Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA GANGGUAN INTEGRITAS KULIT

PADA NY.X DENGAN MELANOMA MALIGNA DI RUANG ZAAL UMUM

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA PALEMBANG

TAHUN 2021

KARYA TULIS ILMIAH

Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar

Ahli Madya Keperawatan (Amd.Kep)

ZULDA FATIMAH

144011926075

PROGRAM STUDI D.III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SITI KHADIJAH PALEMBANG 2020-2021

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala karunia dan
rahmat-Nya dan kesehatan serta kesempatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan proposal ini tepat pada waktunya. Proposal ini di susun sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan Diploma III Keperawatan STIK Siti
Khadijah Palembang.
Penulis menyadari dalam penyusunan proposal ini jauh dari kesempurnaan karena masih
banyak kekurangan mengingat terbatasnya kemampuan dan ilmu pengetahuan yang di miliki
oleh penulis. Dengan demikian penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna perbaikan di masa yang akan datang.
Dalam penulisan laporan proposal ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak,
baik berupa pengarahan, bimbingan, dorongan atau pun saran-saran sehingga penulisan studi
kasus ini dapat selesai pada waktunya.

2
DAFTAR ISI

Halaman Sampul………………………………………………………………………….1
Kata Pengantar……………………………………………………………………………2
Daftar Isi………………………………………………………………………………….3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………..5
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………….5
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………6
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………...6
1.4 Manfaat…………………………………………………………………………6
BAB II TINJAUAN KASUS…………………………………………………………….7
2.1 Konsep Dasar Melanoma Maligna……………………………………………...7
2.1.1 Pengertian…………………………………………………………………..7
2.1.2 Epidemiologi……………………………………………………………….7
2.1.3 Etiologi……………………………………………………………………..7
2.1.4 Patofisiologi………………………………………………………………..8
2.1.5 Manifestasi Klinis………………………………………………………….8
2.1.6 Klasifikasi………………………………………………………………….10
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………....13
2.1.8 Penatalaksanaan……………………………………………………………15
2.1.9 Pencegahan………………………………………………………………...16
2.1.10 Deteksi Dini Melanoma…………………………………………………..17
2.1.11 Komplikasi…………………………………………………….………….17
2.1.12 Prognosis………………………………………………………………….18
2.2 Konsep Keluarga………………………………………………………………..19
2.2.1 Pengertian Keluarga………………………………………………………..19
2.2.2 Bentuk Keluarga……………………………………………………………19
2.2.3 Fungsi Keluarga……………………………………………………………20
2.2.4 Struktur Keluarga…………………………………………………………..21
2.2.5 Tugas keluarga dalam bidang kesehatan…………………………………...23

3
2.2.6 Peran Perawat Keluarga…………………………………………………...24
2.2.7 Tahap Perkembangan Keluarga…………………………………………...25
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN…………………………………………………..27
3.1 Pengkajian……………………………………………………………………….27
3.2 Diagnosa…………………………………………………………………………28
3.3 Intervensi………………………………………………………………………...29
3.4 Implementasi…………………………………………………………………….31
3.5 Evaluasi………………………………………………………………………….31
BAB IV PENUTUP……………………………………………………………………….32
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………………….32
4.2 Saran………………………………………………………………………..…….32
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..33

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem integumen (terutama kulit) merupakan suatu massa atau jaringan terbesar di
tubuh. Kulit bekerja melindungi struktur-struktur di bawahnya dan berfungsi sebagai
cadangan kalori. Kulit mencerminkan emosi dan stress yang kita alamai, serta berdampak
pada penghargaan orang lain terhadap kita. Selama hidup, kulit dapat terpotong, tergigit,
mengalami iritasi, terbakar, atau terinfeksi. Akan tetapi kulit memiliki kapasitas dan daya
tahan tubuh yang luar biasa untuk pulih, (Muttaqin dan Sari, 2013)

Kanker atau tumor ganas terjadi akibat adanya pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang
tidak normal, di sebabkan neoplasia, displasia, dan hiperplasia. Neoplasia adalah kondisi
sel yang terdapat pada jaringan berpolferasi secara tidak normal dan invasif, displasia
yaitu kondisi sel yang tidak berkembang normal dengan indikasi adanya perubahan pada
nucelus (inti sel), hiperplasia merupakan kondisi sel normal pada jaringan mengalami
pertumbuhan berlebihan (Ariani, 2015)

Melanoma maligna ialah neoplasma maligna yang berasal dari sel melanosit. Di samping
di kulit dapat pula terjadi pada mukosa. Di amerika serikat melanoma merupakan tumor
ganas no 6 atau 7 terbanyak. Melanoma maligna dapat terjadi pada semua usia dan paling
banyak pada usia 35-55 tahun, insidensi pada pria sama dengan wanita.

Faktor risiko yang di ketahui untuk terjadinya melanoma antara lain : Congenital veni
>5% dari luas permukaan tubuh, riwayat melanoma sebelumnya, faktor keturunan,
dysplastic nevi syndrome, terdapat 5 nevi berdiameter>5mm terdapat 50 nevi
berdiameter>2mm, riwayat paparan/terbakar sinar matahari ter utama pada masa anak-
anak, ras kulit putih, rambut berwarna merah, mata berwarna biru, feels/bintik-bintik
kulit, tinggal di daerah tropis, psoralen suncreen, xeroderma pigmentosum.

Melanoma termasuk kanker kulit yang sangat ganas, bisa terjadi metastasis luas dalam
waktu singkat melalui aliran limfe dan darah ke alat-alat dalam.

5
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam studi kasus ini adalah
bagaimana gambaran “ Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Ny “X” Dengan Melanoma
Maligna di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang.

1.3 Tujuan Studi Kasus

Adapun tujuan studi kasus ini adalah untuk menggambarkan dan melaksanakan Asuhan
Keperawatan Keluarga “Melanoma Maligna pada Ny “X” dengan Melanoma maligna di “
Rumah Sakit Bhayangkara Palembang”

1.4 Manfaat Studi Kasus


1.4.1 Masyarakat
Untuk masyarakat dalam mengatasi kasus melanoma maligna melalui terapi pengobatan,
dan masyarakat dapat lebih mencegah terjadinya kasus melanoma maligna baik di
lingkungan rumah maupun di sekitar rumah.
1.4.2 Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
1.4.2.1 Institusi pendidikan
Menjadi wacana dan bahan masukkan dalam proses belajar mengajar terhadap
pemberian Asuhan Keperawatan Keluarga Melanoma maligna pada Ny “X”.
1.4.2.2 Bagi Rumah Sakit Bhayangkara Palembang
Sebagai bahan masukkan dan menambah refrensi untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan yang diberikan pada klien dengan Melanoma maligna pada Ny “X” di Rumah
Sakit Bhayangkara Palembang.
1.4.3 Penulis
Memperoleh pengalaman dan menambah pengetahuan yang berharga bagi penulis,
khususnya studi kasus tentang pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga pada Ny “X’
dengan melanoma maligna.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep dasar melanoma maligna
2.1.1 Pengertian
Melanoma adalah keganasan sel yang menghasilkan pigmen (melanosit) yang terletak
terutama di kulit, tetapi juga ditemukan dimata, telinga, saluran pencernaan, leptomeninges,
serta membrane mukosa oral dan kelamin. Melanoma hanya 4% dari semua kanker kulit,
namun hal itu menyebabkan jumlah terbesar kematian terkait kanker kulit di seluruh dunia.
Deteksi dini melanoma kulit adalah cara terbaik untuk mengurangi kematian.
(Arif Mutaqqin, 2010)
Kanker atau tumor ganas terjadi akibat adanya pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang
tidak normal, di sebabkan neoplasia, displasia, dan hiperplasia. Neoplasia adalah kondisi sel
yang terdapat pada jaringan berpolferasi secara tidak normal dan invasif, displasia yaitu
kondisi sel yang tidak berkembang normal dengan indikasi adanya perubahan pada nucleus
(inti sel), hiperplasia merupakan kondisi sel normal pada jaringan mengalami pertumbuhan
berlebihan (Ariani, 2015)
Melanoma maligna atau biasa juga di sebut sebagai melanoma adalah keganasan yang
terjadi pada melanosit, sel penghasil melanin, yang biasanya berlokasi di kulit tetapi juga di
temukan di mata, telinga, traktus GI, leptomeninges, dan oral dan membran mukus genitalia.
Karena sebagian besar sel melanoma masih menghasilkan melanin, maka melanoma
seringkali berwarna coklat atau hitam.
2.1.2 Epidemiologi
Insiden melanoma maligna itu sendiri berbeda-berbeda di tiap negara, dengan insiden
tertinggi terjadi di Australia dan Selandia Baru. Sebagai kanker kulit yang paling ganas, pada
penemuan kasus kanker yang baru terdiagnosis, melanoma menduduki urutan ke 6 laki-laki
dan urutan ke 7 perempuan di Amerika. Di perkirakan jumlah kasus baru melanoma maligna
di Amerika pada tahun 2008 sebesar 62.480 kasus, dengan 34.4950 kasus terjadi pada laki-
laki dan 27.350 pada wanita.
2.1.3 Etiologi
Penyebab yang pasti tidak di ketahui, dapat timbul dari kulit normal (de novo) atau berasal
dari nevus pigmentosus (nevus junctional), Hutchinson’s melanotic freckle, giant pigmented
nevus, nevus biru. Penyebab terjadinya kanker kulit ini ada dua, yaitu penyebab dari dalam
tubuh maupun dari luar tubuh. Banyak faktor yang di duga berperan dalam timbulnya
melanoma maligna diantaranya faktor genetic (ada sejak lahir), sinar matahari (sering kali
melanoma maligna dikaitkan dengan penyebab kulit terhadap cahaya matahari. Contohnya,
golongan lelaki tumor melanoma biasanya tumbuh pada bagian belakang begitupun dengan
wanita, tumor tumbuh pada belakang dan juga kaki), penyebab kersinogen, factor fenotip
(mata biru, rambut pirang, kulit terang seperti contohnya pada orang yang berkulit cerah pada
masa yang sama, seseorang yang berkulit cerah dan kurang berpigmen mempunyai risiko
yang tinggi mendapat tumor melanoma maligna.

7
2.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya melanoma maligna belum diketahui dengan jelas. Diperkirakan
terjadinya perubahan melanosit normal menjadi sel melanoma (melanomagenesis) melibatkan
proses rumit yang secara progresif mengakibatkan mutasi genetik melalui percepatan
terhadap proliferasi, diferensiasi dan kematian serta pengaruh efek karsinogenik radiasi
ultraviolet.
Primary cutaneous melanoma dapat timbul dalam bentuk prekursor, yakni nevi mealnotik
( Tipe umum, kongeenital, atipikal/displastik), walaupun dipercaya bahwa lebih dari 60%
kasus adalah arise de novo ( tidak tumbuh dari lesi pigmen yang telah ada.) Perkembangan
dari melanoma adalah multifaktor, dimana banyak hal yang berhubungan dengan
perkembangan dan pertumbuhannya, dan tampaknya berhubungan dengan faktor resiko yang
multipel pula; termasuk eksposur sinar matahari berlebih, moles yang tumbuh, riwayat
keluarga akan melanoma, mole yang berubah-ubah dan tidak sembuh, dan yang terpenting
usia yang lanjut.
Melanoma memiliki 2 fase pertumbuhan yaitu radial dan vertikal. Selama fase pertumbuhan
radial, sel-sel ganas tumbuh secra radial di epidermis. Seiring berjalannya waktu, sebagian
besar melanoma berlanjut ke fase pertumbuhan vertikal, di mana sel-sel ganas menyerang
dermis dan mengembangkan kemampuan untuk bermetastasis.
Banyak gen yang terlibat dalam pengembangan melanoma, termasuk CDKN2A (p16),
CDK4, Rb1, CDKN2A (p19), PTEN/MMAC1, dan ras. CDKN2A (p16) berperan penting
dalam kejadian melanoma sporadis dan herediter. Gen supresor tumor ini terletak di band
9p21, dan mutasinya berperan dalam berbagai kejadian kanker.

2.1.5 Manifestasi Klinis


Secara Klinis, melanoma maligna ada 4 macam tipe, yaitu:
a) Superficial Spreading Melanoma
Merupakan tipe melanoma yang sering terjadi di Amerika Serikat, yaitu sekitar 70%
dari kasus yang didiagnosa sebagai melanoma. Dapat terjadi pada semua umur namun lebih
sering pada usia 30-50 tahun, sering pada wanita dibanding pria dan merupakan penyebab
kematian akibat kanker tertinggi pada dewasa muda.
Pada stadium awal, tipe ini bisa berupa bintik yang datar yang kemudian pigmentasi
dari lesi mungkin menjadi lebih gelap atau mungkin abu-abu, batasnya tidak tegas, dan
terdapat area inflamasi pada lesi. Area di sekitar lesi dapat menjadi gatal. Kadang-kadang
pigmentasi lesi berkurang sebagai reaksi imun seseorang untuk menghancurkannya. Tipe ini
berkembang sangat cepat. Diameter pada umumnya lebih dari 6mm. Lokasi pada wanita di
tungkai bawah, sedangkan laki-laki di badan dan leher.

8
b) Nodular Melanoma
Merupakan tipe melanoma yang paling agresif. Pertumbuhannya sangat cepat dan
berlangsung dalam waktu mingguan sampai bulanan. Sebanyak 15%-30% kasus melanoma
yang terdiagnosa sebagai melanoma merupakan nodular melanoma. Dapat terjadi pada semua
umur, namun lebih sering pada individu berusia 60 tahun ke atas. Tempat predileksinya
adalah tungkai dan tubuh. Melanoma ini bermanifestasi sebagai papul coklat kemerahan atau
biru hingga kehitaman, atau nodul berbentuk kubah, atau setengah bola (dome shaped) atau
polopoid dan aksofitik yang dapat timbul dengan ulserasi dan berdarah dengan trauma minor,
timbul lesi satelit. Secara klinik bisa berbentuk amelanotik atau tidak berpigmen. Fase
perkembangannya tidak dapat dilihat dengan mudah, dan sulit di identifikasi dengan deteksi
ABCDE.,
c) Lentigo Maligna Melanoma
Sebanyak 4-10 % kasus melanoma merupakan tipe Lentigo Maligna melanoma.
Terjadi pada kulit yang rusak akibat terpapar sinar matahari pada usia pertengahan dan lebih
tua, khususnya pada wajah, leher dan lengan. Melanoma tipe ini pada tahap dini terdiagnosa
sebagai bercak akibat umur atau terpapar matahari. Karena mudah sekali terjadi salah
diagnosa maka tipe ini dapat tidak terdeteksi selama bertahun-tahun dan cukup berbahaya.
Pertumbuhan tipe ini sangat lambat yaitu sekitar 5-20 tahun.
Pada tahap in situ lesinya luas (>3cm) dan telah ada selama bertahun-tahun.
Karakteristik invasinya ke kulit berupa macula hiperpigmentasi coklat tua sampai hitam atau
timbul nodul yang biru kehitaman. Pada permukaan dijumpai bercak-bercak warna gelap
(warna biru) tersebar tidak teratur, dapat menjadi nodul biru kehitaman invasive agak
hiperkeratonik.
d) Acral Lentigineous Melanoma
Tipe ini paling sering menyerang kulit hitam dan Asia yaitu sebanyak 29-72% dari kasus
melanoma dan karena sering terlambat terdiagnosis maka prognosisnya buruk. Sering disebut
sebagai ”hidden melanoma” karena lesi ini terdapat pada daerah yang sukar untuk dilihat atau
sering diabaikan, yaitu terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, tumit, ibu jari tangan, atau
dibawah kuku.,
Melanoma subungual bisa terlihat sebagai diskolorasi difus dari kuku atau pita longitudinal
berpigmen di dasar kuku. Melanoma ini memiliki bentukan yang sama dengan benign
junctional melanotic nevus. Pigmen akan berkembang dari arah proksimal menuju ke arah
laterla kuku yang disebut sebagai tanda Hutchinson, sebuah tanda yang khusus untuk
melanoma akral. Pada permukaan timbul papul, nodul, ulcerasi, kadang-kadang lesi tidak
mengandung pigmen. ,

9
Sangat sulit membedakan bentuk dini karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa maupun
melanoma maligna. Diagnosa pasti keganasan di tentukan dengan pemeriksaan patologi
anatomi. Kunci penyembuhan melanoma maligna adalah penemuan dini, sehingga diagnosa
melanoma harus ditingkatkan bila penderita melaporkan adanya lesi berpigmen baru atau
adanya tahi lalat yang berubah.
Kapan memikirkan suatu Nevus mungkin menjadi ganas:
a. Nevus yang berubah:
 Membesar
 Warna bertambah hitam
 Timbul satelitosis
 Terasa gatal
 Mudah berdarah
 Timbul ulkus
 Rambutnya rontok
b. Nevus yang berlokasi di:
 Telapak tangan/kaki
 Bawah kuku
 Belakang telinga
 Vulva

2.1.6 Klasifikasi
Klasifikasi melanoma merupakan salah satu proses yang digunakan untuk mengetahui
seberapa jauh sel-sel kanker tersebut telah bermetastase. Deskripsi klasifikasi tersebut
meliputi ukuran, dan apakah tumor tersebut telah menyebar ke organ lain. Adanya klasifikasi
ini, merupakan standar petugas kesehatan dalam melihat sel-sel kanker tersebut sehingga
dapat memberikan penatalaksanaan yang tepat.
Klasifikasi oleh The American joint Comitee on Cancer (AJCC) merupakan klasifikasi yang
paling banyak dan paling sering dipakai, dan memiliki klasifikasi T, sebagai keterangan
tentang ketebalan tumor, klasifikasi N, sebagi keterangan keterlibatan kelenjar limfe, dan M
sebagai keterangan ada tidaknya metastase. Keterangan lebih jelas pada tabel berikut.

10
5-Year
TNM Surviva
Stage Histologic/Clinical Features
Classification l Rate,
%

0 Tis N0 M0 Intraepithelial/in situ melanoma 100

IA T1a N0 M0 ≤1 mm without ulceration and level II/III >95

IB T1b N0 M0 ≤1 mm with ulceration or level IV/V 89-91


T2a N0 M0 1.01-2 mm without ulceration

IIA T2b N0 M0 1.01-2 mm with ulceration 77-79


T3a N0 M0 2.01-4 mm without ulceration

IIB T3b N0 M0 2.01-4 mm with ulceration 63-67


T4a N0 M0 >4 mm without ulceration

IIC T4b N0 M0 >4 mm with ulceration 45

IIIA T1-4a N1a M0 Single regional nodal micrometastasis, nonulcerated primary 63-69
T1-4a N2a M0
2-3 microscopic positive regional nodes, nonulcerated
primary

IIIB T1-4bN1a M0 Single regional nodal micrometastasis, ulcerated primary 46-53


T1-4bN2a M0 2-3 microscopic regional nodes, nonulcerated primary
T1-4a N1b M0 Single regional nodal macrometastasis, nonulcerated primary
T1-4a N2b M0 2-3 macroscopic regional nodes, no ulceration of primary
T1-4a/b N2c In-transit met(s)* and/or satellite lesion(s) without metastatic 30-50
M0 lymph nodes

IIIC T1-4b N2a M0 Single macroscopic regional node, ulcerated primary 24-29
T1-4b N2b M0 2-3 macroscopic metastatic regional nodes, ulcerated
Any T N3 M0 primary
4 or more metastatic nodes, matted nodes/gross extracapsular
extension, or in-transit met(s)/satellite lesion(s) and
metastatic nodes

IV Any T any N Distant skin, subcutaneous, or nodal mets with normal LDH 7-19
M1a levels
Any T any N Lung mets with normal LDH
M1b All other visceral mets with normal LDH or any distant mets
Any T any N

11
M1c with elevated LDH

Tabel 2. Klasifikasi Melanoma dari AJCC-TNM

Klasifikasi menurut kedalaman (ketebalan) Tumor menurut Breslow:


Golongan I : Kedalaman (ketebalan) tumor <0,76 mm
Golongan II : Kedalaman (ketebalan) tumor 0,76-1,5 mm
Golongan III : Kedalaman (ketebalan) tumor >1,5 mm

Klasifikasi yang lain yaitu klasifikasi tingkat invasi menurut Clark.


Stage IV Melanoma
Tingkat I : sel melanoma terletak di atas membrane basalis epidermis
(melanoma in situ/ intra epidermal)
Tingkat II : invasi sel melanoma samapi dengan lapisan papilaris
dermis (dermis superfisial), tetapi tidak mengisi papila dermis.
Tingkat III : Sel melanoma mengisi papila dermis dan meluas sampai
taut dermis papiler dan retikuler.
Tingkat IV : Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan retikularis
dermis.
Tingkat V : Invasi sel melanoma sampai dengan jaringan subkutan.

Sedangkan National Comprehensive Cancer Network menggunakan klasifikasi yang


merupakan variasi dari sistem TNM.
Stage 0: melanoma in situ, yang berarti hanya melibatkan lapisan epidermis
dan belum menyebar ke dermis. Dalam klasifikasi menurut Clark tingkat I.
Stage 1: melanoma memiliki ketebalan kurang dari 1 mm atau sekitar 1/25
inch. Dalam klasifikasi Clark, sesuai dengan tingkat II atau III.
Satge I-II:melanoma memiliki ketebalan antara 1-4 mm atau menurut
klasifikasi Clark sesuai dengan tingkat IV dengan ketebalan berapapun. Tingkat ini masih
terlokalisasi di kulit dan belum ditemukan penyebaran pada kelenjar limfe atau organ lain
yang jauh.
Stage III: melanoma sangat tebal, lebih dari 4 mm, atau jika dalam klasifikasi Clark, sesuai
dengan tingkat V dan atau nodul melanoma ditemukan dalam 2 cm dari tumor utama. Atau
melanoma telah menyebar ke kelenjar limfe terdekat, tapi masih belum ada penyebaran jauh.

12
Stage IV: melanoma telah menyebar luas disamping ke regio sekitarnya, seperti ke paru-
paru, hati, otak, dll.

2.1.7 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang ini yaitu meliputi pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
histopatologi dan pemeriksaan radiologi. , khir-akhir ini di luar negeri juga dikembangkan
pemeriksaan dengan epiluminescence microscopy. Dengan tehnik ini, lesi yang berpigmen
tersebut diperiksa secara in situ dengan minyak emersi dengan menggunakan dermatoskop.
Pada beberapa penelitian lain melibatkan analisis dengan bantuan komputer dan klinikal
digitalisasi yang kemudian dibandingkan dengan database.
Namun data terakhir melaporkan bahwa pemeriksaan laboratorium, radiografi thorak dan
radiografi yang lain (MRI, CT Scan, PET, Scanning Tulang) tidak terlalu bermanfaat untuk
melanoma stage I/II (melanoma kutaneus) tanpa tanda-tanda dan gejala-gejala metastase.
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tak ada pemeriksaan tertentu yang khusus untuk melanoma, baik yang belum bermetastase
maupun yang telah bermetastase, tetapi kadangkala tingginya angka LDH (Lactaet
Dehydrogenase) dianggap membantu. Kadar LDH yang tinggi dalam darah merupakan suatu
kemungkinan adanya metastase melanoma pada hati. Adanya peningkatan LDH ini juga
dihubungkan dengan lebih buruknya kemungkinan untuk hidup pada kelompok tersebut.
Pemeriksaan LDH akan bermakna pada melanoma stage IB/III atau dengan pemeriksaan
berkala setiap 3-12 bulan.
Selain LDH, kadar serum S-100 mungkin juga berguna sebagai penanda tumor pada pasien
dengan melanoma yang telah bermetastase.
b. Pemeriksaan Radiografi
Ultrasound Scan, pemeriksaan ini menggunakan frekuensi gelombang suara untuk
menghasilkan gambaran spesifik dari bagian tubuh. Sebagian besar untuk memeriksa kelenjar
limfe di leher, axilla, dan pelipatan paha. Kadang digunakan pada biopsy kelenjar limfe agar
semakin akurat (Ultrasound guided fine needle aspiration). Pemeriksaan ini tidak
menimbulkan rasa sakit, tidak memakan waktu yang lama, tidak menimbulkan bahaya radiasi
dan aman digunakan pada kehamilan.
Pemeriksaan X-ray pada thorak dilakukan dengan memperhatikan kemungkinan adanya
metastase melanoma ke paru-paru. Hasil metastase tersebut dapat berupa gambaran tumor
pada paru-paru, yang seringkali harus dibedakan dengan tumor paru primer, tetapi dapat juga
berupa gambaran efusi pleura.
CT-Scan mungkin dapat mendeteksi adanya metastase melanoma pada paru-paru atau pada
hati dengan adanya gambaran pembesaran pada kelenjar limfe. Sedangkan radiografi dengan
MRI merupakan pemeriksaan yang paling baik untuk melihat adanya metastase melanoma
pada otak dan medula spinalis.
PET (Positron Emission Tomography) dilakukan untuk menambah informasi dari hasil CT
Scan dan MRI yang dilakukan. Pada pemeriksaan ini, digunakan semacam glukosa yang

13
mengandung atom radioaktif. Prinsip cara kerja PET yaitu dengan adanya sifat sel kanker
yang menyerap lebih banyak glukosa karena metabolismenya yang tinggi.
Tetapi penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini menyatakan bahwa pemeriksaan radiologi
seperti CT Scan, MRI, PET, USG dan Scan tulang memiliki hasil yang rendah pada pasien
asmtomatik dengan melanoma kutaneus primer (Stage I dan II menurut AJCC) dan umumnya
tidak diindikasikan.
c. Pemeriksaan Histopatologi
Kriteria standar untuk diagnosa melanoma maligna adalah dengan pemeriksaan histopatologi
dengan cara biopsi dari lesi kulit tersangka. Macam-macam tehnik biopsi itu sendiri ada 3
macam, yaitu shave biopsy, punch biopsy dan incisional and excisional biopsies. Biopsi
secara eksisi merupakan pilihan cara biopsi yang direkomendasikan untuk pemeriksaan
melanoma maligna. Pada tehnik ini, tumor diambil secara keseluruhan untuk kemudian
sebagian sampel digunakan untuk pemeriksaan histologi.
Biopsi secara eksisi dengan batas yang kecil dari batas tumor dipilih untuk memastikan
informasi tentang ketebalan tumor, adanya ulserasi, tahap invasi tumor secara antomis,
adanya mitosis, adanya regresi, adanya invasi terhadap pembuluh limfe dan pembuluh darah,
dan untuk melihat respon host terhadap tumor itu sendiri. Pada umumnya batas kulit yang
diambil yaitu sekitar 1-3 mm sekitar lesi untuk memperakurat diagnosis dan histologic
mikrostaging. Kecuali pada melanoma jenis lentigo, biopsi lebih mendalam diperlukan untuk
memperkecil terjadinya misdiagnosa.
Hasil yang dapat ditemukan pada pemeriksaan histologi ini bergantung pada jenis melanoma.
Superficial Spreading melanoma memiliki fase pertumbuhan secara radial atau fase in situ
yang digambarkan dengan peningkatan jumlah melanosit intraepitel yang bersifat (1) atipik
dan besar, (2) tersusun tidak teratur di dermal-epidermal junction, (3) adanya migrasi ke atas
(pagetoid), (4) kurang memiliki potensi biologi sel untuk bermetastasis. Lentigo melanoma
dan acral lentiginous melanoma memiliki gambaran yang mirip, dengan dominasi
pertumbuhan secara in situ pad dermal-epidermal juntion dan dengan tendensi yang kecil
untuk pertumbuhan sel secara pagetoid.
Ketebalan tumor, merupakan determinan prognosis terpenting dan diukur secara vertikal
dalam milimeter dari atas lapisan granular hingga titik terdalam tumor. Semakin tebal tumor
dapat diasosiasikan dengan potensi metastase yang lebih tinggi dengan prognosa yang lebih
jelek.

2.1.8 Penatalaksanaan
a. Pembedahan

14
Pembedahan merupakan terapi utama dari melanoma maligna, yang hampir 100% efektif
pada masa-masa awal tumor. Pembedahan ini, dilakukan dengan cara eksisi luas dan dalam
dengan pinggir sayatan yang direkomendasikan sesuai tabel berikut:
Termasuk dalam penatalaksanaan pembedahan melanoma maligna ini adalah Elective
Lymphonode dissection (ELND), yaitu deseksi kelenjar limfonodi tanpa dilakukan biopsi
sebelumnya. Diseksi ini dilakukan untuk tumor dengan kedalaman 1-4 mm dan tidak pada
melanoma stage I. Hal ini disebabkan karena sebanyak 40% kasus pada pasien melanoma
dengan ketebalan 1-4 mm memiliki kelainan limfe yang tidak tampak dan sebanyak 10%
kasus dengan metastase jauh. Sedangkan pasien dengan lesi lebih besar dari 4 mm, hampir
70% kasus dengan metastase jauh dan 60% memiliki kelainan limfe yang tersembunyi.
Namun pada kenyataannya tindakan tersebut tidak memperbaiki survival rate dan hingga
sekarang masih dalam perdebatan. Pada penelitian yang dilakukan WHO, angka metastasis
sekitar 48% pada penderita yang dilakukan ELND. Sedangkan pada penelitian lain yang
dilakukan oleh The International Group Melanoma Surgical trial menunjukkan adanya
perbaikan survival rate pada pasien dengan usia kurang dari 60 tahun dengan ketebalan
tumor antara 1-4 mm.
Sentinel Lymph Node Dissection merupakan bentuk penatalaksanaan pembedahan
yang lain. Pada pembedahan ini, diseksi dilakukan pada kelenjar limfe yang merupakan
tempat utama melanoma untuk drainase. Adanya diseksi ini dikatakan dapat mengidentifikasi
mereka yang mempunyai resiko tinggi metastase dan mereka yang mungkin mendapatkan
keuntungan dengan diseksi lengkap kelenjar limfe atau dengan terapi adjuvan.
Pemetaan lymfatik dan sentinel node biopsy merupakan solusi efektif untuk dilakukannya
lymphadenectomy pada pasien dengan melanoma yang tipis dan secara klinis kelenjar tidak
teraba. Teknik ini dikembangkan pada awal tahun 1990an dengan pemberian zat warna patent
blue V atau isosulfan blue secara intradermal diats tumor saat dilakukan eksisi luas. Pada
eksplorasi kelenjar getah bening akan ditemukan saluran-saluran getah bening yang berwarna
biru, yang menuju kesuatu kelenjar yang berwarna biru pula, lebih dari 80% kelenjar ini
dapat ditemukan. Kelenjar getah bening diangkat dan dilakukan frozen section, jika positif
mengandung metastasis sel tumor baru akan diseksi. Pada penelitian Reintgen menemukan
bahwa sel melanoma maligna menjalar lebih teratur dan jelas dibandingkan dengan tumor
padat lainnya. Jika pada sentinel node ini tidak ditemukan metastasis maka kelenjar lain juga
diasumsikan tidak mengandung metastasis. Cara ini dipermudah dengan menggunakan
lymphoscintigraphy dengan penyuntikan Technitiun (TC99m) ke dalam tumor 1 hari sebelum
operasi. Dengan alat pelacak isotop akan dapat ditentukan tempat insisi kulit di daerah
kelenjar getah bening regional tumor tersebut. Pada penelitian dari 612 pasien pada stage I/II
tidak didapatkan angka recurrent sebesar 60%.,
b. Terapi Adjuvant
Karena pengobatan definitive dari melanoma kulit adalah dengan pembedahan, maka terapi
medikamentosa diberikan sebagai terapi tambahan dan penatalaksanaan pada pasien
melanoma stadium lanjut. Pasien yang memiliki melanoma dengan tebal lebih dari 4 mm atau
metastase ke limfonodi dengan pemberian terapi adjuvant dapat meningkatkan angka
ketahanan hidup. Studi di berbagai center kesehatan menunjukkan pemberian interferon alpha
2b (IFN) menambah lamanya ketahanan hidup dan ketahanan terhadap terjadinya rekurensi
Melanoma, sehingga oleh Food and Drug Administration (FDA) mengajurkan IFN sebagai

15
terapi tambahan setelah eksisi pada pasien dengan resiko recurrent. IFN γ dilaporkan tidak
efektif pada fase I atau II dari melanoma yang bermetastase, namun potensi IFN γ yang
merupakan mediator pembunuh alami Limfosit T sitotoksik, sebuah pengaktivasi makrofag,
dn HLA klas II ekspresi antigen, merupakan hal yang tak dapat diabaikan.
Interleukin-2 (IL-2) pada penelitian terakhir, dalam dosis tinggi baik diberikan sendiri
maupun dengan kombinasi bersama sel lymphokine activated killer menghasilkan respon
pada pasien sebesar 15% sampai 20%, dengan respon lengkap sebesar 4-6%.
Terapi adjuvan lain selain IFN yaitu Kemoterapi dengan macamnya yaitu:
 Dacarbazine (DTIC), baik diberikan sendiri maupun kombinasi bersama Carmustine
(BCNU) dan Cisplastin.
 Cisplastin, vinblastin, dan DTIC
 Temozolomide merupakan obat baru yang mekanisme kerjanya mirip DTIC, tetapi
bisa diberikan per oral.
 Melphalan juga dapat diberikan pada melanoma dengan prosedur tertentu.
Terapi-terapi adjuvan yang lainnya diantaranya yaitu dengan biokemoterapi, yaitu merupakan
kombinasi terapi antara kemoterapi dan imunoterapi, imunoterapi sendiri dan gen terapi.
Dalam kepustakaan lain disebutkan juga adanya terapi radiasi pada melanoma yang
merupakan terapi paliatif. Radioterapi sering digunakan setelah pembedahan pada pasien
dengan lokal atau regional melanoma atau untuk pasien dengan unresectable dengan
metastasis jauh. Terapi ini dapat mengurangi recurence lokal tetapi tidak memperbaiki
prolong survival.
Radioimunoterapi pada metastase melanoma masih dalam penelitian, pada penelitian yang
dilakukan National Cancer Institute (NCI) terapi ini menunjukkan kesuksesan. Terapi ini
dengan memberikan auotologous lymphocytes yang kemudian mengkode T cell receptors
(TCRs) pada lymphosit pasien, kemudian telah terbentuk manipulasi lymphosit yang melekat
pada molekul di permukaan sel melanoma yangf kemudian membunuh sel melanoma
tersebut.

2.1.9 Pencegahan
Pada prinsipnya, pencegahan dilakukan dengan cara menghindari pajanan sinar matahari
secara intens. Sehingga pencegahan dapat dilakukan dengan jalan:
a. Membatasi pajanan sinar Ultraviolet terhadap kulit. Hal ini bisa dilakukan dengan jalan
mencari tempat yang teduh jika berada di luar gedung, memakai baju panjang untuk
mengurangi banyaknya kulit yang terpajan matahari, dan menggunakan lotion sunscreen
dengan SPF 15 atau lebih pada kulit yang terpajan sinar matahari, serta menggunakan
kacamata hitam untuk perlindungan mata.
b. Menghindari sumber-sumber sinar UV lainnya, seperti tempat tidur yang digunakan
untuk mencoklatkan kulit di salon-salon kecantikan.

16
2.1.10 Deteksi Dini Melanoma
Sama seperti halnya deteksi kanker payudara, deteksi dini melanoma maligna juga dapat
dilakukan baik oleh diri sendiri dan juga oleh petugas kesehatan. Tujuan utama dari deteksi
dini ini adalah untuk mengenali melanoma maligna sedini mungkin ketika masih datar dan
dapat disembuhkan.
1. Oleh Diri Sendiri (Self Examination)
Dilakukan dengan pemeriksaan rutin terhadap diri sendiri. Saat pertama kali dilakukan,
pemeriksaan ini mungkin akan memakan waktu yang lama dan terlihat merepotkan, namun
bila telah dilakukan berkali-kali maka akan semakin terlatih dan hal itu berarti waktu yang
digunakan akan semakin pendek.
Pemeriksaan ini, harus dilakukan langkah demi langkah seperti yang akan ditunjukkan dalam
gambar berikut dan dilakukan dalam keadaan tidak mengenakan baju. Untuk lokasi-lokasi
tertentu yang sulit dilakuakn evaluasi sendiri, maka pertolongan keluarga atau teman dekat
sangat membantu. Pasien harus berkonsultasi secepatnya pada dokter umum atau dokter
spesialis jika menemukan adanya perubahan yang signifikan pada lesi-lesi tertentu di tubuh
mereka.
2. Petugas Kesehatan (Dokter, Perawat)
Baik deteksi dini yang dilakukan oleh diri sendiri dan petugas kesehatan, yang perlu
diperhatikan dalam hal ini adalah tanda dan gejala melanoma tersebut yang dapat dilakukan
dengan mengevaluasi ABCDE sistem ( Asymmetry, Border, Colour, Diameter, Envolving).

2.1.11 Komplikasi
1. Metastasis dapat terjadi pada local (di dalam atau sekitar lesi primer), pada limfonodi,
atau pada:
 Kulit yang jauh dari lesi primer
 Limfonodi yang jauh
 Organ-organ dalam
 Tulang
 CNS.
2. Metastasis dapat berlangsung cepat secara hematogen maupun limfogen.
3. Ulkus mudah berdarah.

2.1.12 Prognosis
Prognosis melanoma tidak ditentukan oleh satu macam faktor saja, namun multifaktor dan
utamanya bergantung pada: (1) ketebalan tumor, (2) ada tidaknya ulserasi secara histologi,
dan (3) adanya metastase pada kelenjar limfe.

17
Pada Cutaneus Melanoma stage I dan II:
 Bila ketebalan tumor ≤ 1mm diasosiasikan dengan angka ketahanan hidup
antara 91-95% tergantung ada tidaknya ulserasi secara histologi dan
klasifikasi Clark lebih besar dari tingkat III.
 Ketebalan tumor 1-4 mm, diasosiasikan dengan angka ketahan hidup
antara 63-89% bergantung pada ulserasi dan ketebalan dari tumor primer.
 Tebal tumor >4 mm memiliki angka ketahanan hidup 67% tanpa ulserasi,
dan 45% dengan adanya ulserasi primer.
 Adanya ulserasi akan menurunkan angka ketahanan hidup pada setiap
tingkat tumor.
Stage III
 Metastase pada kelenjar limfe regional diasosiasikan dengan angka ketahanan hidup 5
tahun sebesar 13-69%, tergantung pada jumlah kelenjar limfe yang telah terkena,
secara mikroskopik maupun makroskopik, dan adanya ulserasi pada tumor primer.
Stage IV
 Prognosis untuk melanoma yang telah bermetastase jauh sangatlah buruk, dengan
angka ketahanan hidup median hanya 6-9 bulan dan 5 tahun sebesar 7-19%,
tergantung pada tempat yang terkena metastase. Umumnya, metastase pada jaringan
lunak, kelnjar, dan paru-paru memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan
dengan adanya metastase ke organ-organ dalam, seperti hati.
Pada tahun 2002, The American Joint Committee of Cancer melaporkan dalam journalnya
yang berjudul: Final version of the American Joint Committee on Cancer Staging System for
cutaneous melanoma bahwa terdapat perbedaan prognostic yang signifikan di pada tiap
grup dari masing-masing stage melanoma, seperti yang terlihat pada gambar 22.

2.2 Konsep Keluarga


2.2.1 Pengertian keluarga

18
Keluarga adalah yang terdiri dari atas individu yang bergabung bersama oleh ikatan
penikahan, darah, atau adopsi dan tinggal didalam satu rumah tangga yang sama
(Friedman, 2010). Sedangkan menurut Wall, (1986) dalam Yolanda (2017), keluarga
adalah sebuah kelompok yang mengidentifikasi diri dan terdiri atas dua individu atau
lebih yang memiliki hubungan khusus, yang dapat terkait dengan hubungan darah atau
hukum atau dapat juga tidak, namun berfungsi sebagai sedemikian rupa sehingga mereka
menganggap dirinya sebagai keluarga.
UU No. 10 Tahun 1992, mengemukakan keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri dari suami, istri, dan anak atau suami istri, atau ayah dan anak-anaknya, atau
ibu dan anak-anaknya.Lain halnya menurut BKKBN (1999) dalam Yolanda (2017),
keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang
sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materil yang layak, bertakwa
kepada tuhan memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan
masyarakat serta lingkungannya. (Yolanda, 2017)

2.2.2 Bentuk keluarga


Berbagai bentuk keluarga tradisional adalah sebagai berikut :
a. Keluarga Tradisional
1) Keluarga inti
Jumlah keluarga inti yang terdiri dari seorang ayah yang mencari nafkah, seorang ibu
yang mengurusi rumah tangga dan anak (Friedman, 2010). Sedangkan menurut Sudiharto
(2007), Kelurga inti adalah keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang
direncanakan yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak karena kelahiran (natural)
maupun adopsi.
2) Keluarga adopsi.
Keluarga adopsi adalah dengan menyerahkan secara sah tanggung jawab sebagai
orang tua seterusnya dari oranr tua kandung ke orang tua adopsi, biasanya menimbulkan
keadaan yang saling menguntungkan baik bagi orang tua maupun anak. Disatu pihak
orang tua adopsi mampu memberi asuhan dan kasihsayangnya bagi anak adospsinya,
sementara anak adopsi diberi sebuah keluarga yang sangat menginginkan mereka
(Friedman, 2010).
3) Keluarga besar ( Extended Family )
Keluarga dengan pasangan dengan pasangan yang berbagi pengaturan rumah tangga
dan pengeluaran keuangan dengan orang tua, kakak /
adik, dan keluarga dekat lainnya. Anak – anak kemudian dibesarkan oleh generasi dan
memiliki pilihan model pola perilaku yang akan membentuk pola perilaku mereka
(Friedman, 2010). Sedangkan menurut Sudiharto (2007), keluarga besar adalah Keluarga
inti ditambah keluarga yang lain (karena hubungan darah), misalnya kakek, nenek, bibi,
paman, sepupu termasuk keluarga modern, seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak,
serta keluarga dengan pasangan sejenis.

19
4) Keluarga dengan orang tua tunggal
Keluarga dengan kepala rumah tangga duda/janda yang bercerai, ditelantarkan, atau
berpisah (Friedman, 2010).
5) Dewasa lajang yang tinggal sendiri
Kebanyakan individu yang tinggal sendiri adalah bagian dari beberapa bentuk
jaringan keluarga yang longgar. Jika jaringan ini tidak terdiri atas kerabat, jaringan ini
dapat terdiri atas teman–teman seperti mereka yang sama – sama tinggal di rumah
pensiun, rumah jompo, atau hidup bertetangga. Hewan pemeliharaan juga dapat menjadi
anggota keluarga yang penting (Yolanda, 2017).
6) Keluarga orang tua tiri
Keluarga yang pada awalnya mengalami proses penyatuan yang kompleks dan peneuh
dengan stress. Banyak penyesuaian yang perlu dilakukan dan sering kali individu yang
berbeda atau subkelompok keluarga yang baru terbentuk ini beradaptasi dengan
kecepatan yang tidak sama. Walaupun seluruh anggota keluarga harus
menyesuaikan diri dengan situasi keluarga yang baru, anak – anak seing kali memiliki
masalah koping yang lebih besar karena usia dan tugas perkembangan mereka (Yolanda,
2017).
7) Keluarga binuclear
Keluarga yang terbentuk setelah perceraian yaitu anak merupakan anggota dari
sebuah sistem keluarga yang terdiri atas dua rumah tangga inti, maternal dan paternal,
dengan keragaman dalam hal tingkat kerjasama dan waktu yang dihabiskan dalam setiap
rumah tangga (Yolanda, 2017).

2.2.3 Fungsi keluarga


Ada lima fungsi keluarga menurut (Friedman, 2010) dalam Yolanda 2017:
a. Fungsi afektif
Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk pembentukan maupun untuk
berkelanjutan unit keluarga itu sendir, sehingga fungsi afektif merupakan salah satu
fungsi keluarga yang paling penting.Peran utama orang dewasa dalam keluarga adalah
fungsi afektif, fungsi ini berhubungan dengan persepsi keluarga dan kepedulian terhadap
kebutuhan sosioemosional semua anggota keluarganya.
b. Fungsi sosialisasi dan status social
Sosialisasi merujuk pada banyaknya pengalaman belajar yang diberikan dalam
keluarg yang ditunjuk untuk mendidik anak–anak tentang cara menjalankan fungsi dan
memikul peran social orang dewasa seperti

20
peran yang di pikul suami-ayah dan istri-ibu. Status sosial atau pemberian status
adalah aspek lain dari fungsi sosialisasi. Pemberian status kepada anak berarti
mewariskan tradisi, nilai dan hak keluarga, walaupun tradisi saat ini tidak menunjukan
pola sebagian besar orang dewasa Amerika.
c. Fungsi reproduksi
Untuk menjamin kontiniutas antar generasi kleuarga dan masyarakat yaitu
menyediakan angagota baru untuk masyarakat.
d. Fungsi perawatan kesehatan
Fungsi fisik keluarga dipenuhi oleh orang tua yang menyediakan makanan, pakaian,
tempat tinggal, perawatan terhadap kesehatan dan perlindungan terhadap
bahaya.Pelayanan dan praktik kesehatan adalah fungsi keluarga yang paling relafan bagi
perawat keluarga.
e. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya yang cukup
finansial, ruang dan materi serta alokasinya yang sesuai melalui proses pengambilan
keputusan.

2.2.4 Struktur keluarga


Ada empat struktur keluarga menurut (Friedman, 2010) adalah struktur peran, struktur
nilai keluarga, proses komunikasi dan struktur kekuasaan dan pengambilan keputusan.
a. Struktur peran.
Peran adalah perilaku yang dikaitkan dengan seseorang yang memegang sebuah posisi
tertentu, posisi mengidentifikasi status atau tempat seseorang dalam suatu system social.
b. Struktur nilai keluarga
Nilai keluarga adalah suatu system ide, perilaku dan keyakinan tentang nilai suatu hal
atau konsep yan secara sadar maupun tidak sadar mengikat anggota keuarga dalam
kebudayaan sehari-hari atau kebudayaan umum.

c. Proses komunikasi
Proses komunikasi ada dua yaitu prses komunikasi fungsional dan proses komunikasi
disfungsonal.
1) Proses komunikasi fungsional.
Komunikasi fungsional dipandang sebagai landasan keberhasilan keluarga yang sehat,
dan komunikasi funsional didefenisikan sebagai pengerim dan penerima pesan yang baik
isi maupun tingkat intruksi pesan yang langsung dan jelas, serta kelarasan antara isi dan
tingkai intruksi.

21
2) Proses komunikasi disfungsional.
Sama halnya ada cara berkomunikasi yang fungsional gambaran dar komuniasi
disfungsional dari pengirim dan penerima serta komunkasi disfungsinal juga melibatkan
pengirim dan penerima.
d. Struktur kekuasaan dan pengambilan keputusan.
Kekuasaan keluarga sebagai arakteristik system keluarga adalah kemampua atau
potensial, actual dari individu anggota keluarga yang lain. Terdapat 5 unit berbeda yang
dapat dianalisis dalam karakteristik kekuasaan keluarga yaitu : kekuasaan pernikahan
(pasangan orang dewasa), kekuasaan orang tua, anak, saudara kandung dan kekerabatan.
Sedangkan pengambil keputusan adalah teknik interaksi yang digunakan anggota
keluarga dalam upaya mereka untuk memperoleh kendali dan bernegosiasi atau proses
pembuatan keputusan.
Lain halnya menurut menurut Padila (2012) dalam Yolanda (2017), struktur
keluargamenggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga
dimasyarakat. Ada beberapa strukturkeluarga yang ada di Indonesia diantaranya adalah :
a. Patrilineal
Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi,
dimana hubungan itu disusun melalui jalur ayah.
b. Matrilineal
Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi,
dimana hubungan itu disusun melalui jalur ibu.
c. Matriloka
Sepasang suami istri yang tinggal besama keluarga sedarah ibu.
d. Patrilokal
Sepasang suami istri yang tinggal besama keluarga sedarah ayah.
e. Keluarga kawin
Hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak
saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

2.2.5 Tugas keluarga dalam bidang kesehatan

22
Ada 5 pokok tugas keluarga dalam bidang kesehatan menurut Friedman (1998) dalam
Dion & Betan (2013) adalalah sebagai berikut:
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Keluarga perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahanperubahan yang dialami
anggota keluarga.Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak
langsung menjadi perhatian keluarga dan orang tua.Sejauh mana keluarga mengetahui
dan mengenal fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan
gejala, factor penyebab yang mempengaruhinya, serta persepsi keluarga terhadap
masalah.
b. Membuat keputusan tindakan yang tepat
Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat mengenai masalah kesehatan
yang dialaminya, perawat harus dapat mengkaji keadaan keluarga tersebut agar dapat
menfasilitasi keluarga dalam membuat keputusan.
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
Ketika memberiakn perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, keluarga harus
mengetahui hal-hal sebagai berikut :

1) Keadaan penyakitnya (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosis dan perawatannya).


2) Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.
3) Keberadaan fasilitas yang dibutuhkan untuk perawatan.
4) Sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang bertanggung jawab,
sumber keuangan dan financial, fasilitas fisik, psikososial).
5) Sikap keluarga terhadap yang sakit.

d. Mempertahankan atau mengusahakan suasana rumah yang sehat


Ketika memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat,
keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut :
1) Sumber-sumber yang dimilki oleh keluarga.
2) Keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan.
3) Pentingnya hiegine sanitasi.
4) Upaya pencegahan penyakit.
5) Sikap atau pandangan keluarga terhadap hiegine sanitasi.
6) Kekompakan antar anggota kelompok.
e. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat Ketika merujuk
anggota keluarga ke fasilitas kesehatan, keluarga harus

23
mengetahui hal-hal sebagai berikut :
1) Keberadaan fasilitas keluarga.
2) Keuntungan-keuntungan yang diperoleh oleh fasilitas kesehatan.
3) Pengalaman yang kurang baik terhadap petugas kesehatan.
4) Fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga.

2.2.6 Peran perawat keluarga


Ada tujuh peran perawat keluarga menurut Sudiharto (2012) dalam Yolanda (2017)
adalah sebagai berikut:
a. Sebagai pendidik
Perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga,
terutama untuk memandirikan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang memiliki
masalah kesehatan
b. Sebagai koordinator pelaksan pelayanan kesehatan
Perawat bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan yang
komprehensif.Pelayanan keperawatan yang bersinambungan diberikan untuk menghindari
kesenjangan antara keluarga dan unit pelayanan kesehatan.
c. Sebagai pelaksana pelayanan perawatan
Pelayanan keperawatan dapat diberikan kepada keluarga melalui kontak pertama
dengan anggota keluarga yang sakit yang memiliki masalah kesehatan.Dengan demikian,
anggota keluarga yang sakit dapat menjadi “entry point” bagi perawatan untuk
memberikan asuhan keperawatan keluarga secara komprehensif.
d. Sebagai supervisor pelayanan keperawatan
Perawat melakukan supervisi ataupun pembinaan terhadap melalui kunjungan rumah
secara teratur, baik terhadap keluarga berisiko tinggi maupun yang tidak.Kunjungan
rumah tersebut dapat direncanakan
terlebih dahulu atau secara mendadak, sehingga perawat mengetahui apakah keluarga
menerapkan asuhan yang diberikan oleh perawat.
e. Sebagai pembela (advokat)
Perawat berperan sebagai advokat keluarga untuk melindungi hak-hak keluarga
klien.Perawat diharapkan mampu mengetahui harapan serta memodifikasi system pada
perawatan yang diberikan untuk memenuhi hak dan kebutuhan keluarga.Pemahaman
yang baik oleh keluarga terhadap hak dan kewajiban mereka sebagai klien mempermudah
tugas perawat untuk memandirikan keluarga.
f. Sebagai fasilitator

24
Perawat dapat menjadi tempat bertanya individu, keluarga dan masyarakat untuk
memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi sehari-hari serta
dapat membantu jalan keluar dalam mengatasi masalah.
g. Sebagai peneliti
Perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat memahai masalahmasalah kesehatan
yang dialami oleh angota keluarga. Masalah kesehatan yang muncul didalam keluarga
biasanya terjadi menurut siklus atau budaya yang dipraktikkan keluarga. Peran perawat
keluarga dalam asuhan keperawatan berpusat pada keluarga sebagai unit fungsional
terkecil dan bertujuan memenuhi kebutuhan dasar manusia pada tingkat keluarga
sehingga tercapai kesehatan yang optimal untuk setiap anggota keluarga.Melalui asuhan
keperawatan keluarga, fungsi keluarga menjadi
optimal, setiap individu didalam keluarga tersebut memiliki karakter yang kuat, tidak
mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya negative sehingga memiliki kemampuan
berpikir yang cerdas.

2.2.7 Tahap perkembangan keluarga


a. Tahap I ( Keluarga dengan pasangan baru )
Pembentukan pasangan menandakan pemulaan suatu keluarga baru dengan
pergerakan dari membentuk keluarga asli sampai kehubungan intim yang baru.Tahap ini
juga disebut sebagai tahap pernikahan. Tugas perkembangan keluarga tahap I adalah
membentuk pernikahan yang memuaskan bagi satu sama lain, berhubungan secara
harmonis dengan jaringan kekerabatan, perencanaan keluarga
b. Tahap II (Childbearing family)
Mulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut samapi berusia 30 bulan.Transisi
ke masa menjadi orang tua adalah salah satu kunci menjadi siklus kehidupan keluarga.
Tugas perkembangan tahap II adalah membentuk keluarga muda sebagai suattu unit yang
stabil ( menggabungkan bayi yang baru kedalam keluarga), memperbaiki hubungan
setelah terjadinya konflik mengenai tugas perkembangan dan kebutuhan berbagai
keluarga, mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan, memperluas
hubungan dengan hubungan dengan keluarga besar dengan menambah peran menjadi
orang tua dan menjadi kakek/nenek
c. Tahap III (Keluarga dengan anak prasekolah)
Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama berusia 2½ tahun
dan diakhiri ketika anak berusia 5 tahun. Keluarga saat ini dapat terdiri dari tiga sampai
lima orang, dengan posisi pasangan suami-ayah, istri-ibu, putra-saudara lakilaki, dan
putri-saudara perempuan. Tugas perkembangan keluarga tahap III adalah memenuhi
kebutuhan anggota keluarga akan rumah, ruang, privasi dan keamanan yang memadai,
menyosialisasikan anak, mengintegrasi anak kecil sebagai anggota keluarga baru
sementara tetap memenuhi kebutuhan anak lain, mempertahankan hubungan yang sehat
didalam keluarga dan diluar keluarga
d. Tahap IV (Keluarga dengan anak sekolah)
25
Tahap ini dimulai ketika anak pertama memasuki sekolah dalam waktu penuh,
biasanya pada usia 5 tahun, dan diakhiri ketika ia mencapai pubertas, sekitar 13 tahun.
Keluarga biasanya mencapai jumlah anggota keluarga maksimal dan hubungan keluarga
pada tahap ini juga maksimal.Tugas perkembangan keluarga pada tahap IV adalah
menyosialisasikan anak- anak termasuk meningkatkan restasi, mempertahankan
hubungan pernikahan yang memuaskan
e. Tahap V (Keluarga dengan anak remaja)
Ketika anak pertama berusia 13 tahun, tahap kelima dari siklus atau perjalanan
kehidupan keluarga dimulai. Biasanya tahap ini berlangsung selama enam atau tujuh
tahun, walaupun dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih awal atau
lebih lama, jika anak tetap tinggal dirumah pada usia lebih dari 19 atau 20 tahun. Tujuan
utama pada keluarga pada tahap anak remaja adalah melonggarkan ikatan keluarga untuk
meberikan tanggung jawab dan kebebasan remaja yang lebih besar dalam mempersiapkan
diri menjadi seorang dewasa muda
f. Tahap VI ( keluarga melepaskan anak dewasa muda)
Permulaan fase kehidupan keluarga in ditandai dengan perginya anak pertama dari
rumah orang tua dan berakhir dengan “kosongnya rumah”, ketika anak terakhir juga telah
meninggalkan rumah. Tugas keluarga pada tahap ini adalah memperluas lingkaran
keluarga terhadap anak dewas muda, termasuk memasukkan anggota keluarga baru yang
berasal dari pernikahan anak-anaknya, melanjutkan untuk memperbarui dan
menyesuaikan kembali hubungan pernikahan, membantu orang tua suami dan istri yang
sudah menua dan sakit
g. Tahap VII (Orang tua paruh baya)
Merupakan tahap masa pertengahan bagi orang tua, dimulai ketika anak terakhir
meninggalkan rumah dan berakhir dengan pensiun atau kematian salah satu
pasangan.Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyediakan lingkungan
yang meningkatkan kesehatan, mempertahankan kepuasan dan hubungan yang bermakna
antara orangtua yang telah menua dan anak mereka, memperkuat hubungan pernikahan
h. Tahap VIII (Keluarga lansia dan pensiunan)
Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan pension salah satu atau kedua
pasangan, berlanjut sampai salah satu kehilangan pasangan dan berakhir dengan kematian
pasangan lain. Tujuan perkembangan tahap keluarga ini adalah mempertahanka penataan
kehidupan yang memuaskan (Yolanda, 2017).

BAB III

26
ASUHAN KEPERAWATAN MELANOMA MALIGNA

3.1 Pengkajian
 Anamneses
Dari anamnesa yang dilakukan, diharapkan diketahui informasi tentang
keluhan umum pasien, dan riwayat perjalanan keluhan umum tersebut. Perubahan
sifat dari nevus merupakan keluhan umum yang paling sering ditemukan pada pasien
dengan melanoma, dan hal ini merupakan peringatan awal melanoma. Perubahan
tersebut diantaranya peningkatan dalam hal diameter, tinggi atau batas yang asimetris
pada suatu lesi berpigmen memberikan data 80% pada pasien saat melanoma
ditegakkan.Dari perjalanan penyakit tersebut juga ditanyakan awal mulanya lesi pada
kulit tersebut muncul, dan kapan terjadi perubahan pada lesi tersebut. Tentang tanda
dan gejala melanoma, seperti adanya perdarahan, gatal, ulserasi dan nyeri pada lesi.
Pada anamnesa tersebut juga ditanyakan tentang adanya faktor-faktor resiko pada
pasien.,

 Pemeriksaan fisik
Yang perlu dilakukan saat pemeriksaan fisik ini yaitu memperhatikan lebih
detail dengan inspeksi, palpasi dan bila perlu inspeksi dengan bantuan kaca pembesar.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui ukuran, bentuk, warna dan tekstur dari nevus
tersangka dan mencari adanya perdarahan atau ulserasi. Pemeriksaan terhadap
kelenjar limfe yang berada dekat dengan lesi juga perlu dilakukan. Adanya
pembengkakan atau biasa disebut dengan limfadenopati menunjukkan kemungkinan
adanya penyebaran melanoma.

Pemeriksaan ditempat tubuh yang lain dapat dilakukan jika terdapat


kecurigaan atau untuk evaluasi dari pemeriksaan yang lalu pada individu dengan
faktor resiko. Di luar negeri, evaluasi terhadap seluruh tubuh sudah dilakukan, yaitu
dengan cara mendokumentasikan nevus-nevus yang ada di seluruh tubuh. Dengan
demikian, perubahan akan lebih cepat terdeteksi dengan membandingkannya dengan
dokumentasi terdahulu.

Pemeriksaan di tempat yang menjadi predileksi pada macam-macam bentuk


klinis melanoma juga perlu dilakukan. Misalnya pada melanoma superfisial dan

27
melanoma nodular yang biasanya berada di trunkus tubuh dan tungkai, sedangkan
melanoma maligna bentuk lentigo lebih banyak muncul di telapak tangan, telapak
kaki dan dibawah kuku.
 Aktivitas Istirahat
Tanda : Keterbatasan mobilisasi/kehilangan pada bagian yang terkena
(mungkin segera karena nyeri, pembengkakkan setelah tindakan aksisi dan
graft kulit).
  Sirkulasi
Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai rspon terhadap nyeri/ansietas),
takikardia (respon stress, hipovolemia), lesi cenderung sikuker dengan bagian
luar yang tidak teratur
 Neurosensori
Tanda : penurunan reflex tendon dalam pada cedera ekstermitas.
 Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri berat saat tindakan eksisi dan grafh kulit (mungin terlokasi pada
area lesi yang di eksisi local yang luas dan pada grafh kulit)
 Keamanan
Tanda : Lesi semakin menonjol, pendarahan lesi, perubahan local pada warna
nodul (biasanya relative licin serta berwarna biru hitam yang seragam, dapat
meningkat/berubah secara bertahap), serta nodul yang menebal, bersisik dan
berulselasi.
 Penyuluhan /Pembelajaran
Gejala : Lingkungan trauma, aktivitas perwatan dini dan tugas
pemeliharaan/perawatan rumah.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa yang mungkin timbul pada melanoma maligna adalah:
1. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan Keruskan
Permukaan Kulit Karena Destruksi Lapisan Kulit
2. Nyeri berhubungan dengan Kerusakan Jaringan Kulit
3. Resiko Tinggi Infeksi berhubungan dengan Kerusakan Perlindungan
Kulit
4. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan Krisis Situasi,
Kecacatan
5. Gangguan konsep diri atau harga diri rendah berhubungan dengan
pembentukan ulserasi atau tumor
6. Kurang pengetahuan tentang pengobatan dan penyakit
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya metastasis
3.3 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Intervensi Rasional

28
DX Keperawatan
1 Kerusakan integritas 1.Kaji kondisi kulit 1. Memberikan   data dasar
kulit b.d kerusakan 2.Berikan perawatan kulit dan control infeksi
permukaan kulit 3.Ganti perban jika pasca operasi 2. Menyiapkan jaringan
karena destruksi untuk  penanaman dan
lapisan kulit
menurunkan resiko infeksi
3. Mencegah terjadinya
infeksi
2 Nyeri b.d 1.Kaji tingkat nyeri 1. Menentukan derajat
Kerusakan Jaringan
2. Berikan teknik nafas dalam nyeri
Kulit
3. Berikan analgetik sesuai prosedur 2. Mengalihkan perhatian
agar dapat menghilangkan
nyeri
3.Mengurangi nyeri

3 Resiko Tinggi 1.Mencegah kontaminasi


Infeksi b.d 1.Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang silang
Kerusakan baik setelah kontak dengan pasien 2.Melihat keadaan umum
Perlindungan Kulit 2.Awasi tanda-tanda vital pasien
3.Jauhkan pasien dari hal-hal yang dapat 3.Menurunkan resiko
menyebabkan infeksi infeksi

4 Gangguan Citra 1. Berikan harapan dalam parameter situasi 1.Meningkatkan perilaku


Tubuh b.d Krisis
individu dan jangan memberikan keyakinan positif dan memberikan
Situasi, Kecacatan
yang salah kesempatan untuk
2. Beri penguatan positif terhadap kemajuan menyusun tujuan dan
3.Bersikap realistis dan positif selama rencana untuk masa depan
pengobatan berdasarkan realitas
2. Kata-kata penguatan
dapat mendukung
terjadinya perilaku koping
positif
3. Meningkatkan

29
kepercayaan dan
mengadakan hubungan
antara pasien dan perawat
5 Gangguan konsep Berikan dukungan emosi untuk pasien/orang pada masa ini pasien
diri atau harga diri
terdekat selama tes diasnostik dan fase membutuhkan dukungan
rendah
berhubungan pengobatan. atas efek dari penyakitnya
dengan
pembentukan
ulserasi atau
tumor.
Kurang Tinjau ulang dengan pasien/orang terdekat Memvaliadasi tinkat
pengetahuan
pemahaman diagnose khusus alternaif pemahaman saat
tentang
pengobatan dan pengobatan dan sifat harapan. ini,mengidentifikasikan
penyakit
kebutuhan belajar dan
memberikan dasar
pengetahuan dimana
pasien membuat keputusan
berdasarkan informasi
7 Intoleransi aktivitas Bantu atau dorong pola perawatan Meningkatkan kekuatan
berhubungan
diri/kebersihan(mandi,mencukur). otak dan sirkulasi
dengan adanya
metastasis

3.4 Implementasi
Pelaksanaan asuhan keperawatan ini merupakan realisasi dari rencana tindakan
keperawatan yang diberikan kepada klien.

3.5 Evaluasi

1. Memperlihatkan integritas kulit yang baik sesuai dengan perawatan.

2. Mengalami pengurangan rasa sakit dan gangguan rasa nyaman.kemerahan atau

30
pembengkakan.

a.       Menyatakan bahwa rasa sakit atau nyeri sudah berkurang dan menghilang.

b.      Memperlihatkan kesembuhan parut bekas pembedahan tanpa bekas.

3. Mencapai pengurangan kecemasan dan mampu menerima dirinya dengan penyakit


yang sedang diderita.

a. Mengekspresikan ketakutan dan khayalan.

b. Mengajukan pertanyaan mengenai kondisi medis.

c. Memohon pengulangan fakta-fakta tentang melanoma

d. Mengenali dukungan dan kenyamanan yang diberikan oleh anggota keluarga atau
orang lain yang signifikan.

4. Memperlihatkan pengertian terhadap cara-cara untuk mendeteksi melanoma.

a. Memperlihatkan cara pelaksanaan pemeriksaan kulit yang mandiri sebulan


setelahnya.

b. Menggunakan pengulangan kata-kata tanda bahaya melanoma berikut ini:


perubahan pada ukuran, warna, bentuk atau garis bentuk nevus, permukaan nevus
atau kulit di sekitar nevus.

c. Mengidentifikasi tindakan untuk melindungi diri dari pajanan sinar matahari.

5. Mampu melakukan aktivitas ringan untuk melatih tonus otot.

 BAB IV

PENUTUP

4.1      Kesimpulan

31
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat di ambil kesimpulan bahwa Melanoma maligna
adalah lesi berpigmen atau tidak yang tumbuh dengan cepat yang berasal dari jenis sel nevus
jenis dermoepidermal.

4.2     Saran

Dalam penatalaksanaannya, melanoma maligna harus benar-benar memperhatikan resiko


infeksi terutama pada saat melakukan pembedahan. Menghindari sinar ultraviolet untuk
beberapa saat sangat di anjurkan.

DAFTAR PUSTAKA

Elisabet Cormin. 2000. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

32
Price A Sylvina, Wilson M Lorraine. 2005. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Muttaqin arif, Kumala Sari. 2011.Asuhan keperawatan gangguan sistem integumen.

33

Anda mungkin juga menyukai