PENGANTAR STUDI
ISLAM
Disusun Oleh :
CHAIRUNNADZORY ALFIANNOOR
NIM : 21.1.13.026
JURUSAN TARBIYAH
KUTAI TIMUR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Pergumulan antara Islam dan modernitas merupakan salah satu permasalahan krusial
yang dihadapi oleh kaum Muslimin dewasa ini. Secara historis, proses modernisasi di dunia
Muslim sebenarnya sudah berlangsung lama, tepatnya sejak otoritas Islam sebagai kekuatan
politik merosot tajam pada abad ke-18 M.
Negara-negara Eropa tidak sekedar melakukan kolonialisasi tetapi lebih dari itu,
mereka juga membawa misi untuk menancapkan mega proyek yang disebut “modernisasi”,
berupa paket besar dari $arat yang di dalamnya terdapat ilmu pengetahuan, teknologi,
ekonomi, agama bahkan budaya. %kibatmodernisasi yang kadang-kadang terlihat sengaja
dipaksakan itu, telah menimbulkan kontradiksi-kontradiksi di dunia Islam khususnya Timur
Tengah.
Uniknya, ketegangan teologis ini secara tak terduga telah melahirkan reaksi
intelektual dari kaum Muslimin yang berupa aliran-aliran pemikiran keagamaan yang
kemudian memperkaya pemikiran dan khazanah intelektual-keagamaan Islam. Di antaranya,
apa yang terkenal dengan sebutan Modernisme Islam, Tradisionalisme Islam,
Fundamentalisme Islam, Neo Modernisme Islam, Neo Fundamentalisme Islam dan Post
Tradisionalisme Islam.
Didalam pembuatan makalah ini ada permasalah yang akan ditinjau dan dijadikan bahan
penerangan dalam makalah ini, terdari dari
1. Pengertian modernisasi
Kata modern yang dikenal dalam bahasa Indonesia jelas bukan istilah original
melainkan “diekspor” dari bahasa asing (modernization), berarti “terbaru” atau
“mutakhir” menunjuk kepada prilaku waktu yangtertentu (baru). Akan tetapi, dalam
pemaknaan yang luas modernisasiselalu saja dikaitkan dengan perubahan dalam semua
aspek kawasan pemikiran dan aktivitas manusia sebagaimana kesimpulan Rusli Karim,
dalam menganalisis pendapat para ahli tentang modernisaisi.
Sehingga dengan demikian jelas dari perspektif historis harus diakui bahwa istilah
modernisasi ini untuk pertama kali diperkenal bukan oleh sarjana Muslim didunia Islam
melainkan oleh sarjana Barat dalam konteks gejala keagamaan atau lebih tepat disebut
sebagai suatu aliran yang muncul dari tubuh agama Kristen dengan munculnya gerakan
“pembacaan baru” terhadap doktrin kegamaan supaya terkesan lebihsesuai dengan
kondisi yang sedang dihadapi, dan sangat dimungkin Kalau para modernis awal di
kalangan dunia Islam sangat terinspirasi dar igejolak modernisasi keagamaan.
2. Akar historis pergulatan islam dan modernita.
Pada periode berikutnya setelah Mesir berhasil ditaklukkan dan kemudian merambah
ke wilayah lain, kaum Muslim secara tidak langsung seperti disadarkan akan kelemahan
kelemahannya. Bersamaan dengan ekspedisi Napoleon itu, berturut-turut negara-negara
Eropa seperti Belanda, Inggris, Portugis dan Italia juga melakukan kolonisasi dibeberapa
negara Muslim. Bahkan, negara-negara Eropa itu tidak hanya melakukan kolonisasi,
tetapi juga proses modernisasi, suatu paket besar yang didalamnya terdapat ilmu
pengetahuan, teknologi, ekonomi, agama dan budaya. Akibat proses modernisasi sebagai
produk kolonialisme yang awalnya lebih bersifat Eropanisasi dan Westernisasi itulah
kemudian muncul ketegangan di negara-negara Muslim.
Berbeda dengan Turki, Jepang justru melakukan modernisasinya, bukan dengan cara
menginginkannya disebut sebagai Eropa, tetapi dengancara menegaskan keasliannya
(originality). Jepang juga tidak melakukan pemutusan warisan tradisi kulturalnya, tetapi
melakukan asimilasi jiwa kemodernan dengan kultur asli Aepang. Sumber inspirasi untuk
menjadi modern bukan Eropanisasi, tetapi semangat dan jiwa keagamaan Jepang yakni
Tokugawa. Pada perkembangan selanjutnya, berbeda dengan Turki yang terbukti gagal
dengan upaya modernisasinya, Aepang sejak Restorasi Meiji 1868 justru berhasil
menunjukkan keberhasilan modernisasinya kepada dunia internasional, meskipun sempat
mengalami jatuh bangun. Singkatnya, banyak tokoh yang sepakat bahwa proses
modernisasi yang telah dan sedang berlangsung di berbagai belahan dunia Muslim akan
mengalami banyak hambatan jika melupakan tradisi. Aepang yang memanfaatkan tradisi
sebagai khasanah kultural untuk menjadi modal dalam proses modernisasi itu terbukti
berhasil. Sementara, Turki yang mengabaikan hal itu justru dianggap gagal.
b. Persatuan Islam
Pembicaraan mengenai gerakan modernisme Islam tidaklah lengkap apabila
kita mengabaikan sebuah organisasi pembaharuan yang bersifat caberawit, kecil tetapi
pedas. Itulah organisasi Persatuan Islam (Persis) yang didirikan di Bandung tanggal
17 September 1932 atau 5 Safar 1342) oleh ulama asal Palembang, kyai Haji Zamzam
(1894-1952), yang juga pernah bertahun-tahun menuntut ilmu keagamaan di Makkah.
Seperti Muhammadiyah dan Al-Irsyad, Persatuan Islam juga menyatakan sebagai
penerus gerakan pembaharuan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Tokoh
Persatuan Islam yang terkenal adalah Ahmad Hassan (1887-1958). Lahir dan besar di
Singapura, Ahmad Hassan sejak remaja sudah mengenal gagasan pembaharuan yang
disebarkan majalah Al-Imam. Ahmad Hassan berpendapat bahwa pintu ijtihad harus
dibuka dengan carashock therapy, sehingga umat Islam terbangun dari tidur lelap.
Aika Muhammadiyah mengutamakan aksi-aksi sosial melalui sekolah,rumah sakit
dan panti asuhan, maka Persatuan Islam mengutamakan dakwah lisan dan tulisan,
seperti memperbanyak tabligh, menerbitkan buku dan majalah, menyelenggarakan
debat publik, dan berpolemik dimedia massa. Buku-buku dan majalah yang
diterbitkan PersatuanIslam menjadi bahan rujukan bagi kaum modernis di Indonesia,
terutama majalah Pembela Islam dan Al-lisan. Demikian pula seri 11 buku Soal
Djawab karya Ahmad Hassan tersebar di seluruh Indonesiadan Malaysia.
c. Kaum Tradisionalis
Munculnya gerakan modernisme menyebabkan para pengamatkeislaman
membagi umat Islam Indonesia menjadi dua kelompok, yaitu kaum modernis dan
kaum tradisionalis. Hang disebut terakhir ini pada garis besarnya mempunyai tiga
ajaran utama. Pertama, menganutmazhab Muhammad ibn Idrisasy-Syafi’i (767-820)
dalam masalah hukum agama, dengan tidak mengesampingkan mazhab Abu Hanifah
(700-767), mazhab Malik ibn Anas (711-795), dan mazhab Ahmad ibn Hanbal (780-
855). Kedua, menganut skolastisisme Abu Hasan al-Asy’ari (873-935) dan Abu
Mansur al-Maturidi (896-944) dalam masalah ketuhanan. Ketiga, menganut ajaran
Abul-Hasim al-Aunaidi (828-910) dan Abu Hamid al-Ghazali (1058-1111) dalam
masalah tasawuf.
Kaum tradisionalis di Indonesia juga terstimulasi untuk membentuk
organisasi. Pada tahun 11917. Abdul Halim di Majalengka mendirikan Persyarikatan
ulama (sejak 1952 bernama Persatuan umat Islam atau PUI). Lalu pada 31 januari
1926 (17 Rajab 1344) di Surabaya lahir Nahdlatul-Ulama (NU) yang didirikan K. H.
Hasyim Asy’ari (1871-1927). Kemudian menyusul dua organisasi d iSumatera, yaitu
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) di Minangkabau pada tanggal 5 Mei 1928 (15
Dzulqa’dah 1346), serta Jam’iyyahal-Washliyyah di Medan pada tanggal 30
November 1930 (9 Rajab 1349).
Semua organisasi kaum tradisionalis ini mempertahankan mazhab Syafi’i.
Gerakan-gerakan modernisme Islam oleh beberapa pengamat dinilai telah kehilangan
semangat pembaharuannya, karena terlalu sibuk mengelola amal usaha dan kegiatan
rutin lainnya, sehingga kurang tanggap terhadap masalah-masalah baru yangdihadapi
umat Islam.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Kata modern yang dikenal dalam bahasa Indonesia jelas bukan istilah original
melainkan “diekspor” dari bahasa asing (modernization), berarti ”terbaru” atau “mutakhir”
menunjuk kepada prilaku waktu yang tertentu (baru). Akan tetapi, dalam pemaknaan yang
luas modernisasi selalu saja dikaitkan dengan perubahan dalam semua aspek kawasan
pemikiran dan aktifitas manusia sebagaimana kesimpulan Rusli Karim, dalam menganalisis
pendapat para ahli tentang modernisaisi.
Konsep modernisme ini meliputi banyak bidang ilmu (termasuk senidan sastra) dan
setiap bidang ilmu tersebut memiliki perdebatan mengenai apaitu modernisme. Modernisme
dan modernisasi dalam Islam lahir pada periode modern dalam sejarah Islam
b. saran
Dalam menyikapi modernisasi, kaum muslimin terbagi dalam tiga kelompok. Pertama,
yang menerima ide barat secara mutlak, Kedua, yang menolak sama sekali ide barat, Dan
ketiga, yang menerima secara selektif. Terlepas dari benar atau tidaknya anggapan tersebut,
Muhammadiyah, Persatuan Islam, Al-Irsyad, dan gerakan sejenisnya yang terlanjur dijuluki
kaumpembaharu hendaknya lebih meningkatkan ijtihad dalam meresponstan tangan abad ke-
21 yang makin rumit dan tidak terduga arahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Nurcholish Madjid, Agama dan Modernisasi: Pelajaran dari Jepang dan Turki,
(terjemahan Azyumardi Azra dan Hari Zamhari), Jakarta, Pustaka Panjimas.
Rusli Karim, Agama, Modernisasi dan Sekulerisasi, Cet. I (Yogyakarta, Tiara wacana
Yogya, 1994).