TINJAUAN TEORI
1.2.2 Etiologi
Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi beresiko tinggi untuk
mendapatkan penyakit ini .
b) Jenis kelamin dan usia
Laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita pascamonopause beresiko tinggi untuk
mengalami hipertensi.
c) Diet
konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan dengan
berkembangnya hipertensi.
d) Berat badan
Merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah,bila gaya hidup
menetap.
Etiologi yang pasti dari hipertensi esensial belum diketahui .Namun , sejumlah interaksi
beberapa energi homeostatik saling terkait.
2) Hipertensi sekunder
Merupakan peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya
seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid .Berikut ini beberapa kondisi yang menjadi
penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
a) Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen)
Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme
Renin-aldosteron-mediated volume expansion.
b) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal
Sekitar 90% lesi arteri renal pada klien dengan hipertensi disebabkan oleh arterosklerosis atau
fibrous displasia(pertumbuhan abnormal). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi,
inflmasi, dan perubahan struktur, serta fungsi ginjal.
c) Gangguan endoktrin
Disfungsi medula adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan hipertensi sekunder.
Adrenal-mediated hypertension disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan
katekolamin. Pada aladosteronisme primer, kelebihan aldosteron menyebakan hipertensi
dan hopokalemia
d) Coarctation aorta
Merupakan penyempitan aorta kongenital yang mungkin terjadi beberapa tingkat pada aorta
torasik atau aorta abdominal.
e) Neurogenik: tumor otak, encephalitis, dan gangguan psikiatrik.
f) Kehamilan
g) Luka bakar
h) Peningkatan volume intravaskular
i) Merokok
1.2.3 Patofisiologi
Faktor:predisposisi:
usia,kelamin,merokok,stress, kurang olahraga,genetik,alkohol,konsentrasigaram,obesitas.
HIPERTENSI
Defisiensi
Penyumbatan pengetahuan
pembuluh darah Aliran darah makin cepat keseluruh
tubuh sedangkan nutrisi dalam sel sudah
mencukupi kebutuhaan
vasokonstriksi
Tidak ada gejala yang spesifik yang dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain
penetuan tekanan darah arteri oleh dokter yang memriksa.Hal ini berarti hipertensi
arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri terukur.
b) Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan
kelelahan.
Beberapa keluhan pasien yang menderita hipertensi yaitu :
1) Mengeluh sakit kepala,pusing
2) Lemas,kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual,muntah
6) Epitaksis
7) Kesadaran menurun
Crowin (2000) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami
hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri kepala saat terjaga ,kadang-kadang disertai mual dan
muntah,akibat peningkatan tekanan darah intracranial.Pada pemeriksaan fisik ,tidak dijumpai
kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi,tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada
retina,seperti pendarahan,eksudat(kumpulan cairan) ,penyempitan pembuluh darah, dan pada
kasus berat ,eduma pupil (eduma pada diskusoptikus). Gejala lain umumnya terjadi pada
penderita hipertensi yaitu pusing muka merah,sakit kepala,keluaran darah dari hidung secara
tiba-tiba ,tengkuk terasa pegal dan lain-lain.
1.2.5 Pemeriksaan penunjang
1.2.6 Penatalaksanaan/terapi
Penatalaksanaan umum hipertensi mengacu kepada tuntunan umum (JNC VII 2003,
ESH/ESC 2003). Pengelolaan lipid agresif dan pemberian aspirin sangat bermanfaat.
ada beberapa penatalaksanaan hipertensi lain seperti :
1. penatalaksanaan farmakologis
a) Pasien hipertensi pasca infark jantung sangat mendapat manfaat pengobatan
dengan penyekat beta, penghambat ACE atau antialdosteron.
b) Pasien hipertensi dengan resiko PJK yang tinggi mendapat manfaat dengan
pengobatan diuritik, penyekat beta dan penghambat kalsium.
c) Pasien hipertensi dengan gangguan fungsi ventrikel mendapat manfaat tinggi
dengan pengobatan deuritik, penghambat, ACE/ARB, penyekat beta dan
antagonis aldosteron.
d) Bila sudah dalam tahap gagal jantung hipertensi, maka prinsip pengobatannya
sama dengan pengobatan gagal jantung yang lain yaitu deuritik, penghambat
ACE/ARB, penghambat beta, dan penghambat aldosteron.
2. Penatalaksanaan non farmakologis ( diet )
Penatalaksanaan non farmakologis ( diet ) sering sebagai pelengkap penatalaksanaan
farmakologis, selain pemberian obat-obatan anti hipertensi perlu terapi dietik dan merubah
gaya hidup ( Yogiantoro, 2006).
Tujuan dari penatalaksanaan diet :
a) membantu menurukan tekanan darah secara bertahap dan mempertahankan tekanan
darah menuju normal.
b) mampu menurunkan tekanan darah secara multifaktoral.
c) menurunkan faktor risiko lain seperti BB berlebih, tingginya kadar asam lemak,
kolesterol dalam darah.
d) mendukung pengobatan penyakit penyerta seperti penyakit ginjal, dan DM.
Prinsip Diet penatalaksanaan hipertensi :
a) makanan beraneka ragam dan gizi seimbang.
b) jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita.
c) jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan dalam
daftar diet. konsumsi garam dapur tidak lebih dari ¼-1/2 sendok teh/ hariatau dapat
menggunakan garam lain diluar natrium. ( Yogiantoro, 2006 ).
DAFTAR PUSTAKA
Inayah, Iin (2004). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pencernaan. Jakarta : Salemba Medika.
Mansjoer, A ett all (2001) Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia definisi
dan indikator diagnostik. Jakarta: PPNI
Baughman, D. C. (2000). Keperawatan medikal bedah: buku saku untuk Brunner dan
Suddarth. Jakarta: EGC.
Handayani, W., Andi, S. H. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan siste hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: EGC.
Rokim, K. F., Eka, Y., Firdaus, W. (2014). Hubungan usia dan status nutrisi terhadap
kejadian anemia pada pasien kanker kolorektal. (Karya Tulis Ilmiah). Malang:
Universitas Diponegoro.
Smeltzer, S. C. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddart.
Jakarta: EGC.