Anda di halaman 1dari 6

MATERI INISIASI 3

Kemunculan dan Kepunahan

Kemunculan suatu organisme dapat terjadi karena adanya relung baru atau relung yang
ditinggalkan. Selain itu ada sejumlah persyaratan yang diperlukan yang mendukung terbentuknya
suatu jenis baru.

Kemunculan Kelompok Organisme Tertentu


Evolusi adalah proses yang berlangsung sejak asal mula adanya kehidupan. Kapan kehidupan
mulai ada, tidak dapat diketahui dengan pasti. Satu-satunya data yang dapat diperoleh mengenai
hal ini adalah adanya fosil. Dari data yang dihimpun oleh ahli paleontologi diketahui bahwa fosil
tertua yang ditemukan berumur sekitar 490 juta tahun. Maka kehidupan diperkirakan mulai pada
akhir masa Prekambrian, sekitar 700 juta tahun yang lalu. Data ini pun masih merupakan dugaan,
karena pada masa itu, tentu jumlah organisme masih sangat sedikit, sehingga fosil tidak mungkin
dijumpai pada lapisan tanah. Pada waktu itu, habitat yang mungkin ada adalah air. Dengan
demikian, dapat diperkirakan bahwa muka bumi masih dihuni oleh Prokariot dan organisme bersel
satu, terutama ganggang biru, yang kemudian diikuti oleh lumut kerak dan lumut yang menghuni
sekitar pantai. Suhu permukaan bumi pun diperkirakan masih jauh lebih panas dan oksigen mungkin
meliputi hanya sekitar 10% dari apa yang ada sekarang. Lapisan yang mengandung fosil tertua
(Stromatolites) berupa alga, bakteri dan spora, ditemukan di daerah pantai di Arabia dan Australia
dan berumur sekitar 470 juta tahun yang lalu. Hal ini berarti bahwa ekosistem yang ada baru
terdapat sekitar 480 juta tahun yang lalu. Setelah periode itu baru ditemukan fosil yang lebih muda
di banyak daerah lain.

Teori Tentang Kemunculan Dan Kepunahan, Terutama Reptilia Besar


Banyak orang menganggap bahwa Mammalia menguasai muka bumi, namun hal ini disebabkan
dominasi manusialah (Homo sapiens) yang merupakan penyebab utama anggapan tersebut. Tidak
dapat disangkal bahwa sebenarnya Reptilia merupakan organisme yang paling sukses di muka
bumi. Meskipun Reptilia tidak lagi merajai permukaan bumi, namun jumlah yang kini masih hidup di
muka bumi tidak dapat dikatakan sedikit, dan kini hanya disaingi oleh kelompok Pisces. Lamanya
Reptilia menguasai permukaan bumi juga menunjukkan bahwa kelompok ini merupakan pemula di
daratan dan pernah menjadi penguasa daratan (diwakili oleh macam- macam Dinosaurus). Reptilia
pernah menguasai air (diwakili oleh Mesosaurus), daratan (Tyranosaurus) dan udara (Pteranodon).
Data mengenai Reptilia yang hidup di dalam tanah sayangnya tidak banyak diketahui.
Untuk mengkaji bagaimana Reptilia timbul dan hilang (terutama Dinosaurus) dari muka bumi, kita
dapat mempelajari konsekuensi-konsekuensi dari kehidupan Reptilia sejak munculnya di muka bumi
hingga punahnya.

Sejarah kemunculan Reptilia di daratan ditandai dengan.:


1. Terbentuknya sel telur berdinding ganda (Telur Amniota).
2. Kulit tubuh yang ditutupi perisai (misalnya kura-kura dan Dinosaurus) atau sisik guna melindungi
diri terhadap kekeringan.
3. Mata mempunyai kelopak mata dan/atau membran niktitans untuk mengatasi kekeringan.
4. Terbentuknya sistem ekskresi yang terpisah kalau dibandingkan dengan hewan Vertebrata
lainnya yang telah ada sebelumnya (Ikan, Amfibi).
5. Terbentuknya anggota gerak.
6. Terbentuknya alat indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan pengecapan yang lebih
baik.

Terbentuknya Sel Telur Berdinding Ganda (Amniota)


1. Kapan terbentuknya telur amniota tidak dapat ditelusuri dengan baik, karena sedikitnya data fosil.
2. Konsekuensi dari sel telur berdinding ganda (kapur dan selaput amnion) mengharuskan fertilisasi
internal sebagai satu-satunya alternatif reproduksi. Dengan demikian alat kelamin sekunder
jantan merupakan struktur pertama yang muncul di kelompok Vertebrata pada Reptilia (dalam
bentuk sepasang hemipenis).
3. Konsekuensi lain dari munculnya sel telur berdinding kapur memerlukan suatu perubahan
penting kalau dibandingkan dengan telur amfibi atau ikan, karena kulit kapur tersebut harus dapat
menghubungkan embrio dengan dunia luar untuk pertukaran gas antara Oksigen dan Karbon
dioksida).
4. Telur Reptilia ternyata ditunjang dengan terbentuknya membran amnion. Membran amnion
berguna untuk menangkap oksigen yang masuk melalui dinding sel kapur tersebut. Hal ini
memberikan konsekuensi bahwa telur pertama tidak mungkin terlalu besar agar pertukaran gas
dapat berlangsung dengan baik.
5. Konsekuensi lainnya adalah digantikannya insang dengan paru-paru (tahapan ini sudah dilalui
oleh Amfibia).
6. Naiknya Reptilia ke daratan memberikan konsekuensi pula pada alat indera.
7. Mata yang dilindungi dengan membran nictitans digantikan dengan mata yang berkelopak, yang
berfungsi untuk melindungi dari bahaya kekeringan.
8. Alat pendengaran yang sebelumnya terdapat pada rahang bawah (Pisces) mulai berangsur
digantikan dengan telinga dalam, karena juga menghadapi tantangan kekeringan. Fungsi telinga
lebih diperlukan apabila dibandingkan dengan kehidupan di dalam air, untuk mencari mangsa
dan menghindar dari predator. Di dalam air, ikan dan amfibi menggunakan linea lateralis yang
langsung berhubungan dengan air sebagai media, namun struktur tersebut tidak dapat berfungsi
dengan baik di daratan.

Kepunahan (Termasuk Reptilia Besar - Dinosaurus)


Dalam sejarah muka bumi telah tercatat adanya lima kali peristiwa kepunahan besar-besaran. Hal
ini terjadi pada masa Kambrian, Ordovisian, Devonian, Permian dan Kretasea. Di antara kelima
peristiwa kematian masal, maka peristiwa kematian masal pada periode Permian merupakan
kejadian yang paling buruk dalam sejarah bumi. Pada waktu itu sekitar 75% organisme punah.
Namun pada masa Kretasea sebelum peristiwa kematian massal, jumlah organisme hidup sudah
melebihi keadaan sebelum peristiwa kematian Permian. Setelah peristiwa kematian Kretasea, maka
kini jumlah organisme pun masih meningkat lagi sehingga diperkirakan jumlah organisme sudah dua
kali lipat daripada keadaan sebelum peristiwa kematian Permian
Apakah yang menyebabkan peristiwa kematian tersebut di atas. Ada sejumlah teori yang
dikemukakan para ahli, dan kemungkinan besar beberapa teori dapat bekerja secara simultan atau
merupakan akibat dari kemungkinan terdahulu, yaitu.:
1. Teori Pergerakan Benua dan Terbentuknya Pangea
2. Teori Vulkanisme
3. Teori Meteorit atau Supernova
4. Teori Glasiasi
5. Adanya Air Bah
6. Teori Epidemi atau Pandemi
7. Teori Naiknya Suhu Muka Bumi (Greenhouse Effect)
8. Teori Radiasi Ultraviolet dan Lubang Ozon
9. Teori Berkembangnya Mamalia Kecil Setelah Perubahan Temperatur Global
10. Teori Campur Tangannya Manusia

Pola Pokok Evolusi

Teori evolusi menjelaskan bahwa evolusi adalah perubahan bertahap suatu organisme sejalan
dengan waktu. Pada dasarnya, proses evolusi adalah perubahan frekuensi alel dari suatu populasi.
Dengan demikian, semua organisme berevolusi dari waktu ke waktu. Konsep teori evolusi
menerangkan bahwa suatu organisme berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan tekanan seleksi
alam, sehingga suatu organisme tetap berada dalam kondisi yang cocok dengan lingkungannya.

Bahan dasar evolusi adalah keanekaragaman. Keanekaragaman merupakan faktor utama terjadinya
proses evolusi. Individu dalam suatu spesies tidak semua sama. Adanya individu yang lemah, dan
adanya individu yang kuat memungkinkan proses seleksi alam berjalan. Hasil seleksi alam pada
keanekaragaman individu menyebabkan timbulnya evolusi. Kenekaragamanlah yang menjadi bahan
dasar proses evolusi.

Kemunculan organisme merupakan proses yang sangat sulit. Hal ini ditunjukkan oleh lamanya bumi
ini kosong. Organisme banyak yang muncul tetapi banyak juga yang punah merupakan indikator
rumitnya proses kemunculan dan kepunahan. Kepunahan suatu kelompok merupakan kehilangan,
tetapi juga merupakan suatu keuntungan bagi kelompok lainnya. Adanya kepunahan memberikan
kesempatan pada kelompok yang sebelumnya tertekan perkembangannya untuk dapat berevolusi.

Berkembangnya suatu kelompok organisme, selain disebabkan kepunahan kelompok lain, juga
disebabkan terbentuknya habitat baru. Berhasilnya suatu kelompok organisme untuk berkembang
dikenal dengan istilah radiasi adaptasi.Pada proses kepunahan, faktor predator dan pesaing akan
berkurang dengan drastis. Hal ini menyebabkan variasi yang sebenarnya kurang menguntungkan
muncul tanpa gangguan. Jadi, radiasi adaptasi hanya mungkin terjadi setelah kepunahan masal.
Selain itu, parameter lain yang diperlukan adalah keanekaragaman. Kelompok yang
keanekaragamannya rendah tidak mungkin dapat melakukan radiasi adaptasi. Organisme yang
termasuk sukses dalam radiasi adaptasi adalah: 1. reptilia, termasuk dinosaurus akibat adanya
daratan yang masih kosong 2. kuda, akibat dari berkurangnya hutan dan terbentuknya padang
rumput 3. mamalia, akibat dari musnahnya dinosaurus 4. angiospermae, akibat dari evolusi yang
memungkinkan kehidupan di daratan. Contoh hasil radiasi adaptasi adalah kasus hipertelisme atau
hypermorphosis. Hipertelisme adalah keadaan yang mengakomodasi suatu struktur yang biasanya
tidak banyak manfaatnya dan bahkan mengganggu. Contoh hipertelisme yang banyak digunakan
adalah kasus rusa jantan Megaloceros giganteus yang mempunyai tanduk yang luar biasa
besarnya, sehingga rusa sukar untuk bergerak. Dalam keadaan umum, rusa jantan yang demikian
akan sulit sekali melindungi diri apabila diserang oleh musuh, apalagi kalau di dalam hutan, akan
mudah terkait di antara pohon-pohonan.

Dalam mengatasi predator terdapat tendensi/kecenderungan dari suatu organisme untuk tumbuh
lebih besar dan lebih kuat. Sebagai contoh, manusia pada awal abad ke-19 berukuran rata-rata 155
cm, namun saat ini sudah berkisar antara 160-170 cm. Namun, disisi lain, organisme yang biasanya
besar cenderung menjadi kecil. Sebagai contoh, gajah purba, kuda nil yang ditemukan di pulau-
pulau kecil berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan populasi dari Asia atau Eropa daratan.
Apakah kecenderungan memang ada? Apabila kecenderungan merupakan aspek pokok dari
evolusi, maka evolusi mempunyai tujuan akhir. Adanya organisme kerdil tidak dapat diabaikan
bahwa evolusi juga bekerja ke arah yang lebih kecil. Dengan demikian, hingga kini para ahli
menolak bahwa kecenderungan merupakan aspek yang penting dalam evolusi. Kalau organisme
kecil menjadi besar pada umumnya dikaitkan dengan ada tidaknya predator. Di pulau, organisme
kecil tidak banyak mendapat keuntungan dari absennya predator. Jadi, mempunyai tubuh lebih
besar tidak akan menimbulkan gangguan. Di daratan, ukuran besar menyebabkan pergerakan
menjadi lebih lambat dan mudah dimangsa oleh predator. Organisme besar di suatu pulau kecil,
terutama karnivora akan dapat menghabiskan sumber daya yang tersedia. Apabila ukurannya lebih
kecil, maka sumber daya akan tetap mencukupi kehidupannya. Dengan demikian, suatu organisme
mengatur strategi untuk dapat tetap hidup.

Timbulnya Kehidupan di Daratan


Salah satu kejadian yang cukup penting dalam evolusi adalah berhasilnya organisme menginvasi
daratan. Untuk dapat menginvasi daratan pada tumbuhan, diperlukan:
1. Kutikula dan dinding sel, untuk mencegah penguapan.
2. Spora, yang berdinding chitine.
3. Jaringan pembuluh.
4. Perakaran, untuk dapat tetap berhubungan dengan air.
5. Percabangan, untuk menangkap oksigen dan memperluas permukaan.
6. Stomata, untuk pertukaran oksigen dan penyaluran makanan ke atas.
7. Kayu, untuk menopang batang tubuh.
8. Daun, untuk mengefisienkan penangkapan cahaya.
9. Biji, yang keras dengan masa dormansi.
10. Pembentukan bunga dengan asesori.
Pada hewan, struktur yang diperlukan:
1. Kulit atau struktur lain pencegah kekeringan.
2. Sistem seksualitas internal.
3. Terbentuknya sel telur berdinding ganda (telur amniota) atau beranak.
4. Kulit tubuh yang ditutupi perisai (misalnya kura-kura dan Dinosaurus) atau sisik guna melindungi
diri terhadap kekeringan.
5. Terbentuknya sistem ekskresi yang terpisah kalau dibandingkan dengan hewan Vertebrata yang
telah ada sebelumnya (Ikan, Amphibia).
6. Penciuman yang lebih baik.
7. Pendengaran yang lebih baik.
8. Mekanisme kesetimbangan tubuh.
9. Mata yang terlindung (membran nictitans, kelopak mata).
10. Alat pergerakan yang sesuai untuk di darat.
11. Paru-paru.

Timbulnya Seks dan Jenis Kelamin

Evolusi seks sering menjadi bahan yang cukup menarik dari segi evolusi. Seks adalah penyatuan
materi genetik dari suatu organisme. Seks menyangkut tiga hal yaitu: hidup, tumbuh, dan
berkembang biak. Seks dapat menyangkut satu sampai pada beberapa individu, misalnya
monoseksual: antara satu individu, biasanya pada tumbuhan. Atau dalam banyak kasus kita kenal
dengan autofekundasi.

1. diseksual: menyangkut dua individu. Pada Paramaecium terjadi antara dua individu tanpa
pembedaan antara jantan dan betina, tetapi dapat juga terjadi pada dua jenis kelamin yang
berbeda. Pada prokariot dapat terjadi dari dua jenis prokariot yang berbeda. Dalam kategori ini
dapat juga kita masukkan proses adopsi gen oleh mikroorganisme, atau infeksi oleh virus atau
mikroba dan proses lisogeni.
2. paraseksual: melibatkan lebih dari dua individu. terjadi pada Acrasia, Dictyostelium Serratia, dan
Volvox. Biasanya ada sejumlah individu yang bergabung dan kemudian membentuk alat
reproduksi.

Konsekuensi dari adanya seksualitas, antara lain:


1. variabilitas dari anggota populasi;
2. penurunan sifat;
3. tingkah laku kawin - interaksi antarindividu;
4. kehidupan sosial;
5. kesintasan spesies.

Berkembangnya Akal Budi dan Kebudayaan


Akal budi dan kebudayaan adalah ciri yang hanya dimiliki oleh manusia. Adanya akal budi
merupakan salah satu loncatan penting dalam evolusi dan sangat menentukan kesintasan manusia
di muka bumi. Melihat keberadaan manusia yang tanpa alat untuk mempertahankan diri, maka
intelegensia merupakan satu-satunya alat untuk mempertahankan diri. Adanya kehidupan sosial dan
saingan yang berat dengan organisme lain (termasuk manusia lain) dan alam sekitar merupakan
tantangan bagi manusia untuk mengembangkan intelegensia. Kehidupan sosial manusia dimulai
dengan adanya kemampuan wanita untuk menerima pria setiap saat, dilanjutkan adanya tekanan
untuk mempertahankan keutuhan pasangan dan keluarga. Sejalan dengan itu, manusia yang lemah
mulai mengembangkan peralatan untuk mengusir hewan dan berburu. Tekanan hewan buas
menyebabkan manusia mencari tempat yang aman untuk mempertahankan diri, terutama di gua-
gua. Kebutuhan akan makanan seperti daging memaksa manusia untuk berburu. Sisa makanan,
terutama biji-bijian yang dibuang di sekitar tempat hidup memberikan pengetahuan mengenai
bercocok tanam. Dengan demikian, mulailah manusia mengembangkan kebudayaan.

Kecepatan Evolusi

Kecepatan evolusi dapat diukur sebagai besarnya perubahan pada suatu organisme sejalan dengan
waktu. Aspek yang diukur dapat sangat bervariasi sesuai dengan kelompok organisme yang
dipelajari. Salah satu aspek yang dianggap ideal adalah perubahan genetik suatu populasi sejalan
dengan waktu. Cara untuk menghitung kecepatan evolusi adalah dengan membandingkan berapa
banyak perbedaan yang ada antara dua spesies. Banyaknya substitusi dibagi dengan waktu
divergensi. Jadi kalau waktu katak berevolusi sejak 360 juta tahun dan manusia 5 juta tahun yang
lalu, jumlah substitusi kita bagi dengan 360-5 juta atau 355 juta tahun adalah waktu divergensi.
Harus diingat bahwa cara penghitungan yang dilakukan para ahli tidak tepat, karena mengasumsi
bahwa evolusi katak berhenti 360 tahun yang lalu. Hanya hingga kini, cara penghitungan ini masih
tetap dipakai. Evolusi genom telah lama diketahui bahwa jumlah DNA yang dimiliki eukariot tidak
sebanding dengan jumlah gen yang ada. Pada manusia, sejak sel gamet bertemu dan membentuk
sigot hingga kita meninggal, terdapat sekitar 30.000 protein yang dibentuk. Oleh karena itu, jumlah
gen yang dibutuhkan hanya sekitar 50.000. Menurut perhitungan dari analisis DNA dan kromosom
manusia, terdapat paling banyak sekitar 100.000 gen. Sedangkan jumlah DNA yang kita miliki dapat
menampung sekitar 5 juta gen. Banyaknya DNA pada dasarnya berbanding lurus dengan
kompleksitas suatu organisme, jumlah DNA yang tertinggi bahkan dimiliki oleh sejumlah ikan
berparu-paru, kebanyakan amfibia, terutama Salamander yang jumlah DNA-nya jauh lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah DNA manusia. Jumlah DNA terbesar dimiliki oleh Protozoa, ganggang
biru, dan Angiospermae. Tingginya jumlah DNA pada eukariot merupakan paradoks karena jumlah
DNA yang mempunyai fungsi hanyalah sekitar 5% saja.

Sumber: Iskandar, D.T. 2008, Evolusi, Jakarta, Universitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai