Anda di halaman 1dari 8

INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) DARUSSALAM MARTAPURA

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
KELAS PAGI DAN SIANG, KELAS KHUSUS SEMESTER GANJIL
TAHUN AKADEMIK 2021 / 2022 M

Nama : Siti Rahmaniah


NPM : 19.12.4989
Soal : Middle Test
Mata Kuliah : Ilmu Tajwid dan Tahsin Qira'at Al-Qur'an
Dosen Pengajar : Masruddin, M.Pd / M. Masyrufin Nor, S.Ag

1. Apa pengertian Ilmu tajwid menurut bahasa dan istilah serta apa tujuan mempelajarinya ?
Jawab :
• Ilmu Tajwid secara bahasa berasal dari Kata “jawadda-yujawwidu-tajwidan" yang artinya adalah
memperelokkan, membaguskan. Sedangkan dalam Hidayatul Mustafid (halaman 4) ilmu
tajwid ‫( االتىا ن با لجىد‬segala sesuatu yang mendatangkan kebajikan)
• Sedangkan menurut istilah, ilmu tajwid adalah melafadzkan setiap huruf dari makhrajnya secara
benar serta memenuhi hak-hak setiap huruf baik dari segi sifat-I lazimah atau sifat-I aridzahnya.
Ilmu tajwid adalah sebuah disiplin ilmu yang menguraikan dan mempelajari cara bacaan Al-Quran
dengan baik dan benar. Di antaranya hal-hal yang kemudian dibahas atau diulas dalam ilmu tajwid
tersebut antara lain ahkam al-huruf (hubungan antar huruf), makharij al-huruf (tempat keluar
huruf), ahkam al-maddi wa al-qasr (tentang panjang dan pendeknya ucapan), dan ahkam al-waqf
wa alibtida (bagaimana memulai dan menghentikan bacaan).
• Tujuan mempelajari ilmu tajwid adalah agar dapat membaca ayat-ayat Alquran secara baik dan
benar sesuai dengan yang diajarkan Nabi Saw atau dengan kata lain, agar dapat memelihara lisan
dari kesalahan (lahn) ketika membaca kitab Allah Swt.
2. Apa Hukum mempelajari Ilmu Tajwid dan apa Hukum membaca Al-Qur'an dengan
bertajwid?
Jawab :
• Hukum mempelajari ilmu tajwid adalah fardhu kifayah. Artinya, jika ada sebagian kaum muslimin
yang mempelajari ilmu tajwid, maka gugurlah kewajiban sebagai kaum muslimin lainnya untuk
mempelajari ilmu tajwid.

• Sementara mengamalkan ilmu tajwid hukumnya fardhu 'ain bagi setiap pembaca Al Quran (qari')
dari umat islam, Artinya, meskipun hukum mempelajari ilmu tajwid fardhu kifayah, tetapi
membaca Al Quran dengan baik dan benar adalah keharusan (fardhu 'ain). Hal ini disampaikan
dalam firman Allah Al-Qur'an Surat Al-Muzzammil ayat ke-4:
‫علَ ْي ِه َو َرتِ ِّ ِل ا ْلقُ ْر ٰانَ ت َْرتِي ً ا‬
‫ْل‬ َ ْ‫ا َ ْو ِزد‬
Artinya: "Atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan."
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad supaya membaca Al Quran
secara seksama (tartil). Maksudnya ialah membaca Al Quran dengan pelan-pelan, bacaan yang
fasih, dan merasakan arti dan maksud dari ayat-ayat yang dibaca itu, sehingga berkesan di hati.
3. Sebutkan ruang lingkup / Pokok bahasan Ilmu Tajwid?
Jawab :
Ada beberapa ruanng lingkup yang menjadi pokok utama dalam pembahasan ilmu tajwid, yaitu :
1. Sifat Huruf
Sifat huruf disini berarti sesuatu yang keluar dari makhrojul huruf itu diucapkan.
2. Makhrojul Huruf
Makhrojul huruf adalah tempat keluarnya huruf ketika huruf hijaiyah dilafalkan.
disinilah pentingnya mempelajari ilmu tajwid, karena apabila suatu huruf keluar tetapi tidak
berasal dari tempat keluarnya huruf itu akan terjadi perubahan makna dari huruf itu sendiri.
3. Ahkamul Huruf
Ahkamul huruf berarti hukum huruf itu sendiri, dilihat dari huruf awal dan huruf
kedua, bisa saja itu dibaca idhar, diidghomkan, dengung atau bahkan digantikan, dan yang
menentukan semua itu dilihat dari huruf awal dan huruf keduanya.
4. Mad dan Qoshr
Ini yang sering keliru orang dalam membaca Al-Qur'an. didalam Al-Qur'an ada yang
di baca panjang (mad) dan ada juga yang di baca pendek (qoshr). hukum yang dibaca panjang pun
ada berbagai macam dimulai dari 2 harakat bahkan sampai 6 harakat.
5. Waqaf dan Ibtida
Ada kalanya kita berhenti (waqaf) membaca ditengah kalimat dan melanjutkannya
(ibtida) dengan berbagai alassan seperti kehabisan nafas atau karena adanya perintah waqaf disana.
semua itu di bahas didalam ilmu tajwid agar kita tidak seenaknya berhenti dan melajutkan bacaan
Al-Qur'an.

4. Berapa bagian Arkan Qiro'atul Qur'an, sebutkan!


Jawab :
Qira`at menjadi dua bagian saja, yaitu:
1. Mutawatir
2. Syadz

5. Berapa terbahagi klasifikasi / tempo bacaan Al-Qur'an, sebutkan!


Jawab :
Ada 4
1. Tartil
2. Tahqiq
3. Hadr
4. Tadwir
6. Berapa jumlah sifat yang tidak berlawanan dan sebutkan sifat yang tidak dipakai tapi
dituntut untuk mengetahuinya?
Jawab :
Sifat ‘aridhah; adalah sifat mendatang yang berubah-ubah untuk suatu huruf yang adakalanya
terpisah dari huruf dan menyertainya pula pada kondisi yang lain seperti tarqiq (tipis), tafkhim
(tebal), ghunnah, idgham, atau ikhfa', panjang atau pendek dan seumpamanya. Sifat ini juga
dikenali sebagai "sifat yang tidak berlawanan". Ada tujuh sifat yang tergolong dalam kategori ini:
1. Shafir - Suara dari ujung mulut seakan-akan bersimpul
2. Qalqalah - melantun
3. Lin - lembut
4. Inhiraf - berbelok
5. Takrir - berulang
6. Tafasysyi - bertebaran
7. Istitolah - panjang

7. Jelaskan fadhail / kelebihan Qira'atul Qur'an dan apa perbedaan wakaf, saktah dan Qath'u!
Jawab :
• Keutamaan Membaca Al-Qur'an, di antaranya:
Pertama, Al-Qur’an akan menjadi syafaat atau penolong di hari kiamat untuk para pembacanya.
ُ‫ « ا ْق َرؤُا القُ ْرآنَ فإِنهه‬: ‫سلهم يقو ُل‬ َ ُ‫صلِّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه و‬ ‫عن أَبي أُما َمةَ رضي ه‬
ِ ‫ سمِ عتُ رسو َل ه‬: ‫َّللا عنهُ قال‬
َ ‫َّللا‬
َ ‫يَأْتي يَ ْوم القيام ِة‬
ْ ‫شفِيعا ً أل‬
‫صحا ِب ِه » رواه مسلم‬
Dari Abu Amamah ra, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Bacalah Al-Qur’an, karena
sesungguhnya ia akan menjadi syafaat bagi para pembacanya di hari kiamat.” (HR.
Muslim);
Kedua, orang yang mempelajari dan mengajarkan Al-Qur’an merupakan sebaik-baik manusia.
‫ « خَيركُم َم ْن تَعَله َم القُ ْرآنَ َوعلهمهُ » رواه البخاري‬: ‫سلهم‬ َ ُ‫صلِّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه و‬ ِ ‫ قا َل رسو ُل ه‬: ‫َّللا عنهُ قال‬
َ ‫َّللا‬ ‫رضي ه‬َ َ‫عن عثمانَ بن عفان‬
Dari Usman bin Affan ra, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang
mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Tirmidzi);
Ketiga, untuk orang-orang yang mahir membaca Al-Qur’an, maka kelak ia akan bersama para
malaikat-Nya;
‫الكر ِام‬ ‫قرأُ القُ ْرآنَ َوهُو ماه ٌِر بِ ِه م َع ال ه‬
َ ِ‫سفَرة‬ َ َ‫ « الهذِي ي‬: ‫سلهم‬ َ ُ‫ص ِّلى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه و‬ ْ
ِ ‫ قال رسو ُل ه‬: ‫قالت‬
َ ‫َّللا‬ ‫عن عائشة رضي ه‬
‫َّللا عنها‬
. ‫البررةِ » متف ٌق عليه‬
َ
Dari Aisyah ra, berkata; bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang membaca Al-Qur’an
dan ia mahir membacanya, maka kelak ia akan bersama para malaikat yang mulia lagi taat
kepada Allah.” (HR. Bukhari Muslim);
Keempat, untuk mereka yang belum lancar dalam membaca dan mengkhatamkan Al-Qur’an,
tidak boleh bersedih, sebab Allah tetap berikan dua pahala.
ٌ
‫متفق عليه‬ َ ‫« َواٌلَذِي يَقُرا ٌ القُرانَ َويَتَت َعت َ ُع فِيه َوه َُو‬
» ‫علَي ِه شَا ٌق لَه ا َ َجران‬
Rasulullah bersabda, “Dan orang yang membaca Al-Qur’an, sedang ia masih terbata-bata lagi
berat dalam membacanya, maka ia akan mendapatkan dua pahala.” (HR. Bukhari Muslim);
Kelima, Al-Qur’an dapat meningkatkan derajat kita di mata Allah.
َ ‫َّللا يرفَ ُع بِهذَا الكتاب أ َقواما ً وي‬
‫ض ُع بِ ِه آخَرين‬ ‫ « إِ هن ه‬: ‫سلهم قال‬ َ ُ‫صلِّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه و‬ ‫َّللا عنهُ أ َ هن النهبِ ه‬
َ ‫ي‬ ‫ب رضي ه‬
ِ ‫عمر بن الخطا‬
َ ‫عن‬
‫» َر َواهُ ُم ْس ِل ُم‬
Dari Umar bin Khatab ra. Rasulullah saw. bersabda,: “Sesungguhnya Allah SWT. akan
mengangkat derajat suatu kaum dengan kitab ini (Al-Qur’an), dengan dengannya pula Allah
akan merendahkan kaum yang lain.” (HR. Muslim);
• Waqaf bisa berarti berhenti, diam, atau menahan. Pengertian Waqaf secara istilah adalah
memotong atau berhenti membaca pada sebuah kata dalam waktu tertentu dan masih berniat
melanjutkan bacaan. Waqaf bisa terjadi karena disebabkan ingin mengambil nafas atau
batuk.
• Saktah artinya diam. Pengertian Saktah secara istilah adalah memotong atau berhenti
membaca dalam jangka waktu tertentu tanpa bernafas dan niat melanjutkan bacaan waktu
itu juga. Cara baca Saktah adalah dengan berhenti dan menahan nafas selama kurang dari 2
harakat.
• Qatha' artinya memutus. Pengertian Qatha' secara istilah adalah memotong atau berhenti
membaca pada akhir kata dengan niat berpaling atau tidak melanjutkan membaca lagi.
Maksudnya, ketika kita ingin mengakhiri baca al-Quran itu adalah Qatha'.
Berbeda dengan waqaf, yang berhenti lalu melanjutkan lagi bacanya, Qatha' harus dilakukan
pada akhir ayat sehingga menjadi jelas dan lengkap makna nya. Tidak boleh melakukan
Qatha' di tengah-tengah ayat.

8. Apa hukum melagukan Al-Qur'an dan sebutkan 5 macam larangan membaca Al Qur'an
dari segi hati!
Jawab :
• Hukum Melagukan bacaan Al-Quran atau Taghanni bi al-Quran di kalangan para ulama
terdapat perbedaan pendapat.
Pendapat yang pertama mengatakan, hukum membaca Alquran dengan varian lagu tersebut
ialah makruh. Pendapat ini disampaikan Imam Ahmad bin Hanbal, Malik bin Anas, Said bin
al-Musayyib, Said bin Jabir, al-Qasim bin Muhammad, Hasan al-Bashri, Ibnu Sirin, Ibrahim
an-Nakha'i, dan lainnya. Opsi ini juga menjadi rujukan sejumlah ulama masa kini, seperti
Syekh Muhammad Abu Zahrah. Argumentasi yang dikemukakan kubu pertama ialah
sejumlah hadis. Dalil yang pertama ialah hadis dari Hudzaifah bin al-Yaman. Rasulullah
SAW memperingatkan di sabdanya tersebut agar hendaknya tidak membaca Alquran dengan
nada (lahn), seperti ahlul kitab dan orang fasik. Akan datang suata masa para kaum yang
mengulang-ulang bacaan Alquran disertai lagu dan variasi-variasi baru. Riwayat ini
dinukilkan oleh at-Tirmidzi di Nawadir al-Ushul, Thabrani di al-Ausath, Abu Ya'la di al-
Jami'.
Dalil yang kedua ialah riwayat Abis bin Abas al-Ghifari yang dinukilkan oleh Ahmad dan
Thabrani. Di riwayat tersebut, Rasul menyebutkan salah satu tanda akan datangnya hari
akhir, yaitu munculnya kalangan yang tidak berkompeten dengan Alquran, hanya pandai
melagukannya. Selain kedua hadis tadi, dalil pelarangan juga merujuk pada tidak bolehnya
mengumandangkan azan dengan lagu, seperti yang ditegaskan di riwayat Ibnu Abas yang
dinukilkan Imam ad-Daruquthni. Ibnu Hajar al-Asqalani memberikan komentar yang cukup
proporsinonal. Menurut penulis Fath al-Bari fi Syarh Shahih al-Bukhari itu, memperindah
bacaan Alquran sangat dianjurkan, jika tidak mampu maka berusahalah semampunya. Akan
tetapi, hendaknya tetap memperhatikan aturan-aturan baca dan kaidah tajwid ataupun tahsin
Alquran agar menghindari kesalahan-kesalahan yang justru bisa merusak bacaan Alquran itu
sendiri. Alasan inilah yang tampaknya mendasari pula Lembaga Fatwa Mesir (Dar al-Ifta')
melarang pelantunan Alquran dengan lagu-lagu bila ternyata bacaan tersebut tidak sesuai
dengan kaidah-kaidah Alquran. Para ulama sepakat jika pembacaan lagu itu melanggar kaidah
ilmu tajwid, qiraat, dan tahsin, maka tidak diperbolehkan. Misal, seperti bacaan al-Haitsham
yang membaca kata limasakina dalam ayat ammas safinatu fakaanat limasakina dengan
bacaan limiskin. Ini dianggap sebagai fenomena baru yang keliru dalam pelantunan lagu
Alquran. Termasuk, tidak mengindahkan etika, seperti menyertai bacaan tersebut dengan
lantunan alat musik, seperti fenomena yang banyak bermunculan di abad kedua dan ketiga
Hijiriyah. Sedangkan, pandangan yang kedua menyatakan, membaca Alquran dengan tilawah
atau tartil berikut macam-macam lagunya diperbolehkan. Ini merupakan pendapat Abu
Hanifah, Syafi'i, Abdullah bin al-Mubarak, at-Thabari, Ibn Bathal, Abu Bakar Ibn al-Arabi,
dan Ibn Qayyim al-Jauziyah. Deretan nama dari sahabat juga berpandangan yang sama, antara
lain, Umar bin Khatab, Ibnu Abas, Abdullah bin Mas'ud, dan lainnya. Syekh Rasyid Ridha,
Syekh Labib as-Sa'd, dan Dr Abd al-Mun'im al-Bahi, termasuk pendukung diperbolehkannya
pembacaan Alquran dengan cara dilagukan dari kalangan ulama kontemporer.
Dasar yang dijadikan rujukan kelompok kedua ini, di antaranya, hadis riwayat Bukhari,
Muslim dan Nasai dari Abu Hurairah RA.Hadis itu menegaskan, Allah SWT belum pernah
mengizinkan perkara, seperti izin yang diberikan kepada Nabi SAW untuk melantunkan
bacaan Alquran dengan lagu. Selain itu, hadis riwayat Abdullah bin Mughaffal yang
dinukilkan oleh Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud, juga diambil sebagai landasan.
Dalam hadis itu, Rasul dikisahkan membaca surah al-Fath secara pelan lalu mengulanginya
di atas untanya yang tengah berjalan. Di riwayat lain dikisahkan, Rasulullah memuji bacaan
Abu Musa al-Asyari dan mengapresiasi sahabatnya tersebut, telah dianugerahi satu dari sekian
pita suara keluarga Nabi Dawud AS. Di kalangan sahabat, Abu Musa al-Asya'ari memang
tersohor dengan suara dan lantunan Alquran yang bagus. Umar bin Khatab bahkan sering
memintanya agar memperdengkarkan bacaan merdu tersebut. “Ingatkan kita akan Allah SWT
(dengan bacaanmu),” kata Umar. Selain Abu Musa al-Asy'ari, ada pula sahabat yang
dikarunia bakat dan potensi berharga itu, yakni Salim budak Abu Hudzaifah.
• 5 macam larangan membaca Al Qur'an dari segi hati
1. Jangan riya’ ketika membaca Al-Quran
Zaman sekarang, riya’ mudah sekali terjadi karena segala tingkah laku seseorang dari
bangun tidur sampai tidur tidak pernah terlepas dari media sosial. Sehingga tidak heran, beberapa
dari kita sering sekali mengunggah setiap kegiatan sehari-hari ke media sosial, bahkan dalam hal
membaca Al-Quran.
Jika di dalam diri sudah tertanam sifat riya’, ingin dipuji dan dianggap paling saleh, maka
kita harus segera menghilangkannya dan memperbarui niat membaca Al-Quran hanya untuk Allah.
Sebab segala perbuatan yang dilakukan bukan karena-Nya akan bersifat sia-sia.
2. Jangan jadikan Al-Quran sebagai perantara untuk mencapai tujuan dunia.
Jangan jadikan Al-Quran sebagai perantara untuk mencapai tujuan dunia, misalnya harta
dan tahta. Al-Quran diturunkan untuk menjadi pedoman bagi umat Islam, menjadi petunjuk
menuju hidup yang diridhoi Allah dan Rasul-Nya.
Zaman sekarang, dalam meraih kekuasaan di ranah politik, setiap oknum dengan
mudahnya menggunakan dalil Al-Quran untuk mencapai kesuksesannya. Hal tersebut jelas
perbuatan yang salah, karena tidak sesuai dengan tujuan diturunkannya Al-Quran ke muka bumi.
3. Jangan “makan” dari Al-Quran
Imam Ibnu Hajar Al-asqalani menjelaskan dosa-dosa bagi orang-orang yang riya’ apabila
membaca Al-Quran, atau mencari makan dengan dalil Al-Quran. Karena Al-Quran merupakan
kalam Allah, sehingga siapapun yang membaca dan mengamalkannya harus karena Allah bukan
mengharap pujian atau semacamnya.
4. Jangan meninggalkan Al-Quran
Meninggalkan Al-Quran bukan hanya dengan tidak membacanya, melainkan juga tidak
mengamalkan makna yang terkandung dalam Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita
jauh dari Al-Quran secara tidak langsung kita pun jauh dari Allah dan hidup kita akan dipenuhi
kegelisahan.
5. Jangan berlebihan terhadap Al-Quran
Maksud berlebihan di sini adalah, jangan berlebihan dalam membaca Al-Quran. Dalam Al-
Quran disebutkan:
(31 :‫إنه ال يحب المسرفين (األعراف‬
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai hal-hal yang berlebihan”
Ada beberapa orang yang menghabiskan waktunya hanya untuk membaca Al-Quran,
sehingga melupakan kewajiban yang lainnya. Lupa makan, lupa belajar ilmu Agama yang lain,
bekerja untuk memenuhi kebutuhan hiupnya.
Hal tersebut jelas salah. Karena, sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya Allah tidak
menyukai apapun yang berlebihan. Begitu juga dalam hal beribadah.

9. Sebutkan 4 macam bacaan Gharib didalam Qira'at Imam 'Ashim riwayat Hafas!
Jawab :
Bacaan-bacaan di dalam Al-Qur’an yang dianggap gharib dalam qira’ah Imam Ashim riwayat
Hafs, antara lain adalah Imalah, Isymam, Saktah, Tashil, dan Naql.
1. Imalah
Jenis bacaan gharib yang pertama adalah Imalah. Imalah artinya memiringkan atau condong.
Sedangkan menurut istilah, Imalah artinya memiringkan bacaan fathah ke arah bacaan kasrah
atau memiringkan bacaan alif ke arah ya. Bacaan Imalah ini hanya ada satu dalam Al-Qur’an,
yaitu pada surat Hud ayat 41. Pada pertengahan ayat tersebut, terdapat lafadz “majroha” yang
dibaca menjadi “majreha”.
ِْ
2. Isymam ( ‫)اْل ِِ ْش َما ُم‬
dalam arti bahasa berarti monyong atau mecucu. Sedangkan dalam arti istilah ulama’ Qurra’
adalah mengkombinasikan harakah fathah dengan harakat dhammah disertai monyong
bibirnya.
Bacaan isymam dalam al-Qur’an ditandai dengan tulisan ‫ إِ ْش َما ُم‬kecil yang berada di atas lafadh
yang dibaca isymam.
Menurut Imam Hafash bacaan isymam hanya berlaku disatu tempat, yaitu QS. Yusuf ayat 11:
‫اشمام‬
ِ ‫ف َواِنها لَه لَن‬
َ‫َاص ُح ْون‬ َ ‫س‬ َ ‫قَالُ ْوا َيَٓاا َ َبانَا َمالَكَ َالت َأ ْ َمنهــــــا‬
ُ ‫ع ٰلى ي ُْو‬
Pada lafadh ‫ت َأ ْ َمنهـا‬cara membacanya adalah sebagai berikut :
• Nun tasydid diuraikan sehingga menjadi dua nun: yang satu mati (sukun) sedang yang lain
hidup (fathah). Misalnya lafadh : ‫َالت َأ ْ َم ْننَا‬
• Nun mati pertama sebagai tempat bacaan isymam, sehingga melafadkan nun itu ( ‫)الت َأ ْ َم ْن‬
َ ,
kedua bibir dimonyongkan ke depan sebagaimana melafadkan huruf nun (melalui asmaul
huruf).
• Menarik bibir yang monyong tersebut sambil mengucapkan nun kedua, sehingga lengkap
menjadi : ‫َالت َأ ْ َم ْننَا‬
3. Bacaan Saktah
Saktah ٌ‫س ْكتَة‬
َ mempunyai akar kata َ‫س َكت‬
َ yang artinya diam atau berhenti. Sedangkan dalam
arti istilah adalah berhenti sejenak tanpa nafas sekitar satu alif lamanya.
Bacaan saktah dalam Mushaf Ustmani yang berlaku diberi tanda ٌ‫س ْكت َة‬
َ kecil diantara dua lafadh
yang dibaca saktah. Namun untuk mushaf lain barangkali dijumpai tanda saktah dengan
huruf ‫س‬kecil di antara dua lafadh yang dibaca saktah.

4. Tashil
Tashil berarti membunyikan antara Hamzah dan Alif. Terdapat satu bacaan dalam al-Qur’an
yang dibaca Tashil, yaitu pada Surat Fusshilat Ayat 44.
….. ‫ي‬ َ ‫َءا َ ْع َج ِميٌّ َو‬
ِّْ ِ‫ع َرب‬
ٌّ ‫ َءا َ ْع َج ِم‬semula
Bacaan ‫ي‬ berbunyi Aa’jamiyyun, karena dibaca Tashil bunyinya
menjadi Aha’jamiyyun.
5. Naql
Naql secara istilah adalah memindahlan harakat pada huruf sebelumnya. Dalam Riwayat Hafs,
terdapat satu ayat dalam al-Qur’an yang dibaca Naql, yaitu pada Surat al-Hujurat Ayat 11.
‫ان‬
ِ ‫اْل ْي َم‬ ُ ُ‫سمٌٌّّا ْلف‬
ِ َ‫س ْو ُق َب ْعد‬ ْ ‫ٌّاإل‬
ِ ‫ْس‬ َ ‫ِبئ‬
Pada bacaan al-Qur’an pada umumnya, lafadz ٌٌّّ‫سم‬
ْ ‫ٌّاإل‬
ِ ‫ْس‬ َ ‫بِئ‬dibaca Bi’sal ismu. namun, karena
menurut Imam Hafs lafadz tersebut dibaca Naql, maka bunyinya menjadi Bi’salismu.

10. Berapa jumlah ayat-ayat Sujud Tilawah dan sebutkan satu surah bagi Imam Syafi'i yang
tidak termasuk ayat sujud tilawah tapi Sujud Syukur?

Jawab :
Ayat ke-206 dari Surah Al-A’raf
• Ayat ke-15 dari Surah Ar-Ra’d
• Ayat ke-50 dari Surah An-Nahl
• Ayat ke-109 dari Surah Al-Isra’
• Ayat ke-58 dari Surah Maryam
• Ayat ke-18 dari Surah Al-Hajj
• Ayat ke-77 dari Surah Al-Hajj, termasuk ayat sajadah menurut Mazhab Syafi’i dan Mazhab
Hambali
• Ayat ke-60 dari Surah Al-Furqan
• Ayat ke-25 hingga Ayat ke-26 dari Surah An-Naml
• Ayat ke-15 dari Surah As-Sajdah
• Ayat ke-38 dari Surah Fussilat
• Ayat ke-62 dari Surah An-Najm
• Ayat ke-21 dari Surah Al-Insyiqaq
• Ayat ke-19 dari Surah Al-‘Alaq Ayat ke-19 dari surat Al-‘Alaq 96:19
• Ayat ke-24 dari Surah Sad, tidak termasuk ayat sajadah menurut mazhab syafi’i dan mazhab
Hambali, melainkan ayat yang disunnahkan untuk sujud syukur bila dibacakan.

Anda mungkin juga menyukai