Anda di halaman 1dari 3

Sempurna

Terdengar suara langkah sepasang kaki kecil menerjang derasnya air hujan yang turun
kala itu. Langkah kaki itu semakin cepat tatkala terlihat seseorang berdiri di seberang jalan.
Suara klakson mobil yang mengagetkan dan sorotan cahaya yang mengaburkan pandangan.
Kemudian terjadilah insiden tak mengenakkan yang hasilnya masih terasa hingga sekarang.

Saat mengingatnya, gadis itu menatap ke bawah, lebih tepatnya sebelah kaki. Ya,
sebelah bukan sepasang. Ia harus kehilangan salah satu kakinya karena kecelakaan yang
menimpa sewaktu kecil. Namun dengan kekurangannya tidak menjadikan sebuah alasan untuk
terus berprestasi.

Zanitha, gadis dengan sebelah kaki itu melangkah dengan yakin memenuhi panggilan
yang mengumumkan kebehasilannya dalam lomba LCC.

Ia beranjak berdiri dengan bantuan sebuah tongkat. Berjalan menyusuri area sekolah.
Perhatian para siswa teralihkan kepada dirinya yang lagi-lagi membawa piala LCC. Sudah
menjadi rahasia umum bila dirinya selalu mengharumkan nama sekolah dalam bidang
akademis.

"Wahh dapat lagi ya. Selamat Zanitha", ujar seseorang yang tiba-tiba merangkul bahunya.

"Iya, makasih ya", balasnya

"Kantin yuk" Zanitha mengangguk

Mereka berjalan beriringan menuju kantin. Alena, sahabat Zanitha mengimbangi


langkah Zanitha yang pelan walaupun sudah sangat lapar, Zanitha menunjukkan ekspresi tak
enak namun Alena membalasnya dengan senyuman yang berarti tidak apa-apa.

Alena dan Zanitha berkenalan saat masih duduk di bangku SMP. Keduanya menjadi
akrab lantaran sama-sama menyukai seorang penulis bernama Mark Manson. Alena sudah
menjadi jago bulu tangkis sejak SMP. Alena jago dalam bidang nonakademis dan Zanitha yang
jago dalam bidang akademis. Banyak yang tak menyangka bahwa keduanya berteman baik,
selain keahlian mereka yang berbeda, Sikap mereka juga bertolak belakang. Alena yang
cerewet dan Zanitha yang pendiam.

Saat pulang sekolah, mereka berdua mampir ke sebuah toko buku. Mereka melihat rak-
rak yang berisi buku untuk dibeli. Zanitha melihat-lihat buku mana yang akan dibelinya.
Sedangkan Alena hanya memperhatikan Zanitha. Hanya memilih novel saja, fokusnya seperti
sedang OSN, batin Alena geleng-geleng kepala.

***

Keesokan harinya, saat Zanitha sedang menikmati membaca novel tiba-tiba Alena
datang dengan cemberut. Zanitha yang melihatnya keheranan.

"Kenapa?"

"Aku kalah tanding bulu tangkis. Tinggal sedikit lagi aku jadi pemenang, huft"

"Sabar. Terimalah dengan lapang dada dan seterusnya usaha lebih giat lagi ya".

Alena yang mendengar perkataan Zanitha merasa tersinggung. Apakah Zanitha tidak
tau bagaimana ia sudah berusaha sampai mengurangi jadwal istirhatnya. Sungguh
menyebalkan. Zanitha tidak mengerti apa yang Alena rasakan.

"Kamu gak bakalan tau gimana rasanya kalah, karena kamu gak pernah kalah dalam
perlombaan" ujar Alena meninggalkan Zanitha. Zanitha yang melihatnya kebingungan.
Apakah perkataannya ada yang salah, ia rasa tidak. Lalu mengapa Alena marah sampai seperti
itu. Zanitha membiarkan Alena karena menurutnya Alena sedang butuh ruang untuk sendiri.

Ternyata pilihan Zanitha membiarkan Alena salah. Terbukti sudah 2 hari Alena
mendiamkannya. Zanitha merasa kesal juga karena tak diperhatikan Alena. Ia tak tau
kesalahannya apa namun Alena menjauhinya. Zanitha memutuskan untuk bertanya langsung
kepada Alena.

"Hei, kenapa kamu menghindariku?" Alena hanya diam. Zanitha menepuk pundak Alena yang
dibalas tatapan malas oleh Alena.

"Hei kamu tidak bisa mendengarku? Apa aku salah ingat posisi nya?" ucapan Zanitha
tidak diperdulikan. Zanitha masih kebingungan akan membisikan sesuatu ke telinga kanan/kiri
Alena. Ya, ia mengalami tuli sebagian yaitu telinga kanan nya. Alena yang melihat Zanitha
merasa geli ingin tertawa. Tingkah lucu Zanitha membuat Alena melupakan kekesalannya
kepad Zanitha.
"Hei, sudah. Aku tak tahan menahan tawa melihat tingkahmu yang sepert itu. Lama-
lamaLama-lama aku bisa jadi gila melihat kelakuanmu" Mata Zanitha berbinar kala Alena
mengajaknya berbicara

"Ih kamu sih yang diamin aku" lagi lagi Alena tertawa. Zanitha memanyukan bibirnya.

"Maaf ya Zanitha bestie-ku. Aku marah karena kamu seperti gak tau apa yang aku
rasain. Waktu itu hanya selisih beberapa poin saja. Yahh mungkin memang aku belum
ditakdirkan untuk menang. Gantian gitu maksudnya, kan aku dah sering menang ahahaha" jelas
Alena.

"Ih kata-kata yang akhir itu kepedean banget kamu" ucap Zanitha sambil tertawa.

"Kita baikan ya?" Alena mengangguk. Mereka berpelukan

Kelebihan mereka mampu memudarkan kekurangan mereka. Zanitha menjadi telinga


bergerak bagi Alena dan Alena menjadi tongkat versi canggih untuk Zanitha. Saling
melengkapi satu sama lain. Keterbatasan yang mereka miliki tidak untuk dijadikan alasan
sebagai penghambat meraih mimpi. Itulah yang mereka pikir.

Anda mungkin juga menyukai