Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS VERTIGO

I. Konsep Teori Vertigo

A. Definisi Vertigo

Vertigo merupakan perasaan yang abnormal mengenai adanya

gerakan penderita terhadap sekitarnya atau sekitarnya terhadap penderita,

tiba-tiba semuanya terasa berputar atau bergerak naik turun di

hadapannya. Keadaan ini sering disusul dengan muntah-muntah,

berkeringat dan kolaps, tetapi tidak pernah kehilangan kesadaran dan

seringkali disertai dengan gejala-gejala penyakit telinga lainnya. Kondisi

ini merupakan gejala kunci yang menandakan adanya gangguan sistem

vestibuler dan kadang merupakan gejala kelainan labirin (Amin&Yurike,

2020).

Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau

berputar, atau seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau

berputar, yang biasanya disertai dengan mual dan kehilangan

keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa

berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa

lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut

meskipun penderita tidak bergerak sama sekali (Faisal, 2019).

Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau gerakan dari tubuh

atau lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang disebabkan oleh

gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit

dengan demikian vertigo bukan suatu gejala pusing berputar saja, tetapi

merupakan suatu kumpulan gejala atau satu sindrom yang terdiri dari

gejala somatic (nistagmus, untoble), otonomik (pucat, peluh dingin, mual


dan muntah dizziness lebih mencerminkan keluhan rasa gerakan yang

umum tidak spesifik, rasa goyah, kepala ringan dan perasaan yang sulit

dilukiskan sendiri oleh penderitanya. Pasien sering menyebutkan sensasi

ini sebagai nggliyer, sedangkan giddiness berarti dizziness atau vertigo

yang berlangsung singkat (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2015).

B. Etiologi

Penyebab vertigo terbanyak adalah gangguan pada leher.

Gangguan leher ini ditimbulkan adanya pengapuran pada tulang leher

yang menyebabkan vertigo. Tulang leher sebagai penyangga kepala

ketika mengalami gangguan menyebabkan rasa terhuyung atau

sempoyongan. Gangguan leher terjadi umumnya akibat pola hidup atau

pola kerja tidak seimbang. Stress atau tekanan akibat pola kerja tak

seimbang ini memungkinkan tidak adanya kesempatan berolahraga

maupun relaksasi. Ditambahkan oleh Akbar (2013) bahwa rasa pusing

atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh

yangmengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya

dengan apayang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (Amin&Yurike,

2020).

Penyebab vertigo Menurut (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2015).

Penyebab vertigo dapat dibagi menjadi 5 yaitu:

1. Otologi Otologi ini merupakan 24-61 kasus vertigo (paling sering),

dapat disebabkan oleh BPPV (benign paroxysmal positional vertigo),

penyakit Meniere, parase N. VIII (vestibulokoklearis) maupun otitis

media.
2. Neurologis Merupakan 23-30%

a. Gangguan serebrovaskular batang otak, serebelum

b. Ataksia karena neuropati

c. Gangguan visus

d. Gangguan serebelum

e. Seklerosis multiple yaitu suatu penyakit saat sistem kekebalan tubuh

menggerogoti lapisan pelindung saraf

f. Malformasi chiari, yaitu anomaly bawaan di mana serebelum dan

medulla oblongata menjorok ke medulla spinalis melalui foramen

magnum.

g. Vertigo servikal.

3. Interna Kurang lebih 33% dari keseluruhan kasus terjadi karena

gangguan kardiovaskuler. Penyebabnya biasanya berupa tekanan darah

yang naik atau turun, aritma kordis, penyakit jantung koroner, infeksi,

hipoglikemia, serta intoksikasi obat, misalnifedipin, benzodiazepine,

Xanax (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2015).

4. Psikiatrik Terdapat pada lebih dari 50% kasus vertigo. Biasanya

pemeriksaan klinis dan laboratoris menunjukkan hasil dalam bebas

normal. Penyebabnya biasanya berupa depresi, fobia, ansietas, serta

psikosomatis (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2015).

5. Fisiologis Misalnya, vertigo yang timbul ketika melihat ke bawah saat

kita berada di tempat tinggi (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2015)


C. Klasifikasi Vertigo

Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran

vestibular dan non vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo

perifer dan vertigo sentral. Vertigo dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1. Vertigo Vestibular

Vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang

senantiasa mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk

menjaga keseimbangan. Vertigo timbul pada gangguan sistem

vestibular, yang menimbulkan sensasi berputar, timbulnya episodic,

diprovokasi oleh gerakan kepala, dan bias disertai rasa mual muntah.

2. Vertigo non vestibular

Vertigo sistemik adalah keluhan vertigo yang disebabkan oleh

penyakit tertentu misalnya diabetes militus, hipertensi dan jantung.

Sementara itu, vertigo neurologik adalah gangguan vertigo yang

disebabkan oleh gangguan saraf. Keluhan vertigo yang disebabkan

oleh gangguan mata atau berkurangnya daya penglihatan disebut

vertigo ophtamologis, sedangkan vertigo yang disebabkan oleh

berkurangnya fungsi alat pendengaran disebut vertigo otolaringologis.

Selain penyebab dari segi fisik penyebab lain munculnya vertigo

adalah pola hidup yang tidak teratur, seperti kurang tidur atau terlalu

memikirkan suatu masalah hingga stres. Vetigo yang disebabkan oleh

stres atau tekanan emosional disebut psikogenik. Perbedaan vertigo

vestibur dan non vestibular sebagai berikut (Sutarni , Rusdi & Abdul,

2015).
D. Patofisiologi dan Pathway

Menurut Price,S.A (2007) Vertigo timbul jika terdapat


ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke pusat
kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah
susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus
menyampai kan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain
yang berperan ialah sistem optik dan pro prioseptik, jaras-jaras
yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV
dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.

Menurut Wilson (2007) Informasi yang berguna untuk


keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler,
visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan
kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian
reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah
proprioseptik.Menurut Wilson (2007) Dalam kondisi
fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan
proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya
dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut.
Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan
penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang
menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar.
Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam
kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan
yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan
terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di
samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat
sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus,
unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya
(Faisal, 2019).

Gambar 1. Pathway Vertigo


PATHWAY PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN VERTIGO

VERTIGO
Ketidakcocokan
Informasi Aferen
Kepusat kesadaran

Gangguan aliran Gangguan


darah ke otak
Keseimbangan

Peningkatan
Tekanan
Intrakranial

Nyeri kepala

Risiko Jatuh

Gangguan Rasa
Aman Nyaman Kurangnya
Nyeri Akut informasi tentang
penyakitnya

Otot leher Gangguan


kaku/tertekan Defisit
Pola Tidur
Pengetahuan

Sumber :Asmada,doni,2018

E. Manifestasi Klinis

1) Vertigo Proksimal

Ciri khas: serangan mendadak, berlangsung beberapa menit atau hari,

menghilang sempurna, suatu ketika muncul lagi dan di antara


serangan penderita bebas dari keluhan Berdasarkan gejala

penyertanya di bagi:

a. Dengan keluhan telinga, tuli atau telinga berdenging, sindrom

menire, arakhnoiditis pontoserebelaris, TIA vertebrobasilar,

kelainan ontogeny, tumor fossa poaterior.

b. Tanpa keluhan telinga: TIA vertebrobasilar, epilepsi, migrain,

vertigo anak.

c. Timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi: posisional

proksimal benigna.

2) Vertigo Kronis

Ciri khas: vertigo menetap lama, keluhan konstan tidak membentuk

serangan-serangan akut. Berdasarkan gejala penyertanya dibagi:

a. Keluhan telinga: otitis media kronis, tumor serebelopontin,

meningitis TB, labirinitis kronis, lues serebri.

b. Tanpa keluhan telinga: konstusio serebri, hipoglikemia, ensefalitis

pontis, kelainan okuler, kardiovaskular dan psikologis,

posttraumatic sindrom, intoksikasi, kelainan endokrin.

c. Timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi: hipotensi

orthostatic, vertigo servikalis.

3) Vertigo Akut

Berdasarkan gejala penyertanya dibagi:

a. Ada pada keluhan telinga: neuritis N. VIII, trauma labirin,

perdarahan labirin, herpes zoster otikus.


b. Tidak ada pada keluhan telinga: neuritis vestibularis, sclerosis

multiple, oklusi arteri serebeli inferior posterior, ensefalitis

vestibularis, sclerosis multiple, hematobulbi (Sutarni , Rusdi &

Abdul, 2015).

F. Pemeriksaan Penunjang

1.      Tes Romberg yang dipertajam

Sikap kaki seperti tandem, lengan dilipat pada dada dan mata

kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dengan sikap yang

romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih

2.      Tes Melangkah ditempat (Stepping Test)

Penderita disuruh berjalan ditempat dengan mata tertutup

sebanyak 50 langkah. Kedudukan akhir dianggap abnormal jika penderita

beranjak lebih dari satu meter atau badan berputar lebih dari 30 derajat

3.      Salah Tunjuk(post-pointing)

Penderita merentangkan lengannya, angkat lengan tinggi-tinggi

(sampai fertikal) kemudian kembali kesemula

4.      Manuver Nylen Barang atau manuver Hallpike

Penderita duduk ditempat tidur periksa lalu direbahkan sampai

kepala bergantung dipinggir tempat tidur dengan sudut 30 0  kepala ditoleh

kekiri lalu posisi kepala lurus kemudian menoleh lagi kekanan pada

keadaan abnormal akan terjadi nistagmus

5.      Tes Kalori = dengan menyemprotkan air bersuhu 300

ketelinga penderita
6.      Elektronistagmografi

Yaitu alat untuk mencatat lama dan cepatnya nistagmus yang timbul

7.      Posturografi

Yaitu tes yang dilakukan untuk mengevaluasi system

visual, vestibular dan somatosensorik.

G. Komplikasi

Vertigo sering terjadi pada populasi geriatri dan karena adanya gangguan

keseimbangan tubuh (instabilitas), dapat menyebabkan jatuh. Instabilitas

dan kejadian jatuh pada populasi geriatri dapat menyebabkan kecacatan

(contoh: fraktur) hingga kematian. Gangguan hidup yang ringan juga

ditemukan berbeda bermakna antara kelompok dengan vertigo dan tanpa

vertigo pada gangguan aktivitas sehari-hari, perawatan diri, mobilisasi

dan psikologis seperti depresi dan cemas. Penurunan fungsi individu

sebagai pekerja dialami oleh penderita vertigo, dalam studi REVERT

ditemukan penurunan produktivitas hingga mencapai 70% dan 14 hari

kerja.

Pada vertigo yang disebabkan oleh penyebab sentral seperti stroke,

penanganan medis harus segera diberikan karena merupakan penyebab

yang dapat mengancam nyawa.

Vertigo juga menyebabkan komplikasi berupa penurunan kualitas hidup

akibat masalah mobilitas dan ketidakmampuan untuk bekerja. Vertigo

yang terjadi saat berkendara juga dapat menyebabkan terjadinya

kecelakaan (Fernandez, 2018).


H. Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi vertigo adalah mengupayakan tercapainya

kualitas hidup yang optimal sesuai dengan perjalanan penyakitnya,

dengan mengurangi atau menghilangkan sensasi vertigo dengan efek

samping obat yang minimal. Terapi vertigo meliputi beberapa perlakukan

yaitu pemilihan medikamentosa, rehabilitasi dan operasi. Pilihan terapi

vertigo mencakup:

1. Terapi simtomatik, melalui farmakoterapi

2. Terapi kausal, mencakup :

a. Farmakoterapi

b. Prosedur reposisi partikel (pada BPPV)

c. Bedah

3. Terapi Rehabilitaf atau Terapi (vestibular exercise) mencakup :

a. Metode brandt-daroff

b. Latihan visual vestibular

c. Latihan berjalan

1) Tujuan terapi Rehabilitatif :

a. Reposisi kanalit

b. Mencapai kompensasi dan adaptasi

2) Mekanisme kerja terapi rehabilitasi melalui:

a. Substitusi sentral ola sistem visual dan somatosensory untuk fungsi

vestibular yang terganggu

b. Mengaktifkan kendali konus n.vestibularis oleh serebelum,sistem

visual, somatosensory

c. Menimbulkan habituasi yaitu berkurangnya respon terhadap stimuli

sensori yang berulang-ulang (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019).


Pada pasien dengan gangguan vestibular, sebaiknya menggunakan

obat anti vertigo di antara lainnya adalah :

1. Antikolinergik : mengurangi eksitabilitas neuron dengan menghambat

jaras eksitatorik kolinergik ke nervus.vestibularis yang bersifat

kolinergik mengurangi respon nervus.vestibularis terhadap rangsang.

Efek samping: mulut kering, dilatasi pupil, sedasi, gangguan

akomodasi menghambat kompensasi. Tidak dianjurkan pemakaian

kronis contoh:

a. Sulfas atropine: 0,4mg/im

b. Skopolamin: 0,6mg iv dapat diulang tiap 3 jam.

2. Antihistamin : memiliki efek anti kolinergik dan merangsang

inhibitori dengan akibat inhibisi nervus.vestibularis. hamper semua

anti histamine yang digunakan untuk terapi vertigo mempunyai efek

anti kolinergik.

a. Diphenhidramin: 1,5mg/im-oral dapat diulang tiap 2 jam

b. Dimenhidrinat: 50-100 mg/6 jam

3. Ca entryblodsker: mengurangi eksitatori SSP dengan menekan

pelepasan glutamate dan bekerja langsung sebagai depressor labirin.

Bisa untuk vertigo central atau periver contoh: flonarizin

4. Monuaminergik: merangsang jaras inhibitori monuamenergik pada

n.vestibularis, sehingga berakibat mengurangi eksatibilitas neuron.

Contoh: amfetamin. Efedrin.

5. Antidopaminergik: bekerja pada chemoreseptor trigger zone dan

pusat muntah dimedula contoh: klopromazin, haloperidol


6. Benzodiazepine: termasuk obat sedative, menurunkan resting

aktivitas neuron pada n.vestibularis dengan menekan reticular

paskilitatori sistem. Contoh: diazepam

7. Histaminic: inhibisi neuron polisinaptik pada nervus vestibularis

lateraris. Contoh: betahistin mesilat.

8. Antiyepileptik: bekerja dengan meningkatkan ambang, husunya

pada vertigo akibat epilepsi lobus temporalis contoh: karbamezepin,

venitoin, berikut daftar obat di bawah ini (Sutarni , Rusdi & Abdul,

2015).

Menurut Faisal (2019) Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien

vertigo adalah :

1.      Vertigo posisional Benigna (VPB)

   Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi

pada sebagian besar penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada pagi

hari dan merupakan kagiatan yang pertama pada hari itu. Penderita

duduk dipinggir tempat tidur, kemudian ia merebahkan dirinya pada

posisinya untuk membangkitkan vertigo posisionalnya. Setelah vertigo

mereda ia kembali keposisi duduk \semula. Gerakan ini diulang kembali

sampai vertigo melemah atau mereda. Biasanya sampai 2 atau 3 kali

sehari, tiap hari sampai tidak didapatkan lagi respon vertigo.

   Obat-obatan : obat anti vertigo seperti betahistin, miklisin atau

fenergen dapat digunakan sebagai terapi simtomatis sewaktu melakukan

latihan atau jika muncul eksaserbasi atau serangan akut. Obat ini

menekan rasa enek (nausea) dan rasa pusing. Namun ada penderita yang

merasa efek samping obat lebih buruk dari vertigonya sendiri. Jika

dokter menyakinkan pasien bahwa kelainan ini tidak berbahaya dan


dapat mereda sendiri maka dengan membatasi perubahan posisi kepala

dapat mengurangi gangguan.

2.      Neurotis Vestibular

Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya

pemberian anti  biotika dan terapi simtomatik.  Nistagmus perifer pada

neurinitis vestibuler lebih meningkat bila pandangan diarahkan

menjauhi telinga yang terkena dan nigtagmus akan berkurang jika

dilakukan fiksasi visual pada suatu tempat atau benda.

3.       Penyakit Meniere

Sampai saat ini belum ditemukan obat khusus untuk

penyakit meniere. Tujuan  dari terapi medik yang diberi adalah:

   Meringankan serangan vertigo: untuk meringankan vertigo dapat

dilakukan upaya : tirah baring, obat untuk sedasi, anti muntah dan anti

vertigo. Pemberian penjelasan bahwa serangan tidak membahayakan

jiwa dan akan mereda dapat lebih membuat penderita tenang atau

toleransi terhadap serangan berikutnya.

   Mengusahakan agar serangan tidak kambuh atau masa kambuh

menjadi lebih jarang. Untuk mencegah kambuh kembali, beberapa ahli

ada yang menganjurkan diet rendah garam dan diberi diuretic. Obat

anti histamin dan vasodilator mungkin pula menberikan efek tambahan

yang baik.

   Terapi bedah: diindikasikan bila serangan sering terjadi, tidak dapat

diredakan oleh obat atau tindaka konservatif dan penderita menjadi

infalid tidak dapat bekerja atau kemungkinan kehilangan pekerjaannya.


4.     Presbiastaksis (Disekuilibrium pada usia lanjut)

Rasa tidak setabil serta gangguan keseimbangan dapat dibantu

obat supresan vestibulardengan dosis rendah dengan tujuan

meningkatkan mobilisasi. Misalnya Dramamine, prometazin, diazepam,

pada enderita ini latihan vertibuler dan latihan gerak dapat membantu.

Bila perlu beri tongkat agar rasa percaya diri meningkat dan

kemungkinan jatuh dikurangi.

5.     Sindrom Vertigo Fisiologis

Misalnya mabok kendaraan dan vertigo pada ketinggian terjadi

karena terdapat ketidaksesuaian antara rangsang vestibuler dan visual

yang diterima otak. Pada penderita ini dapat diberikan obat anti vertigo.

6.     Strok (pada daerah yang didarahi oleh arteria vertebrobasiler)

   TIA: Transient Ischemic Atack yaitu stroke ringan yang gejala

klinisnya pulih sempurna dalam kurun waktu 24 jam

   RIND: Reversible Ischemic Neurologi Defisit yaitu penyembuhan

sempurna terjadi lebih dari 24 jam.

Meskipun ringan kita harus waspada dan memberikan terapi atau

penanganan yang efektif sebab kemungkinan kambuh cukup besar, dan

jika kambuh bisa meninggalkan cacat (Faisal, 2019).

II. Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian Keperawatan

1) Biodata
Pada biodata, bisa diperoleh data tentang identitas pasien meliputi

nama pasien, tempat tanggal lahir, alamat, umur pasien, jenis kelamin

pasien, pekerjaan pasien, pendidikan pasien, status kawin pasien, agama

dan asuransi kesehatan. Selain itu juga dilakukan pengkajian tentang

orang terdekat pasien.

2) Keluhan utama

Selama pengumpulan riwayat kesehatan, perawat menanyakan

kepada pasien tentang tanda dan gejala yang dialami oleh pasien. Setiap

keluhan harus ditanyakan dengan detail kepada pasien disamping itu

diperlukan juga pengkajian mengenai keluhan yang disarasakan meliputi

lama timbulnya

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Pada klien dengan vertigo biasanya klien mengeluh pusing bila

klien banyak bergerak dan dirasakan berkurang bila klien beristirahat,

Kualitas darisuatu keluhan atau penyakit yang dirasakan. Pada klien

dengan vertigo biasanya pusing yang dirasakan seperti berputar, daerah

atau tempat dimana keluhan dirasakan. pada klien dengan vertigo

biasanya lemah dirasakan pada daerah kepala,derajat 25 keganasan atau

intensitas dari keluhan tersebut, pusing yang dirasakan seperti berputar

dengan skala nyeri (0-5), waktu dimana keluhan dirasakan, time juga

menunjukan lamanya atau kekerapan. Keluhan pusing pada klien dengan

vertigo dirasakan hilang timbul.

4) Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit terdahulu, baik yang berhubungan dengan

system persyarafan maupun penyakit sistemik lainnya.

5) Riwayat kesehatan keluarga


Penyakit-penyakit keluarga perlu diketahui terutama yang

menular dan merupakan penyakit turunan. Selain pengkajian riwayat

harus bisa diseimbangkan sesuai dengan kebutuhan seorang pasien.

Setiap pola merupakan suatu rangkaian perilaku yang membantu perawat

dalam mengumpulkan suatu data (Wijaya & Putri, 2013).

6) Pengkajian pola-pola fungsi Gordon adalah:

a. Pola Persepsi Kesehatan

Persepsi terhadap adanya arti kesehatan, penatalaksanaan

kesehatan serta pengatahuan tentang praktek kesehatan.

b. Pola nutrisi

Mengidentifikasi masukan nutrisi dalam tubuh, balance cairan

serta elektrolit. Pengkajian meliputi: nafsu makan, pola makan,

diet, kesulitan menelan, mual, muntah, kebutuhan jumlah zat gizi.

c. Pola eliminasi

Menjelaskan tentang pola fungsi ekskresi serta kandung

kemih dan kulit. Pengkajian yang dilakukan meliputi: kebiasaan

defekasi, ada tidaknya masalah 26 defekasi, masalah miksi

(oliguria, disuri), frekuensi defekasi dan miksi. Karakteristik urine

dan feses, pola input cairan, masalah bau badan.

d. Pola latihan-aktivitas

Menggambarkan tentang pola latihan, aktivitas, fumgsi

pernapasan. Pentingnya latihan atau gerak dalam keadaan sehat

maupun sakit, gerak tubuh dan kesehatan berhubungan dengan

satu sama lain. Kemampuan klien dalam menata dirinya sendiri

apabila tingkat kemampuannya: 0: mandiri, 1: dengan alat

bantu,2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:


tergantung dalam melakukan ADL, kekuatan otot dan ROM,

riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan kedalaman napas,

bunyi napas, riwayat penyakit paru.

e. Pola kognitif perseptual

Menjelaskan tentang persepsi sendori dan kognitif. Pola ini

meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan,

pembau dan kompensasinya terhadap tubuh. Dan pola kognitif

memuat kemampuan daya ingat klien terhadap peristiwa peristiwa

yang telah lama atau baru terjadi.

f. Pola istirahat dan tidur

Menggambarkan pola tidur serta istirahat pasien. Pengkajian

yang dilakukan pada pola ini meliputi: jam tidursiang dan malam

pasien, masalah selama tidur, insomnia atau mimpi uruk,

penggunaan obat serta mengaluh letih.

g. Pola konsep diri-persepsi diri

Menggambarkan sikap tentan diri sendiri serta persepsi

terhadap kemampuan diri sendiri dan kemampuan konsep diri

yang meliputi: gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ide

diri sendiri.

h. Pola peran dan hubungan

Menggambarkan serta mengatahui hubungan pasien serta

peran pasien terhadap anggota keluarga serta dengan masyarakat

yang berada dalam lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

i. Pola reproduksi atau seksual

Menggambarkan tentang kepuasan yang dirasakan atau

masalah yang dirasakan dengan seksualitas. Selain itu dilakukan


juga pengkajian yang meliputi: dampak sakit terhadap seksualitas,

riwayat haid, pemeriksaan payudara sendiri, riwayat penyakit

hubungan seks, serta pemeriksaan genetalia.

j. Pola koping dan Toleransi Stres

Menggambarkan tentang pola cara menangani stress, yang

meliputi dengan cara: interaksi dengan orang terdekat menangis,

dam lain sebagainya.

k. Pola keyakinan dan nilai

Menggambarkan tentang pola nilai dan keyakinan yang

dianut. Menerangkan sikap serta keyakinan yang dianaut oleh

klien dalam melaksanakan agama atau kepercayaan yang dianut.

7) Pemeriksaan Fisik

 Kesadaran, TTV pasien, tinggi dan berat badan.

 Kepala; kebersihan rambut, bentuk kepala, lesi, nyeri tekan.

 Mata; reflex pupil, sklera, konjungtiva, palpebra

 Hidung; cuping hidung, nyeri tekan pada sinus

 Mulut dan gigi; mukosa bibir, sianosis, kelengkapan gigi,

karies, lidah putih

 Leher; nyeri tekan, pembesaran kelenjar tiroid

 Dada; kesimetrisan, retraksi dada, bunyi pernapasan (stridor,

weezing), bunyi jantung (lup dup, cek nadi,)

 Abdomen; peristaltic usus, edema, nyeri tekan

 Genetalia; cek kebersihan, lesi

 Ekstremitas atas bawah; kekuatan otot, cek capillary refiltime,

turgor kulit, rentang gerak.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis terhadap adanya

pengalaman dan respon individu, keluarga ataupun komunitas terhadap

masalah kesehatan, pada risiko masalah kesehatan atau pada proses

kehidupan.

Diagnosis keperawatan adalah bagian vital dalam menentukan proses

asuhan keperawatan yang sesuai dalam membantu pasien mencapai

kesehatan yang optimal. Mengingat diagnosis keperawatan sangat

penting maka dibutuhkan standar diagnosis keperawatan yang bisa

diterapkan secara nasional di Indonesia dengan mengacu pada standar

diagnosis yang telah dibakukan sebelumnya (PPNI, 2016).

Diagnosis keperawatan berdasarkan analisa data menurut PPNI (2016)

ada tiga yaitu :

a Aktual

b Resiko

c Promosi Kesehatan

Diagnosa yang dapat muncul pada penyakit vertigo adalah :

1. Nyeri akut

a. Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset

mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang

berlangsung kurang dari 3 bulan.

b. Faktor yang Berhubungan


- Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma)
- Agen pencedra kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
- Agen pencidra fisik (mis. Abses, trauma, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat,prosedur operasi,trauma, latihan
fisik berlebihan
c. Batasan Karakteristik

Mayor

Subjektif :
- Mengeluh Nyeri
Objektif :

- Tampak meringis
- Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur
Minor
Subjektif :
- Tidak tersedia
Objektif :

- Tekanan darah meningkat


- Pola napas berubah
- Nafsu makan berubah
- Proses berpikir terganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada diri sendir
- Diaforesis
2. Gangguan pola tidur

a. Definisi : gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat

faktor eksternal

b. Faktor yang Berhubungan

- Hambatan lingkungan (mis. Kelembapan lingkungan sekitar,

suhu lingkungan, pencahayaan, kebisisngan, bau tidak sedap,

jadwal pemantauan/pemeriksaan/tindakan).
- Kurang control tidur

- Kurang privasi

- Restraint fisik

- Ketiadaan teman tidur

- Tidak familier dengan peralatan tidur

c. Batasan Karakteristik

Mayor

Subjektif

- Mengeluh sulit tidur

- Mengeluh sering terjaga

- Mengeluh tidak puas tidur

- Mengeluh pola tidur berubah

- Mengeluh istirahat tidak cukup

Objektif

Tidak tersedia

Minor

Subjektif

- Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun

Objektif

Tidak tersedia

3. Gangguan persepsi sensori

a. Definisi : perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal

maupun eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang,

berlebihan atau terdistrosi.


b. Faktor yang Berhubungan

- Gangguan penglihatan

- Gangguan pendengaran

- Gangguan penghiduan

- Gangguan perabaan

- Hipoksia serebral

- Penyalahgunaan zat

- Usia lanjut

- Pemajanan toksin lingkungan

c. Batasan karakteristik

Mayor

Subjektif

- Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan

- Merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman,

perabaan, atau pengecapan

Objektif

- Distorsi sensori

- Respons tidak sesuai

- Bersikap seolah mendengar, melihat, mengecap, meraba, atau

mencium sesuatu

Minor

Subjektif

- Menyatakan kesal

Objektif
- Menyendiri

- Melamun

- Konsentrasi buruk

- Disorientasi waktu, tempat, orang atau situasi

- Curiga

- Melihat ke satu arah

- Mondar-mandir

- Bicara sendiri

4. Nausea

a. Definisi : perasaan tidak nyaman pada bagian belakang tenggorok

atau lambung yang dapat mengakibatkan muntah.

b. Faktor yang Berhubungan

- Gangguan biokimiawi (mis. Uremia, ketoasidosis diabetik)

- Gangguan pada esofagus

- Distensi lambung

- Iritasi lambung

- Gangguan pancreas

- Peregangan kapsul limpa

- Tumor terlokalisasi (mis. Neuroma akustik, tumor otak primer

atau sekunder, metastasis tulang di dasar tengkorak)

- Peningkatan tekanan intraabdominal (mis. Keganasan

intraabdomen)

- Peningkatan tekanan intracranial

- Peningkatan intraorbital (mis. glaukoma)

- Mabuk perjalanan

- Kehamilan
- Aroma tidak sedap

- Rasa makanan/minuman yang tidak enak

- Stimulus penglihatan tidak menyenangkan

- Faktor psikologis (mis. Kecemasan, ketakutan, stress)

- Efek agen farmakologis

- Efek toksin

c. Batasan karakteristik

Mayor

Subjektif

- Mengeluh mual

- Merasa ingin muntah

- Tidak berniat makan

Objektif

Tidak tersedia

Minor

Subjektif

- Merasa asam dimulut

- Sensasi panas/dingin

- Sering menelan

Objektif

- Saliva meningkat

- Pucat

- Diaphoresis

- Takikardia
- Pupil dilatasi

5. Keletihan

a. Definisi : penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak

pulih dengan istirahat.

b. Faktor yang Berhubungan

- Gangguan tidur

- Gaya hidup monoton

- Kondisi fisiologis (mis. Penyakit kronis, terminal, anemia,

malnutrisi, kehamilan)

- Program pengobatan jangka panjang

- Peristiwa hidup negative

- Stress berlebihan

- Depresi

c. Batasan Karakteristik

Mayor

Subjektif

- Merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur

- Merasa kurang tenaga

- Mengeluh lelah

Objektif

- Tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin

- Tampak lesu

Minor

Subjektif
- Merasa bersalah akibat tidak mampu menjalankan tanggung

jawab

- Libido menurun

Objektif

- Kebutuhan istirahat meningkat

6. Risiko jatuh

a. Definisi : berisiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan

kesehatan akibat terjatuh

b. Faktor yang Berhubungan

- Usia > 65 Tahun (pada dewasa) atau < 2 tahun (pada anak)

- Riwayat jatuh

- Anggota gerak bawah prosthesis (buatan)

- Penggunaan alat bantu berjalan

- Penurunan tingkat kesadaran

- Perubahan fungsi kognitif

- Lingkungan tidak aman (mis. Licin, gelap, lingkungan asing)

- Kondisi pasca operasi

- Hipotensi ortostatik

- Perubahan kada glukosa darah

- Anemia

- Kekuatan otot menurun

- Gangguan pendengaran

- Gangguan keseimbangan

- Gangguan penglihatan (mis. Glaucoma, katarak, ablasio

retina, neuritis optikus)

- Neuropatik
- Efek agen farmakologis (mis. Sedasi alcohol, anastesi umum)

7. Deficit pengetahuan

a. Definisi : ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang

berkaitan dengan topik tertentu

b. Faktor yang Berhubungan

- Keterbatasan kognitif

- Gangguan fungsi kognitif

- Kekeliruan mengikuti anjuran

- Kurang terpapar informasi

- Kurang minat dalam belajar

- Kurang mampu menyimak

- Ketidaktahuan menemukan sumber informasi

c. Batasan Karakteristik

Mayor

Subjektif

- Menanyakan masalah yang dihadapi

Objektif

- Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran

- Menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah

Minor

Subjektif

Tidak tersedia

Objektif

- Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat


- Menunjukkan perilaku berlebihan (mis. Apatis, bermusuhan,

agitasi, histeria)

C. Perencanaan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis

Tujuan dan Kriteria hasil : setelah dilakukan pengkajian selama … x

24 jam diharapkan :

- Mampu mengontrol nyeri dengan menunjukkan skala 1

- Pasien tidak tampak meringis

- Pasien tidak tampak gelisah

Intervensi :

- Pemantauan nyeri

R : mengetahui dan memantau skala nyeri klien

- Pengaturan posisi

R : memberikan posisi yang nyaman untuk klien

- Manajemen kenyamanan lingkungan

R : memberikan rasa nyaman dan mengurangi rasa gelisah

- Berikan terapi relaksasi

R : mengurangi rasa nyeri dan gelisah yang dirasakan klien

- Pemberian obat

R : mengurangi rasa nyeri klien

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan

Tujuan dan Kriteria Hasil : setelah dilakukan intervensi selama … x

24 jam diharapkan :

- Pasien tidak kesulitan untuk tidur

- Pola tidur pasien normal

- Pasien merasa puas saat bangun tidur


Intervensi :

- Manajemen nyeri

R : mengetahui tingkat nyeri klien

- Edukasi pasien untuk tidur yang adekuat

R : agar klien mengerti bahwa sangat penting untuk menjaga pola

tidur normal

- Manajemen lingkungan

R : dengan lingkungan yang nyaman, pasien akan mudah terlelap

- Berikan latihan relaksasi otot progresif

R : membuat otot klien relaksasi dan tidak tegang akan membuat

klien rileks dan mudah terlelap

- Berikan terapi obat

R : obat akan membantu klien untuk cepat merasakan kantuk

3. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan

pendengaran

Tujuan dan Kriteria Hasil : setelah dilakukan intervensi selama … x

24 jam diharapkan :

- Konsentrasi pasien membaik

- Pasien dapat mendengar dengan baik

Intervensi :

- Manajemen stress

R : untuk mengetahui tingkat stress klien

- Berikan terapi relaksasi

R : terapi relaksasi membantu meningkatkan status emosional

- Dukung klien dalam mengungkapkan kebutuhan

R : agar pasien merasa didengarkan dan diterima


4. Nausea berhubungan dengan stimulus penglihatan tidak

menyenangkan

Tujuan dan Kriteria Hasil : setelah dilakukan intervensi selama … x

24 jam diharapkan :

- Pasien tidak merasakan mual

- Nafsu makan pasien meningkat

- Mengurangi rasa tidak nyaman pada leher belakang

Intervensi :

- Manajemen mual

R : memantau rasa mual yang dialami klien

- berikan makan sedikit tapi sering

R : mencegah terjadinya muntah dan memenuhi kebutuhan nutrisi

- pengaturan posisi pasien

R : mengurangi rasa tidak nyaman pada leher klien

- pemberian obat

R : mengurangi rasa tidak nyaman dan mual

5. Keletihan berhubungan dengan gangguan tidur

Tujuan dan Kriteria Hasil : setelah dilakukan intervensi selama … x

24 jam diharapkan :

- Pasien tidak tampak lesu

- Kebutuhan istirahat klien meningkat

Intervensi :

- Edukasi klien untuk beristirahat

R : istirahat yang cukup akan membuat pasien tampak segar

- Dukungan tidur
R : tidur yang cukup akan membuat pasien merasa puas dan

memulihkan energi klien

- Promosi latihan fisik

R : dengan latihan fisik, kebutuhan istirahat pasien akan

meningkat

- Manajemen nutrisi

R : memantau nutrisi pasien agar adekuat

6. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan

Tujuan dan Kriteria Hasil : setelah dilakukan intervensi selama … x

24 jam diharapkan :

- Terhindar dari risiko jatuh

Intervensi :

- Identifikasi risiko

R : mengetahui hal-hal yang dapat membuat klien berisiko jatuh

- Manajemen keselamatan lingkungan

R : memantau bahaya atau tidaknya lingkungan disekitar klien

- Pemasangan alat pengaman

R : alat pengaman akan mengurangi risiko jatuh

- Dukungan ambulasi

R : ambulasi klien akan membuat klien aman

7. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

Tujuan dan Kriteria Hasil : setelah dilakukan intervensi selama … x

24 jam diharapkan :

- Pasien mampu menunjukkan perilaku sesuai anjuran

- Pasien mengetahui tentang penyakitnya dan tidak merasa gelisah

Intervensi :
- Edukasi resep obat

R : klien mengetahui kegunaan obat yang diminum

- Edukasi aktivitas/istirahat

R : klien mengetahui apa saja yang harus dilakukan ketika sakit

- Edukasi proses penyakit

R : klien mengetahui tanda dan gejala penyakitnya dan tidak

merasa gelisah

- Promosi kesiapan penerimaan informasi

R : agar klien dapat menerima informasi yang diberikan

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan suatu proses keperawatan yang dilakukan

setelah perencanaan keperawatan. Implementasi keperawatan adalah langkah

keempat dari proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk

membantu pasien yang bertujuan mencegah, mengurangi, dan menghilangkan

dampak ataupun respon yang dapat ditimbulkan oleh adanya masalah

keperawatan serta kesehatan terhadap komplementer. Implementasi

keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat (Debora, 2013).

E. Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahap kelima atau proses keperawatan

terakhir yang berupaya untuk membandingkan tindakan yang sudah dilakukan

dengan kriteria hasil yang sudah ditentukan.

Evaluasi yang diharapkan dapat dicapai pada pasien vertigo dalam pemenuhan

kebutuhan rasa nyaman adalah dapat mengontrol terhadap adanya gejala, menyatakan

rasa nyaman, tidak adanya mual.


DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Kesmas Asclepius Volume 2, Nomor 1, Juni 2020 e-ISSN: 2684-8287 p-


ISSN: 2656-8926 DOI: https://doi.org/10.31539/jka.v2i1.1087 22 PENGALAMAN
PASIEN VERTIGO DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LINGKAR TIMUR
Muhammad Amin1 , Yurike Ade Lestari2 Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Sri Sutarni, Rusdy Ghazali Malueka, Abdul Ghofir. 2015. Bunga Rampai Vertigo.
https://books.google.co.id/books?
id=2oFYDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=vert
igo+bahasa+indonesia+sutarni&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjgma737fbaAhUDSI
8K HXSxBcoQ6AEIKDAA#v=onepage&q&f=false.

Faisal.eko. 2019. Laporan pendahuluan vertigo.


https://www.academia.edu/8292745/LAPORAN_PENDAHULUAN_VERTIGO

Fernandez L, Breinbauer HA, Delano PH. Vertigo and dizziness in the elderly.
Front Neurol, 2015;6:144.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan


Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan


Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan


Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai