NIM : 2892150055
Kartu kredit bagaikan pisau bermata dua. Jika teliti dalam menggunakannya, kartu kredit bisa
membantu dalam hal keuangan. Sebaliknya, jika dipergunakan tanpa komitmen yang tinggi, bisa jadi
Anda terlilit kartu kredit. Selain berhati-hati, Anda perlu mengantisipasi sejumlah persoalan umum
bagi pengguna kartu kredit.
Seperti halnya yang di alami oleh saudara bram yang pernah viral di sosial media. Kasus kartu kredit
Bram mencuat ke publik setelah Suci Lestari membuat kicauan soal suaminya yang tiba-tiba
mendapatkan tagihan Rp48 juta dari sebuah bank asing. Suci pun berkicau akibat kasus itu,tentunya
kasus ini sangat membawa dampak buruk terhadap BI Checkingnya yang akan terancam i jelek.
Nah, apa sih sebenarnya BI Checking itu? BI Checking adalah laporan yang dulunya dikeluarkan oleh
Bank Indonesia yang berisi riwayat kredit/pinjaman seorang nasabah kepada bank atau lembaga
nonbank. BI Checking juga dapat melihat masalah kelancaran pinjaman seorang nasabah.
Dimana menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa
serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Pengamat keuangan syariah, Syakir Sula, menilai kasus gadai emas di BRI Syariah Semarang
bisa berdampak buruk terhadap reputasi produk bank syariah lainnya. Menurut dia, Bank Indonesia
dan bank terkait harus menyelesaikan masalah tersebut secara tuntas dengan nasabah.
"Harus diselesaikan dengan baik karena ini bisa jadi preseden buruk terhadap produk syariah
lainnya," kata Syakir seusai seminar bertajuk "Strategi Meningkatkan Market Share Industri
Keuangan Syariah" di Hotel Borobudur, Kamis, 4 Oktober 2012.
Apalagi, kata Syakir, yang mengadukan masalah produk gadai emas tersebut adalah tokoh
seniman seperti Butet Kertaredjasa. Dia berharap agar masalah ini selesai tanpa merugikan
nasabah. "Kalau bank bersangkutan tidak menyelesaikan dengan baik, akan berdampak pada
reputasi syariah," ujar dia.
Syakir mengaku sudah lama mengkritik produk gadai emas karena sangat mudah disalahartikan.
Maka tidak heran jika Bank Indonesia juga membatasi dan berhati-hati terhadap produk gadai. "Ini
salah satu dampak jika satu produk tidak clear.”
Seniman Butet Kertaredjasa bersama delapan nasabah gadai emas BRI Syariah asal Semarang
berencana mendatangi kantor Bank Indonesia. Mereka akan meminta mediasi bank sentral
lantaran kasus sengketa layanan investasi tersebut.
Masalah ini bermula pada Agustus 2011, saat Butet dan beberapa orang menjadi nasabah gadai
emas BRI Syariah. Ia membeli emas seberat 4,89 kilogram dengan nilai lebih dari Rp 2,5 miliar.
Adapun modal yang dikeluarkan sebesar 10 persen dari harga emas, sisanya dibiayai BRI Syariah
dengan cara mencicil setiap empat bulan. Seniman monolog ini pun dibebani biaya penyimpanan
atau udjroh.
Namun, pada Februari 2012, BI mengeluarkan regulasi yang mensyaratkan nasabah harus memiliki
emas sebelum bertransaksi gadai. Bank sentral juga membatasi perpanjangan gadai emas paling
banyak dua kali. Selain itu, plafon pembiayaan gadai emas dibatasi maksimal Rp 250 juta untuk
setiap nasabah.
Setelah regulasi itu terbit, BRI Syariah meminta nasabah, termasuk Butet, untuk menebus emas
yang mereka biayai. Butet menolak karena saat itu harga emas sedang turun. Apalagi ia juga harus
mengganti selisih dari 90 persen harga emas yang seharusnya dibiayai oleh bank.
Karena Butet terus menolak, pada Agustus 2012, BRI Syariah menjual semua emas Butet saat
harganya rendah. Butet pun marah lantaran ia mesti menanggung utang Rp 40 juta akibat
penjualan sepihak itu.
Menurut dia, bank berhak menjual emas itu tanpa persetujuannya sebagai pemilik. Apalagi dia
memiliki uang dalam rekening BRI Syariah dan mengizinkan transaksi autodebit setiap empat bulan
untuk menebus emas tersebut.
"Kalau ternyata ada kesalahan pada bank terkait, saya kira harus diberi sanksi supaya tidak
berdampak buruk. Mudah-mudahan ini bisa selesai dengan baik," kata Syakir.
perlu segera melaksanakan Undang-undang Nomor 19 Prp. tahun 1960 tentang Perusahaan Negara
terhadap perusahaan milik negara yang berada didalam lingkungan Departemen Keuangan; bahwa
berhubung dengan itu perlu dibentuk suatu Badan Pimpinan Umum yang diserahi tugas mengawasi
pekerjaan meguasai dan mengurus perusahaan negara yang berusaha dalam lapangan perkreditan
dan tabungan.
Kasus Gagal Bayar Asuransi Bertambah, BPKN: Negara Harus Turun Tangan
Gagal bayar yang terjadi pada PT Asuransi Jiwa Kresna atau Kresna Life menambah deretan kasus
asuransi jiwa di Indonesia setelah sebelumnya dialami nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Johan
Effendi mengatakan bahwa pada 2019 pihaknya sudah memberikan rekomendasi terkait asuransi
kepada Presiden Joko Widodo.
“Krisis likuiditas yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya dan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera dan
juga pada akhir ini PT Asuransi Jiwa Kresna Life adalah kasus sektor keuangan yang menjadi sorotan
publik dan merugikan konsumen,” katanya melalui keterangan pers, Minggu (14/2/2021).
Johan menjelaskan bahwa BPKN akan terus berkomitmen pada perlindungan hak para korban
Jiwasraya yang masih belum dibayar. Meski Jiwasraya telah memberikan opsi restrukturisasi yang
ditawarkan ke nasabah, tidak boleh merugikan hak konsumen dan tetap mengedepankan unsur
keadilan serta kepastian hukum. BPKN melihat kasus gagal bayar perusahaan asuransi yang terjadi
dalam beberapa tahun terakhir disebabkan oleh lemahnya pengawasan dari regulator.
Mengenai likuiditas, Suheri menyebutkan sejauh ini tak ada masalah dalam
pembayaran klaim pensiunan sebab biasanya di dana pensiun sudah
mengantisipasi dengan mencairkan dana dari deposito dan surat utang.
"Kemungkinan mereka butuh saat ini kan kecil karena jangka panjang
investasinya dan biasanya kan ada cash likuiditas untuk bayar. Manfaat dari
instrumen lain dari deposito dan obligasi sudah diperhitungkan tenor dan
liabilitasnya," imbuh dia.
Mereka adalah PP, SK, CDB, KD, DK yang merupakan kontraktor, dan A
yang merupakan analis kredit salah satu bank di Kabupaten Bengkayang.
bahwa pembiayaan proyek melalui penerbitan Surat Berharga Syariah Negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara, memerlukan dasar hukum untuk perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan
obyek hasil pembiayaan yang penganggarannya bersumber dari Surat Berharga Syariah
Negara; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pembiayaan Proyek Melalui Penerbitan Surat
Berharga Syariah Negara;