Anda di halaman 1dari 3

KUIS HUKUM KONSTITUSI DAN ACARA MK

NAMA : FRANS DEO SIANIPAR


NPM : 178400139

Soal essay bagaimana Penerapan Equality Before The Law di Indonesia!

Equality Before The Law merupakan salah satu manifestasi dari Negara hukum
(rechtstaat) sehingga harus adanya perlakuan sama bagi setiap orang di depan hukum.

Pada umumnya para narapidana yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan


seharusnya tidak memiliki fasilitas yang mewah,bahkan didalam kamar tahanan tidak
boleh diberikan fasilitas seperti TV, AC, Sofa, dan sebagainya. Tapi, dalam
kenyataannya pemberian fasilitas seperti itu malah didapatkan di dalam kamar
narapidana yang memliki jabatan,kedudukan, dan kekayaan, Sedangkan bagi
Narapidana yang tidak mempunyai apa-apa tidak bisa mendapatkan fasilitas seperti
itu.

Menurut pandangan saya penerapan Prinsip Equality Before The Law di Indonesia
yaitu: Di Indonesia sering terjadi kasus–kasus yang sepele namun dibesar-besarkan
oleh media akibat adanya ketidakadilan hukum di Indonesia atau dalam tanda kutip
“Tajam ke bawah dan Tumpul ke atas”maksud dari istilah tersebut adalah salah satu
sindiran nyata bahwa keadilan di negeri ini lebih tajam menghukum masyarakat kelas
menengah kebawah. Inilah dinamika hukum di Indonesia, seolah sudah berganti
paradigma yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang
banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan hukum
walaupun aturan negara dilanggar, atau dalam istilah hukum “timpang sebelah”.

Persamaan di hadapan hukum di Indonesia sangat jelas tertuang dalam Konstitusi atau
basic law yaitu di Undang-Undang Dasar 1945 ( UUD 1945 ) pasal 27 ayat 1, yang
bunyinya:

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan


pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya.”

Bila ditafsirkan kembali pasal 27 ayat 1 tersebut mengandung makna tidak jauh
berbeda dari asas before the law, yang artinya setiap warga negara Indonesia
kedudukan haknya sama dan tidak dibeda-bedakan di dalam hukum dan
pemerintahan.

Bila melihat beberapa kasus yang pernah ada di Indonesia penyebab tidak berjalannya
asas equality before the law adalah tidak terlaksananya tupoksi (tugas, pokok, fungsi)
aparat penegak hukum di Indonesia, sebagai contoh kasus di Sukamiskin terjadinya
jual-beli sel tahanan mewah melibatkan oknum kepala lembaga pemasyarakatan
(Lapas) itu sendiri yang menawarkan praktek jual-beli sel tahanan mewah untuk
koruptor.

Contoh kasus yang lain adalah: perlakuan hukum terhadap pencuri, antara pencuri
ayam dengan pencuri uang rakyat (koruptor), tentunya koruptor akan mendapat
perlakuan yang berbeda di setiap tahapan proses hukum. Hal ini dikarenakan pelaku
memiliki stratifikasi sosial yang berbeda baik karena kekayaannya, kekuasaannya,
akses jaringan politik, faktor intelektual dan lain sebagainya.
Dan contoh kasus yang sudah viral, seperti halnya kasus nenek Minah (55) yang
mencuri singkong dan nenek Sumiati (72) yang mencuri pepaya, dimana mereka
hanya mencuri yang harganya mungkin tidak seberapa namun dituntut 2 (dua) tahun
penjara.
Begini kronologi kasus nenek minah dulu:Nenek Minah (55) tak pernah menyangka
perbuatan isengnya memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari
Antan (RSA) akan menjadikannya sebagai pesakitan di ruang pengadilan. Bahkan
untuk perbuatannya itu dia diganjar 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3
bulan.Ironi hukum di Indonesia ini berawal saat Minah sedang memanen kedelai di
lahan garapannya di Dusun Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang,
Banyumas, Jawa Tengah, pada 2 Agustus lalu. Lahan garapan Minah ini juga dikelola
oleh PT RSA untuk menanam kakao.

Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah kakao yang
sudah ranum. Dari sekadar memandang, Minah kemudian memetiknya untuk disemai
sebagai bibit di tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak
disembunyikan melainkan digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao.

Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan kakao PT RSA. Mandor
itu pun bertanya, siapa yang memetik buah kakao itu. Dengan polos, Minah mengaku
hal itu perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan
karena sama saja mencuri. Sadar perbuatannya salah, Minah meminta maaf pada sang
mandor dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. 3 Buah kakao yang dipetiknya
pun dia serahkan kepada mandor tersebut. Minah berpikir semua beres dan dia
kembali bekerja.

Namun dugaanya meleset. Peristiwa kecil itu ternyata berbuntut panjang. Sebab
seminggu kemudian dia mendapat panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum
terus berlanjut sampai akhirnya dia harus duduk sebagai seorang terdakwa kasus
pencuri di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto.

Dan hari ini, Kamis (19/11/2009), majelis hakim yang dipimpin Muslih Bambang
Luqmono SH memvonisnya 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan.
Minah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 362 KUHP
tentang pencurian.

Selama persidangan yang dimulai pukul 10.00 WIB, Nenek Minah terlihat tegar.
Sejumlah kerabat, tetangga, serta aktivis LSM juga menghadiri sidang itu untuk
memberikan dukungan moril. 

Hakim Menangis
Suasana persidangan Minah berlangsung penuh keharuan. Selain menghadirkan
seorang nenek yang miskin sebagai terdakwa, majelis hakim juga terlihat agak ragu
menjatuhkan hukum. Bahkan ketua majelis hakim, Muslih Bambang Luqmono SH,
terlihat menangis saat membacakan vonis.

"Kasus ini kecil, namun sudah melukai banyak orang," ujar Muslih.
Vonis hakim 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan disambut
gembira keluarga, tetangga dan para aktivis LSM yang mengikuti sidang tersebut.
Mereka segera menyalami Minah karena wanita tua itu tidak harus merasakan
dinginnya sel tahanan.

Penulis setuju apapun yang namanya tindakan mencuri adalah kesalahan. Namun,
jangan lupa hukum juga mempunyai prinsip kemanusiaan. Prinsip kemanusian ini
didalam hukum humaniter adalah Asas Equality Before The Law yang merupakan
manifestasi dari Negara Hukum (Rechstaat) sehingga harus adanya perlakuan sama
bagi setiap orang di depan hukum (Gelijkheid van ieder voor de wet).

Dan sesuai dengan realita sampai sekarang ini menurut pandangan saya sendiri
penerapan equality before the law di indonesia masih tidak adil persamaan hukumnya,
lebih tajam kebawah dan masih tumpul ke atas (kalangan para pejabat)

Anda mungkin juga menyukai