua terminal resistor :

VR (t) = R I (t) = ɛ (1 – e-(R/L)t) (11.6a)

Dan beda potensial antara kedua terminal induktor :


𝑑𝐼
VL(t) = L 𝑑𝑡 = ɛ e-(R/L)t (11.6b)

Dengan tetapan waktu :

τC = RC
(11.5b)

14
Rangkaian RL ini dan kurva Vt sebagai fungsi waktu ditunjukkan dalam
gambar-gambar (11.4a) dan (11.4b).

3.4. Realisasi Rangkaian

Kurva-kurva osilasi teredam, pengisian muatan kapasitor dan beda


potensial antara kedua terminal inductor dapat diperoleh dengan menggunakan
rangkaian seperti gambar 11.5. Rangkaian LC, RC dan RL diberi energi melalaui
sumber daya ɛ pada waktu saklar S dihubungkan ke terminal a. Kemudian saklar S
dibuka, ditutup dan seterusnya.

Untuk mengamati hal-hal tersebut pada layar osiloskop, maka penutupan


dan pmbukaan saklar S haruslah dilakukan secara teratur dalam perioda tertentu,
seperti diperlihatkan dalam Gambar 11.6. Di sini, generator fungsi, resistor R dan
diode D berfungsi untuk menggantikan kotak garis putus-putus pada gambar 11.5.
Dengan mengamati kurva-kurva tersebut pada layar

osiloskop, maka perioda T, tetapan-tetapan waktu τC dan τL dapat ditentukan.

IV. PERCOBAAN
1. Buatlah rangkaian seperti gambar 11.6 pada papan perangkai/bread-board.
Gunakanlah nilai-nilai R = 10 kΩ, C = 0,1 Μf, dan L = 33 Mh.

15
2. Generator fungsi diatur pada fungsi gelombang blok. Aturlah keluarannya
sekitar 15 volt peak to peak. Atur frekuensi luaran sekitar 60-80 Hz.
3. Hubungkan keluaran osilator ke terminal 1 (rangkaian LC), kemudian
masukan osiloskop (ujung penyidik) ke terminal b1. Aturlah agar pada layar
osiloskop didapatkan gambar yang diam dan jelas.
4. Gambarkanlah bentuk gelombang yang terjadi pada kertas grafik, kemudian
tentukanlah perioda T.
5. Ulangi percobaan 1 hingga 4 untuk nilai-nilai R, L, dan C yang lain (tanyakan
kepada Asisten).
6. Ulangi percobaan 1 hingga 5 untuk rangkaian RC dan RL. Tentukan τC dan τL.

V. TUGAS PENDAHULUAN
A. Buatlah pra laporan akhir dan serahkan kepada Asisten sebelum praktikum
dimulai.
B. Pertanyaan/tugas :
1. Jelaskan fungsi-fungsi resistor, kapasitor dan induktor dalam rangkaian
listrik.
2. Turunkan rumus 11.4 sampai dengan rumus 11.6
3. Jelaskanlah analogi antara osilasi sistem pegas-beban dan osilasi sistem
LC.

VI. TUGAS LAPORAN AKHIR


1. Sertakan gambar bentuk sinyal dari osiloskop yang anda peroleh dari
percobaan ini. Dari gambar-gambar tersebut, hitunglah frekuensi osilasi
rangkaian LC dan tetapan waktu τC dan τL.
2. Hitung frekuensi osilasi rangkaian LC dari rumus (10.1). Hitung juga τC dan τL
dari rumus (11.5). bandingkan dengan hasil yang diperoleh pada pertanyaan 1.
Jelaskanlah, kenapa hasil yang diperoleh bisa berbeda satu atau sama.
3. Berikan kesimpulan hasil percobaan anda.

DAFTAR PUSTAKA

Halliday & Resnick : FISIKA, Jilid 2, Edisi ke-3, Penerbit Erlangga, 1986

16
MODUL XIII. RESONANSI GELOMBANG

I. TUJUAN
1. Memahami tentang gelombang tegak (standing wave) sebagai hasil
interferensi 2 gelombang dengan frekuensi dan amplitudo sama yang menjalar
dalam arah berlawanan.
2. Menentukan kecepatan gelombang bunyi di udara.

II. PERALATAN
1. 1 set garpu tala + sumber gelombang bunyi lainnya.
2. 1 buah martil
3. 1 pipa resonansi
4. 1 pipa Kundt dengan penyumbat + dudukan
5. Stand base dan stand rod (masing-masing 1 buah)
6. Multi Clamp (2bh) dan clamp cincin (1bh)
7. Bejana air/labu
8. Skala
9. Slang plastik dan serbuk kayu

III. TEORI
A. Gelombang tegak

Gelombang tegak dapat dipandang sebagai gelombang pergeseran


maupun sebagai gelombang tekanan. Karena gelombang bunyi merupakan
gelombang longitudinal, maka pergeseran y terhadap waktu adalah sepanjang
arah penjalaran.

Bila gelombang yang menjalar ke kanan dinyatakan oleh :

y1 = A sin (kx – ωt)

dan yang menjalar ke kiri :

y12= A sin (kx + ωt),

maka superposisi kedua gelombang ini menghasilkan :

y = 2 A sin (kx) cos (ωt) ( 13.1 )

dimana x adalah arah penjalaran gelombang, A adalah amplitude, k adalah


bilangan gelombang dan ω adalah frekuensi sudut.

Gelombang superposisi (13.1) adalah sebuah gelombang tegak dengan


amplitudo As = 2 A sin (kx), yang bergantung pada kedudukan arah penjalaran
x. karena k = 2π/λ, dimana λ adalah panjang gelombang, maka amplitudo
gelombang tegak itu akan maksimum pada kedudukan xn = n λ/2 yang disebut

17
titik-titik perut (antinode), dan minimum pada kedudukan xn = (2 n + 1) λ/4,
disebut titik-titik simpul (node), dimana n adalah bilangan bulat.

B. Pipa Kundt

Simulasi gelombang tegak dapat diwujudkan dengan menggunakan


pipa kundt (Gambar 13.1), yakni pipa gelas yang diisi serbuk/debu ringan. Bila
diameter pipa lebih kecil dari setengah panjang gelombang, maka muka
gelombang yang menjalar dalam pipa dapat dianggap datar. Gelombang yang
menjalar dalam pipa (misalnya ke kanan) akan dipantulkan pada ujung lain
dari pipa tersebut. Bila kedua ujung pipa terbuka maka :
𝜆
l=n2 ( 13.2a )

Bila salah satu ujung tertutup maka


𝜆
l = (2n + 1) 4 ( 13.2b )

dimana l adalah panjang pipa dimana terdapat gelombang tegak dan n adalah
banyaknya simpul. Titik perut menggambarkan kedudukan dimana amplitudo
tekanan adalah maksimum (jadi, pergeseran y minimum) dan titik-titik simpul
menggambarkan hal yang sebaliknya.

C. Pipa Resonansi

Pipa ini sebagian berisi air yang tingginya dapat diatur, sehingga
panjang pipa yang dijalari gelombang dapat diubah-ubah. Dengan demikian,
pada pipa ini salah satu ujungnya selalu tertutup. Maka
𝜆
ln = (2n + 1) 4

18
jarak antara 2 simpul berdekatan :
d = ln - ln-1 = λ/2 (13.3)

Bila F adalah frekuensi gelombang, maka kecepatan rambat bunyi di udara :


v=fλ=2fd (13.4)
Dari penentuan v ini, maka frekuensi sumber bunyi yang lain dapat ditentukan.

IV. PERCOBAAN
Perhatian : 1. Untuk tidak memukul garpu tala di dekat ujung pipa
2. Hati-hati, jangan sampai palu atau garpu tala mengenai
tabung.

A. Pipa Kundt
1. Tebarkanlah secara merata partikel debu ringan yang berada dalam pipa
Kundt sampai tingginya merata. Hal ini dilakukan dengan cara
mengguncang atau mengocok partikel tersebut.
2. Putar pipa tersebut secara perlahan-lahan hingga partikel debu tepat akan
menggeser
3. Masukkan penyumbat ke dalam pipa pada posisi tertentu (ditentukan
Asisten)
4. Ambillah sebuah garpu tala yang frekuensinya diketahui. Pegang garpu itu
kuat-kuat dan agak jauh dari pipa.
5. Dengan sebuah palu, pukul garpu tala sekeras-kerasnya, kemudian segera
bawa garpu tala ke dekat mulut pipa.
B. Pipa Resonansi
1. Siapkan pipa resonansi seperti gambar 13.2. Atur ketinggian air dengan
mengatur naik turunnya bejana/labu air. Mulailah dengan ketinggian air
yang hampir sama dengan ujung atas pipa.
2. Gunakan garpu tala (frekuensi diketahui) yang sama dengan garpu tala
pada percobaan bagian Pipa Kundt. Kemudian lakukan seperti langkah 4
dan 5 pada percobaan tersebut.
3. Aturlah panjang kolom udara dengan menurunkan kolom air secara
perlahan-lahan sehingga diperoleh intensitas bunyi yang maksimum.

19
4. Catatlah panjang kolom udara pada keadaan tersebut.
5. Ulangi percobaan 1 hingga 4 untuk simpul yang lain.
6. Ulangi percobaan 1 hingga 5 untuk sumber bunyi yang lain

V. TUGAS PENDAHULUAN
A. Buat Pra Laporan Akhir dan serahkan kepada Asisten sebelum praktikum
dimulai.
B. Pertanyaan/Tugas
1. Siapkan bagan pengamatan sebagai berikut :

Percobaan f (Hz) ln (m) ln-1 (m) d (m) V (m/s)

Pipa Kundt

Pipa
Resonansi
2. Turunkan rumus 13.1
3. Jelaskan mengenai pernyataan berikut :
Titik perut menggambarkan kedudukan dimana amplitude tekanan adalah
maksimum (jadi, pergeseran y minimum) dan titik-titik simpul
menggambarkan hal yang sebaliknya.

VI. TUGAS LAPORAN AKHIR


1. Tambahkanlah kolom perhitungan untuk mengolah data yang dicatat pada
bagan pengamatan.
2. Hitunglah kecepatan rambat bunyi di udara untuk masing-masing percobaan
pada bagian 4.1 dan 4.2.
3. Dari penentuan kecepatan rambat bunyi di udara, hitunglah frekuensi sumber
bunyi yang diberikan untuk masing-masing percobaan pada bagian 4.1 dan 4.2.
4. Dari hasil ketelitian yang diperoleh (dengan perhitungan menggunakan ketidak
pastian), jelaskan perbedaan yang timbul antara percobaan dengan Pipa Kundt
dan percobaan dengan pipa resonansi pada perhitungan kecepatan rambat
bunyi dan perhitungan frekuensi sumber bunyi.
5. Buatlah kesimpulan hasil percobaan anda.

DAFTAR PUSTAKA

Halliday & Resnick; FISIKA, Jilid 1, Edisi ke-3, Penerbit Erlangga, 1992, hal. 609-673.

20
MODUL XIV
XIV. 1. INTERFERENSI GELOMBANG CAHAYA

I. TUJUAN
1. Mengamati pola interferensi dua celah
2. Mengamati pola interferensi dengan cermin Fresnel
3. Mengamati pola interferensi dalam cermin tunggal.

II. PERALATAN
1. Laser He-Ne
2. Cermin Fresnel
3. Rel metal presisi
4. Lensa positif f=5 mm, f=200 mm, f=500 mm
5. Layar tembus pandang
6. Diafragma dengan 3 pasang celah

III. TEORI

Bila dua gelombang cahaya interferensi pada suatu titik, beda fasa haruslah
konstan terhadap waktu. Dikatakan bahwa gelombang tersebut adalah koheren.
Contoh sumber koheren adalah sinar laser.

A. PERCOBAAN YOUNG
Percobaan interfernsi Young dilukiskan seperti pada Gambar 14.1. untuk
memperoleh dua sumber gelombang yang koheren, cahaya dilewatkan melalui
sebuah celah S0, kemudian menuju layar melalui celah S1 dan S2. Jadi S1 dan
S2 berperilaku sebagai dua sumber gelombang yang mempunyai beda fasa
tetap (koheren), sehingga pada layar dapat diamati pola interferensi hasil
superposisi kedua gelombang tersebut.
Gelombang cahaya yang berasal dari kedua celah masing-masing dapat
dituliskan sebagai berikut :

Y1 = A cos θ1 = A cos (kr1 – ω t)


Y2 = A cos θ2 = A cos (kr2 – ω t)

Dengan memperhatikan gambar 14.2 dapat diturunkan bahwa

Y2 = A cos {(kr1 – ω t) + k∆r} = A cos (θ1 + δ)

Dimana

2𝜋
Δ = k ∆r = 𝜆
∆r
Adalah beda fasa kedua gelombang yang sampai di titik P pada suatu saat
karena adanya perbedaan lintasan (jarak), lihat gambar 14.2.

21
Superposisi kedua gelombang ini diperoleh dengan menjumlahkan kedua
gelombang tersebut, dan dari geometri diperoleh gelombang superposisi :
YR = A cos (δ/2) cos {(kr1 – ω t) + (δ/2)}
2𝜋
Dengan δ = k ∆r = 𝜆
∆r dimana ∆r = d sin θ , sehingga diperoleh :
𝜆 𝛿
Sin θ = 𝑑 (2𝜋)

Intensitas cahaya sebanding dengan kuadrat simpangan YR dari persamaan


(14.4), sedang amplitude gelombang interferensi bergantung pada beda fasa δ,
yaitu :
AR (δ) = 2 A cos (δ/2)

22
Teerlihat bahwa AR (δ) = 0 untuk harga-harga
δ/2 = (n – 1/2) π , n = 1, 2, 3, …
dan AR (δ) = 2 A (maksimum) pada harga-harga
δ/2 = n π , n = 1, 2, 3, …
Bila persamaan (14.6) disubstitusi ke persamaan (14.5), maka akan diperoleh
pita-pita gelap pada :
d sin θ = (n + ½ ) λ, n = 0, 1, 2, 3, …
jarak antara pita-pita gelap atau pita-pita terang yang berdekatan adalah :
𝐷𝜆
∆Y= 𝑑
Dengan mengukur jarak kedua celah ke layar ( = D ), jarak antara celah ( = d )
dan jarak antara dua terang ( = ∆Y), maka panjang gelombang λ dapat dihitung.

B. Cermin Fresnel

Cermin Fresnel terdiri dari dua cermin/bidang pemantul yang


membentuk sudut α kecil seperti yang ditunjukkan pada gambar 14.3.

Cahaya yang datang dari sumber S dipantulkan oleh cermin secara


bolak-balik. Bentuk gelombang primer yang dipantulkan kedua cermin
menghasilkan dua sumber cahaya virtual sehingga dapat dihasilkan pola
interferensi pada layar.

Dengan menerapkan hasil perhitungan pada percobaan Young,


persamaan (14.8), diperoleh jarak antara pita terang sebagai berikut :

𝐷𝜆
∆Y =
𝑑

Disini

D = BP = jarak tegak lurus dari S1 S2 ke layar, dan D = B A + L

Jika d << D maka BA =


̃ R sehingga

( 𝑅+𝐿)
∆Y = 𝑑
𝜆
………………… (14.9)

Garis-garis S1A dan S2A dapat dianggap sebagai bayangan dari sinar datang
SA terhadap kedua cermin, maka

d = 2R sin α =
̃ 2R α

dan dari persamaan (14.9) dapat diperoleh

23
(𝑅+𝐿)𝜆
α= 2 𝑅∆𝑌
………………… (14.10

Pengukuran 𝜶

Misalkan akan dihitung panjang gelombang sinar laser dari persamaan


(14.8). untuk itu disusun rangkaian percobaan seperti gambar ( 14.4). sinar
laser diarahkan ke cermin Fresnel melalui sebuah lensa L1 (f=5mm). tanpa
lensa L2, hasil interferensi dari kedua sumber cahay virtual diamati pada
dinding. Dari pola interferensi yang terjadi, dapat ditentukan jarak antara pita
terang berdekatan (=∆Y).

24
Untuk menentukan jarak d dan D, kita gunakan lensa L2 (Gambar 14.5
). Dengan mengukur tinggi H pada dinding, dapat ditentukan bahwa d = (H/D2)
D1. Nilai D1 berdasarkan Gambar 14.3, tidak lain dari pada jarak lensa L1 ke
lensa L2 dengan menganggap sudut α sangat kecil. Dengan demikian, jarak
sumber S1S2 ke dinding adalah D = D1 + D2, sehingga panjang gelombang
dapat dihitung sebagai berikut :

∆𝑌 𝐻𝐷1
λ=[𝐷 ][ ]
1 + 𝐷2 𝐷2
………………… (14.11)

C. Interferensi dengan Cermin Tunggal

Dengan bantuan sebuah cermin kita dapat membuat cahaya yang


koheren. Pada Gambar 14.6 cahaya yang berasal dari sebuah celah, bagian
pertama langsung menjalar ke bidang layar, sedangkan yang lain dipantulkan
terlebih dahulu oleh permukaan cermin.

Bayangan pada cermin berlaku sebagai sumber cahaya yang virtual S2,
dan jarak S1 ke bidang cermin adalah d/2. Dengan cara yang sama dengan
percobaan Young dapat ditentukan panjang gelombang cahaya yang datang.

IV. PERCOBAAN
A. Interferensi Dua Celah
1. Susunlah rangkaian percobaan seperti pada Gambar 14.7. Tanyakan
kepada asisten untuk menghubungkan sumber cahaya laser ke sumber
tegangan 220 V dan menyalakannya.

25
2. Atur arah cahaya dengan memutar sekrup pengatur ketinggian pada tempat
laser sehingga cahaya Nampak sejajar dengan rel.
3. Atur letak lensa L1 (2 ) dekat sumber (rapat).
4. Atur letak diafragma dua celah sehingga ia berada pada lintasan cahaya
laser. Jarak diafragma ke lensa L1 (2) bebas, sementar a Lensa L2 (4) belum
terpasang. Perhatikan apakah sudah terbentuk pola interferensi pada
dinding. Bila sudah, lanjutkan ke langkah 5.
5. Letakkan lensa L2 (4) dengan f = 200 mm/500 mm sepanjang rel sehingga
cahaya yang keluar dari kedua celah berinterferensi pada dinding. Pola
interferensi tersebut berupa pita-pita garis gelap dan terang.
6. Setelah diperoleh poal interferensi yang memadai pada layar, catatlah
besaran-besaran berikut :
(i) Jarak antara kedua celah (= d)
(ii) Jarak antara diafr agma ke dinding (= D),
(iii) Jarak antara dua pita terang yang berdekatan dengan cara
mengukur banyaknya garis terang dalam 1 cm sehingga
1 𝑐𝑚
∆Y = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔

B. Interferensi dengan Cermin Fresnel


1. Susunlah rangkaian percobaan seperti Gambar 14.8. Tanyakan kepada
asisten untuk menghubungkan sumber cahaya laser ke sumber tegangan
220 V dan menyalakannya.

26
2. Atur arah cahaya laser sehingga parallel dengan rel, dengan mengatur
sekrup pengatur ketinggian yang terdekat pada kaki-kaki t empat laser.
3. Letakkan lensa L1 dengan f = 5 mm dekat sumber laser dan atur lagi arah
cahaya laser.
4. Pasang cermin Fresnel dekat lensa L1 dan atur kedudukan kedua cermin
sedemikian rupa sehingga cahaya laser mengarah pada garis pertemuan
kedua cermin. Cermin Fresnel ini dapat diputar, digerakkan dalam arah
horizontal (maju/mundu) dan sudut antara keuda cermin dapat diatur.
Sudut ini sangat kecil sehingga ia member kesan bahwa kedua cermin
terletak dalam satu bidang.
5. Untuk memastikan bahwa anda sudah memperoleh dua sumber virtual,
gunakan lensa L2 dengan fokus f = 200 mm atau 500 mm dan letakkan
lensa tersebut antara dinding dan cermin. Perhatikan bahwa lensa ini
digunakan untuk menentukan jarak antara kedua sumber virtual. Jadi letak
benda (dua sumber virtual) yang tidak lain dari letak lensa L1 harus berada
pada ruang II atau III dari lensa L2, yaitu lebih besar dari jarak fokus lensa
L2.
6. Amatilah pola interferensi pada dinding. Catatlah besaran-besaran berikut
:
a. Jarak antara kedua titik virtual (dari pengukuran H),
b. Jarak lensa L1 ke lensa L2 (= D1), dan
c. Jarak lensa L2 ke dinding (= D2)
7. Lepaskan lensa L2 dan perhatikan pola interferensi pada dinding. Catatlah
jumlah garis terang/cm.

C. Interferensi dengan Cermin Tunggal


1. Susunlah rangkaian percobaan seperti pada Gambar 14.6. dan gunakan
sumber cahaya laser. Tanyakan kepada asisten untuk menghubungkan
sumber cahaya laser ke sumber tegangan 220 V dan menyalakannya.
Tambahkan sebuah lensa dengan f = 5 mm dekat dengan sumber laser dan
atur arah cahaya laser tersebut.
2. Letakkan cermin sedekat mungkin dengan celah tunggal, dan atur celah ini
dalam arah horizontal. Amati pola interferensi pada dinding layar.
3. Ukurlah jarak celah ke dinding. (= D) dan jarak antara dua pita terang
berdekatan (= ∆Y)

V. TUGAS PENDAHULUAN
A. Buatlah pra laporan akhir dan serahkan kepada asisten sebelum praktikum
dimulai.
B. Pertanyaan / tugas

27
1. Jelaskan tentang pengertian gelombang yang koheren.
2. Buktikan persamaan (14.4)
3. Buat grafik antara I (intensitas gelombang sebagai fungsi dari d sin θ untuk
d sin θ = λ /2, λ, 3λ/2, 2λ, 5λ/2, … dst.
4. Dengan memperhatikan Gambar 14.2, jelaskan pendekatan yang
diperlukan untuk sampai kepada persamaan (14.8).
5. Apakah fungsi lensa (di depan layar) pada percobaann Fresnel cermin
tunggal ?

VI. TUGAS LAPORAN AKHIR


1. Hitung λ cahaya pada percobaan interferensi Young.
2. Hitung juga λ dengan metoda interferensi menggunakan cermin Fresnel.
3. Jelaskan (dengan memperhitungkan KTP dsb) metoda mana yang
menghasilkan ketelitian lebih baik menurut anda.
4. Dengan menggunakan nilai λ yang diperoleh dari percobaan 4.1 dan 4.2,
hitung jarak antara kedua sumber pada percobaan cermin tunggal.
5. Bahas hasil-hasil yang anda peroleh, kemudian beri kesimpulan.

DAFTAR PUSTAKA

Halliday & Resnick : Fisika Jilid 2, Edisi ke-3, Penerbit Erlangga, hal 688-705.

28
XIV.2. PENENTUAN PANJANG GELOMBANG CAHAYA
DENGAN PERCOBAAN CINCIN NEWTON
I. TUJUAN
1. Mengamati dan memahami interferensi cahaya serta menemukan panjang
gelombang cahaya monokromatik dengan menggunakan cincin Newton.
2. Menentukan jari-jari kelengkungan lensa melalui pengukuran jari-jari pola
gelap terang yang dihasilkan oleh sumber cahaya dengan panjang gelombang
tertentu.

II. ALAT-ALAT
1. Set peralatan cincin Newton
2. Sumber cahaya monokromatik
3. Celah yang bertindak sebagai kolimator
4. Lensa plankonveks
5. Keping gelas planparalel
6. Teropong geser yang disertai nonius untuk mengukur jari-jari Newton
7. Cermin dan kaca beserta statipnya.

III. TEORI

Lensa plankonveks L diletakkan diatas keeping gelas planparalel G, maka


diantaranya terbentuk lapisan udara. Jika berkas cahaya sejajar monokromatik
datang tegak lurus pada permukaan datar dari lensa L, maka antara cahaya yang
dipantulkan di P dan Q akan terjadi interferensi.

Interferensi ini terjadi karena perbedaan fasa dari cahaya-cahaya yang


dipantulkan oleh titik-titik di P dan Q. Beda fasa ini ditentukan oleh tebal lapisan
udara dm , sehingga hasil interferensi yang saling memperlemah berupa cincin yang
tetap dengan syarat :

4𝜋
m.2π = 𝑑
𝜆 𝑚

atau

29
𝑚𝜆𝑜
dm = 2
( 14.12 )

dimana : m = 0, 1, 2, 3, ….

𝜆𝑜 = panjang gelombang cahaya di udara

Garis-garis gelap, yaitu yang terdapat diantara dua garis terang, akan terjadi jika
jarak d yang bersangkutan memenuhi hubungan :

4𝜋
(2m + 1)π = 𝑑
𝜆 𝑚

Atau

λ
dm =(2m+1) 4 ( 14.13 )

jari-jari lingkaran gelap dapat dirumuskan dari gambar 14.10, dimana dengan
melihat gambar tersebut diperoleh hubungan :

dm (2R – dm) = rm2 ( 14.14 )

Bila R adalah jari-jari kelengkungan lensa L dan dm << R, maka dengan substitusi
persamaan (12.1) ke persamaan (12.3) diperoleh jari-jari gelap ke-m berikut :

rm2 = 2 R dm

Maka jari-jari cincin gelap ke-m dapat dinyatakan sebagai :

rm2 = m R λo ( 14.15 )

Panjang gelombang cahaya λo dapat diperoleh dari grafik rm2 versus m, dengan
kemiringan α = R λo. Bila jari-jari kelengkungan lensa diberikan (R=2600 mm)
maka panjang gelombang cahaya dapat ditentukan atau sebaliknya.

IV. PERCOBAAN
1. Susunlah peralatan seperti pada gambar 14.11.

30
2. Hidupkan sumber tegangan hingga lampu menyala.
3. Atur posisi mikroskop sehingga pola interferensi dapat diamati dengan jelas.
Usahakan agar cincin itu dapat terletak pada medan penglihatan mikroskop.
4. Atur posisi micrometer sehingga benang silang pada mikroskop
menyinggung garis gelap ke-m.
5. Catat jaraknya dari pusat interferensi (dengan membaca lewat skala
mikrometer).
6. Lakukan langkah 4 s/d 5 untuk cincin gelap ke 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan seterusnya.
7. Untuk mencari jari-jari kelengkungan sebuah lensa (=R) maka gunakan
sumber cahaya yang tealh diketahui panjang gelombangnya, kemudian ulangi
langkah 3 s/d 6.

V. TUGAS PENDAHULUAN
1. Buat pra laporan akhir dan diserahkan kepada asisten sebelum praktikum
dimulai. Bagaimana membuat pra laporan akhir, agar anda dapat mempelajari
pada bab tata tertib laboratorium.
2. Mengapa perbedaan fasa ditentukan oleh tebal lapisan udara dm ?
3. Syarat apa yang harus dipenuhi untuk menghasilkan interferensi yang saling
memperkuat hingga terjadi cincin-cincin terang?
4. Apakah persamaan (14.15) dapat diubah menjadi :
𝑟𝑚+5 2 − 𝑟𝑚 2
λo = 5𝑅
Jika dapat digunakan mengapa kita tidak mengambil rumus diatas ?

VI. TUGAS AKHIR


1. Hitunglah rm2 untuk masing-masing cincin yang diamati.
2. Buat grafik antara rm2 versus m.
3. Tentukan panjang gelombang sumber cahaya dengan metode kuadrat
terkecil. Jangan lupa menyertakan KTP-nya.
4. Ulangi pembuatan grafik antara rm2 versus m. Kemudian hitung jari-jari
kelengkungan lensa (=R) dengan metoda kuadrat terkecil.
5. Apakah akibatnya apabila sinar datang tegak lurus pada permukaan datar dari
lensa L.

31
6. Jika pada percobaan ini digunakan sinar putih, apakah yang terjadi ?

32
MODUL XV
XV. 1 JALANNYA SINAR MELALUI LENSA CEMBUNG DAN LENSA
CEKUNG

I. TUJUAN
Menentukan titik focus lensa cembung dan lensa cekung

II. PERALATAN
1. Rel logam presisi dan penggandengnya (50 cm dan 25 cm)
2. Kotak lampu dengan sumber tegangannya
3. Model-model lensa cembung dan cekung
4. Kertas putih
5. Meja optik

III. TEORI

Gambar 15.1 memperlihatkan pembiasan cahaya melalui lensa bikonveks


dan bikonfak. Umumnya lensa mempunyai permuakaan sferis. Bila tebal lensa
adalah kecil terhadap jarak-jarak umum yang digunakan maka lensa itu dapat
disebut sebagai lensa tipis.

Dalam diagram diatas, sumbu optic adalah garis lurus yang melalui pusat
geometris lensa dan tegak lurus pada kedua lensa dititik potongnya. Untuk lensa
sferis, garis ini menghubungkan pusat-pusat kelengkungan kedua permukaannya.

Titik fokus pertama F adalah suatu titik pada sumbu yang bersifat bahwa
sinar yang datang dari atau menuju ke titik tersebut merambat sejajar dengan
sumbu setelah dibiaskan.

33
Setiap lensa tipis diudara mempunyai dua titik fokus. Titik fokus kedua F’
adalah titik pada sumbu yang bersifat bahwa setiap sinar datang yang sejajar
dengan sumbu akan merambat menuju atau seakan-akan datang dari F’ setelah
dibiaskan.

Bidang yang tegak lurus terhadap sumbu dan melalui titik fokus disebut bidang
fokus. Jarak antara pusat ke salah satu titik fokus disebut jarak fokus dan dengan
lambing f dan f’. untuk lensa yang mempunyai medium yang sama di kedua sisinya
berlaku f = f’

IV. PERCOBAAN
1. Susunlah rangkaian percobaan seperti Gambar 15.3. lapisilah meja optic
dengan kertas putih dan gunkaan diafragma yang terdiri dari beberapa celah.

2. Aturlah lensa pada rumah lampu agar berkas sinar yang keluar sejajar.
3. Letakkan lensa bikonveks di atas kertas putih di atas meja optic, tegak lurus
terhadap sinar datang. Gambarkan berkas sinar datang, lensa dan sinar biasnya.
4. Putarkanlah rel tempat lampu hingga sinar datang miring ke lensa. Gambarkan
pula sinar datang dan sinar biasnya.
5. Angkatlah lensa dan gambarkanlah posisi titik fokus kedua lensa dan bidang
fokusnya. Ukurlah jarak fokusnya.
6. Lakukan langkah 2 sampai dengan langkah 5 sebanyak 3 kali.
7. Lakukanlah langkah 2 sampai dengan langkah 6 untuk lensa bikonkaf.

V. TUGAS PENDAHULUAN
A. Buat pra laporan akhir dan serahkan kepada Asisten sebelum praktikum
dimulai.

34
B. Pertanyaan :
1. Jelaskan yang dimaksud dengan jarak-jarak umum yang biasa digunakan
pada lensa tipis di bagian teori,
2. Siapkan table pengamatan speerti berikut :
No f (lensa bikonveks) f (lensa bikonkaf)
1
2
3

Rata-
rata

VI. TUGAS LAPORAN AKHIR


1. Hitung jarak fokus rata-rata kedua lensa (bikonveks dan bikonkaf). Jangan
lupa menyertakan KTP nya,
2. Bahaslah dan bandingkan dengan hasil perhitungan teori bila indeks bias dan
jari-jari kelenglungan lensa diberikan.
3. Buatlah kesimpulan tentang percobaan ini

DAFTAR PUSTAKA

Halliday & Resnick : Fisika Jilid 2, Edisi ke 3, Penerbit Erlangga, hal 665-666.

35
XV. 2. RUMUS LENSA TIPIS

I. TUJUAN
Mempelajari sifat –sifat lensa tipis dan lensa gabungan

II. PERALATAN
1. Statip dan penyangga
2. Beberapa lensa dan cermin
3. Jarum sebagai benda/obyek

III. TEORI
Jika suatu lensa sedemikian tipis, dimana tebal (t), jarak benda (s) dan jarak
bayangan (s’), maka tebal lensa tersebut dapat diabaikan. Dengan mengukur jarak
benda (s) dan jarak bayangan (s’), panjang lensa dapat ditentukan menurut rumus
:
1 1 1
= +
𝑓 𝑠 𝑠′

Dengan mengetahui panjang fokus lensa dan mnegukur jari-jari kelengkunag


lensa, maka indeks bias lensa (n) dapat ditentukan, yaitu :

1 1 1
𝑓
= (𝑛 − 1)( 𝑅 + 𝑅2
)
1

Pada gambar 14.4 , s, s’ , dan R1 adalah besaran yang positip, sedangka R2 adalah
negatip. Akan tetapi bila dua buah lensa tipis digabungkan, maka bayangan pada
lena pertama merupakan obyek pada lensa berikutnya.

Bila jarak antara benda dan layar adalah tetap, maka dapat diperoleh dua
kedudukan lensa dimana bayangan benda jatuh pada layar (Gambar 14.5). Untuk
keadaan ini, diperoleh jarak fokus lensa :

𝐷 2 − 𝑑2
f= 4𝐷

Dimana : D = jarak antara layar dan benda

36
D = jarak antara 2 kedudukan lensa yang member bayangan pada
layar.

Pada lensa gabungan, perbesar an transversal dari suatu bayangan yang


dibentuk oleh lensa bergantung pada letak obyek. Untuk jarak kedua lensa adalah
t, maka panjang fokus dari lensa gabungan akan memenuhi :
1 1 1 1
𝑓
= 𝑓1
+ 𝑓2
− 𝑓𝑓 𝑓2

IV. PERCOBAAN
1. Susunlah peralatan yang tersedia (Gambar 15.4) untuk menentukan jarak fokus
lensa
2. Atur jarak benda (s) dan dapatkan jarak bayangan (s’), lakukan untuk tiga kali
pengamatan, catat harga-harga s dan s’ tersebut. Lakukan dengan cara yang
sama untuk lensa lainnya.
3. Ambil dua buah lensa yang sudah diperoleh jarak fokusnya dari percobaan 1
dan 2, kemudian susunlah sebagai lensa gabungan dengan jarak t yang tetap
antara keduanya.
4. Pada lensa gabungan ini, catat jarak benda (s), jarak bayangan (s’) dan jarak
kedua lensa (t). Gunakan persamaan (15.5) untuk menentukan jarak fokus.
Lakukan untuk tiga kali pengamatan.
5. Susunlah peralatan seperti gambar 15.5. Aturlah posisi lensa sedemikian
sehingga pada layar diperoleh bayangan benda dengan jelas. Catat jarak D dan
posisi lensa (kedudukan 1).
6. Geserlah lensa agar diperoleh kembali bayangan benda dengan ukuran yang
berbeda dari yang pertama pada layar . catat posisi lensa (kedudukan 2).
Ulangi percobaan 5 dan 6 untuk tiga kali pengamatan.
7. Ulangi percobaan 5 dan 6 untuk lensa yang lain.
8. Pada lensa gabungan jarak t antara kedua lensa harus tetap. Catat jarak t,
kemudian ulangi percobaan 5 dan 6.

V. TUGAS PENDAHULUAN
1. Buktikanlah rumus (15.3) dengan bantuan rumus (15.1)

37
2. Lukiskanlah sinar-sinar yang melalui lensa konvergen dan divergen dari suatu
obyek yang berada pada posisi sembarang.
VI. TUGAS LAPORAN AKHIR
1. Hitunglah panjang fokus lensa gabungan beserta KTP nya.
2. Berilah pembahasan tentang hasil yang anda peroleh.
3. Dari pembahasan tersebut, berilah kesimpulan hasil percobaan ini.

38

Anda mungkin juga menyukai