Anda di halaman 1dari 3

Judul HAK ASASI MANUSIA:

Konsep Dasar, Prinsip-prinsip dan Instrumen HAM


Internasional dan Pengaturannya Di Indonesia
Jurnal -
Volume dan Halaman -
Tahun 8-10 Oktober 2013
Penulis Cekli Setya Pratiwi
Reviewer Nabila Atania Rahma
Tanggal 4 Desember 2021
Pembahasan Perkembangan HAM semakin pesat setelah munculnya
kesadaran bersama masyarakat internasional setelah
mengalami kehancuran luar biasa akibat PD II.
Kesadaran akan pentingnya HAM menjadi dasar dan
tujuan dibentuknya Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)
tahun 1945. Tujuan didirikannya PBB salah satunya
adalah dalam rangka untuk mendorong pernghormatan
terhadap HAM secara Internasional. Tonggak sejarah
pengaturan HAM yang bersifat Internasional baru
dihasilkan tepatnya setelah Majelis Umum PBB
mengesahkan Dekrlasi Universal HAM pada tanggal 10
Desember 1948. Deklarasi tersebut tidak hanya memuat
hak-hak asasi yang diperjuangkan oleh liberalisme dan
sosialisme, melainkan juga mencerminkan pengalaman
penindasan oleh rezim-rezim fasis dan nasionalis-
nasionalis dua puluh sampai empat puluhan.

Prinsip indivibles, interrelated dan interdependent


Hak Manusia (Human Rights) diartikan sebagai hak-hak
kodrat yang bersifat melekat (intherent in dignity)
sebagai
anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu
HAM bukanlah pemeberian atau warisan atau belas
kasihan dari Negara, sehingga negara tidak dibenarkan
mencabutnya (inalienable) dan tidak dapat membatasi
HAM secara sewenang-wenang (indivisible.

Prinsip Universal dan Inalienable


Prinsip universal artinya bahwa deklarasi umum Hak
Asasi Manusia 1948 merupakan pernyataan kehendak
yang secara umum telah dirujuk sebagai pedoman dalam
menyusun berbagai perjanjian Internasional, resolusi dan
deklarasi di bidang HAM. Sedangkan prinsip inalienable
artinya bahwa negara-negara tidak diperbolehkan untuk
mencabut HAM setiap individu kecuali dalam situasi
yang sangat khusus dan berdasarkan prosedur yang adil.

Prinsip equel and non-discriminatory


Prinsip ini berlaku untuk setiap orang untuk tidak
mendiskriminasi atas dasar jenis kelamin, ras, warna
kulit, agama, dll. Prinsip non-diskriminasi terkait dengan
prinsip kesetaraan (equality) sebagaimana disebutkan
dalam pasal 1 DUHAM: “all Human beings are born
free and equel in dignity and rights.” (setiap manusia
dilahirkan bebas dan setara dalam martabat dan hak-hak
nya).

Prinsip state Obligation (kewajiban negara)


Negara dalam bentuknya yang yang modern tersebut
telah diterima sebagai sebuah bentuk organisasi yang
cocok untuk mempromosikan HAM untuk kepentingan
rakyatnya sebagai sumber pergaulan dalam menghadapi
perang yang tiada akhir diantara msyarakat yang
majemuk. Dimana perang juga disebut sebagai sebuah
senjata yang mengancam kehidupan peradaban negara
tersebut. Oleh karena itu, HAM memerankan fungsinya
dalam mendialogkan perbedaaan tersebut. Selain itu,
negara juga diakui sebagai penjamin dari HAM yang
secara institusional diberikan kekuasaan untuk
mengamankan keberadaan, kebebasan dan kekayaan
warga negaranya. Meskipun pada saat yang sama dalam
sejarah telah menggambarkan bahwa aktor-aktor negara
yang memiliki kekuasaan itulah yang melanggar hak-hak
negara tersebut.

The Universal Declaration of Human Rights


DUHAM memiliki 30 pasal dan terbagi atas 3 kelompok
yaitu:
Pasal 1-2, 28 dan 29 berisi tentang dasar filosofis
pentingnya perlindungan HAM (pasal 1), prinsip equal
dan non diskriminasi (pasal 2), konsep tentang kewajiban
negara (pasal 28) dan kewajiban individu (29(1)),
pembatasan-pembatasan yang diijinkan (pasal 29(2))
serta larangan bagi siapapun melanggar atau
mengahancurkan hak-hak dan kebebasan yang di jamin
dalam deklarasi ini (pasal 30).
Pasal 4-21 mengatur tentang pentingnya perlindungan
hak sipil dan politik.
Pasal 22-27 mengatur tentang pentingnya perlindungan
hak ekonomi, sosial dan budaya.

International Covenant on Civil and Political Rights


Konvenan internasional tentang hak sipil dan politik
ditetapkan dan dinyatakan terbuka untuk ditandatangani,
diartifikasi dan disetujui oleh resolusi Majelis Umum
2200 A (XXI) pada 16 Desember 1966. Konvenan ini di
artifikasi Indonesia melalui Undang Undang RI No. 12
Tahun 2005. Dan berisi 53 pasal. Dari 52 pasal dibagi
dalam 6 bagian.

International Covenant on Sosial, economic and


cultural Rights
Kovenan internasional tentang hak sosial, ekonomi dan
budaya ditetapkan dan dinyatakan untuk terbuka untuk
ditandatangani, diratifikasi dan disetujui oleh Resolusi
Majelis Umum 2200 A (XXI) pada 16 Desember 1966.
Kovenan ini diartifikasi Indonesia melalui Undang-
Undang RI No. 11 Tahun 2005 dan berisi 31 pasal.

Simpulan kesadaran akan pentingnya memajukan dan menghormati


Hak Asasi Manusia harus dipahami oleh setiap
komponen bangsa dan masyarakat tidak hanya sekedar
bentuk komitmen Indonesia sebagai bagian dari
masyarakat Internasional yang terikat pada perjanjian
internasional semata. Negara menyadari posisinya
sebagai pemegang kewajiban untuk menghormati,
melindungi dan memenuhi HAM. Namun lebih dari itu
penghormatan HAM merupakan bagian dari upaya
bangsa untuk menegakan prinsip rule of law, dan
mencapai tujuan negara melindungi segenap bangsa
berdasarkan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, juga
semakin mengukuhkan pelaksanaan prinsip demokrasi
konstitusional berdasarkan UUD NRI Tahun 1945. serta
mewujudkan Negara hukum yang sebenarnya
sebagaimana yang dikehendaki para founding fathers
yang termaktub dalam Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh
karena itu penting kiranya memahami prinsip-prinsip
dasar Hak Asasi Manusia serta berbagai regulasi HAM
baik di tingkat Internasional maupun nasional secara
tepat dan komprehensip.

Anda mungkin juga menyukai