OLEH :
MAYARNI TAON BARU PARDOSI
190205416
Telah diuji dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Program Studi Farmasi Fakultas
Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia pada tanggal 30
September 2021 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima.
Tim Penguji:
Tanda Tangan
Ketua Penguji : apt. Dra. Elly Sitorus, M.KM.
(Taruli Rohana Sinaga, SP., MKM) (apt. Cut Masyitah Thaib, M.Si)
NIDN. 0116107103 NIDN. 0101018106
i
LEMBAR PERSETUJUAN
ii
EVALUASI RASIONALITAS PERESEPAN OBAT ANTIHIPERTENSI
PADA PASIEN GANGGUAN GINJAL KRONIK STAGE V DI RSUD DR
PIRNGADI KOTA MEDAN
ABSTRAK
Hipertensi adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan tekanan darah yang
meningkat mencapai angka >140/90 mmHg. Hipertensi ini menjadi faktor resiko utama dalam
menyebabkan penyakit kardiovaskular lainnya. Angka kejadian hipertensi beserta komplikasinya
terus meningkat setiap tahun sehingga potensi adanya ketidakrasionalan penggunaan obat juga
semakin meningkat. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui rasionalitas
penggunaan obat antihipertensi di instalasi rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan periode
tahun 2021 dimana meninjau dari segi tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang dilakukan dengan metode deskriptif dan
menggunakan data retrospektif yaitu lembar rekam medis pasien hipertensi tahun 2021. Metode
pengambilan sampel yang digunakan yaitu proportional stratified random sampling. Dari jumlah
total 97 rekam medis pasien hipertensi, jumlah besaran sampel yang digunakan yaitu sebanyak 41
rekam medis dimana terdapat 135 lembar resep didalamnya. Data - data yang diperoleh kemudian
dibandingkan dengan menggunakan literatur American Society of Hypertension (ASH) tahun 2013
dan Pharmaceutical Care untuk Pasien Hipertensi tahun 2006. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rasionalitas penggunaan obat antihipertensi di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan periode
tahun 2021 yaitu tepat indikasi 100%, tepat pasien 100%, tepat obat 100%, dan tepat dosis 98,52%.
Kata-Kata Kunci: Evaluasi Rasionalitas, Peresepan, Obat Anti Hipertensi, Gagal Ginjal
Kronik Stage V
iii
EVALUATION OF THE RATIONALITY OF USE OF
ANTIHYPERTENSIVE DRUGS IN PATIENTS WITH STAGE V
CHRONIC KIDNEY DISORDERS AT DR HOSPITAL
PIRNGADI
ABSTRACT
Keywords: Evaluation of Rationality, Prescription, Anti Hypertension Drugs, Chronic Kidney Disease
Stage V
iv
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang saya susun dengan judul:
adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan plagiat dari Skripsi
orang lain. Apabila dikemudian hari pernyataan Saya tidak benar, maka Saya bersedia
menerima sanksi akademis yang berlaku.
Demikian pernyataan ini Saya buat dengan sebenarnya, untuk dapat dipergunakan bila
mana diperlukan.
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis dalam melaksanakan
penelitian hingga dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi yang berjudul
“Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Anti Hipertensi pada Pasien Gangguan
Ginjal Kronik Stage V di RSUD Dr. Pirngadi”.
Proposal ini disusun untuk melengkapi tugas dan memenuhi salah satu
syarat dalam menyelesaikan tugas akhir pendidikan dalam mendapatkan gelar
Sarjana Farmasi dalam Program Studi Farmasi di Fakultas Farmasi dan Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan.
Penyusunan proposal ini banyak hambatan yang penulis alami, namun
berkat kerja keras dan dukungan dari berbagai pihak sehingga proposal ini dapat
diselesaikan walaupun masih jauh dari kata sempurna. Pada kesempatan ini,
dengan kerendahan hati dan hormat penulis menyampaikan ucapan terima kasih
sebesar-besarnya kepada :
a. Bapak Dr. Parlindungan Purba, SH, MM selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara
Indonesia Medan.
b. Ibu Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes selaku Rektor Universitas Sari Mutiara
Indonesia Medan.
c. Ibu Taruli Rohana Sinaga, SP, M.KM selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan.
d. Ibu apt. Cut Masyitah Thaib, S.Farm, M.Si selaku Ketua Prodi S1 Farmasi
Fakultas Farmasi Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan dan sekaligus
selaku Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktu untuk bersedia
menguji dan memberikan masukan kepada penulis.
e. Ibu apt. Elly Sitorus, M.KM., selaku Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan saran dengan
vi
penuh kesabaran dan membimbing penulis dalam penyusunan Skripsi ini.
f. Ibu apt. Modesta Harmoni T,M.Si selaku Dosen Penguji I yang telah
meluangkan waktu untuk bersedia menguji dan memberikan masukan kepada
penulis.
vii
g. Dosen-dosen dan seluruh Staf pengajar S1 Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan yang telah banyak membimbing
penulis selama melakukan perkuliahan.
h. Teristimewa kepada Almarhum/ almarhumah orang tua tercinta, Suami dan
keluarga yang telah memberikan motivasi, dukungan dan do’a sehingga
penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
i. Ibu Dra. Peri, Apt selaku Kepala Instalasi Farmasi RSUD Dr. Pirngadi Kota
Medan yang telah membimbing dan membantu saya dalam menyelesaikan
Skripsi ini.
j. Teman-teman dekat saya Irma Handayani, Ramadani Mayasari, Siska
Handayani, Martha Siregar, Nurlaili, dan semua teman-teman mahasiswa/i
Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
Medan yang telah membantu dan memberikan perhatian, semangat, dukungan
dan do’a kepada penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.
k. Serta terkhusus buat teman-teman sejawat dan seluruh pegawai di Instalasi
Farmasi RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan yang telah membantu dan
memberikan perhatian, semangat serta dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan Skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini, masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun untuk penyempurnaan skripsi ini dimasa mendatang. Akhir
kata penulis berharap agar tugas akhir dapat bermanfaat bagi kita semua.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAMN SAMPUL............................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
ABSTRACT ............................................................................................................. v
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT............................................................ . vi
KATA PENGANTAR.................................................................................................. vii
DAFTAR ISI................................................................................................................. ix
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah.................................................................... 3
1.3 Hipotesis ..................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................... 4
1.6 Kerangka Konsep ...................................................................... 4
ix
2.5.1 Epidemiologi........................................................................13
2.5.2 Etiologi................................................................................. 14
2.5.3 Patofisiologi.........................................................................14
2.5.4 Klasifikasi Hipertensi...........................................................15
2.6 Gagal Ginjal Kronik (GGK).............................................................15
2.6.1 Epidemiologi........................................................................15
2.6.2 Etiologi................................................................................. 16
2.6.3 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik...........................................16
2.7 Farmakokinetik pada Pasien Gagal Ginjal Kronik...........................17
2.7.1 Absorpsi Obat......................................................................17
2.7.2 Volume Distribusi................................................................18
2.7.3 Metabolisme.........................................................................18
2.7.4 Ekskresi................................................................................18
2.8 Penilaian Terhadap Fungsi Ginjal....................................................18
2.8.1 Pemeriksaan Kreatinin Serum..............................................19
2.8.2 Pemeriksaan Perhitungan LFG............................................19
2.9 Penyesuaian Dosis pada Pasien GGK..............................................20
2.9.1 Dosis Loading......................................................................20
2.9.2 Dosis Pemeliharaan..............................................................20
2.10 Penyakit Hipertensi pada Pasien GGK.............................................21
x
2.11 Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien GGK................. 21
2.12 Obat Antihipertensi yang Perlu Penyesuaian Dosis pada Pasien
GGK ..................................................................................... 23
BAB III : METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian .......................................................................... 25
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 25
3.3 Populasi dan Sampel ................................................................. 25
3.3.1 Populasi ......................................................................... 25
3.3.2 Sampel ……….............................. ............................... 25
3.4 Definisi Operasional .................................................................. 26
3.5 Cara Kerja .................................................................................. 27
3.6 Analisis Data ............................................................................. 27
3.7 Tahapan Penelitian .................................................................... 28
BAB V : PENUTUP
5.1 Kesimpulan......................................................................................49
5.2 Saran................................................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 50
xi
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
2.1 Rumah Sakit LANDASAN TEORI
Efek samping umumnya akan muncul pada 2-4 minggu setelah penggunaan
obat baru atau setelah menaikkan dosis. Kejadian efek samping ini dapat diatasi
dengan melakukan penurunan dosis atau penambahan dengan obat antihipertensi
golongan lain. Beberapa kontraindikasi dan efek samping obat pada masing-
masing golongan obat akan ditampilkan pada tabel 2.13 (Depkes RI, 2006).
Tabel 2.2 Kontraindikasi dan efek samping pada masing-masing golongan
obat (Depkes RI, 2006)
2.4 Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada
apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronik untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku(Menkes, 2016).
Resep asli tidak boleh diberikan kembali setelah obatnya diambil oleh pasien,
hanya dapat diberikan copy resep atau salinan resep. Resep asli tersebut harus
disimpan diapotek dan tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain kecuali
diminta oleh:
a. Orang yang menulisnya atau merawatnya
b. Pasien yang bersangkutan
c. Pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan) yang ditugaskan untuk
memeriksa
d. Yayasan atau lembaga lain yang menanggung biaya pasien
Resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang artinya recipe = ambillah.
Dibelakang tanda ini biasanya baru tertera nama dan jumlah obat. Umumnya
resep ditulis dalam bahasa latin. Jika tidak jelas atau tidak lengkap, apoteker harus
menanyakan kepada dokter penulis resep tersebut (Syamsuni H, 2006).
2.5 Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah tinggi di dalam arteri
menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, gagal jantung, dan gagal
ginjal serta mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka
kematian (mortalitas). Hipertensi pada dasarnya memiliki sifat yang cenderung
tidak stabil dan sulit untuk dikontrol, baik dengan pengobatan maupun dengan
tindakan medis lainnya (Triyanto, 2014).
2.5.1 Epidemiologi
Penyakit hipertensi di Indonesia dengan tingkat kesadaran dan kesehatan
yang lebih rendah, jumlah pasien yang tidak menyadari bahwa dirinya menderita
hipertensi dan yang tidak patuh minum obat kemungkinan lebih besar.
Kecenderungan perubahan tersebut dapat disebabkan meningkatnya ilmu
kesehatan dan pengobatan, serta perubahan sosial ekonomi dalam masyarakat.
Dalam lingkup penyakit kardiovaskuler, hipertensi menduduki peringkat pertama
dengan penyakit terbanyak. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada
tahun 2012 sedikitnya sejumlah 839 juta kasus hipertensi atau sekitar 29% dari
total penduduk dunia, dimana penderitanya lebih banyak pada wanita (30%)
dibanding pria (29%). Sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terjadi terutama di
negara-negara berkembang (Triyanto, 2014).
Prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 39,7% dari populasi usia 18
tahun ke atas. Dari jumlah itu 60% penderita hipertensi mengalami komplikasi
stroke.Sedangkan sisanya mengalami penyakit jantung, gagal ginjal, dan
kebutaan. Hipertensi sebagai penyebab kematian ketiga setelah stroke dan
tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada
semua umur di Indonesia (Riskesdas,2018).
Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif. Umumnya tekanan
darah bertambah secara perlahan dengan bertambahnya umur, di Amerika
menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES III) paling
sedikit 30% pasien hipertensi tidak menyadari kondisi mereka, dan hanya 31%
pasien yang diobati mencapai target tekanan darah yang diinginkan dibawah
140/90 mmHg (Triyanto, 2014).
2.5.2 Etiologi
Hipertensi pada penderitanya lebih dari 95% tidak dapat ditemukan
penyebab yang khusus, berdasarkan etiologi hipertensi dibagi menjadi hipertensi
primer, yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi
sekunder, yaitu hipertensi disebabkan penyakit lain. Hipertensi primer terdapat
pada lebih dari 90% penderita hipertensi, penyebabnya dari faktor keturunan dan
kebiasaan hidup. sedangkan 10% disebabkan oleh hipertensi sekunder, faktor
penyebab hipertensi sekunder diantaranya berkaitan dengan penyakit
ginjal ,endokrin dan obat-obatan (Padila, 2017).
2.5.3 Patofisiologi
Hipertensi merupakan penyakit yang disebabkan oleh penyebab yang
spesifik. Hipertensi primer, suatu kondisi dimana penyebabnya tidak ditemukan
yang bergantung pada interaksi antara kecenderungan genetik dan faktor
lingkungan, hipertensi diikuti oleh ginjal, sistem renin-angiotensin.Pada hipertensi
sekunder dapat terjadi karena beberapa obat dapat meningkatkan tekanan darah
diantaranya golongan kortikosteroid, simpatomimetika, siklosporin, obat
antiinflamasi nonsteroid, eritropoietin (Padila, 2017).
2.5.4 Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi dapat dikalsifikasikan berdasarkan tekanan darah sistolik,
diastolik dan penyebabnya. Berdasarkan tekanan darah seseorang dikatakan
hipertensi apabila tekanan sistolik mencapai 140 mmHg dan tekanan diastoliknya
90 mmHg. Target tekanan darah pada managemen terapi hipertensi bergantung
pada komplikasi penyekit penderita (James, 2014). Untuk pembagian yang lebih
rinci The Joint National Committee on prevention detection, evaluation and
treatment of high blood pressure (JNC), telah membuat klasifikasi tekanan darah.
Berdasarkan JNC VIII (2014) klasifikasi tekanan darah dapat dilihat pada
Tabel 2.1 berikut ini
Tabel 2.3 Klasifikasi Tekanan Darah berdasarkan JNC VIII, 2014
LFG
Derajat Keterangan
(ml/menit/1,73m2)
Untuk pria:
(140−Umur)x (BB/kg)
LFG =
melalui ginjal diberikan pada dosis yang sesuai dan memantau perubahan
LFG. Adapun rumus yang digunakan secara luas untuk memperkirakan LFG
yaitu:
a. Persamaan Cockcroft- Gault:
Dengan demikian perhitungan yang terbaik untuk LFG adalah dengan
menentukan bersihan kreatinin. Nilai normal pada bersihan kreatinin adalah:
Laki-laki = 97-137 mL/menit/1,73m2 atau 0,93-1,32
mL/detik/m2 Perempuan = 88-128 mL/menit/1,73m2 atau 0,85-1,23
mL/detik/m2
b. Persamaan MDRD (modification of diet in renal disease):
Untuk pria : GFR (mL/menit/1,73m2 (= 175x(Scr)-1,154x(usia)-0,203
Untuk Perempuan : GFR pada pria dikalikan 0,742
[Scr = kreatinin serum dalam mg/dL, usia dalam tahun. Jika pasien kelebihan
berat badan kalikan dengan LFG yang diperoleh dengan BSA/1,73 sehingga
didapat LFG dalam mL/menit] (Larry, 2013).
Beberapa studi menyarankan penggunaan persamaan Cockcroft - Gault atau
pengukuran GFR secara langsung daripada persamaan MDRD (modification of
diet in renal disease, khususnya dalam hal pendosisan obat-obat yang berkisar
terapeutiknya sempit, atau pada pasien yang peka terhadap perubahan dosis.
Perkiraan fungsi ginjal berkaitan dengan pendosisan, khususnya obat-obat yang
diekskresi sebagian besar melalui ginjal (Hakim, 2013).
2.9 Penyesuaian Dosis pada Pasien GGK
Pada gangguan ginjal kemampuan ginjal untuk mengeleminasi senyawa-
senyawa dari dalam tubuh menurun, perhatian harus difokuskan terhadap obat dan
metabolitnya karena umumnya obat-obatan dan metabolitnya diekskresikan
melalui ginjal yang dapat mengakumulasi didalamtubuh. Selanjutnya
meningkatkan respons dan menimbulkan efek toksik sebagai akibat penurunan
fungsi ginjal. Dalam hal ini untuk mencegah efek toksik, maka dosis obat harus
sesuai berdasarkan fungsi ginjal (Nasution, 2017).
2.9.1 Dosis Loading
Dosis loading merupakan dosis awal untuk memulai suatu terapi sehingga
dapat mencapai konsentrasi terapeutik obat dalam tubuh yang menghasilkan atau
memberikan efek klinik. Dosis awal tergantung pada waktu paruh eleminasi obat,
interval dosis dan konsentrasi obat dalam darah, plasma atau serum yang ingin
dicapai, pada gangguan ginjal waktu paruh beberapa jenis obat akan memanjang
sehingga pemberian dosis loading akan dibutuhkan (Joenoes, 2006).
2.9.2 Dosis Pemeliharaan
Dosis pemeliharan adalah dosis obat yang diperlukan untuk
mempertahankan efek klinis atau konsentrasi terapeutik obat yang sesuai dengan
dosis regimen. Bila kadar terapeutik obat sudah diperoleh, konsentrasi ini harus
tetap dipertahankan untuk menghindari toksisitas. Obat dengan waktu paruh
panjang atau juga dapat dilakukan dengan interval tetap, namun dosisnya
disesuaikan (Hakim, 2013).
2.10 Penyakit Hipertensi pada Pasien GGK
Tujuan utama terapi untuk hipertensi untuk memperlambat perkembangan
penyakit ginjal dan mencegah penyulit tekanan darah misalnya penyakit
kardiovaskular dan stroke. Pada semua pasien dengan gagal ginjal kronik tekanan
darah harus dikontrol (Larry, 2013).
Pengobatan yang dapat diberikan pada penyakit ginjal kronik yang
mengalami hipertensi diantaranya dengan Diuretik, ß-blocker, Angiotensin
Universitas Converting Enzyme-Inhibitor (ACE-I), Channel Blocker (CCB) dan
Angiotensin Receptor Blocker (ARB). Pasien dengan umur lebih muda mungkin
peka terhadap penghambat beta blocker dan inhibitor ACE sementara pasien
berusia lebih dari 50 tahun lebih responsif terhadap diuretik dan antagonis kalsium
(Larry, 2013).
2.11 Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien GGK
Penggolongan obat antihipertensi yang sering digunakan sebagai first-line
theraphy, yaitu ACE-I, ß-blocker, CCB dan diuretik. Terdapat variasi dalam
respons seseorang terhadap berbagai kelas obat antihipertensi dan besarnya
respons terhadap setiap obat, pemilihan obat antihipertensi dan kombinasi obat
perlu disesuaikan dengan mempertimbangkan usia, keparahan hipertensi, faktor
risiko penyakit kardiovaskular lainnya, pertimbangan efek samping dan frekuensi
pemberian (Larry, 2013).
a. Golongan Diuretik
Diuretik bekerja menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan asupan
natrium dan ekskresi air, hal ini menyebabkan penurunan volume
ekstraseluler mengakibatkan penurunan curah jantung dan aliran darah
ginjal. Diuretika meningkatkan pengeluaran garam dan air oleh ginjal
hingga volume darah dan tekanan darah menurun, obat ini tidak efektif
pada pasien dengan fungsi ginjal yang tidak adekuat (creatinine clearence
<50mL/menit) oleh sebab itu, diuretik berguna dalam terapi kombinasi
dengan antihipertensi lain seperti beta blocker, ACE-I, ARB (Finkel et al,
2016).
b. Golongan ACE-I
Penghambat ACE menurunkan kadar angiotensin II dan meningkatkan
kadar bradikinin, vasodilatasi terjadi akibat efek kombinasi vasokonstriksi
yang lebih rendah yang disebabkan oleh pengurangan kadar angiotensin II
dan efek vasodilator dari peningkatan bradikinin, dengan menurunkan
kadar angiotensin II dalam sirkulasi penghambat ACE juga menurunkan
sekresi aldoesteron mengakibatkan penurunan natrium dan retensi air
penghambat ACE-I (Finkel et al, 2016). Pada ACEI terutama kaptopril
diekskresikan melalui urin dalam bentuk tidak berubah sebesar 24-38%
selama 24 jam dan memiliki bioavaibilitas oral sebesar 65% (Anderson,
2002).
c. Golongan ß-bloker
Golongan ß-bloker terkait dengan kemampuannya untuk mencegah
perubahan yang terjadi karena pengaktifan kronis karena pengaktifan
kronis sistem saraf simpatis, meliputi penurunan denyut jantung dan
penghambatan pelepasan renin. Selain itu, ß-bloker (Finkel et al, 2016).
Reseptor-ß terdapat dalam 2 jenis, yakni ß1 dan ß2 pada jantung, ssp dan
ginjal reseptor ß1 blokade reseptor ini mengakibatkan pelemahan daya
kontraksi, penurunan frekuensi jantung dan juga perlambatan penyaluran
impuls di jantung (Tjay dan Rahardja, 2014). Bisoprolol memiliki waktu
paruh 9-12 jam dan diekskresikan melalui urin dalam bentuk tidak berubah
50% (Anderson, 2002).
d. Golongan CCB
CCB direkomendasikan ketika agen lini pertama yang pilih mempunyai
kontraindikasi atau tidak efektif. Obat-obat ini efektif dalam mengobati
hipertensi pada pasien dengan angina dan diabetes, CCB kerja singkat
berdosis tinggi harus dihindari karena adanya peningkatan risiko infak
miokardium akibat vasodilatasi berlebihan dan stimulasi refleks jantung.
Sebagian besar golongan obat ini memiliki waktu paruh yang pendek (3-8
jam) pada dosis pemberian oral, CCB tidak selalu memerlukan diuretik
tambahan (Finkel et al, 2016).
e. Golongan Angiotensin Reseptor Bloker (ARB)
Penghambat reseptor angiotensin merupakan alternatif penghambat ACE
yaitu menghasilkan dilatasi arteriol dan vena menghambat sekresi
aldoesteron sehingga menurunkan retensi garam beserta air (Finkel et al,
2016). Berlainan dengan penghambat ACE yang merombak angiotensin I
menjadi angiotensin II melainkan memblok reseptor angiotensin II dengan
efek vasodilatasi. Obat-obat pada golongan ARB diantaranya yaitu,
valsartan, irbesartan, candesartan, yang dapat melindungi ginjal terhadap
kerusakan lebih lanjut pada pasien diabetes tipe 2 dan memperlambat
terjadinya albuminuria (Tjay dan Rahardja, 2014).
2.12 Obat Antihipertensi yang Perlu Penyesuaian Dosis pada Pasien GGK
Pasien dengan gangguan ginjal mengalami penurunan ekskresi obat yang
selanjutnya akan mengakibatkan akumulasi dan efek toksik terhadap organ-organ
tubuh. Oleh karena itu, penyesuaian dosis untuk mencegah efek yang tidak
diinginkan maka untuk mengoptimalkan terapi, dosis obat terutama yang bersifat
nefrotoksik dan rentang terapi sempit yang diberikan kepada pasien dengan
gangguan ginjal harus disesuaikan berdasarkan fungsi ginjalnya (Nasution, 2017).
Golongan utama obat antihipertensi menunjukkan bahwa golongan obat
antihipertensi memiliki efek penurun tekanan darah yang pada hakikatnya setara
jika digunakan sebagai monoterapi yaitu diuretik tiazid, penghambat beta,
inhibitor ACE, penghambat reseptor angiotensin II, dan antagonis kalsium. Pada
rata-ratanya dosis standar sebagian besar obat antihipertensi menurunkan tekanan
darah sebesar 8-10/4-7 mmHg, namun terdapat perbedaan subkelompok dalam
responsivitas. Pasien dengan hipertensi tinggi renin lebih responsif terhadap ACE
dan penghambat reseptor angiotensin (ARB) dari pada golongan obat lain (Larry,
2013).
Bila kreatinin klirens dibawah 60 mL/menit maka perlu penyesuaian dosis
obat yang dikonsumsi. Penyesuaian dapat dengan cara mengurangi dosis obat atau
memperpanjang interval minum obat. Penyesuaian ini bertujuan untuk mendapat
efek terapeutik maksimal tanpa efek samping. Adapun beberapa macam obat
antihipertensi yang perlu penyesuaian dosis saat diberikan pada pasien dengan
gangguan ginjal yaitu, golongan ACE-I (Kaptopril, Lisinopril, Ramipril,
Benazepril, Enalapril), golongan β-blocker (Bisoprolol dan Atenolol). (Munar dan
Singh, 2007).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Dari tabel 4.2 di atas maka secara teoritis hasil ini dapat dijelaskan dengan
pernyataan yang diungkapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
dalam Pharmaceutical Care untuk hipertensi tahun 2006 bahwa semakin
bertambahnya usia maka akan terjadi penurunan fungsi fisiologis dalam tubuh
seperti penurunan elastisitas pembuluh darah dan perubahan struktur pembuluh
darah besar yang menyebabkan lumen menjadi lebih sempit dan dinding
pembuluh darah yang menjadi lebih kaku yang mengakibatkan tekanan darah
meningkat (Depkes RI, 2006).
4.1.3 Karakteristik Responden berdasarkan Komplikasi dan Penyakit
Penyerta
Pada penelitian ini yang dimaksud dengan penyakit komplikasi yaitu
penyakit baru yang muncul akibat tingkat keparahan hipertensi serta berkaitan
dengan kardiovaskular. Sedangkan penyakit penyerta yaitu penyakit yang muncul
sebelum, bersamaan, ataupun sesudah pasien mengalami hipertensi serta tidak
berhubungan dengan kardiovaskular, dapat kita lihat pada tabel 4.3 berikut.
4.3 Karakteristik Responden berdasarkan Komplikasi dan Penyakit Penyerta
Kategori Jenis Penyakit Jumlah Persentase
DM 14 38,89%
CVA Infark 12 33,33%
Komplikasi PJK 5 13,89%
CKD 4 11,11%
Anemia 1 2,78%
Total (n=36) 36 100%
Hipertensi dapat menjadi salah satu faktor resiko utama bagi
penyakit kardiovaskular lainnya maupun serebrovaskular (Chiburdanidze,
2013). Adapun jenis komplikasi yang banyak diderita pasien adalah diabetes
melitus(14 kasus) dan CVA infark (12 kasus). Hasil ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Chiburdanidze (2013) terkait komplikasi yang paling banyak
terjadi pada pasien hipertensi rawat jalan di RS “A” yaitu diabetes melitus(15
kasus). Penelitian oleh Ujung dkk (2013) juga menghasilkan bahwa CVA infark
merupakan komplikasi hipertensi terbanyak di rawat inap RSUD Sidikalang yaitu
sebanyak 7 kasus (53,8%). Selain diabetes melitus dan CVA infark, komplikasi
yang paling banyak terjadi beberapa pasien menderita komplikasi yang lain
diantaranya Penyakit Jantung Koroner (PJK), Chronic Kidney Disease (CKD),
dan Anemia yang dimana masing-masing komplikasi berjumlah kurang dari 10
kasus.
Hipertensi jangka panjang juga dapat menyebabkan CVA infark atau
yang biasa dikenal dengan istilah stroke. Dimana stroke terjadi apabila pembuluh
darah arteri dalam otak mengalami hipertropi atau penebalan sehingga aliran
darah ke daerah otak akan berkurang yang selanjutnya akan menyebabkan
terjadinya aterosklerosis melalui efek penekanan pada sel endotel dan
mengakibatkan pembentukan plak pada pembuluh darah semakin cepat.
Akibatnya aliran darah ke daerah-daerah yang dilalui termasuk otak akan
berkurang sehingga otak tidak akan mendapat suplai oksigen yang cukup.
Kurangnya suplai oksigen inilah yang menyebabkan stroke (AHA, 2011).
4.2 Gambaran Distribusi Penggunaan Obat Antihipertensi
Berbagai macam obat diresepkan untuk pasien hipertensi di RSUD. Dr.
Pirngadi Kota Medan namun 5 golongan yang paling banyak diresepkan yaitu
ACEI, ARB, CCB, diuretik, dan β-Blocker. Terapi yang digunakan juga sangat
bervariasi mulai dari monoterapi hingga kombinasi 2-5 obat antihipertensi dimana
variasi pengobatan ini bersifat individual berdasarkan kondisi klinis pasien
dikarenakan suatu obat terkadang memberikan efek yang tidak sama pada satu
individu dengan individu lainnya. Berikut gambaran distribusi obat antihipertensi
yang digunakan di instalasi rawat jalan RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan periode
tahun 2021.
Tabel 4.4 Variasi terapi penggunaan obat antihipertensi
No. Variasi Terapi Jumlah Persentase
1 Monoterapi 9 21.95%
2 Kombinasi 32 78,05%
TOTAL 41 100%
TOTAL 14 100%
Kombinasi menggunakan 3 obat antihipertensi yang paling banyak
digunakan yaitu kombinasi antara golongan CCB+ACEI+β-Blocker (21,43%)
dimana kombinasi 3 obat antihipertensi ini diberikan kepada pasien dengan
komplikasi PJK dan penyakit penyerta DM serta usia yang lebih dari 60 tahun,
dimana pada usia tersebut terjadi perubahan alamiah dalam tubuh yaitu perubahan
struktur pada pembuluh darah besar yang menyebabkan lumen menjadi lebih
sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku yang kemudian
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah (Depkes RI, 2006).
Sehingga digunakan kombinasi 3 obat antihipertensi ini bertujuan untuk
memaksimalkan kemampuan dalam menurunkan tekanan darah, meminimalkan
efek samping obat, serta menjaga tekanan darah pasien dalam rentang normal
sehingga tekanan darah tidak mudah naik turun yang mengakibatkan resiko
terjadinya stroke 5x lebih besar.
Penggunaan 3 kombinasi ini dipilih berdasarkan manfaat masing-masing
golongan. Pemberian golongan ACEI akan membantu meminimalisir terjadinya
CKD yang disebabkan oleh DM dengan memberikan efek renoprotektor serta
membantu meningkatkan sensitifitas insulin sehingga dapat meningkatkan proses
hipoglikemia. Penggunaan β-Blocker merupakan pengobatan lini pertama untuk
pasien hipertensi dengan PJK yaitu golongan ini akan bekerja memberikan efek
inotropik negatif yaitu mengurangi daya kontraksi otot jantung sehingga terjadi
vasodilatasi. Golongan CCB juga akan membantu memaksimalkan penurunan
tekanan darah dengan memblok masuknya kalsium pada pembuluh darah dimana
kalsium ini dibutuhkan untuk kontraksi otot polos sehingga terjadi relaksasi otot
polos vaskular.
4.2.4 Penggunaan Kombinasi 4 Obat Antihipertensi
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pengobatan menggunakan
kombinasi 4 obat antihipertensi di instalasi rawat jalan RSUD. Dr. Pirngadi Kota
Medan tahun 2021 yaitu sebesar 19,51% (8 resep). Berikut akan disajikan tabel
yang menggambarkan distribusi kombinasi 4 obat antihipertensi tersebut.
Tabel 4.8 Distribusi penggunaan 4 obat antihipertensi
Persentase
Golongan Σ Persentase
No. Golongan
Obat Jenis Obat Kasus Jenis Obat
Obat
Loop Diuretik Furosemid +
+ Diuretik Spironolakton + 2 25% 25%
Hemat Kalium Bisoprolol
1
+ β- Blocker + + Captopril
ACEI
Tepat indikasi
Dosis obat adalah kadar obat yang digunakan oleh seorang pasien untuk
memperoleh efek terapeutik yang diharapkan. Dosis merupakan salah satu aspek
yang paling penting dalam menentukan efikasi obat. Apabila dosis yang diberikan
terlalu rendah atau di bawah rentang terapi, maka efek terapi yang diharapkan
tidak akan tercapai, begitu sebaliknya apabila dosis yang diberikan terlalu tinggi
terutama jika obat tersebut memiliki rentang terapi sempit maka akan sangat
beresiko untuk menimbulkan overdosis (Kemenkes RI, 2011). Dalam penelitian
ini dinilai tepat dosis apabila dosis yang diberikan tidak kurang dan tidak lebih
dari rentang yang ditentukan dalam literatur Pharmaceutical Care untuk Penyakit
Hipertensi tahun 2006.
1,48%
98,52
Gambar 4.4 Diagram evaluasi rasionalitas berdasarkan ketepatan dosis
Melalui gambar 4.4 diketahui bahwa dari 135 resep sebanyak 1,48% (2
resep) dinilai tidak tepat dosis dan 133 resep lainnya (98,52%) dinilai tepat dosis.
Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendarti (2015) di
Puskesmas Ciputat periode Januari - Maret 2015 dimana dengan sampel sebanyak
80 pasien menghasilkan ketepatan dosis sebesar 42,5%.
Tabel 4.11 Hasil ketidaktepatan dosis dalam evaluasi rasionalitas
Dosis dalam
Obat Dosis dalam RM Pharmaceutical
Antihipertensi Care
Dosis bisoprolol Dosis bisoprolol
Bisoprolol 2,5 mg 1x1/2 2,5-10 mg 1x1
Dosis bisoprolol yang diterima pasien yaitu < 2,5 mg dalam sehari, sedangkan
menurut literatur Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi oleh
Departemen Kesehatan RI tahun 2006 dosis minimal bisoprolol dalam sehari yaitu
2,5 mg dan dosis maksimalnya 10 mg.
JNC 8 menyebutkan bahwa terdapat 3 strategi dalam penentuan dosis obat
antihipertensi yaitu yang pertama strategi 1 dimana pengobatan dimulai dengan
monoterapi, jika tekanan target belum tercapai maka dosis ditingkatkan secara
bertahap, dan jika tekanan darah target masih belum tercapai maka tambahkan
obat kedua. Strategi kedua yaitu dimulai dengan satu obat kemudian tambahkan
obat kedua sebelum obat pertama mencapai dosis maksimalnya, selanjutnya dosis
kedua obat ini ditambahkan secara bertahap untuk mencapai target tekanan darah.
Strategi terakhir yaitu terapi dimulai dengan kombinasi 2 obat, baik secara
terpisah maupun kombinasi dalam 1 sediaan. Pertimbangan untuk memulai terapi
dengan kombinasi dengan dua obat ini yaitu apabila tekanan darah 200/100
mmHg diatas target (Depkes RI, 2006; James et al., 2014).
Pengobatan hipertensi merupakan pengobatan berulang dan dalam jangka
waktu yang panjang, sehingga ketepatan dosis sangat penting agar tercapainya
efek terapi yang maksimal. Hipertensi sendiri merupakan penyakit tanpa gejala
sehingga ketidakpatuhan seringkali terjadi. WHO (2003) menyatakan bahwa
hampir 75% pasien dengan diagnosis hipertensi gagal mencapai tekanan darah
optimum dikarenakan rendahnya kepatuhan penggunaan obat (WHO dalam
Mutmainah dan Mila, 2010). Adanya ketidakpatuhan pasien dapat memberikan
efek negatif yang sangat besar diantaranya resiko terjadinya stroke akan 5x lebih
tinggi dikarenakan tekanan darah yang naik turun, resiko kerusakan organ penting
seperti jantung dan ginjal juga akan semakin tinggi jika tekanan darah tidak
terkontrol, oleh sebab itu pengobatan hipertensi disebut dengan pengobatan
seumur hidup.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan