Arti HAM
HAM adalah prinsip prinsip moral atau norma norma,yang menggambarkan standart tertenu
dari perilaku manusia, yang dilindungi secara teratur sebagai hak hak hukum dalam hukum kota
dan internasional.Mereka umumnya dipahami sebagai hal mutlak sebagai hak hak dasar yang
seseorang secara inheren berhak karena dia adalah manusia dan yang melekat pada semua
manusia terlepas dari bangsa, lokasi, bahasa, adama, asal usul etnis atau status lainnya. Ini
berlaku dimana mana dan pada setiap kali dalam arti yang universal, dan ini egaliter dalam arti
yang sama bagi setiap orang. HAM membutuhkan empati dan aturan hukum dan memaksakan
keajiban pada orang untuk menghormati hak asasi manusia dari orang lain. Mereka tidak harus
diambil kecuali sebagai hasil dari proses hukum berdasarkan keadaan tertentu, misalnya hak
asasi manusia mungkin termasuk kebebasan dari penjara melanggar hukum,penyiksaan,dan
eksekusi.
Doktrin dari hak asasi manusia telah sangat berpengaruh dalam hukum internasional, lembaga-
lembaga global dan regional. Tindakan oleh negara-negara dan organisasi-organisasi non-
pemerintah membentuk dasar dari kebijakan publik di seluruh dunia. Ide HAM menunjukkan
bahwa "jika wacana publik dari masyarakat global mengenai perdamaian dapat dikatakan
memiliki bahasa moral yang umum, itu merujuk ke hak asasi manusia." Klaim yang kuat yang
dibuat oleh doktrin hak asasi manusia terus memprovokasi skeptisisme yang cukup besar dan
perdebatan tentang isi, sifat dan pembenaran hak asasi manusia sampai hari ini. Arti yang tepat
dari hak asasi memicu kontroversial dan merupakan subyek perdebatan filosofis yang
berkelanjutan sementara ada konsensus bahwa hak asasi manusia meliputi berbagai hak
seperti hak untuk mendapatkan pengadilan yang adil, perlindungan terhadap perbudakan,
larangan genosida, kebebasan berbicara, atau hak atas pendidikan, ada ketidaksetujuan
tentang mana yang hak tertentu harus dimasukkan dalam kerangka umum hak asasi manusia;
beberapa pemikir menunjukkan bahwa hak asasi manusia harus menjadi persyaratan minimum
untuk menghindari pelanggaran terburuk, sementara yang lain melihatnya sebagai standar
yang lebih tinggi.
Banyak ide-ide dasar yang menggambarkan gerakan hak asasi manusia yang dikembangkan
pada masa setelah Perang Dunia Kedua dan kekejaman dari Holocaust, berpuncak pada adopsi
dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia di Paris oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1948.
Masyarakat kuno tidak memiliki konsepsi modern yang sama dari hak asasi manusia universal.
Pelopor sebenarnya dari wacana hak asasi manusia adalah konsep hak alami yang muncul
sebagai bagian dari tradisi hukum alam abad pertengahan yang menjadi menonjol selama Abad
Pencerahan dengan filsuf seperti John Locke, Francis Hutcheson, dan Jean-Jacques Burlamaqui,
dan yang menonjol dalam wacana politik Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis.[6] Dari dasar
ini, argumen hak asasi manusia modern muncul selama paruh kedua abad kedua puluh,[12]
mungkin sebagai reaksi terhadap perbudakan, penyiksaan, genosida, dan kejahatan perang,[6]
sebagai realisasi kerentanan manusia yang melekat dan sebagai prasyarat untuk kemungkinan
menciptakan masyarakat yang adil.
TUGAS HAM
- Pengkajian dan penelitian mengenai instrument HAM internasional
SEJARAH HAM
Piagam perjanjian antara Raja John dari Inggris dengan para bangsawan disebut Magna Charta.
Isinya adalah pemberian jaminan beberapa hak oleh raja kepada para bangsawan beserta
keturunannya, seperti hak untuk tidak dipenjarakan tanpa adanya pemeriksaan pengadilan.
Jaminan itu diberikan sebagai balasan atas bantuan biaya pemerintahan yang telah diberikan
oleh para bangsawan. Sejak saat itu, jaminan hak tersebut berkembang dan menjadi bagian dari
sistem konstitusional Inggris.
Revolusi Prancis adalah bentuk perlawanan rakyat Prancis kepada rajanya sendiri (Louis XVI)
yang telah bertindak sewenang-wenang dan absolut. Declaration des droits de I’homme et du
citoyen (Pernyataan Hak-Hak Manusia dan Warga Negara) dihasilkan oleh Revolusi Prancis.
Pernyataan ini memuat tiga hal: hak atas kebebasan (liberty), kesamaan (egality), dan
persaudaraan (fraternite).
Pada tanggal 27 Juni 1981, negara-negara anggota Organisasi Persatuan Afrika (OAU)
mengadakan konferensi mengenai HAM. Dalam konferensi tersebut, semua negara Afrika
secara tegas berkomitment untuk memberantas segala bentuk kolonialisme dari Afrika, untuk
mengkoordinasikan dan mengintensifkan kerjasama dan upaya untuk mencapai kehidupan
yang lebih baik bagi masyarakat Afrika.
Deklarasi Kairo tentang Hak Asasi Manusia dalam Islam merupakan deklarasi dari negara-
negara anggota Organisasi Konferensi Islam di Kairo pada tahun 1990 yang memberikan
gambaran umum pada Islam tentang hak asasi manusia dan menegaskan Islam syariah sebagai
satu-satunya sumber. Deklarasi ini menyatakan tujuannya untuk menjadi pedoman umum bagi
negara anggota OKI di bidang hak asasi manusia.
Deklarasi Bangkok diadopsi pada pertemuan negara-negara Asia pada tahun 1993. Dalam
konferensi ini, pemerintah negara-negara Asia telah mengegaskan kembali komitmennya
terhadap prinsip-prinsip Piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Mereka
menyatakan pandangannya saling ketergantungan dan dapat dibagi hak asasi manusia dan
menekankan perlunya universalitas, objektivitas, dan nonselektivitas hak asasi manusia.
Deklarasi ini merupakan deklarasi universal yang ditandatangani oleh semua negara anggota
PBB di ibu kota Austria, yaitu Wina. Oleh karenanya dikenal dengan Deklarasi Wina. Hasilnya
adalah mendeklarasikan hak asasi generasi ketiga, yaitu hak pembangunan. Deklarasi ini
sesungguhnya adalah re-evaluasi tahap dua dari Deklarasi HAM, yaitu bentuk evaluasi serta
penyesuaian yang disetuju semua anggota PBB, termasuk Indonesia.
Semoga artikel Kewarganegaraan tersebut di atas tentang Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM)
bisa bermanfaat dan menambah pengetahuan sobat sekalian. Apabila ada suatu kesalahan baik
berupa penulisan maupun isi, mohon kiranya kritik dan saran yang membangun untuk
kemajuan bersama. Jangan lupa like dan share juga ya sobat. Teirma kasih.. ^^Maju Terus
Pendidikan Indoensia
TUGAS PKN
SEJARAH BALI
Description: otonan bayiBali yang berasal dari kata “Bal” yang dalam bahasa Sansekerta
adalah berarti "Kekuatan", dan "Bali" yang berarti "Pengorbanan" berarti supaya kita tidak
melupakan kekuatan kita. Agar kita selalu siap untuk selalu berkorban. Bali mempunyai
beberapa pahlawan nasional yang sangat berperan dalam mempertahankan daerahnya antara
lain yaitu I Gusti Ngurah Rai dan I Gusti Ketut Jelantik.
LOKASI BALI
Pulau Bali merupakan bagian dari Kepulauan Sunda Kecil yang merupakan ibu kota Denpasar.
Tempat penting yang berada di pulau Bali lainnya adalah Ubud sebagai pusat seni yang terletak
di Kabupaten Gianyar, sedangkan Kuta, Sanur, Denpasar,Seminyak, dan Nusa Dua adalah
beberapa tempat yang merupakan tujuan pariwisata, baik wisata pantai maupun sebagai
tempat peristirahatan. Suku bangsa Bali dibagi menjadi 2 adalah: Bali Aga (penduduk asli Bali
yang tinggal di daerah trunyan), dan Bali Mojopahit (Bali Hindu / keturunan Bali Mojopahit).
Masyarakat Bali sebagian besar menggunakan bahasa Bali dan juga Indonesia, sebagian besar
bahasa yang di gunakan masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Bahasa Inggris
merupakan bahasa ketiga dan bahasa asing yg digunakan masyarakat Bali yang dipengaruhi
oleh kebutuhan industri pariwisata. Menurut satra Bali Bahasa Bali di bagi menjadi 2 yaitu,
bahasa Aga yaitu bahasa Bali yang pengucapannya lebih kasar, dan bahasa Bali Mojopahit atau
Bahasa Bali Alus Singgih yaitu bahasa yang pengucapannya lebih halus.
Banjar merupakan perkumpulan adat dari masyarakat Bali atau bisa disebut sebagai desa
adalah suatu bentuk kesatuan-kesatuan sosial masyarakat Bali yang didasarkan atas kesatuan
wilayah. Kesatuan sosial tersebut diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara keagamaan. Banjar
mempunyai kepala yang di sebut dengan klian banjar yang bertugas sebagai membantu atau
menangani segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial dan keagamaan di dalam
Banjar,tetapi sering kali juga harus memecahkan permasalahan yang mencakup hukum adat
tanah, serta hal-hal yang sifatnya administrasi pemerintahan.
Masyarakat Bali telah mengenal sistem pengairan yaitu sistem pengairan subak dimana subak
ini mengatur pengairan dan penanaman di sawah-sawah. Mereka juga sudah mengenal
arsitektur yang mengatur tentang tata letak ruangan dan bangunan yang menyerupai bangunan
Feng Shui. Arsitektur adalah ungkapan perlambang komunikatif serta edukatif. Bali juga
memiliki senjata tradisional yaitu Keris. Selain untuk membela diri, menurut kepercayaan
masyarakat Bali bila keris pusaka direndam dalam air putih maka Keris tsb dapat
menyembuhkan orang yang terkena gigitan binatang berbisa.
D. ORGANISASI SOSIAL
a). Perkawinan
Melestarikan garis keturunan dalam masyarakat Bali yaitu mengarah pada patrilineal. Sistem
kasta masih mempengaruhi proses berlangsungnya suatu perkawinan masyarakat Bali, karena
seorang wanita yang kastanya lebih tinggi kawin dengan pria yang kastanya lebih rendah atau
tidak sederajat tidak dibenarkan karena terjadi suatu penyimpangan, yakni akan membuat malu
keluarga dan menjatuhkan gengsi seluruh kasta dari anak wanita. Tapi di beberapa daerah di
Bali sistem perkawinan tersebut merupakan suatu hal yang biasa.
Di beberapa daerah Bali, berlaku pula adat penyerahan mas kawin ( petuku luh), tetapi
sekarang ini terutama diantara keluarga orang-orang terpelajar, sudah menghilang.
b). Kekerabatan
Adat menetap di Bali sesudah menikah mempengaruhi pergaulan kekerabatan di dalam suatu
masyarakat. Ada 2 macam adat menetap yang sering berlaku di Bali yaitu adat virilokal adalah
adat yang membenarkan sepasang pengantin baru menetap disekitar pusat kediaman kerabat
suami,dan adat neolokal adalah adat yang menentukan pengantin baru tinggal sendiri di
tempat kediaman yang baru. Di Bali ada 3 kelompok klen utama (triwangsa) adalah: Brahmana
sebagai pemimpin upacara, Ksatria yaitu : merupakan kelompok-klompok khusus seperti arya
Kepakisan dan yang ketiga Jaba yaitu sebagai pemimpin keagamaan.
c). Kemasyarakatan
Desa merupakan suatu kesatuan hidup komunitas masyarakat Bali yang mencakup pada 2
pengertian yakni : Desa adat dan Desa dinas (administratif). Keduanya merupakan suatu
kesatuan wilayah di dalam hubungannya dengan keagamaan atau pun adat istiadat Bali,
sedangkan desa dinas adalah kesatuan admistratif atau ikut serta sebagai satu kesatuan
administratif dalam suatu banjar. Kegiatan desa adat terpusat pada kegiatan bidang upacara
adat dan keagamaan, sedangkan desa dinas terpusat pada bidang administrasi, pemerintahan
dan pembangunan.
E. MATA PENCAHARIAN
Pada umumnya masyarakat Bali mayoritas bermata pencaharian bercocok tanam, pada dataran
yang curah hujannya yang cukup baik, dalam bidang pertenakan terutama sapi dan babi sebagai
usaha penting dalam masyarakat pedesaan di Bali, sedangkan perikanan darat maupun laut
yang merupakan mata pecaharian sambilan, pada bidang kerajinan meliputi kerajinan
pembuatan benda anyaman, patung, ukir-ukiran, percetakaan, pabrik kopi, kain, pabrik rokok,
dll. Usaha dalam bidang ini untuk memberikan lapangan pekerjaan pada masyarakat. Dan pada
umumnya masyarakat Bali yang berasal dari Gianyar bergerak dalam bidang kerajinan dan
kesenian karena bakat dari masyarakat setempat yang di dapat secara turun temurun. Banyak
wisatawan yang mengunjungi bali maka timbullah usaha perhotelan, travel, toko kerajinan
tangan.
F. KEAGAMAAN
Agama yang di anut sebagian orang Bali adalah agama Hindu sekitar 95%, dari jumlah
penduduk Bali, sedangkan sisanya 5% adalah penganut agama Islam, Kristen, Katholik, Budha,
dan Kong Hu Cu. Tujuan hidup ajaran Hindu adalah mencapai keseimbangan dan kedamaian
hidup lahir dan batin.orang Hindu percaya adanya 1 Tuhan dalam bentuk konsep Trimurti,
adalah wujud Brahma (sang pencipta), wujud Wisnu (sang pelindung dan pemelihara), serta
wujud Siwa (sang pelebur). Tempat beribadah di bali disebut Pura. Tempat-tempat pemujaan
leluhur disebut sanggah atau Merajan. Kitab suci agama Hindu adalah weda yang berasal dari
India.
Orang yang telah meninggal dunia pada orang yang beragama Hindu diadakan upacara Ngaben
yang dianggap sanggat penting untuk membebaskan arwah orang yang telah meninggal dunia
dari ikatan-ikatan duniawinya menuju surga. Ngaben itu sendiri adalah upacara pembakaran
mayat. Hari raya umat agama hindu adalah Hari Raya Nyepi yang pelaksanaannya pada
perayaan tahun baru saka pada tanggal 1 dari bulan 10 (kedasa), selain itu ada juga hari raya
galungan, kuningan, saras wati, tumpek landep, tumpek uduh, dan siwa ratri.
(1). Manusia Yadnya yaitu upacara masa kehamilan sampai masa dewasa.
(2). Pitra Yadnya yaitu upacara yang ditujukan kepada roh-roh leluhur.
(5). Bhuta yadnya yaitu upacara untuk roh-roh halus disekitar manusia yang mengganggu
manusia.
G. KESENIAN
3. Seni arsistektur misalnya seni dalam membuat rumah khas Bali yang berdasarkan atas asta
kosala kosali.
4. Seni pertunjukan misalnya seni tari, seni sastra, seni drama, seni musik, dan seni audiovisual
misalnya seni video dan film.
NILAI-NILAI BUDAYA
1.Tata krama merupakan kebiasaan sopan santun yang di sepakati dalam lingkungan pergaulan
antar sesame di dalam masyarakat atau kelompoknya
2.Nguopin yaitu gotong royong atau saling membantu apabila mempunyai kegiatan adat atau
keagamaan
4.Sopan santun merupakan etika hubungan dalam sopan pergaulan terhadap orang-orang yang
berbeda suku, adat maupun agama.
ASPEK PEMBANGUNAN
Di Bali, jenis mata pencahariannya adalah sebagian besar dalam bidang pertanian. Mata
pencaharian pokok tersebut mulai bergeser pada jenis mata pencaharian non pertanian.
Pergeseran ini terjadi karena mulai berkembangnya industri pariwisata di daerah Bali, maka
mereka menganggap mulai berkembanglah pula terutama dalam mata pencaharian
penduduknya.
Sehingga kebanyakan orang menjual lahannya untuk industri pariwisata yang dirasakan lebih
besar dan lebih cepat dinikmati. Pendapatan yang diperoleh saat ini kebanyakan dari mata
pencaharian non pertanian, seperti : tukang, sopir, industri, dan kerajinan rumah tangga.
Industri kerajinan rumah tangga seperti memimpin usaha selip tepung, selip kelapa,
penyosohan beras, usaha bordir atau jahit menjahit
TUGAS PKN
Sejarah
Jawa Barat sebagai pengertian administratif mulai digunakan pada tahun 1925 ketika
Pemerintah Hindia Belanda membentuk Provinsi Jawa Barat. Pembentukan provinsi itu sebagai
pelaksanaan Bestuurshervormingwet tahun 1922, yang membagi Hindia Belanda atas kesatuan-
kesatuan daerah provinsi. Sebelum tahun 1925, digunakan istilahSoendalanden (Tanah Sunda)
atau Pasundan, sebagai istilah geografi untuk menyebut Pulau Jawa di sebelah barat Sungai
Cilosari dan Citanduy yang sebagian besar dihuni oleh penduduk yang menggunakan Bahasa
Sunda sebagai bahasa ibu.
Penduduk
Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Kerana
letaknya yang berdekatan dengan ibu kota negara maka hampir seluruh suku bangsa yang ada
di Indonesia terdapat di provinsi ini. 65% penduduk Jawa Barat adalah Suku Sunda yang
merupakan penduduk asli provinsi ini. Suku lainnya adalah Suku Jawa yang banyak dijumpai di
daerah bagian utara Jawa Barat, Suku Betawi banyak mendiami daerah bagian barat yang
bersempadan dengan Jakarta.Suku Minang dan Suku Batak banyak mendiami Kota-kota besar
di Jawa Barat, seperti Bandung,Cimahi, Bogor, Bekasi, dan Depok. Sementara itu Orang
Tionghoa banyak dijumpai hampir di seluruh daerah Jawa Barat.
Agama
Majoriti penduduk di Jawa Barat memeluk agama Islam (97%). Selain itu provinsi Jawa Barat
memiliki bandar-bandar yang menerapkan syariat Islam, seperti Cianjur, Kabupaten Tasik
Malaya, serta Kota Tasikmalaya diperlakukan kepada sebahagian besar warganya yang
menganut agama Islam. Agama Kristian banyak pula terdapat di Jawa Barat, terutama dianut
oleh Orang Tionghoa dan sebahagian Orang Batak. Agama minoriti lainnya yang terdapat di
Provinsi Jawa Barat adalahBuddha, Hindu dan Konfusianisme
Seni Karawitan
1. Alat Musik Angklung
Angklung merupakan sebuah alat musik tradisional terkenal yang dibuat dari bambu dan
merupakan alat musik asli Jawa Barat, Indonesia. Dulunya, angklung memegang bagian penting
dari aktivitas upacara tertentu, khususnya pada musim panen. Suara angklung dipercaya akan
mengundang perhatian Dewi Sri (Nyi Sri Pohaci) yang akan membawa kesuburan terhadap
tanaman padi para petani dan akan memberikan kebahagian serta kesejahteraan bagi umat
manusia.
Angklung yang tertua di dalam sejarah yang masih ada disebut Angklung Gubrag dibuat di
Jasinga, Bogor, Indonesia dan usianya telah mencapai 400 tahun. Sekarang ini, beberapa
angklung tersebut disimpan di Museum Sri Baduga, Bandung, Indonesia.
Dengan berjalannya waktu, Angklung bukan hanya dikenal di seluruh Nusantara, tetapi juga
merambah ke berbagai negara di Asia. Pada akhir abad ke-20, Daeng Soetigna menciptakan
angklung yang didasarkan pada skala suara diatonik. Setelah itu, angklung telah digunakan di
dalam bisnis hiburan sejak alat musik ini dapat dimainkan secara berpadu dengan berbagai
macam alat musik lainnya. Pada tahun 1966, Udjo Ngalagena, seorang siswa dari Tuan Daeng
Soetigna mengembangkan angklung berdasarkan skala suara alat musik Sunda, yaitu
salendro,pelog, dan madenda.
Macam-macam Angklung
a) Angklung Kanekes
Angklung di daerah Kanekes (kita sering menyebut mereka Badui) digunakan terutama karena
hubungannya dengan upacara padi, bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang. Angklung
digunakan atau dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma (ladang). Angklung ditabuh
ketika orang Kanekes menanam padi; ada yang hanya dibunyikan bebas (dikurulungkeun),
terutama di Kajeroan (Tangtu, Badui Jero), dan ada yang dengan ritmis tertentu, yaitu di
Kaluaran (Baduy Luar). Meski demikian, angklung masih bisa ditampilkan di luar ritus padi dan
tetap memunyai aturan, misalnya hanya boleh ditabuh hingga masa ngubaran pare (mengobati
padi), sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya padi. Setelah itu, selama enam bulan berikutnya
semua kesenian tidak boleh dimainkan, dan boleh dimainkan lagi pada musim menanam padi
berikutnya. Menutup angklung dilaksanakan dengan acara yang disebut musungkeun angklung,
yaitu nitipkeun (menitipkan, menyimpan) angklung setelah dipakai.
Dalam sajian hiburan, angklung biasanya diadakan saat terang bulan dan tidak hujan. Mereka
memainkan angklung di buruan (halaman luas di pedesaan) sambil menyanyikan bermacam-
macam lagu, antara lain: “Lutung Kasarung”, “Yandu Bibi”, “Yandu Sala”, “Ceuk Arileu”, “Oray-
orayan”, “Dengdang”, “Yari Gandang”, “Oyong-oyong Bangkong”, “Badan Kula”, “Kokoloyoran”,
“Ayun-ayunan”, “Pileuleuyan”, “Gandrung Manggu”, “Rujak Gadung”, “Mulung Muncang”,
“Giler”, “Ngaranggeong”, “Aceukna”, “Marengo”, “Salak Sadapur”, “Rangda Ngendong”,
“Celementre”, “Keupat Reundang”, “Papacangan”, dan “Culadi Dengdang”.
Para penabuh angklung sebanyak delapan orang dan tiga penabuh bedug ukuran kecil
membuat posisi berdiri sambil berjalan dalam formasi lingkaran. Sementara itu yang lainnya
ada yang ngalage (menari) dengan gerakan tertentu yang telah baku tetapi sederhana.
Semuanya dilakukan hanya oleh laki-laki. Hal ini berbeda dengan masyarakat Badui Dalam,
mereka dibatasi oleh adat dengan berbagai aturan pamali (pantangan, tabu), tidak boleh
melakukan hal-hal kesenangan duniawi yang berlebihan. Kesenian semata-mata dilakukan
untuk keperluan ritual.
Di Kanekes yang berhak membuat angklung adalah orang Kajeroan (Tangtu, Badui Jero).
Kajeroan terdiri dari tiga kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga kampung
ini tidak semua orang bisa membuatnya, hanya yang punya keturunan dan berhak saja yang
mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat ritual. Pembuat angklung di Cikeusik yang
terkenal adalah Ayah Amir (59), dan di Cikartawana Ayah Tarnah. Orang Kaluaran membeli dari
orang Kajeroan di tiga kampung tersebut.
Kesenian dogdog lojor terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan atau kesatuan
adat Banten Kidul yang tersebar di sekitar Gunung Halimun (berbatasan dengan Sukabumi,
Bogor, dan Lebak). Meski kesenian ini dinamakan dogdog lojor, yaitu nama salah satu
instrumen di dalamnya, tetapi di sana juga digunakan angklung karena kaitannya dengan acara
ritual padi. Setahun sekali, setelah panen seluruh masyarakat mengadakan acara Serah Taun
atau Seren Taundi pusat kampung adat. Pusat kampung adat sebagai tempat kediaman kokolot
(sesepuh) tempatnya selalu berpindah-pindah sesuai petunjuk gaib.
Tradisi penghormatan padi pada masyarakat ini masih dilaksanakan karena mereka termasuk
masyarakat yang masih memegang teguh adat lama. Secara tradisi mereka mengaku sebagai
keturunan para pejabat dan prajurit keraton Pajajaran dalam baresan pangawinan (prajurit
bertombak). Masyarakat Kasepuhan ini telah menganut agama Islam dan agak terbuka akan
pengaruh modernisasi, serta hal-hal hiburan kesenangan duniawi bisa dinikmatinya. Sikap ini
berpengaruh pula dalam dalam hal fungsi kesenian yang sejak sekitar tahun 1970-an, dogdog
lojor telah mengalami perkembangan, yaitu digunakan untuk memeriahkan khitanan anak,
perkawinan, dan acara kemeriahan lainnya.
Instrumen yang digunakan dalam kesenian dogdog lojor adalah dua buah dogdog lojor dan
empat buah angklung besar. Keempat buah angklung ini memunyai nama, yang terbesar
dinamakan gonggong, kemudian panembal, kingking, dan inclok. Tiap instrumen dimainkan
oleh seorang, sehingga semuanya berjumlah enam orang. Lagu-lagu dogdog lojor di antaranya:
“Bale Agung”, “Samping Hideung”, “Oleng-oleng Papanganten”, “Si Tunggul Kawung”,
“Adulilang”, dan “Adu-aduan”. Lagu-lagu ini berupa vokal dengan ritmis dogdog dan angklung
cenderung tetap.
c) Angklung Gubrag
Angklung gubrag terdapat di Kampung Cipining, Kecamatan Cigudeg, Bogor. Angklung ini telah
berusia tua dan digunakan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare
(menanam padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan) ke leuit
(lumbung). Dalam mitosnya angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa Kampung Cipining
mengalami musim paceklik.
d) Angklung Badeng
Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan angklung sebagai alat
musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut.
Duluberfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam. Diduga badeng telah
digunakan masyarakat sejak lama dari masa sebelum Islam untuk acara-acara yang
berhubungan dengan ritual penanaman padi. Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya
berkembang sejak Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau ke-17. Pada masa itu
penduduk Sanding, Arpaen, dan Nursaen belajar agama Islam ke Kerajaan Demak. Setelah
pulang dari Demak mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu sarana
penyebaran Islam yang digunakannya adalah dengan kesenian badeng.
Angklung yang digunakan sebanyak sembilan buah, yaitu dua angklung roel, satu angklung
kecer, empat angklung indung dan angklung bapa, dua angklung anak, dua buah dogdog, dua
buah terbang atau gembyung, serta satu kecrek. Teksnya menggunakan bahasa Sunda yang
bercampur dengan bahasa Arab. Dalam perkembangannya sekarang digunakan pula bahasa
Indonesia. Isi teks memuat nilai-nilai Islami dan nasihat-nasihat baik, serta menurut keperluan
acara. Dalam pertunjukannya selain disajikan lagu-lagu, disajikan pula atraksi kesaktian, seperti
mengiris tubuh dengan senjata tajam. Lagu-lagu badeng: “Lailahaileloh”, “Ya’ti”, “Kasreng”,
“Yautike”, “Lilimbungan”, dan “Solaloh”.
2. Seni Pertunjukan Buncis
Buncis merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan, di antaranya terdapat di Baros
(Arjasari, Bandung). Pada mulanya buncis digunakan pada acara-acara pertanian yang
berhubungan dengan padi. Tetapi pada masa sekarang buncis digunakan sebagai seni hiburan.
Hal ini berhubungan dengan semakin berubahnya pandangan masyarakat yang mulai kurang
mengindahkan hal-hal berbau kepercayaan lama. Tahun 1940-an dapat dianggap sebagai
berakhirnya fungsi ritual buncis dalam penghormatan padi, karena sejak itu buncis berubah
menjadi pertunjukan hiburan. Sejalan dengan itu tempat-tempat penyimpanan padi pun (leuit,
lumbung) mulai menghilang dari rumah-rumah penduduk, diganti dengan tempat-tempat
karung yang lebih praktis, dan mudah dibawa ke mana-mana. Padi pun sekarang banyak yang
langsung dijual, tidak disimpan di lumbung. Dengan demikian kesenian buncis yang tadinya
digunakan untuk acara-acarangunjal (membawa padi) tidak diperlukan lagi.
Nama kesenian buncis berkaitan dengan sebuah teks lagu yang terkenal di kalangan rakyat,
yaitu “cis kacang buncis nyengcle …”. Teks tersebut terdapat dalam kesenian buncis, sehingga
kesenian ini dinamakan buncis.
Instrumen yang digunakan dalam kesenian buncis: dua angklung indung, dua angklung ambrug,
satu angklung panempas, dua angklung pancer, satu angklung enclok, tiga buah dogdog (satu
talingtit, satu panembal, dan satu badublag). Dalam perkembangannya kemudian ditambah
dengan tarompet, kecrek, dan goong. Angklung buncis berlaras salendro dengan lagu vokal bisa
berlaras madenda atau degung. Lagu-lagu buncis di antaranya: “Badud”, “Buncis”, “Renggong”,
“Senggot”, “Jalantir”, “Jangjalik”, “Ela-ela”, “Mega Beureum”. Sekarang lagu-lagu buncis telah
menggunakan pula lagu-lagu dari gamelan, dengan penyanyi yang tadinya laki-laki pemain
angklung, kini oleh wanita khusus untuk menyanyi.
Dari beberapa jenis musik bambu di Jawa Barat (angklung) di atas, adalah beberapa contoh saja
tentang seni pertunjukan angklung, yakni: angklung buncis (Priangan/Bandung), angklung
badud (Priangan Timur/Ciamis), angklung bungko (Indramayu), angklung gubrag (Bogor),
angklung ciusul (Banten), angklung dog dog lojor (Sukabumi), angklung badeng (Malangbong,
Garut), dan angklung padaeng yang identik dengan angklung nasional dengan tangga nada
diatonis, yang dikembangkan sejak tahun 1938. Angklung khas Indonesia ini berasal dari
pengembangan angklung Sunda. Angklung Sunda yang bernada lima (salendro atau pelog) oleh
Daeng Sutigna alias Si Etjle (1908—1984) diubah nadanya menjadi tangga nada Barat (solmisasi)
sehingga dapat memainkan berbagai lagu lainnya. Hasil pengembangannya kemudian diajarkan
ke siswa-siswa sekolah dan dimainkan secara orkestra besar.
3. Wayang Golek
Wayang Golek adalah boneka kayu yang dimainkan berdasarkan karakter tertentu dalam suatu
cerita pewayangan. Dimainkan oleh seorang Dalang yang menguasai berbagai karakter maupun
suara tokoh yang dimainkan. Wayang golek sangat digemari oleh masyarakat Sunda khususnya.
Lazimnya wayang golek dipergelarkan pada malam hari sampai dini hari.
4. Rampak Kendang
Kendang adalah salah satu instrumen musik tradional yang dimainkan bersama-sama instrumen
lainnya, sehingga dapat menciptakan musik yang harmonis. Perkembangan selanjutnya,
kendang tidak saja dimainkan dengan berbagai instrumen lainnya, tapi dimainkan secara
tunggal dalam arti satu jenis instrumen musik, namun dimainkan dalam jumlah banyak dan
menciptakan suatu irama tersendiri.
Seni Tari
1. Tari Jaipong
a) Tari Jaipong adalah tarian yang paling terkenal di Jawa Barat. Jaipong adalah seni tari yang
lahir dari kreativitas seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Ia terinspirasi pada
kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan
mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan atau
Bajidoran atau Ketuk Tilu. Sehingga ia dapat mengembangkan tarian atau kesenian yang kini di
kenal dengan nama Jaipongan.
b) Karya Jaipong pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari “Daun Pulus Keser
Bojong” dan “Rendeng Bojong” yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan
(putra dan putri). Awal kemunculan tarian tersebut semula dianggap sebagai gerakan yang
erotis dan vulgar, namun semakin lama tari ini semakin popular dan mulai meningkat frekuensi
pertunjukkannya baik di media televisi, hajatan, maupun perayaan-perayaan yang
disenggelarakan oleh pemerintah atau oleh pihak swasta.
c) Saat ini tari Jaipong merupakan salah satu identitas kesenian Jawa Barat. Hal ini tampak
pada beberapa acara penting saat penyambutan tamu asing di daerah Jawa barat. Tari Jaipong
banyak mempengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada
seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua
pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong
menjadi kesenian Pong-Dut.
Sesuai namanya Tarian Ketuk Tilu berasal dari nama sebuah instrumen atau alat musik
tradisonal yang disebut “ketuk” sejumlah 3 (tiga) buah. Sebagaimana musik pengiring tarian
lainnya, instrumen ketuk tilu dimainkan secara gabungan dari berbagai alat musik atau
instrumen musik tradisonal yang menciptakan harmoni lagu khas pengiring tarian maupun
nyanyiannya.
Kesenian bela diri yang berasal dari daerah Jawa Barat adalah Tarung Drajat. Olahraga Tarung
Derajat diciptakan oleh seorang putra bangsa Indonesia yaitu Sang Guru (Haji Achmad Dradjat,
Drs.), yang akrab disapa dengan nama populernya “AA-BOXER”. Olahraga ini dilahirkannya
sebagai suatu seni ilmu beladiri dengan memiliki aliran dan wadah tersendiri tanpa berapliasi
dengan aliran lain dan organisasi beladiri lainnya yang ada di bumi Indonesia. Namun,
keberadaan Tarung Derajat tidak muncul dengan sendirinya, akan tetapi memiliki latar belakang
suatu riwayat perjalanan hidup Sang Guru.
Beladiri ini muncul dari pengalaman hidup yang pernah dilakoni oleh Sang Guru sekitar tahun
1968 hingga tahun 1970-an, anak muda ini waktu itu sering terlibat aksi kekerasan pisik,
penganiayaan, perkelahian, pemerasan, dan penghinaan. Olahraga ini menciptakan teknik
beladiri dari berbagai beladiri yang pernah dipelajarinya yaitu memadukan lima unsur fungsi
gerakan beladiri, seperti: memukul, menendang, menangkis, membanting dan mengelak.
Adat istiadat yang diwariskan leluhurnya pada masyarakat Sunda masih dipelihara dan
dihormati. Dalam daur hidup manusia dikenal upacara-upacara yang bersifat ritual adat seperti:
upacara adat Masa Kehamilan, Masa Kelahiran, Masa Anak-anak, Perkawinan, Kematian dll.
Demikian juga dalam kegiatan pertanian dan keagamaan dikenal upacara adat yang unik dan
menarik. Itu semua ditujukan sebagai ungkapan rasa syukur dan mohon kesejahteraan dan
keselamatan lahir bathin dunia dan akhirat. Beberapa kegiatan upacara adat di Jawa Barat
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung 7
bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang melahirkan akan
selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup, maksudnya si ibu yang sedang
mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari
sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar,
hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan. Di dalam upacara ini biasa
diadakan pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman dan surat
Maryam.
Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil , dan yang
utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam buah-buahan. Ibu yang sedang hamil
tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin seorang paraji secara bergantian
dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan
dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada guyuran ketujuh dimasukan belut sampai
mengena pada perut si ibu hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat
berjalan lancar (licin seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang telah
digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini dimaksudkan agar bayi
yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan batin, seperti keadaan kelapa
gading warnanya elok, bila dibelah airnya bersih dan manis. Itulah perumpamaan yang
diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan keselamatan dunia-akhirat.
Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak
kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak itu kepada anak-anak
dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membelinya dengan menggunakan
talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar seperti koin. Sementara si ibu hamil
menjual rujak, suaminya membuang sisa peralatan mandi seperti air sisa dalam jajambaran,
belut, bunga, dsb. Semuanya itu harus dibuang di jalan simpang empat atau simpang tiga.
Setelah rujak kanistren habis terjual selesailah serangkaian upacara adat tingkeban.
3. Upacara Mengandung Sembilan Bulan
Upacara sembuilan bulan dilaksanakan setelah usia kandungan masuk sembilan bulan. Dalam
upacara ini diadakan pengajian dengan maksud agar bayi yang dikandung cepat lahir dengan
selamat karena sudah waktunya lahir. Dalam upacara ini dibuar bubur lolos, sebagai simbul dari
upacara ini yaitu supaya mendapat kemudahan waktu melahirkan, lolos. Bubur lolos ini
biasanya dibagikan beserta nasi tumpeng atau makanan lainnya.
Upacara Reuneuh Mundingeun dilaksanakan apabila perempuan yang mengandung lebih dari
sembilan bulan,bahkan ada yang sampai 12 bulan tetapi belum melahirkan juga, perempuan
yang hamil itu disebut Reuneuh Mundingeun, seperti munding atau kerbau yang bunting.
Upacara ini diselenggarakan agar perempuan yang hamil tua itu segera melahirkan jangan
seperti kerbau, dan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Pada pelaksanaannya leher
perempuan itu dikalungi kolotok dan dituntun oleh indung beurang sambil membaca doa
dibawa ke kandang kerbau. Kalau tidak ada kandang kerbau, cukup dengan mengelilingi rumah
sebanyak tujuh kali. Perempuan yang hamil itu harus berbuat seperti kerbau dan menirukan
bunyi kerbau sambil dituntun dan diiringkan oleh anak-anak yang memegang cambuk. Setelah
mengelilingi kandang kerbau atau rumah, kemudian oleh indung beurang dimandikan dan
disuruh masuk ke dalam rumah. Di kota pelaksanaan upacara ini sudah jarang dilaksanakan.
Tembuni/placenta dipandang sebagai saudara bayi karena itu tidak boleh dibuang
sembarangan, tetapi harus diadakan upacara waktu menguburnya atau menghanyutkannya ke
sungai. Bersamaan dengan bayi dilahirkan, tembuni (placenta) yang keluar biasanya dirawat
dibersihkan dan dimasukan ke dalam pendil dicampuri bumbu-bumbu garam, asam dan gula
merah lalu ditutup memakai kain putih yang telah diberi udara melalui bambu kecil (elekan).
Pendil diemban dengan kain panjang dan dipayungi, biasanya oleh seorang paraji untuk
dikuburkan di halaman rumah atau dekat rumah. Ada juga yang dihanyutkan ke sungai secara
adat.
Upacara penguburan tembuni disertai pembacaan doa selamat dan menyampaikan hadiah atau
tawasulan kepada Syeh Abdulkadir Jaelani dan ahli kubur. Di dekat kuburan tembuni itu
dinyalakan cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari perutnya.. Upacara pemeliharaan
tembuni dimaksudkan agar bayi itu selamat dan kelak menjadi orang yang berbahagia.
Setelah bayi terlepas dari tali pusatnya, biasanya diadakan selamatan. Tali pusat yang sudah
lepas itu oleh indung beurang dimasukkan ke dalam kanjut kundang . Seterusnya pusar bayi
ditutup dengan uang logam/benggol yang telah dibungkus kasa atau kapas dan diikatkan pada
perut bayi, maksudnya agar pusat bayi tidak dosol, menonjol ke luar. Ada juga pada saat
upacara ini dilaksanakan sekaligus dengan pemberian nama bayi. Pada upacara ini dibacakan
doa selamat, dan disediakan bubur merah bubur putih. Ada kepercayaan bahwa tali pusat (tali
ari-ari) termasuk saudara bayi juga yang harus dipelihara dengan sungguh-sungguh. Adapun
saudara bayi yang tiga lagi ialah tembuni, pembungkus, dan kakawah. Tali ari, tembuni,
pembungkus, dan kakawah biasa disebut dulur opat kalima pancer, yaitu empat bersaudara dan
kelimanya sebagai pusatnya ialah bayi itu. Kesemuanya itu harus dipelihara dengan baik agar
bayi itu kelak setelah dewasa dapat hidup rukun dengan saudara-saudaranya (kakak dan
adiknya) sehingga tercapailah kebahagiaan.
4. Upacara Ekah
Sebetulnya kata ekah berasal dari bahasa Arab, dari kata aqiqatun “anak kandung”. Upacara
Ekah ialah upacara menebus jiwa anak sebagai pemberian Tuhan, atau ungkapan rasa syukur
telah dikaruniai anak oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan mengharapkan anak itu kelak menjadi
orang yang saleh yang dapat menolong kedua orang tuanya nanti di alam akhirat. Pada
pelaksanaan upacara ini biasanya diselenggarakan setelah bayi berusia 7 hari, atau 14 hari, dan
boleh juga setelah 21 hari. Perlengkapan yangb harus disediakan adalah domba atau kambing
untuk disembelih, jika anak laki-laki dombanya harus dua (kecuali bagi yang tidak mampu cukup
seekor), dan jika anak perempuan hanya seekor saja. Domba yang akan disembelih untuk
upacara Ekah itu harus yang baik, yang memenuhi syarat untuk kurban. Selanjutnya domba itu
disembelih oleh ahlinya atau Ajengan dengan pembacaan doa selamat, setelah itu dimasak dan
dibagikan kepada handai tolan.
5. Upacara Nurunkeun
Upacara Nurunkeun ialah upacara pertama kali bayi dibawa ke halaman rumah, maksudnya
mengenal lingkungan dan sebagai pemberitahuan kepada tetangga bahwa bayi itu sudah dapat
digendong dibawa berjalan-jalan di halaman rumah. Upacara Nurun keun dilaksanakan setelah
tujuh hari upacara Puput Puseur. Pada pelaksanaannya biasa diadakan pengajian untuk
keselamatan dan sebagai hiburannya diadakan pohon tebu atau pohon pisang yang digantungi
aneka makanan, permainan anak-anak yang diletakan di ruang tamu. Untuyk diperebutkan oleh
para tamu terutama oleh anak-anak.
3. Upacara Cukuran/Marhabaan
Upacara cukuran dimaksudkan untuk membersihkan atau menyucikan rambut bayi dari segala
macam najis. Upacara cukuran atau marhabaan juga merupakan ungkapan syukuran atau
terima kasih kepada Tuhan YME yang telah mengkaruniakan seorang anak yang telah lahir
dengan selamat. Upacara cukuran dilaksanakan pada saat bayi berumur 40 hari.
Upacara Turun Taneuh ialah upacara pertama kali bayi menjejakkan kakinya ke tanah,
diselenggarakan setelah bayi itu agak besar, setelah dapat merangkak atau melangkah sedikit-
sedikit. Upacara ini dimaksudkan agar si anak mengetahui keduniawian dan untuk mengetahui
akan menjadi apakah anak itu kelak, apakah akan menjadi petani, pedagang, atau akan menjadi
orang yang berpangkat. Perlengkapan yang disediakan harus lebih lengkap dari upacara
Nurunkeun, selain aneka makanan juga disediakan kain panjang untuk menggendong, tikar atau
taplak putih, padi segenggam, perhiasan emas (kalung, gelang, cincin), uang yang terdiri dari
uang lembaran ratusan, rebuan, dan puluh ribuan. Jalannya upacara, apabila para undangan
telah berkumpul diadakan doa selamat, setelah itu bayi digendong dan dibawa ke luar rumah.
Di halaman rumah telah dipersiapkan aneka makanan, perhiasan dan uang yang disimpan di
atas kain putih, selanjutnya kaki si anak diinjakan pada padi/ makanan, emas, dan uang, hal ini
dimaksudkan agar si anak kelak pintar mencari nafkah. Kemudian anak itu dilepaskan di atas
barang-barang tadi dan dibiarkan merangkak sendiri, para undangan memperhatikan barang
apa yang pertama kali dipegangnya. Jika anak itu memegang padi, hal itu menandakan anak itu
kelak menjadi petani. Jika yang dipegang itu uang, menandakan anak itu kelak menjadi
saudagar/pengusaha. Demikian pula apabila yang dipegangnya emas, menandakan anak itu
kelak akan menjadi orang yang berpangkat atau mempunyai kedudukan yang terhormat.
C. Upacara Masa Kanak-kanak
Upacara Gusaran
Gusaran adalah meratakan gigi anak perempuan dengan alat khusus. Maksud upacara Gusaran
ialah agar gigi anak perempuan itu rata dan terutama agar nampak bertambah cantik. Upacara
Gusaran dilaksanakan apabila anak perempuan sudah berusia tujuh tahun. Jalannya upacara,
anak perempuan setelah didandani duduk di antara para undangan, selanjutnya membacakan
doa dan solawat kepada Nabi Muhammad SAW. Kemudian Indung beurang melaksanakan
gusaran terhadap anak perempuan itu, setelah selesai lalu dibawa ke tangga rumah untuk
disawer (dinasihati melalui syair lagu). Selesai disawer, kemudian dilanjutkan dengan makan-
makan. Biasanya dalam upacara Gusaran juga dilaksanakan tindikan, yaitu melubangi daun
telinga untuk memasang anting-anting, agar kelihatannya lebih cantik lagi.
2. Upacara Sepitan/Sunatan
Upacara sunatan/khitanan dilakukan dengan maksud agar alat vitalnya bersih dari najis . Anak
yang telah menjalani upacara sunatan dianggap telah melaksanakan salah satu syarat utama
sebagai umat Islam. Upacara Sepitan anak perempuan diselenggarakan pada waktu anak itu
masih kecil atau masih bayi, supaya tidak malu. Upacara sunatan diselenggarakan biasanya jika
anak laki-laki menginjak usia 6 tahun. Dalam upacara sunatan selain paraji sunat, juga diundang
para tetangga, handai tolan dan kerabat.
Pada pelaksanaannya pagi-pagi sekali anak yang akan disunat dimandikan atau direndam di
kolam sampai menggigil (kini hal semacam itu jarang dilakukan lagi berhubung teknologi
kesehatan sudah berkembang), kemudian dipangku dibawa ke halaman rumah untuk disunat
oleh paraji sunat (bengkong), banyak orang yang menyaksikan diantaranya ada yang memegang
ayam jantan untuk disembelih, ada yang memegang petasan dan macam-macam tetabuhan
sambil menyanyikan marhaba. Bersamaan dengan anak itu disunati, ayam jantan disembelih
sebagai bela, petasan disulut, dan tetabuhan dibunyikan . Kemudian anak yang telah disunat
dibawa ke dalam rumah untuk diobati oleh paraji sunat. Tidak lama setelah itu para undangan
pun berdatangan, baik yang dekat maupun yang jauh. Mereka memberikan uang/ nyecep
kepada anak yang disunat itu agar bergembira dan dapat melupakan rasa sakitnya. Pada acara
ini adapula yang menyelenggarakan hiburan seperti wayang golek, sisingaan atau aneka tarian.
Secara kronologis upacara adat perkawinan dapat diurut mulai dari adat sebelum akad nikah,
saat akad nikah dan sesudah akad nikah
1. Upacara sebelum akad nikah,
(1) Neundeun Omong : yaitu kunjungan orang tua jejaka kepada orang tua si gadis untuk
bersilaturahmi dan menyimpan pesan bahwa kelak anak gadisnya akan dilamar.
(2) Ngalamar : nanyaan atau nyeureuhan yaitu kunjungan orang tua jejaka untuk
meminang/melamar si gadis, dalam kunjungan tersebut dibahas pula mengenai rencana waktu
penikahannya. Sebagai acara penutup dalam ngalamar ini si pelamar memberikan uang
sekedarnya kepada orang tua si gadis sebagai panyangcang atau pengikat, kadang-kadang
dilengkapi pula dengan sirih pinang selengkapnya disertai kue-kue & buah-buahan. Mulai saat
itu si gadis telah terikat dan disebut orang bertunangan.
(3) Seserahan : yaitu menyerahkan si jejaka calon pengantin pria kepada calon mertuanya untuk
dikawinkan kepada si gadis. Pada acara ini biasa dihadiri oleh para kerabat terdekat, di samping
menyerahkan calon pengantin pria juga barang-barang berupa uang, pakaian, perhiasan,
kosmetik dan perlengkapan wanita, dalam hal ini tergantung pula pada kemampuan pihak calon
pengantin pria. Upacara ini dilakukan 1 atau 2 hari sebelum hari perkawinan atau adapula yang
melaksanakan pada hari perkawinan sebelum akad nikah dimulai.
(4) Ngeuyeuk Seureuh : artinya mengerjakan dan mengatur sirih serta mengait-ngaitkannya.
Upacara ini dilakukan sehari sebelum hari perkawinan, yang menghadiri upacara ini adalah
kedua calon pengantin, orang tua calon pengantin dan para undangan yang telah dewasa.
Upacara dipimpin oleh seorang pengetua, benda perlengkapan untuk upacara ini seperti sirih
beranting, setandan buah pinang, mayang pinang, tembakau, kasang jinem/kain, elekan, dll
semuanya mengandung makna/perlambang dalam kehidupan berumah tangga. Upacara
ngeuyeuk seureuh dimaksudkan untuk menasihati kedua calon mempelai tentang pandangan
hidup dan cara menjalankan kehidupan berumah tangga berdasarkan etika dan agama, agar
bahagia dan selamat. Upacara pokok dalam adat perkawinan adalah ijab kabul atau akad nikah .