Anda di halaman 1dari 8

inite and Rigid Uniformity

Contoh, sekarang dibuat aturan siswa sekolah pakai seragam. Seragam siswa sekolah itu
menghasilkan uniformity, pakaian sekolah. Semua siswa, tidak peduli laki-laki dan perempuan,
bawahnya harus merah, atasnya harus putih untuk SD, semua siswa diperlakukan sama, ini Rigid.
Sekarang ditambah lagi, siswi harus pakai rok bawahnya dan baju atasnya, siswa harus pakai
celana bawahnya dan baju atasnya, itu Finite.

Jadi, siswa (sebagai event) untuk berpakaian seragam itu ada relevant circumstancesnya (keadaan
yang membedakan). Kalau di akuntansi ada keadaan ekonomi yang membedakan. Kalau untuk
siswa tadi, laki-laki dan perempuannya yang membedakan. Jadi, kalau eventnya itu bisa dibedakan,
jangan dipaksakan hanya satu aturan.

Misalnya, seragam untuk anak SMA semua tidak peduli laki-laki atau perempuan harus abu-abu dan
putih warnanya tapi harus pakai rok semuanya, laki-laki juga harus pakai rok, itu gimana? Itu
namanya rigid. Harusnya jangan diperlakukan rigid, karena apa? Ada beda antara laki-laki dan
perempuan, ada relevant circumstances. Yang cocok seharusnya pakai finite uniformity, yang
seragam untuk perempuan pakai rok, yang seragam untuk laki-laki pakai celana. Harusnya relevant
circumstancesnya dipertimbangkan, harusnya pake finite.

Contoh lain yang ada yang relevant circumstancesnya, di Amerika tahun 70-an pada awalnya
FASB dibentu, FASB menerbitkan SFAS No. 2, yaitu standar akuntansi untuk research and
development. Sebelum SFAS No.2, standar akuntansi yang berlaku adalah finite
uniformity karena research and development (R&D) itu complex event, ada relevant
circumstancesnya. R&D itu bisa gagal, bisa berhasil, itulah relevant circumstancesnya. Riset bisa
berhasilkan mengembangkan dan menghasilkan sesuatu, atau riset bisa gagal dan tidak
menghasilkan apa-apa. Itulah yang disebut dengan relevant circumstances. Harusnya akuntansinya
berbeda untuk yang berhasil dan yang gagal. Dulu kalau berhasil dicatat sebagai asset, kalau gagal
dicatat sebagai expense, itu finite, mempertimbangkan relevant circumstances. Ternyata ada
dibahas manajemen itu berperan mengatur relevant circumstances. Apa tujuan manajemen?
manajemen itu punya kepentingan, ada 3:

The role of management in relevant circumstances, ada 3:

1. Memaksimalkan laba jangka pendek yang dilaporkan, jika kompensasi manajerial


berdasarkan laba tersebut
2. Meminimalkan laba jangka pendek, jika terdapat kekhawatiran adanya intervensi pemerintah
terkait dengan antitrust.
3. Meratakan laba (smoothing income) untuk menunjukkan kepada pemegang saham bahwa
perusahaan mempunyai risiko yang cukup rendah.

Contohnya begini, laba saya (manajer) dianggarkan 1 M, sekarang laba saya sudah 1,1M, berarti
saya mencapai target anggaran, berarti kinerja saya dinilai positif, berarti ada kemungkinan saya
diberi bonus. Lalu ini ada biaya R&D 300 juta 1 tahun, ternyata risetnya gagal, berarti 300 juta harus
di expense-kan. Laba saya tidak lagi menjadi 1,1, berarti tinggal 800jt, sedangkan anggaran 1M.
Berarti saya tidak mencapai anggaran, kinerja saya buruk, bonus saya mungkin tidak diberikan. Lalu
saya berpikir, relevant circumstancesnya saya atur, supaya bisa tidak dicatat sebagai biaya tapi
dicatat sebagai aset. Trus saya bilang sekarang belum berhasil, tapi nanti akan berhasil. Jadi karena
ada harapan berhasil maka saya masukkan ke dalam aset. Laba saya tetap 1 M.

Lalu FASB melihat, apa gunanya diberi standar akuntansi finite kalau relevance circumstancesnya


diatur. Maka terbitlah SFAS No.2, semua biaya R&D tidak peduli sukses ataupun gagal dimasukkan
ke expense. Jadi dulunya finite dengan mempertimbangkan relevan circumstances, tapi karena
manajemen ngatur-ngatur relevant circumstancesnya, FASB menerbitkan standar yang rigid
uniformity.

Karena manajemen dalam praktiknya ikut mengatur relevant circumstances,


berarti measurabilitynya itu susah diperoleh. Kalau measurabilitynya susah diperoleh
menurut formulating accounting policy harusnya pakai rigid, karena sulit measurenya. Kalau bisa
di measure baru pakai finite.

Jadi, masalah uniformity ini sebetulnya sederhana masalahnya. Kita punya event, lalu kita


putuskan event ini simple atau complex. Kalau simple langsung rigid, standar akuntansinya tidak
boleh yang lain. Kalau complex, ada relevant circumstances, misalnya leasing, misalnya R&D. Kalau
begitu yang bener kalau bisa diukur relevant circumstancesnya dan tidak mahal maka kita harus
membuat standar akuntansi yang finite. Bisa capital lease, bisa operating lease sepanjang syaratnya
dipenuhi. Syarat apa? Syarat relevant circumstances.

Flexibility
Kecenderungan akuntansi zaman dulu itu dulu-dulunya unregulated, baru belakangan ada
regulasi. Unregulated berarti yang memilih akuntansi siapa? Manajemen perusahaan yang memilih
metodenya karena tidak ada akuntansi jadi terserah manajemen. Pendapat yang beredar pada
waktu itu adalah manajemen itu adalah pihak yang paling tau kondisi perusahaan dibanding yang
lain. Untuk itu maka diberilah kewenangan bagi manajemen untuk memilih standar akuntansi yang
bisa menggambarkan perusahaannya dengan baik. karena yang paling tau dia, maka diberilah
kewenangan kepadanya. Akibatnya apa? Berlakulah pemilihan metode akuntansi sesuka
manajemen yang kita sebut dengan flexibility.

Eventnya simple, tapi metodenya beda-beda. Contohnya persediaan, persediaan itu sebelum LIFO
dihapus oleh IFRS, persediaan itu boleh pake LIFO, weighted average, atau FIFO. Jaman sebelum
tahun 1930 itu banyak metode lain. Setelah ada standar akuntansi, standar akuntansinya masih
fleksibel. Ada 3 metode silahkan pilih, tidak diberi catatan kalau begini harus pilih ini, kalau begitu
harus pilih itu, tidak ada. Kamu kok pilih FIFO? Tetangga saya juga pake FIFO. Kenapa pake LIFO?
Disana kelompok saya perusahaan ini semua pake LIFO. Tidak ada aturan. Ini yang disebut
dengan flexibility.

Akibatnya apa? Ini lawannya uniformity, akibatnya comparabilitynya rendah. Dulu belum


terpikir comparability itu sebagai suatu kualitas. Informasi harus comparable dulu tidak terpikir. Baru
belakangan comparability terpikirkan. Jikalau begitu supaya comparable jangan menerapkan
prinsip flexibility.

Sedapat mungkin jangan ada yang flexibility. Misalnya persediaan kok masih ada? Itu sisa lama
yang belum bisa dihapus. Kalau sekarang ada perusahaan pakai LIFO, terus dilarang LIFOnya,
terus dia harus berubah ke FIFO, jangan dikira tidak mahal. Dia harus mengganti software
akuntansinya, dia harus menguji dulu, dan itu memakan waktu dan biaya. Jadi mengubah tidak
mudah apalagi yang memakai detail rincian seperti persediaan. Ini masalahnya.

Walaupun kita tau flexibility harus dihindari tapi dalam praktik kita lihat masih ada sisa-sisa dari
konsep flexibility. Kedepan kalau bisa dihilangkan, supaya nantinya uniform. Uniform yang baik
yang rigid atau yang finite? Harus dibagi 2, simple atau complex. Complexnya bisa diukur dan tidak
mahal, pakai finite. Tidak bisa diukur atau mahal jadikan sama dengan simple, pakai rigid.

Disclosure (Pengungkapan)
Jadi, pengungkapan informasi di laporan keuangannya (neraca, laba rugi, dst) dan informasi
tambahannya (catatan atau lampiran) itu semua masuk bidang disclosure walaupun di SFAC di
definisikan berbeda, selain recognition, tapi ini kita pakai arti luas. Semua informasi yang
diungkapkan itu adalah disclosure.
Pencatatan akuntansi yang menimbulkan masalah uniformity dan menjadi konsep comparability, itu
adalah masalah standar akuntansi. Yang mengatur standar akuntansi harusnya SEC. tapi sejak
awal SEC sudah bilang silahkan AICPA membuat standar. AICPA membentuk CAP, APB, lalu
dikritik-kritik jadi FASB. Jadi, standar akuntansi yang membuat adalah profesi. Termasuk di
Indonesia, DSAK (Dewan Standar Akuntansi keuangan) itu adalah profesi akuntansi, bukan
bapepam. Jadi, standar akuntansinya yang mengarah pada nanti ada uniformity, itu yang
menyiapkan adalah profesi akuntansi.

Disclosure yaitu pengungkapan informasi itu adalah bidangnya SEC yang tidak banyak diserahkan
kepada profesi. Jadi SEC tetap aja buat aturan sendiri. Akibatnya apa? Standar akuntansi tidak
terlalu banyak mengatur disclosure. Standar akuntansi banyak mengatur akuntansi, pencatatan,
pengukuran, pengakuan, tapi pengakuan informasinya itu diatur melalui peraturan SEC. Di
Indonesia dulu BAPEPAM, sekarang OJK.

Jadi kita punya 2 set aturan. Aturan pencatatan itu ada recognition, measurement, kemudian
pencatatan itu yang mengatur adalah standar akuntansi. Menyusun laporan menjadi laporan apa
saja yang harus diungkap itu standar mengenai pengungkapan (disclosure) yang membuat
BAPEPAM. Jadi ada dua pihak, akuntansinya oleh profesi, pelaporannya pengungkapannya oleh
SEC atau BAPEPAM.  Di Amerika, urusan disclosure adalah urusannya SEC,
urusan accounting adalah urusannya  AICPA. Sehingga yang dijelaskan disini adalah disclosure
function of the SEC.

The Disclosure Function of the SEC


Jadi, sesudah krisis tahun 1929-1930 di amerika dibentuk SEC, ada undang-undang, dll, mulailah
ada regulasi. SEC meregulasi disclosure. Tujuannya apa? Karena krisisnya di Amerika itu tadi
akibat dimulai dari crashnya pasar modal, yang dirugikan pertama kali adalah para investor.
Berkembang menjadi krisis ekonomi. Maka SEC mencoba mengatur disclosure dalam rangka
memproteksi investor. Supaya investornya aman tidak dirugikan. Maka disebutlah protective
disclosure, perusahaan diminta mengungkap informasi supaya investornya terjaga, terproteksi.

Informasi yang harus diungkap untuk memproteksi investor adalah informasi yang sudah terjadi
(historical transaction), datanya sudah ada, namanya data yang sudah ada itu ada transaksinya
disebut dengan data keras (hard data). Laporan keuangan, rincian transaksi yang sudah terjadi, itu
semua adalah hard data. Jadi SEC menugasi perusahaan menerbitkan informasi itu tadi yang
disebut dengan nama protective disclosure.
Sesudah itu, tambah informasi lagi sampai timbul kesadaran bahwa sebetulnya keputusan investor
ini adalah untuk masa yang akan datang. Keputusan yang dibuat investor tentang jual beli saham itu
sebetulnya mempertimbangkan kondisi masa yang akan datang. Kok informasinya cuma yang masa
lalu ini. Lalu mereka meminta sekarang perusahaan menerbitkan ramalan mengenai masa yang
akan datang. Buatlah forecast. Forecast itu datanya belum terjadi, tapi baru ramalan. Oleh karena
itu disebut soft. Disclosure yang seperti ini memberi informasi kepada investor untuk memperbaiki
keputusannya, karena itu disebut informative disclosure.

Jadi bukan berarti yang protective dihilangkan, yang protective itu diawal-awal diminta.


Sesudah protectivenya diminta, sudah ada, ditambahi dengan yang informative.
Jadi disclosure terdiri dari dua jenis data, yang hard dan soft.

Imperfections of The Disclosure Process

Ada juga informasi yang tidak dipublikasi, tapi oleh SEC perusahaan diminta melaporkannya ke
SEC. ada 2 laporan, yaitu laporan 10-K dan laporan 10-Q. 10-K itu laporan tahunan, rinci sekali, tapi
hanya setahun sekali. 10-Q itu quarter, seperempat, triwulan, 3 bulanan. Ini tambahan informasi ke
SEC, tidak dipublikasi.

Forms and Methods of Disclosure


1. Management’s Discussion and Analysis (MD&A)

Ada di annual report perusahaan go public, MD&A isinya minimum ada 4 poin:

1. harus ada hasil operasi, termasuk informasi perubahan harga jual, perubahan biaya,
perubahan volume
2. harus ada penilaian likuiditas masa yang akan datang dari perusahaan itu
3. harus ada sumber modal dan rencana capital expenditure.
4. tren, ketidakpastian, dan peristiwa di masa yang akan datang yang dapat memiliki pengaruh
pada 1-3.

itu salah satu bentuk disclosure, isinya sebagian data masa lalu, sebagian forecast. Berarti itu
termasuk protective dan informative disclosure.

2. Signaling and Management earnings forecasts

Jadi perusahaan itu diluar MD&A bisa menambah lagi dengan forecast-forecast,


seperti forecast laba. Ini apa? Ini tambahan, ini sebetulnya tidak masuk mandatory, tapi masuk
ke voluntary (sukarela).
Perusahaan go public dituntut oleh BAPEPAM untuk membuat laporan dua kali setahun, desember
dan juni. Tapi banyak perusahaan menerbitkan akhir maret, akhir juni, akhir September, akhir
desember, ini voluntary disclosure. Untuk apa? Memberi sinyal ke pasar modal. menerbitkan
informasi itu membutuhkan biaya, mereka mau membayar biaya demi memberi sinyal ke pasar
modal. supaya pasar bereaksi positif.

3. SFAS No. 131

Mengatur mengenai segmen, pelaporan segmen. Segmen itu bagian operasi yang dilihat cukup
besar. Harus diungkap sendiri, perusahaan punya segmen apa. Pelanggan yang besar itu segmen,
daerah penjualan yang besar itu segmen, jenis produk yang lebih dari sekian persen itu segen, itu
harus dilaporkan khusus ada pengungkapannya.

4. Quarterly information

Informasi 3 bulanan. Ada 2 pendekatan:

 Discrete view: berdiri sendiri setiap 3 bulan, berarti dianggap sama seperti time periodenya
menjadi 3 bulanan
 Integral view: time periodnya masi 1 tahun, cuma sekarang dilaporkan 3 bulanan, jadi 3
bulanan adalah bagian dari satu tahun.

Akibatnya apa? Tidak ada perataan dalam discrete view. Dalam integral view, ada perataan.


Dalam integral view, Kalau ada laporan keuangan maret, labanya 1 M, kira2 laba setahunnya nanti
4M, karena disitu ¼ dari satu tahun. Tapi kalo discrete view, 3 bulan pertama 1 M, 3 bulan kedua
belum tentu 1 M lagi, 3 bulan berikutnya juga belum tentu karena dia berdiri sendiri. Praktik kita
menggunakan yang integral view.

5. Small Firms vs Larger Firms

Keberadaan standar overload. Kasian perusahaan kecil kalo diperlakukan sama dengan
perusahaan besar. Kemampuan perusahaan kecil mengeluarkan biaya akuntansi tidak sebesar
perusahaan besar. apakah perlu dibuat standar akuntansi yang berbeda untuk perusahaan kecil dan
untuk perusahaan besar.

Amerika pernah melakukan itu pada waktu menerbitkan SFAS No. 33, yaitu pada waktu inflasi
tinggi. Hanya perusahaan besar yang kena standar itu, yang diluar perusahaan besar tidak kena
standar. Di Indonesia kita punya 2 standar sekarang, IFRS dan ETAP. Kalo perusahaan publik wajib
pakai IFRS. kalo perusahaannya tidak go public, standar yang digunakan adalah ETAP. Asumsinya
yang tidak go public itu yang kecil, yang besar itu yang go public. Berarti kita memakai small vs
larger firms.

Alhamdulillah.. setelah dihitung-hitung rata-rata sepertinya saya memang butuh waktu sekitar 5-6
jam untuk mengerjakan satu bab catatan kuliah ini, mulai dari mendengarkan rekaman, ngetik di ms
word, sampai merapikan dan membaca ulang di tumblr.

Mungkin sebagian orang, terutama saya sendiri pernah mikir ngapain coba ngetik capek-capek
terus ntar orang tinggal baca dan ngopy paste. tapi harus cepat-cepat dihapus tuh pikiran gitu.
kembali ke niat awal, catatan ini dibuat untuk membagikan ilmu yang sudah saya dapatkan karena
sayang kalo cuma saya sendiri yang baca dan sekalian buat memudahkan saya memahami
pelajaran dan mempersiapkan ujian.

Cara belajar tiap orang itu beda-beda. Mungkin cara saya ini tidak terlalu ampuh buat orang lain.
tapi yang saya rasakan bahwa tentu ada beda antara orang yang mendengar, menulis, dan
membaca, dengan orang yang hanya membaca saja. Tapi tetep aja balik ke diri masing-masing lagi.

Selamat menemukan cara belajar terbaik untuk diri kita sendiri ;)

Yogyakarta, 9 Desember 2015 | menjelang pagi, 01.44 am | annisafithria


TweetFacebookEmailShareThis
 Permalink
 msclife
 catatankuliah
 accountingtheory
 catatankuliahta
 prayforUAS

About me
ISFJ

Links
 Archive
 Ask me anything
RSS feedSubscribe to my posts
 Jennifer Theme by Chloe Briggs.

Anda mungkin juga menyukai