Disusun Oleh:
2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji dan syukur atas kehadiran-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini .
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan maklah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa pasti masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tatabahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Penyusun
BAB 1
PENDAHUUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian agretivitas ?
2. Teori Agresivitasi ?
C. Tujuan makalah
D. Manfaat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agretivitas
B. Teori Agresivitasi
1. Teori Naluri (Instinc Theory). Teori ini berpijak dari tulisan Sigmund
Freud dan Konrad Lorenz, menurut Freud (1950) Teori ini menyatakan
tindakan agresif dipandang sebagai dorongan yang dibawa sejak lahir
seperti halnya dorongan seksual dan rasa lapar.
Sifat agresif yang dimiliki pemain yang juga memiliki kesetabilan emosional,
disiplin, rasa tanggung jawab yang besar, tidak akan menjadi masalah dalam
pengarahannya. Pelatih dapat menyiapkan atlet tersebut untuk bermain agresif dengan
tidak perlu khawatir bahwa ia akan melukai lawan dan bertindak destruktif dalam upaya
untuk mencapai tujuan atau memenangkan pertandingan. Dengan memberikan dorongan,
pemberian stimulus yang positif dan sebagainya. Atlit akan bermain agresif tanpa
mengalami frustasi.
Bertitik tolak dari “social-learning Theory”yaitu pemain akan meniru dan belajar
dari pengalaman pemain lainnya maka pelatih harus menyiapkan pemain dengan
petunjuk dan langkah praktis sebagai berikut :
1. Anjuran untuk bermain agresif harus terarah, kapan da bagaimana cara yang tepat agar
tidak menimbulkan hal-hal negative dan melukai lawan.
2. Bermain agresif harus disertai peningkatan penguasaan diri agar dapat selalu mengontrol
diri sendiri.
3. Bermain agresif harus disertai disiplin dan rasa tanggung jawab, yaitu selalu mematuhi
peraturan dan tunduk pada keputusan wasit serta dapat mempertanggungjawabkan
tindakannya.
4. Perlu adanya pemberian penghargaan bagi mereka yang bertindak agresif tetapi tidak
melukai lawan, memelihara sportivitas dan sebaliknya berikan hukuman apabila berusaha
melukai lawan atau tindakan tercela dan melanggar peraturan.
1. Atlet-atlet mudah harus sudah diberi pengetahuan tentang contoh tingkah laku non
agresif, penguasaan diri, dan penampilan yang benar.
2. Atlet yang terlibat tindakan agresif harus dihukum. Harus disadarkan bahwa tindakan
agresif dengan melukai lawan adalah tindakan yang tidak dibenarkan.
3. Pelatih yang memberi kemungkinan para atlet terlibat dengan kekerasan harus ditelitih
dan harus dipecat dari tugasnya sebagai pelatih.
4. Pengaruh dari luar yang memungkinkan terjadinya tindakan agresif dengan kekerasan
dilapangan pertandingan harus dihindari.
5. Para pelatih dan wasit didorong dan dianjurkan untuk menghindari lokakarya- yang
membahas tindakan agresif dn kekerasan.
6. Disamping hukuman terhadap tindakan agresif dengan kekerasan atlet harus didorong
secara positif meningkatkan kemampuan bertindak tenang menghadapi situasi-situasi
emosional.
7. Penguasaan emosi menghadapi tindakan agresif dengan kekerasan harus dilatih secara
praktis antara lain melalui layihan mental
d) memberikan latihan empat. Selain itu, ada pula upaya untuk mengendalikan tindakan
kekerasan/agresivitas yang mnyimpang, antara lain:
1. atlet-atlet mudah harus diberi pengetahuan tentang contoh tingkah laku nonagresif,
peguasaan diri, dan penampilan yang benar.
2. Atlet yang terlibat tindakan agresif harus dihukum, harus disadarkan bahwa tindakan
agresif dengan melukai lawan adalah timdakan yang tidak benar.
3. Pelatih yang member kemungkinan para atlet terlibat agresif dengan kekerasan harus
diteliti dan harus dihentikan dari tugasnya sebagai pelatih,
4. Pengaruh dari luar yang memungkinkan terjadinya tindakan agresif dengan kekerasan di
lapangan pertandingan harus dihindarkan.
5. Para pelatih dan wasit didorong atau dianjurkan untuk menghadiri lokakarya-lokakarya
yang membahas tindakan agresif dan kekerasan.
6. Disamping hukuman terhadap tindakan agresif dengan kekerasan, atlet harus didorong
secara positif meningkatkan kemampuan bertindak tenang menghadapi situasi-situasi
emosional.
7. Penguasaan emosi mengahadapi tindakan agresif dengan kekarasan harus dilatih secara
praktis melalui latihan mental.
Mengatasi konflik tanpa kekerasan adalah hal yang sangat penting untuk
diajarakan kepada anak-anak. Perilaku olahraga harus tahu bagaimana menyelesaikan
konflik dan perselisihan dengan cara tanpa kekerasan. Sementara itu, langkah-langkah
sebagai berikut.
a. Menyetujui untuk bertemu. Apakah yang bersangkutan setuju untuk bertemu dengan
mediator (tapi tidak duduk di samping satu sama lain di pertemuan tersebut).
b. Mencatat fakta. Setiap pihak yang bersengketa diberikan kesempatan untuk menceritakan
tentang permasalahannya, para mediator mendengarkan,tetapi tidak memihak.
g. Menindaklanjuti rencana tersebut. Pihak yang bersengketa akan ditanya oleh mediator
apakah masalahnya masih ada.
Pengendalian agresivitas tidak hanya dilakukan pada atlet saja tetapi dapat
dilakukan pada penonton. Berikut adalah beberapa strategi umum untuk mengendalikan
agresivitas penonton.
b. Memberikan hukuman bagi penonton yang bertindak agresif misalnya, segera mengusir
penonton keluar, hentikan agresif secepat mungkin kemudian informasikan kepada
penonton yang lain bahwa tidak akan memberikan toleransi kepada perilaku agresif
dalam kompetensi.
e. Melakukan kerja sama dengan media dalam mensosialisaikan dan tidak membenarkan
tindakan agresif.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan dan saran
Semua orang mengerti bahwa tindakan agresif, adalah tindakan yang tidak terpuji,
maka orang yang memiliki kepribadian yang kuat tidak mudah untuk dipengaruhi untuk
berbuat agresif. Mereka yang mengalami “emotional enstability“ atau ketidakstabilan
emosi, karena perasaan marah dan perasaan negatif lainnya mudah dipengaruhi, dan
mudah mendominasi perasaan yang lainnya. Individu yang memiliki emotional instability
yang tidak mudah marah, mudah benci, mudah kecewa, mudah bingung, mudah kesal,
dsb. Karena emosinya mudah terombang ambing, maka gejala emosional tersebut akan
mengganggu fungsi jiwa yang lain. Sebagaimana diketahui bahwa jiwa kita merupakan
kesatuan yang organis, dimana sumber kemampuan jiwa yang satu dapat mempengaruhi
sumber kemampuan jiwa yang lain. Karena itu goncangan emosional akan
mempengaruhi pertimbangan akal, sehingga individu tersebut akan bertindak tidak sesuai
dengan akal sehat.
Suasana kompetisi dan kelas pendidikan jasmani dan olahraga kerap kali menjadi
media potensial yang mendorong perilaku terjadinya perilaku agresif. Perilaku ini dalam
kadar yang sesuai sangat perlu dimiliki oleh para pemain untuk dapat memenangkan
pertandaingan misalnya pertnadingan sepak bola, tinju dan lain-lain. Tetapi jika
berlebihan dan tidak terkendali dapat menjurus pada tindakan-tindakan yang tidak
diinginkan, berbahaya, mencederai lawan, melanggar peraturan, tidak fair play, bahkan
dapat berakibat fatal. Tindakan agresif tidak sama peluangnya pada setiap cabang
olahraga dan setiap atlet.
c) Menciptakan atau mendesain lingkungan belajar atau lingkungan latihan yang kondusif.
Cox H. Richard, (1985) Sport Psychology, Concepts and Aplication, Iowa: W.Mc.
Brown,Publishers Dubuque
http://gunturfirmansyah17.blogspot.co.id/2013/09/agresivitas-dalam-olahraga.html