Anda di halaman 1dari 2

Nama: Adam Faizul Hudiyansyah

NIM: 19/444948/FI/04680

Keterkaitan antara Multikulturalisme dan Postkolonialisme

Sebelum mengambil kesimpulan tentang adanya keterkaitan antara multikulturisme dan


postkolonial sebaiknya mengulang pengertian kedua konsep dasar yang akan dibahas. Berbeda dengan
konsep pluralisme yang menekankan pengakuan adanya budaya yang beragam, multikulturalisme adalah
menekankan pengekuan adanya keanekaragaman dan kesederajatan budaya. Maka dalam
multikulturalisme yang kesederajatan dan tidak hanya pengakuan keberagaman.

Menurut Kymlicka, ada dua bentuk keragaman dalam negara, yaitu Negara Multibangsa dan
Polietnis. Pada negara multibangsa terdapat bangsa/suku bangsa yang semula berdiri sendiri-sendiri dalam
batas-batas teritorial masing-masing dan disatukan melalui koeksistensi. Koeksistensi bisa terjadi dengan
berbagai cara, seperti invasi, penjajahan, penaklukkan atau sukarela. Contoh negara yang dapat kita lihat
adalah Amerika Serikat yang merupakan negara dengan beragam suku bangsa, tetapi ada beberapa suku
bangsa minoritas, seperti Suku Indian dan Puerto Rico yang menjadi kelompok negara yang bergabung
secara tidak sukarela melalui penjajahan. Meskipun Amerika Serikat adalah negara demokrasi, tetapi
faktanya secara sempurna justru “meniadakan” minoritas bahkan instrumen HAM sendiri yang
berkecenderungan sangat normatif dan mengabaikan aspek esensial dari ragam kewargaan multikultural.
Dalam pemikiran Kymlicka ini mengagkat isu supermasi budaya penjajah diatas suku yang terjajah dan
menginginkan kesetaraan antara keduanya. Akhirnya keinginan beberapa suku minoritas tersebut untuk
tidak meninggalkan tanah air mereka terwujud meski dibawah Amerika dan mereka diberi otonomi dalam
negara bagian mereka, seperti mendapat status politik khusus. Namun beberapa kelompok minoritas
seperti suku Chicano, Guam, dll masih tersisish dari orang Amerika Serikat.

Konsep negara polietnis lebih kepada negara dengan keragaman budaya yang disebabkan oleh
adanya suku imigrasi. Suatu negara akan memperlihatkan keragamannya ketika menerima sejumlah besar
orang dan keluarga dari kebudayaan lain sebagai imigran. Imigran ini akan diterima secara penuh oleh
negara dan akan menjadi kolempok yang disebut sebgai kelompok etnis. Kelompok ini biasanya akan
meminta lebih dari pengakuan sebagai bagian utuh di suatu negara, tetapi bukan dalam tuntutan otonomi
daerah dan hanya sebatas dalam pengubahan hukum dalam negara itu agar tidak dominan kepada suku
asli dan bisa menerima perbedaan kebudayaan. Jenis keragaman kelompok etnis pada polietnis tidak sama
dengan minoritas bangsa pada multibangsa karena para imigran bukanlah suku asli yang artinya mereka
tidaklah menduduki tanah air mereka dan mereka bukanlah sebuah bangsa.

Orientalisme merupakan paradigma berpikir yang berdasarkan epistimologi dan ontologi khusus
dengan upaya membedakan antara kebudayaan barat dan timur. Para orientalis merendahkan cara berpikir
timur dengan memposisikan dirinya sebagai subyek, sementara yang lain adalah obyek. Meski penjajahan
atas negara barat telah berakhir tapi pemeikir kolonial masih merendahkan timur. Lalu pemikiran Edward
Said hadir untuk menyeimbangkan antara budaya barat dengan timur dengan mengupas kekerasan
epistimologi barat terhadap timur yang merupakan konsep postkolonialisme. Tujuan utama dari
postkolonialisme adalah terwujudnya tata hubungan dunia baru dimasa depan yang lebih adil. Menurut
Moore dan Gilbert teori postkolonial lebih merupakan metode dekonstruktif terhadap model berpikir
dualis (biner), meskipun mereka yang mengaku sebagai ahli dengan perspektif postkolonial tidak benar-
benar mampu lepas dari jerat ini.

Anda mungkin juga menyukai