Anda di halaman 1dari 8

NAMA : RACHEL OKTAVIANI SOLIHIN

NIM : 2892150055

PRODI : MANAJEMEN A1 REG PLUS (weekend)

MATKUL : ASPEK HUKUM semester 1

1.PERMASALAHAN DALAM PEMBIAYAAN KONSUMEN

Pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang menghasilkan berbagai macam produk


kebutuhan hidup sehari-hari, yang dipasarkan secara terbuka baik pasar-pasar tradisional maupun
melalui iklan di media masa, mendorong masyarakat untuk ikut memiliki dan menikmati produk
yang dibutuhkannya. Tetapi disisi lain, sebagian besar masyarakat belum mampu membeli produk
yang dibutuhkan itu secara tunai karena mereka tergolong masyarakat berpenghasilan rendah.
Keadaan masyarakat yang demikian merupakan suatu fenomena dan fakta yang tidak terbantahkan
bahwa di era globalisasi ini kebutuhan masyarakat akan pembiayaan semakin meningkat, selain
lembaga keuangan bank adapula lembaga keuangan non bank seperti lembaga pembiayaan (leasing)
yang mana lembaga tersebut menjadi tujuan dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
khususnya di bidang pembiayaan, baik itu pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana maupun
barang modal. Perkembangan hukum bisnis khususnya lembaga pembiayaan (leasing) sudah
merambah kesegala aspek, jika dalam dunia perbankan terkenal dengan hukum perbankan,
kemudian bantuan finansial melalui lembaga pembiayaan dikenal dengan nama hukum pembiayaan.
Lembaga pembiayaan atau yang sering dikenal dengan istilah leasing tersebut merupakan pranata
hukum yang “banci”, maksudnya adalah : “Di satu pihak dia mirip sewa menyewa, tetapi lain pihak
leasing mengandung unsur jual beli, bahkan unsur-unsur perjanjian pinjammeminjam juga ada,
karena itu beberapa segi realisasi leasing dalam praktek masih terkesan ragu-ragu”. Munculnya
lembaga pembiayaan terjadi karena lembaga keuangan konvensional (bank) di rasa tidak cukup
ampuh untuk menanggulangi berbagai kebutuhan dana bagi masyarakat. Penyebab lain adalah
“keterbatasan jangkauan penyebaran kredit oleh bank dan keterbatasan dana”

A.Penyelesaian masalah dengan undang undang yang terkait


Pasal 1 angka (6 bahwa : “) Keppres Nomor 61 Tahun 1988 disebutkan Pembiayaan
Konsumen adalah pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan Konsumen dengan sistem
pembayaran angsuran atau berkala”.dengan tujuan  bahwa dalam rangka menunjang
pertumbuhan ekonomi maka sarana penyediaan dana yang dibutuhkan masyarakat perlu
lebih diperluas sehingga peranannya sebagai sumber dana pembangunan makin meningkat

2.PERMASALAHAN YANG BERKAITAN DENGAN KARTU KREDIT

Kartu kredit bagaikan pisau bermata dua. Jika teliti dalam menggunakannya, kartu kredit bisa
membantu dalam hal keuangan. Sebaliknya, jika dipergunakan tanpa komitmen yang tinggi, bisa jadi
Anda terlilit kartu kredit. Selain berhati-hati, Anda perlu mengantisipasi sejumlah persoalan umum
bagi pengguna kartu kredit.
Seperti halnya yang di alami oleh saudara bram yang pernah viral di sosial media. Kasus kartu kredit
Bram mencuat ke publik setelah Suci Lestari membuat kicauan soal suaminya yang tiba-tiba
mendapatkan tagihan Rp48 juta dari sebuah bank asing. Suci pun berkicau akibat kasus itu,tentunya
kasus ini sangat membawa dampak buruk terhadap BI Checkingnya yang akan terancam i jelek.
Nah, apa sih sebenarnya BI Checking itu? BI Checking adalah laporan yang dulunya dikeluarkan oleh
Bank Indonesia yang berisi riwayat kredit/pinjaman seorang nasabah kepada bank atau lembaga
nonbank. BI Checking juga dapat melihat masalah kelancaran pinjaman seorang nasabah.

A.Penyelesaian masalah dengan undang undang yang terkait


 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen serta Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 18/33/DKSP/2016 Perihal Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 Perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaraan
Dengan Menggunakan Kartu.

Dimana  menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa
serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

3.PERMASALAHAN YANG BERKAITAN DENGAN PEGADAIAN

Kasus Gadai Emas Perburuk Citra Produk Syariah  

 Pengamat keuangan syariah, Syakir Sula, menilai kasus gadai emas di BRI Syariah Semarang
bisa berdampak buruk terhadap reputasi produk bank syariah lainnya. Menurut dia, Bank Indonesia
dan bank terkait harus menyelesaikan masalah tersebut secara tuntas dengan nasabah.

"Harus diselesaikan dengan baik karena ini bisa jadi preseden buruk terhadap produk syariah
lainnya," kata Syakir seusai seminar bertajuk "Strategi Meningkatkan Market Share Industri
Keuangan Syariah" di Hotel Borobudur, Kamis, 4 Oktober 2012.

Apalagi, kata Syakir, yang mengadukan masalah produk gadai emas tersebut adalah tokoh
seniman seperti Butet Kertaredjasa. Dia berharap agar masalah ini selesai tanpa merugikan
nasabah. "Kalau bank bersangkutan tidak menyelesaikan dengan baik, akan berdampak pada
reputasi syariah," ujar dia.

Syakir mengaku sudah lama mengkritik produk gadai emas karena sangat mudah disalahartikan.
Maka tidak heran jika Bank Indonesia juga membatasi dan berhati-hati terhadap produk gadai. "Ini
salah satu dampak jika satu produk tidak clear.”

Seniman Butet Kertaredjasa bersama delapan nasabah gadai emas BRI Syariah asal Semarang
berencana mendatangi kantor Bank Indonesia. Mereka akan meminta mediasi bank sentral
lantaran kasus sengketa layanan investasi tersebut.
Masalah ini bermula pada Agustus 2011, saat Butet dan beberapa orang menjadi nasabah gadai
emas BRI Syariah. Ia membeli emas seberat 4,89 kilogram dengan nilai lebih dari Rp 2,5 miliar.
Adapun modal yang dikeluarkan sebesar 10 persen dari harga emas, sisanya dibiayai BRI Syariah
dengan cara mencicil setiap empat bulan. Seniman monolog ini pun dibebani biaya penyimpanan
atau udjroh.

Namun, pada Februari 2012, BI mengeluarkan regulasi yang mensyaratkan nasabah harus memiliki
emas sebelum bertransaksi gadai. Bank sentral juga membatasi perpanjangan gadai emas paling
banyak dua kali. Selain itu, plafon pembiayaan gadai emas dibatasi maksimal Rp 250 juta untuk
setiap nasabah.

Setelah regulasi itu terbit, BRI Syariah meminta nasabah, termasuk Butet, untuk menebus emas
yang mereka biayai. Butet menolak karena saat itu harga emas sedang turun. Apalagi ia juga harus
mengganti selisih dari 90 persen harga emas yang seharusnya dibiayai oleh bank.

Karena Butet terus menolak, pada Agustus 2012, BRI Syariah menjual semua emas Butet saat
harganya rendah. Butet pun marah lantaran ia mesti menanggung utang Rp 40 juta akibat
penjualan sepihak itu.

Menurut dia, bank berhak menjual emas itu tanpa persetujuannya sebagai pemilik. Apalagi dia
memiliki uang dalam rekening BRI Syariah dan mengizinkan transaksi autodebit setiap empat bulan
untuk menebus emas tersebut.

"Kalau ternyata ada kesalahan pada bank terkait, saya kira harus diberi sanksi supaya tidak
berdampak buruk. Mudah-mudahan ini bisa selesai dengan baik," kata Syakir.

A.Penyelesaian masalah dengan undang undang yang terkait


"B.P.U." ialah Badan Pimpinan Umum Perkreditan/Tabungan sebagai termaksud dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 179 tahun 1961 pasal 6 yang berbunyi Perusahaan berusaha dalam lapangan
perkreditan atas dasar hukum gadai dengan tanggungan barang-barang gerak dengan cara yang
mudah, cepat, aman dan hemat, sehingga dengan demikian ikut serta mencegah adanya lintah
darat, ijon, pegadaian gelap dan praktek riba lainnya.

perlu segera melaksanakan Undang-undang Nomor 19 Prp. tahun 1960 tentang Perusahaan Negara
terhadap perusahaan milik negara yang berada didalam lingkungan Departemen Keuangan; bahwa
berhubung dengan itu perlu dibentuk suatu Badan Pimpinan Umum yang diserahi tugas mengawasi
pekerjaan meguasai dan mengurus perusahaan negara yang berusaha dalam lapangan perkreditan
dan tabungan.

4.PERMASALAHAN YANG BERKAITAN DENGAN ASURANSI

Kasus Gagal Bayar Asuransi Bertambah, BPKN: Negara Harus Turun Tangan
Gagal bayar yang terjadi pada PT Asuransi Jiwa Kresna atau Kresna Life menambah deretan kasus
asuransi jiwa di Indonesia setelah sebelumnya dialami nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Johan
Effendi mengatakan bahwa pada 2019 pihaknya sudah memberikan rekomendasi terkait asuransi
kepada Presiden Joko Widodo.
“Krisis likuiditas yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya dan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera dan
juga pada akhir ini PT Asuransi Jiwa Kresna Life adalah kasus sektor keuangan yang menjadi sorotan
publik dan merugikan konsumen,” katanya melalui keterangan pers, Minggu (14/2/2021).

Johan menjelaskan bahwa BPKN akan terus berkomitmen pada perlindungan hak para korban
Jiwasraya yang masih belum dibayar. Meski Jiwasraya telah memberikan opsi restrukturisasi yang
ditawarkan ke nasabah, tidak boleh merugikan hak konsumen dan tetap mengedepankan unsur
keadilan serta kepastian hukum. BPKN melihat kasus gagal bayar perusahaan asuransi yang terjadi
dalam beberapa tahun terakhir disebabkan oleh lemahnya pengawasan dari regulator.

A.Penyelesaian masalah dengan undang undang yang terkait


pasal 1 angka 1 UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen. "Oleh karena itu pemerintah harus segera mengambil tindakan
penegakan proses hukum untuk melindungi konsumen apabila ditemukan pelanggaran atas
peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan mengedepankan pemulihan hak
konsumen,"

Peraturan Presiden (Perpres) 50/2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen


menetapkan sektor keuangan sebagai salah satu sektor prioritas.

5.PERMASALAHAN YANG BERKAITAN DENGAN DANA PENSIUN

Kasus Jiwasraya juga Guncang Investasi Dana Pensiun


 Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) menyebut investasi di saham dan
reksa dana mengalami penurunan karena kondisi pasar saham domestik
sedang mengalami tekanan. Skandal PT Asuransi Jiwasraya (Persero)
menjadi salah satu pemicu tekanan terhadap pasar saham domestik, selain
sentimen dari wabah virus corona.

Ketua ADPI Suheri mengatakan penurunan nilai investasi tersebut secara


tidak langsung juga terjadi di dana pensiun, sebagai dampak koreksi yang
juga terjadi di pasar. Namun, mengingat penempatan dana investasi yang
diklaim berbeda dengan portofolio Jiwasraya, tak ada masalah fundamental
yang terjadi di industri ini. "Kalau impact-nya ke pasar secara tidak langsung
kita [dana pensiun] ke-impact kalau ada saham dan reksa dana terkait.
Kenapa saham kena ya pasti kita terdampak tapi belum direalisasikan. Kalau
sudah selesai kasusnya dan bukan karena fundamental tapi karena pasar
pasti balik lagi nilai investasinya," kata Suheri kepada CNBC Indonesia, Senin
(17/2/2020). Dia menyebutkan, penempatan dana investasi di saham dan
reksa dana umumnya dilakukan untuk jangka panjang. Sehingga jika investasi
yang rugi tersebut tak direalisasikan ketika posisi turun maka tak akan ada
kerugian yang ditanggung perusahaan

Selain itu, pemilihan saham-saham juga menjadi perhatian. Sejauh ini,


saham-saham yang likuid dan baik fundamentalnya sudah menjadi 'pakem' di
industri ini.

"Selama ga direalisasikan dan yang dibeli fundamentalnya bagus, bukan


gorengan jadi dapen sabar aja, kecuali kalau ada yang ikutan beli saham
gorengan itu kan risiko investasi," kata dia.

Mengenai likuiditas, Suheri menyebutkan sejauh ini tak ada masalah dalam
pembayaran klaim pensiunan sebab biasanya di dana pensiun sudah
mengantisipasi dengan mencairkan dana dari deposito dan surat utang.

"Kemungkinan mereka butuh saat ini kan kecil karena jangka panjang
investasinya dan biasanya kan ada cash likuiditas untuk bayar. Manfaat dari
instrumen lain dari deposito dan obligasi sudah diperhitungkan tenor dan
liabilitasnya," imbuh dia.

A.Penyelesaian masalah dengan undang undang yang terkait


Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun yaitu Mengatur jenis-jenis
Dana Pensiun, serta persyaratan bagi pihak yang ingin menjalankan program yang masuk dalam
kategori Dana Pensiun.Ketentuan mengenai pembentukan Dana Pensiun Pemberi Kerja, serta
mekanisme dan tata cara pengesahannya.Bab ini juga menjelaskan secara detail mengenai peserta,
pengelolaan, dan pembubaran Dana Pensiun Pemberi Kerja.Penjelasan mengenai penyelenggaraan dan
pengelolaan Dana Pensiun yang dilaksanakan oleh Lembaga Keuangan.Mengatur perpajakan terkait
Dana Pensiun, baik itu Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan.Paparan
mengenai mekanisme pembinaan dan pengawasan terkait Dana Pensiun, serta kewajiban yang harus
dilakukan.Aturan mengenai sanksi pidana jika terdapat pelanggaran dalam penyelenggaraan Dana
Pensiun.

6.PERMASALAHAN YANG BERKAITAN DENGAN PEMBIAYAAN PROYEK


Kasus Pembiayaan Kredit Proyek Fiktif di Bengkayang Rugikan
Negara Rp 8,2 Miliar

 Sebanyak enam orang tersangka kasus dugaan pengajuan pembiayaan


kredit proyek fiktif di Kabupaten Bengkayang, digelandang ke Kejaksaan
Tinggi Kalbar. Keenam tersangka ini terdiri dari lima orang kontraktor dan
satu analis kredit bank.

Mereka adalah PP, SK, CDB, KD, DK yang merupakan kontraktor, dan A
yang merupakan analis kredit salah satu bank di Kabupaten Bengkayang.

Para kontraktor dari beberapa perusahaan ini, diduga mengajukan kredit


pembiayaan proyek pengadaan barang dan jasa ke salah satu bank
dengan berbekal jaminan Surat Perintah Kerja atau SPK proyek tahun
anggaran 2018 yang ternyata palsu.Para kontraktor seolah-olah mendapat
proyek pembangunan proyek kementerian pembangunan desa tertinggal
dan transmigrasi.Pihak bank akhirnya memberikan pembiayaan sebesar
maksimal 60 persen dari nilai pekerjaan SPK yang merupakan proyek
penunjukkan langsung. Total, ada 74 paket pekerjaan dengan nilai proyek
masing-masing di bawah 200 juta rupiah.Tindak pidana ini menyebabkan
kerugian negara sebesar 8,2 miliar. Hingga saat ini Kejati Kalbar telah
menahan 10 orang tersangka dari kasus ini, dan akan terus
dikembangkan.Dari kasus ini, Kejati Kalbar berhasil menyelamatkan
kerugian negara sebesar lebih dari 1,5 miliar rupiah. Kejati Kalbar
mengimbau agar pihak bank berhati-hati dalam memberikan pembiayaan
kredit.

A.Penyelesaian masalah dengan undang undang yang terkait

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG

PEMBIAYAAN PROYEK MELALUI PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA

bahwa pembiayaan proyek melalui penerbitan Surat Berharga Syariah Negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara, memerlukan dasar hukum untuk perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan
obyek hasil pembiayaan yang penganggarannya bersumber dari Surat Berharga Syariah
Negara; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pembiayaan Proyek Melalui Penerbitan Surat
Berharga Syariah Negara;

7.PERMASALAHAN YANG BERKAITAN DENGAN PEMBIAYAAN


SEKUNDER PERUMAHAN

OJK Kaji Terobosan Pembiayaan Sekunder Perumahan


 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengkaji terobosan selain regulasi untuk
mendorong  pembiayaan sekunder perumahan  di Indonesia sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
"Kami perlu ada terobosan sepertinya. Ini perlu kami pikirkan kira-kira terobosannya apa sehingga
'market' bisa berkembang," kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida setelah memberikan
sambutan dalam Konferensi "Asia Fixed Income Summit" di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali,
Kamis (7/9).
Dia mengungkapkan di antara negara ASEAN pasar pembiayaan sekunder perumahan di Indonesia
masih lebih rendah dibandingkan Thailand atau bahkan negara di luar Asia Tenggara, seperti
Mongolia.
Untuk itu, OJK baru-baru ini mengeluarkan Peraturan Nomor 20 tahun 2017 tentang Pedoman
Penerbitan dan Pelaporan Efek Beragun Aset Berbentuk Surat Partisipasi dalam Rangka
Pembiayaan Sekunder Perumahan yang merubah peraturan sebelumnya POJK Nomor 23 tahun
2014.
Dalam aturan baru tersebut, PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) selaku satu-satunya BUMN
yang mengembangkan Pasar Pembiayaan Sekunder Perumahan melalui sekuritisasi dan
pembiayaan, bisa menahan lebih dari 10 persen dari total penerbitan Efek Beragun Aset Surat
Partisipasi (EBA SP) sebagai antisipasi apabila produk kurang diminati pasar."Jika tidak diberikan
kesempatan bagi penerbit (SMF) untuk bisa menahan lebih dari 10 persen, mereka bisa terhambat
penerbitannya. Oleh karena itu dibolehkan di atas 10 persen dengan syarat nanti mereka akan jual
lagi," ucap Nurhaida.
Nurhaida berpandangan mencari produk investasi yang berbasis tagihan kredit perumahan itu yang
tidak mudah di pasar sekuritisasi dinilai sebagai salah satu yang menyebabkan EBA SP belum
banyak dilirik di pasaran.
Apalagi, lanjut dia, perbankan enggan melepas mengingat investasi yang berbasis tagihan kredit
perumahan atau cicilan KPR itu dinilai aset yang bagus.
"Cicilan KPR rata-rata jangka panjang apalagi untuk masyarakat berpenghasilan rendah itu mereka
biasanya langsung potong gaji jadi pembayaran pasti, risiko juga kecil. Jadi bagi bank juga berpikir
untuk melepas karena ini aset bagus," ujarnya.
Selain regulasi yang sudah disesuaikan, Nurhaida mengatakan pihaknya juga harus mendorong
penerbitan produk yang lebih banyak untuk disekuritisasi dan mendorong permintaan baik investor
dalam dan luar negeri termasuk kemungkinan adanya insentif.
"Sebetulnya kajian setiap saat dilakukan tetapi mana yang betul bisa digunakan untuk mendorong
produk makin berkembang, perlu kami lihat mana yang paling tepat. Kami sesuaikan kondisi dan
kebutuhan masyarakat dan kesempatan investasi," ucap Nurhaida.
Sementara itu SMF sejak berdiri tahun 2005 hingga 30 Juni 2017 telah mengalirkan dana dari pasar
modal ke penyalur KPR kumulatif mencapai Rp32,6 triliun.
Jumlah itu terdiri dari sekuritisasi sebesar Rp8,1 triliun dan penyaluran pinjaman sebesar Rp24,5
triliun dengan jumlah debitur yang telah dibiayai sebanyak 672 ribu di seluruh Indonesia.
A.Penyelesaian masalah dengan undang undang yang terkait
Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan, perlu
disesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan perumahan dan perkembangan skim pembiayaan
sekunder perumahan; bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Presiden tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005
tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan;

Anda mungkin juga menyukai