Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH HIRSCHSPRUNG

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH


FUNDAMENTAL PATHOPHYSIOLOGI OF DIGESTIVE SYSTEM

Oleh :
Kelompok 2

HARIS FADJAR SETIAWAN (125070218113056)

INNANI WILDANIA HUSNA (125070218113028)

NYOMAN ANNISA ABDULLAH (125070218113016)

RISSA DEVI PUTRI KARILIA (125070218113038)

TRIREZIKA DIANINGRUM (125070218113026)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015

1 | Page
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “HIRSCHSPRUNG” tepat
pada waktunya.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun penulis harapkan demi mencapai
kesempurnaan makalah berikutnya.

Sekian penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah


membantu. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Kediri, 26 April 2015

Penulis

DAFTAR ISI

2 | Page
Halaman sampul.......................................................................................................1

Kata pengantar..........................................................................................................2

Daftar isi....................................................................................................................3

A. Pendahuluan.....................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................4
1.3 Tujuan............................................................................................................5
B. Pembahasan......................................................................................................6
1.1 Definisi..........................................................................................................6
1.2 Epidemiologi ................................................................................................6
1.3 Etiologi..........................................................................................................6
1.4 Klasifikasi.....................................................................................................7
1.5 Faktor resiko ...............................................................................................8
1.6 Patofisiologi..................................................................................................9
1.7 Manifestasi klinis .........................................................................................10
1.8 Pemeriksaan diagnostik...............................................................................11
1.9 Komplikasi....................................................................................................11
1.10 Penatalaksanaan medis ........................................................................... 12
C. Penutup.............................................................................................................23
Kesimpulan.........................................................................................................23
D. Daftar pustaka ..................................................................................................24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan
gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal
dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit

3 | Page
hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada
semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus.

Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana


tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan
abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi
usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu
mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus
terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul
pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.

Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick


Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald
Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863.
Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun
1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang
dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus
defisiensi ganglion.

1.2 Rumusan masalah


1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang definisi hirschsprung
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi epidemiologi
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi etiologi
4. Mahasiswa mampu mengidentifikasi klasifikasi
5. Mahasiswa mampu menyebutkan faktor resiko
6. Mahasiswa mampu menerangkan patofisiologi
7. Mahasiswa mampu menyebutkan manifestasi klinis
8. Mahasiswa mampu menentukan pemeriksaan diagnostik
9. Mahasiswa mampu memilih penatalaksanaan medis

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang hirschsprung

4 | Page
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Definisi hirschsprung

Penyakit Hirschsprung juga disebut megakolon kongenital, biasanya


dimanifestasikan pada saat masih bayi dan disebabkan oleh tidak adanya sel
ganglion parasimpatik kongenital di dalam pleksus submukosul dan intramuskular
dari salah satu atau lebih segmen kolon.( Tambayong, 2000)

1.2 Epidemiologi

5 | Page
Di Amerika penyakit hirschsprung mempengaruhi sekitar 1 kasus per 5.400-7.200
bayi yang baru lahir setiap tahunnya. Sementara kejadian di seluruh dunia yang
tepat tidak diketahui, studi internasional telah melaporkan berkisar antara sekitar 1
kasus per 1.500-7.000 bayi yang baru lahir. Data dari RSUD Kota Semarang pada
Tahun 2013 sebanyak 5 kasus dan pada tahun 2014 menjadi 3 kasus. Data dari
RSUD Tugurejo Semarang pada Tahun 2013 1 kasus dan pada tahun 2014 pada
bulan januari sampai april terdapat 2 kasus (Wagner,2014)

1.3 Etiologi

Penyakit Hirschsprung terjadi pada satu dari 5.000 kelahiran

1. Penyakit ini disebabkan oleh kegagalan sel ganglion untuk bermigrasi


cephalocaudally melalui pial neural selama minggu empat sampai 12
kehamilan.
2. Menyebabkan tidak adanya sel ganglion di semua atau bagian dari usus
besar. Ukuran panjang yang bervariasi dari usus besar distal tidak mampu
rileks, menyebabkan obstruksi kolon fungsional sepanjang waktu. Segmen
aganglionik biasanya dimulai pada anus dan meluas ke proksimal.
3. Penyakit segmen pendek adalah yang paling umum dan terbatas pada
wilayah rectosigmoid kolon. Penyakit segmen panjang meluas melewati
daerah ini dan dapat mempengaruhi seluruh usus. Jarang, usus kecil dan
besar yang terlibat
4. Sebagian besar pasien datang pada masa bayi, dan awal diagnosis ini
penting untuk menghindari komplikasi. Dengan perawatan yang tepat,
kebanyakan pasien hidup dengan normal.

1.4 Klasifikasi

Dua kelompok besar, yaitu :

1. Tipe kolon spastik

Biasanya dipicu oleh makanan, menyebabkan konstipasi berkala (konstipasi

periodik) atau diare disertai nyeri. Kadang konstipasi silih berganti dengan diare.

Sering tampak lendir pada tinjanya. Nyeri bisa berupa serangan nyeri tumpul

6 | Page
atau kram, biasanya di perut sebelah bawah. Perut terasa kembung, mual, sakit

kepala, lemas, depresi, kecemasan dan sulit untuk berkonsentrasi. Buang air

besar sering meringankan gejala-gejalanya.

2. Tipe yang kedua menyebabkan diare tanpa rasa nyeri dan konstipasi yang

relatif tanpa rasa nyeri. Diare mulai secara tiba-tiba dan tidak dapat ditahan.

Yang khas adalah diare timbul segera setelah makan. Beberapa penderita

mengalami perut kembung dan konstipasi dengan disertai sedikit nyeri.

Berdasarkan lokasi

1.4 Faktor resiko

 Memiliki saudara dengan penyakit Hirschsprung, karena penyakit ini dapat


diwariskan, jika memiliki satu anak dengan Hirsprung kemungkinan anak
selanjutnya akan juga beresiko

 Laki-laki, penyakit Hirschsprung lebih sering terjaid pada laki-laki

 Memiliki kondisi riwayat terwaris lainnya, penyakit hirschsprung dikaitkan


dengan memiliki kondisi tertentu, seperti masalah jantung dan sindrom down.
Hal tersebut dikaitkan dengan neoplasia endokrin multipel, tipe IIB – sebuah
sindrom yang menyebabkan tumor jinak di selaput lendir dan kelenjar adrenal
( terletak di atas ginjal) dan kanker tiroid ( berada di atas leher).

7 | Page
1.5 PATOFISIOLOGI HISPRUNG Mukosa
Muskularis (Aorbach)

Terjadi
r Genetik (Familial kegagalanDefect)
Congenital Sel ganglion
sel neural pada masa di dinding
embrio dalam kolorektal
dinding usus tidak ada/mengalami penurunan jumlah
Submukosa (Meissner)
1.5 Patofisiologi
Asorbsi makanan
gah keluarnya tidak
feses adekuat
dari Ketidakadekuatan
dan terdaat penahanan
usus besar pada sfingter Saraf
motilitas
ani simpatis (N=Kontraksi)
usus
Berkurangnya
Mempengaruhi
pengiriman
saraf simpatis
sinyal dan
ke otak
parasimpatis yang mediator NO (Nitrogen

Sfingter ani mengalami kontraksi


Saraf Parasimpatik (N=Relaksasi)

dapat akumulasi yang berlebihan pada usus


HISPRUNG (MEGAKOLON)
Obstruksi mekanisme usus dan distensi saluran cerna

Empedu mengeluarkan cairan melaluiPenurunan Feses


cairan
spincter oddi banyak tertimbun dan lama berada di kolon
& elektrolit

Anoreksia
Cairan imbalance, sehingga asam basa juga tidakAbsorbsi
Obstruksi kolon air inadekuat (berlebihan)
distal
seimbang

Ketidakefektifan Nutrisi : < Keb. Tubuh Spingter oddi mengalami relaksasi akibat saraf nonandregenik

Muntah hijau, berwarna akibat dari warna empedu


Resiko asidosis metabolik Feses mengeras
Intake nutrisi tidak adekulat

Cairan empedu keluar ke duodenum Konstipasi


Gangguan pola nafas
Nutrisi ke otak menurun
Obstruksi kolon proksimal
Cairan empedu bercampur dg dalam usus duodenum
Nekrosi jaringan Mual, Muntah Gangguan Rasa Nyaman
Distensi Abdomen & Perut membesar
Hipoksia
Resiko
Penekanan akibat distensi & gangguan motilitas Infeksi
usus

Penurunan Kesadaran Perut bayi kembung dan malas konsumsi cairan sehingga m
Intervensi Pembedahan

Resiko Cidera Makanan dalam duodenum naik ke lambung


Merangsang reflek gag
Koping keluarga tidak efektif (Kecemasan Keluarga)
Nyeri Akut (Post-Operasi)
Lemas, lemah Dehidrasi

Fatigue Makanan naik ke esofagus Ketidakseimbangan8cairan


| P a g&eelektrolit
1.6 Manifestasi klinis

Gejala klinis yang menunjukan penyakit Hirschsprung umumnya muncul mulai saat
lahir dengan terlambatnya pengeluaran mekonium ( normal 48 jam setelah lahir).

Manifestasi pada bayi, terlihat abdomen besar, konstipasi, muntah. Gejala klinik
tergantung derajar aganglionosis atau pembesaran usus. Individu seringkali kurus,
anemil dan jarang defekasi. Sering sekali di sertai kelainan lain seperti sindrom
Down (Tambayong. 1999).

Beberapa manifestasi klinis klasik/ umum yang timbul pada penyakit hirschsprung
yaitu :

 Obstruksi usus pada neonatal, dalam waktu 24 jam/ beberapa minggu setelah
lahir bayi akan sakit. Seringkaliperut bayi buncit, tidak dapat mentolerir
makanan dan muntah berulangkali dengan karakteristik warna kuning atau
hijau (empedu). Demam, lesu dan tampak mengalami dehidrasi. ( sekita 75%
anak-anak dengan penyakit hirschsprung memiliki gejala distensi abdomen
dan 25% memiliki gejala muntah empedu).
 Perforasi usus pada neonatal, gejala termasuk distensi abdomen, susah
makan, muntah , lesu dan kurangnya buang air besar, kebanyakan perforasi
usus pada penyakit hirschsprung terjadi pada usia 2 bulan, dan sekitar 50%
anak dengan penyakit ini kehilangan sel-sel saraf setidaknya sedengah dari
usu besar.
 Diare Berdarah pada neonatal, anak dengan penyakit hirsprung beresiko
tinggi mengalami peradangan usus/ penyakit hirschsprung dengan
enterocolitis. Diare yang sering di sertai dengan darah dan distensi abdomen
dan demam. Karena diare pada bayi baru lahir umumnya jarang terjadi ,
sehingga diare berdarah pada bayi baru lahir meningkatkan kecurigaan
kemungkinan penyakit hirschsprung.
 Sebelit kronis, sembelit merupakan gejala yang fisiologis pada sebagian
anak, tetapi gejala sembelit yang tidak berubah setelah pengobatan harus di
curigai terutama jika terjadi pada beberapa bulan setelah lahir dan sembelit di
sertai dengan muntah, distensi abdomen atau pertumbuhan bayi yang buruk.
 Enterokilitis, pengenalan dini enterokolitis sangat penting untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas.

9 | Page
1.7 Pemeriksaan diagnostik
- Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat
penghisap and mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
- Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan
dibawah narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
- Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada
penyakit ini khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
- Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.
(Ngatsiyah, 1997 : 139)

- Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.

- Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.

- Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.

- Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan


eksterna.

(Betz, 2002 : 197).

1.8 Komplikasi
Komplikasi angka panjang:
- Enterocolitis
- Sembelit
- Obstruksi usus
- Inkontinensia
- Strictucess
- Kekurangan gizi
- Syok hipovolemik
- Kematian
(Prem,2008)
1.9 Penatalaksanaan medis

Umum

Manajemen bayi sampai saat operasi terdiri dari lavage kolon setiap hari untuk
mengosongkan usus. Larutan normal saline harus digunakan. Jika jumlah obstruksi
ada pada neonatus, kolostomi sementara atau ileostomy diperlukan untuk
dekompresi usus besar.

10 | P a g e
Intervensi Bedah

Pengobatan bedah melibatkan menarik segmen ganglionik yang normal melalui


anus. Namun, operasi korektif biasanya ditunda sampai bayi berusia setidaknya 10
bulan dan lebih mampu bertahan. Persiapan usus dengan memberikan antibiotik,
seperti neomycin atau nistatin, diperlukan sebelum operasi. Teknik bedah yang
digunakan didasarkan pada tiga prosedur korektif utama: Duhamel, tarik Soave, atau
Swenson melalui operasi.

Pembedahan hirschprung dilakukan dalam 3 tahap, yaitu :

1. Kolostomi loop atau double-barrel


Kolostomi merupakan tindakan operasi darurat untuk menghilangkan gejala
obstruksi usus, sambil menunggu dan memperbaiki keadaan umum penderita
sebelum operasi definitive. Berikan dukungan pada orang tua. Karena
kolostomi sementara sukar diterima. Orang tua harus belajar bagaimana
merawat anak dengan kolostomi, obsevasi apa yang perlu dilakukan,
bagaimana membersihkan stoma, dan bagaimana menggunakan kantong
kolostomi.
Pada kolostomi ini memungkinkan tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan
hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu 3-4 bulan)
Definisi
Suatu tindakan membuat lubang pada kolon tranversum kanan maupun kiri.
Merupakan kolonutaneustomi yang disebut juga anus prenaturalis yang
dibuat sementara atau menetap
Ruang Lingkup
Lesi/ kelainan sepanjang kolon sampai ke rektum. Dalam kaitan penegakan
diagnosis dan pengobatan lebih lanjut diperlukan beberapa disiplin ilmu yang
terkait: patologi anatomi dan radiologi
Indikasi operasi
 Trauma kolon dan sigmoid
 Diversi pada anus malformasi
 Diversi pada penyakit Hirschsprung
 Diversi untuk kelainan lain pada rekto sigmoid anal kanal

Kontra indikasi

Keadaan umum tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi

Diagnosis banding

11 | P a g e
 Karsinoma kolon dan rektum
 Inflamatory bawel disease
 Infeksi granulamator kolon dan rektum: TBC, amubana

Pemeriksaan Penunjang:

 Foto polos abdomen 3 posisi


 Colon inloop
 Colonoscopy
 USG abdomen

Teknik Operasi

Secara singkat teknik operasi kolostomi dapat dijelaskan sebagai


berikut. Setelah penderita diberi narkose denganendotracheal tube, penderita
dalam posisi terlentang. Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan
antiseptik, kemudian dipersempit dengan linen steril. Dibuat insisi tranversal
setinggi pertengahan antara arcus costa dan umbilikus kanan maupun kiri.
Dibuka lapis demi lapis sehingga peritoneum kemudian dilakukan identifikasi
kolon tranversum. Kemudian kolon dikeluarkan ke dinding abdomen dan
dilakukan penjahitan ”spur” 3–4 jahitan dengan benang sutera 3/0 sehingga
membentuk double loop. Kemudian usus dijahit ke peritonium fascia dan kulit
sehingga kedap air ( water tied ). Selanjutnya usus dibuka transversal dan
dijahit ke kulit kemudian tepi luka diberi vaselin.

Komplikasi operasi

 Perdarahan
 Infeksi
 Hernia parastoma
 Prolaps usus
 Retraksi

Mortalitas

Sesuai kasus yang mendasari

Perawatan Pasca Bedah

Pasca bedah penderita dirawat diruangan selama 7 – 10 hari,diobservasi


kemungkinan terjadinya komplikasi dini yang membahayakan jiwa penderita

12 | P a g e
seperti perdarahan. Diet diberikan setelah penderita sadar dan pasase usus
baik.

Follow-Up

 Evaluasi kelancaran stoma


 Evaluasi terjadinya komplikasi seperti iritasi kulit
2. Operasi Definitive
Intervensi bedah terdiri atas pengangkatan segmen usus aganglionik yang
mengalami osbtruksi. Pembedahan rektosimoidektomi dilakukan dengan
teknik pull-through dan dapat dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap
kedua, dan Tahap ketiga rektosigmoidoskopi didahului oleh suatu kolostomi.
Kolostomi ditutup dalam prosedur tahap kedua. Pull-
through (Swenson,renbein dan Duhamel) yaitu jenis pembedahan dengan
mereksesi segmen yang menyempit dan menarik usus sehat ke arah anus.
a. Operasi Swenson
Operasi Swenson dilakukan dengan teknik anastomosis intususepsi
ujung ke ujung usus aganglionik dan ganglionik melalui anus dan reseksi
serta anastomosis sepanjang garis bertitik-titik. Secara lebih spesifik
prosedur Duhamel dilakukan dilakukan dengan cara menaikan kolon
normal kearah bawah dan menganastomosiskannya dibelakang usus
aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubang aganglionik dan
bagian posterior kolon normal yang telah ditarik.

prosedur ini adalah prosedur pertama untuk operasi penyakit


Hirschsprung dengan metode “pull-through”. Tehnik ini diperkenalkan
pertama kali oleh Swenson dan Bill pada tahun 1948. Segmen yang
aganglionik direseksi dan puntung rektum ditinggalkan 2-4 cm dari garis
mukokutan kemudian dilakukan anastomosis langsung diluar rongga
peritoneal. Pada prosedur ini enterokolitis masih dapat terjadi sebagai
akibat spasme puntung rektum yang ditinggalkan. Untuk mengatasi hal ini
Swenson melakukan sfingterektomi parsial posterior. Prosedur ini disebut
prosedur Swenson I (Lee, 2003; Kartono , 2004; Teitelbaum, 2003 ).

Pada 1964 Swenson memperkenalkan prosedur Swenson II dimana


setelah dilakukan pemotongan segmen kolon yang aganglionik, puntung
rektum ditinggalkan 2 cm di bagian anterior dan 0,5 cm di bagian

13 | P a g e
posterior kemudian langsung dilakukan sfingterektomi parsial langsung.
Ternyata prosedur ini sama sekali tidak mengurangi spasme sfingter ani
dan tidak mengurangi komplikasi enterokolitis pasca bedah dan bahkan
pada prosedur Swenson II kebocoran anastomosis lebih tinggi dibanding
dengan prosedur Swenson I (Lee, 2003; Kartono , 2004; Teitelbaum,
2003 ).

b. Operasi Soave
operasi soave dilakukan dengan cara mukosa diangkat, bagian muscular
usus yang aganglionik ditinggalkan dan usus ganglionik didorong sampai
menggantung dari anus. Cara Duhamel dan Soave bagian distal rectum
tidak dikeluarkan sebab merupakan pase operasi yang sukar dikerjakan,
anastomosis koloanal dibuat secara tarik terobos (Pull through).

Pada prinsipnya tehnik ini adalah merupakan diseksi ekstramukosa


rektosigmoid yang mula-mula dipergunakan untuk operasi atresia ani
letak tinggi. Persiapan preoperasi yang harus dilakukan adalah irigasi
rektum, dilatasi anorektal manual serta pemberian antibiotik. ( Kartono,
2004 )

Tahun 1960 Soave melakukan pendekatan abdominoperineal, dengan


membuang lapisan mukosa rektosigmoid. Posisi pasien terlentang
dengan fleksi pelvis 30 derajat, irisan kulit abdomen pararektal kiri
melewati lubang kolostomi dan dipasang kateter ( Kartono, 2004 )

Dinding abdomen dibuka perlapis sampai mencapai peritonium


kemudian dilakukan preparasi kolon kiri. Kolon distal dimobilisasi dan
direseksi 4 cm diatas refleksi peritoneum. Dibuat jahitan traksi pada kolon
distal yang telah direseksi kemudian mukosa dipisahkan dari muskularis
kearah distal. Lapisan otot secara tumpul didorong kedistal hingga 1-2 cm
diatas linea dentata. Lewat anus dibuat insisi melingkar 1 cm diatas linea
dentata. Kolon yang berganglion kemudian ditarik kedistal melewati
cerobong endorektal. Sisa kolon yang diprolapskan lewat anus dipotong
setelah 21 hari. ( Kartono, 2004 ).

c. Operatis Duhamel
14 | P a g e
Prosedur ini diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi prosedur
Swenson oleh karena pada metode Swenson dapat terjadi kerusakan
nervi erigentes yang memberi persarafan pada viscera daerah pelvis.
Duhamel melakukan diseksi retrorektal untuk menghindari kerusakan
tersebut dengan cara melakukan penarikan kolon proksimal yang
ganglionik melalui bagian posterior rektum. Penderita ditidurkan dalam
posisi litotomi, dipasang kateter sehingga vesika urinaria kosong dengan
maksud agar visualisasi rongga abdomen lebih jelas. Irisan kulit abdomen
dilakukan secara paramedian atau transversal. Arteria hemorrhoidalis
superior dipotong diikuti pemotongan mesorektum dan rektum. Kolon
proksimal dimobilisir sehingga panjang kolon akan mencapai anus.
Perhatian khusus ditujukan pada viabilitas pembuluh darah dan kolon
proksimal dengan cara menghindari regangan yang berlebihan. Setelah
segmen kolon yang aganglionik direseksi, puntung rektum dipotong
sekitar 2-3 cm diatas dasar refleksi peritonium dan ditutup dengan jahitan
dua lapis. Rongga retrorektal dibuka sehingga seluruh permukaan
dinding belakang rektum dibebaskan. (Holschneider, 2005; Langer,
2005).

Pada dinding belakang rektum 0,5 cm dari linea dentata dibuat sayatan
endoanal setengah lingkaran dan dari lobang sayatan ini segmen kolon
proksimal yang berganglion ditarik ke distal keluar melewati lubang anus
dan dibiarkan bebas menggelantung kemudian dilakukan anastomosis
“end to side” setinggi sfingter ani internus. Anastomosis dilakukan dengan
pemasangan 2 buah klem Kocher dimana dalam jangka waktu 6-8 hari
anastomosis telah terjadi. Stenosis dapat terjadi akibat pemotongan
septum yang tidak sempurna (Holschneider, 2005; Langer, 2005).

d. Prosedur Boley.

Prosedur Boley sangat mirip dengan prosedur Soave akan tetapi


anastomosis dilakukan secara langsung tanpa memprolapskan kolon
terlebih dulu ( Kartono, 2004 ).

e. Prosedur Rehbein.

15 | P a g e
Setelah dilakukan reseksi segmen yang aganglionik kemudian dilakukan
anastomosis “end to end” antara kolon yang berganglion dengan sisa
rektum, yang dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Tehnik ini sering
menimbulkan obstipasi akibat sisa rektum yang aganglionik masih
panjang (Rehbein, 1966; Holschneider dan Ure, 2005).

f. Prosedur miomektomi anorektal.

Pada pasien-pasien dengan penyakit Hirschsprung segmen ultra pendek,


pengangkatan satu strip otot pada linea mediana dinding posterior rektum
dapat dilakukan dan prosedur ini disebut miomektomi anorektal, dimana
dengan lebar 1 cm satu strip dinding rektum ekstramukosa diangkat,
mulai dari proksimal linea dentata sampai daerah yang berganglion
( Teitelbaum at al, 2003 ).

g. Prosedur Transanal Endorectal Pull-Through.

Tehnik ini dilakukan dengan pendekatan lewat anus. Setelah dilakukan


dilatasi anus dan pembersihan rongga anorektal dengan povidon-iodine,
mukosa rektum diinsisi melingkar 1 sampai 1,5 cm diatas linea dentata.
Dengan diseksi tumpul rongga submukosa yang terjadi diperluas hingga
6 sampai 7 cm kearah proksimal. Mukosa yang telah terlepas dari
muskularis ditarik ke distal sampai melewati anus sehingga terbentuk
cerobong otot rektum tanpa mukosa (Tore, 2000 ).

Keuntungan prosedur ini antara lain lama pemondokan dan operasi


lebih singkat, waktu operasi lebih singkat, perdarahan minimal, feeding
dapat diberikan lebih awal, biaya lebih rendah, skar abdomen tidak ada.
Akan tetapi masih didapatkan komplikasi enterokolitis, konsipasi dan
striktur anastomosis.

h. Posterior Sagital Neurektomi Repair for Hirschsprung Disease

Teknik ini diperkenalkan oleh Rochadi, 2005. Rincian teknik operasi


adalah sebagai berikut:

16 | P a g e
Pesiapan preoperasi :

Pemeriksaan fisik yang teliti, penilaian keadaan umum penderita,


adanya kelainan bawaan yang lain, pemeriksaan laboratorium rutin,
albumin dan pemeriksaan rontgen dievaluasi secara cermat untuk
menentukan ada tidaknya kontraindikasi pembedahan dan pembiusan.
Bila ada dehidrasi, sepsis, gangguan eletrolit, enterokolitis, anemia atau
gangguan asam basa tubuh semuanya harus dikoreksi terlebih dahulu.
Pencucian rektum dilakukan dengan cara pemasangan pipa rektum dan
kemudian dimasukkan air hangat 10 ml/kg berat badan. Informed consent
dilakukan kepada keluarga meliputi cara operasi, perkiraan lama operasi,
lama perawatan, komplikasi-komplikasi,cara-cara penanganan apabila
terjadi komplikasi dan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang mungkin
terjadi (Rochadi, 2007).

Jalannya operasi :

Setelah dilakukan pembiusan, kemudian dipasang pipa lambung dan


kateter. Dipasang infus pada tangan dengan menggunakan abbocath
yang sesuai dengan umur penderita. Tehnik ini dilakukan dengan posisi
pasien tertelungkup Rochadi, 2007).

Setelah dilakukan desinfeksi pada daerah anogluteal kemudian daerah


operasi ditutup doek steril. Irisan pertama dimulai dengan irisan kulit
intergluteal dilanjutkan membuka lapisan-lapisan otot yang
menyusun “muscle complex” secara tumpul dan tajam sehingga terlihat
dinding rektum. Lapisan otot dinding rektum dibuka memanjang sampai
terlihat lapisan mukosa menyembul dari irisan operasi. Identifikasi daerah
setinggi linea dentata dilakukan dengan cara memasukkan jari telunjuk
tangan kiri ke anus. Panjang irisan adalah 1 cm proksimal linea dentata
sampai zone transisi yang ditandai dengan adanya perubahan diameter
dinding rektum. Agar supaya tidak melukai mukosa rektum maka setelah
mukosa menyembul, muskularis dinding rektum dipisahkan dari mukosa
dengan cara tumpul sehingga lapisan muskularis benar-benar telah
terpisah dari mukosa. Strip muskularis dinding rektum dengan lebar 0,5

17 | P a g e
cm dilepaskan dari mukosa sepanjang zone spastik sampai zone transisi.
Material ini dikirim ke bagian Patologi Anatomi untuk pemeriksaan
pewarnaan hematoksilin-eosin guna identifikasi sel ganglion Auerbach
dan Meissner (Rochadi, 2007).

Lapisan-lapisan otot muscle complex ditutup kembali seperti semula


dengan benang Vicryl 3/0 diikuti lapisan subkutis dengan benang plain
cat-gut 2/0 dan lapisan kulit dijahit intra kutan dengan benang Vicryl 3/0.
Dipasang pipa rektum untuk mencegah terjadinya infeksi pada irisan
operasi (Rochadi, 2007).

Tehnik Posterior Sagittal Repair for Hirschsprung’s Disease ini dilakukan


satu tahap, tanpa kolostomi dan tanpa pull –through (Rochadi, 2007).

Perawatan pasca operasi :

Penderita dirawat langsung dibangsal perawatan, kecuali apabila ada


indikasi dirawat terlebih dahulu di Intensive Care Unit (ICU) untuk
pengamatan pasca operasi yang ketat. Pipa lambung dilepas apabila
fungsi gastrointestinal telah kembali normal dan kateter dilepas pada hari
kedua perawatan. Antibiotik diberikan sampai 2 hari pasca operasi.
Pengawasan yang teliti pada daerah perineum untuk mencegah
terjadinya infeksi dengan melihat ada tidaknya eritema atau selulitis.
Untuk mencegah ekskoriasis diberikan salf zinc dan tiap hari kasa
betadin diganti untuk menutup irisan operasi. Apabila tidak ada
komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari ke empat pasca
operasi. Dilatasi anorektal dimulai pada hari ke tujuh pasca operasi
dengan menggunakan busi hegar nomer enam, mula-mula dikerjakan di
poliklinik dan kemudian dilanjutkan dirumah. Tindakan ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya striktur. Apabila terjadi enterokolitis maka diperlukan
tindakan pencucian rektum, pemberian antibiotik dan suspensi kaolin-
pektin (Rochadi, 2007).

3. Penutupan kolostomi

18 | P a g e
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi
seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.

Suatu tindakan pembedahan yang dilakukan untuk menutup colostomi atau


ileostomi

Ruang lingkup

 Usus halus
 Kolon

Indikasi operasi

Penderita dengan colostomy/ileostomi yang telah memungkinkan untuk di


tutup.

Kontra indikasi operasi

 Umum
 Khusus (tidak ada)

Pemeriksaan penunjang

Toopagrafi untuk evaluasi bagian proksimal dan distal dari stomp

Tekhnik Operasi

Sebelum dilakukan operasi penderita harus disiapkan dulu untuk menjalani


operasi penutupan stoma, yaitu dengan mengatur diet yang rendah residu
dan antibiotik oral dan usus harus dibuat sekosong atau sebersih mungkin
sebelum operasi. Selama 24 jam sebelum operasi harus dilakukan irigasi
pada kedua arah stoma.

 Penderita dalam posisi terlentang


 Dapat dilakukan spinal atau general anesthesia

Penutupan dimulai dengan membuat incisi circumferential disekeliling stoma,


termasuk sebagian kecil dari kulit. Incisi circumferential diperdalam hingga
menembus peritoneum dan colon/intestine dan omentum disekitarnya dapat
dipisahkan dari dinding abdomen. Kemudian stoma ditarik keluar melalui
incisi tadi dan bagian serosanya harus tampak jelas seluruhnya.Hal ini

19 | P a g e
memerlukan reseksi omentum dan jaringan ikat serta lemak disekeliling
serosa tadi. Setelah hal ini dapat dilakukan maka penutupan stoma dapat
segera dilakukan. Penutupan stoma yang sudah disiapkan tadi dapat
dilakukan dengan :

linier stapling device

 Hand suture closure

 end to end anastomosis

Komplikasi operasi

 Perdarahan
 Kebocoran anastomosis atau stenosis

Perawatan Pasca Bedah

Cairan parenteral dan antibiotik diberikan untuk beberapa hari, kemudian


dilanjutkan dengan diet cair untuk beberapa hari. Kemudian diikuti dengan
diet rendah residu. Diet reguler/biasa dapat dilakukan jika fungsi usus telah
baik.

Follow – Up

Sesuai dengan penyakit yang mendasari dilakukan kolostomi ileostomi

Rujukan

Merujuk pasien ke dokter bedah untuk perawatan

Pendidikan pasien dan keluarga

- Ajarkan orang tua untuk mengetahui dan mengenali tanda kehilangan cairan
dan dehidrasi dan enterocolitis
- Sebelum dilakukan pembedahan, latih orang tua untuk melakukan lavage
kolon dengan normal saline untuk mengosongkaln kolon paling sedikit sekali
sehari, biasanya terjadi enema dan pemberian laxative tidak membersihkan
dengan adekuat.

20 | P a g e
- Setelah dilakukan pembedaahan, latih orang tua untuk tidak memberikan
makanan karena akan meningkatkan jumlah feses. Tenangkan orang tua
yang anak mereka mengharapkan dapat mengontrol spincter dan dapat
makan dengan normal, namun diperingatkan untuk melakukan pengawasan
penuh beberapa tahun untuk pemulihan dan konstipasi kemungkinan dapat
timbul.
- Karena anak dengan Hisprung membutuhkan tindakan pembedahan dan
hospitalisasi dari kecil, orang tua memiliki kesulitan dalam menetapkan ikatan
emosi dengan anak. Untuk menciptakan ikatan, anjurkan orang tua untuk
berpartisipasi dalam segala perawatan anak sesering mungkin.
- Anak dilakukan follow up 1 hingga 2 minggu setelah pembedahan

Penatalaksanaan Konservatif

Tindakan konservatif adalah tindakan darurat untuk menghilangkan tanda-


tanda obstruksi rendah dengan jalan memasang anal tube dengan atau tanpa
disertai pembilasan air garam hangat secara teratur. Air tidak boleh digunakan
karena bahaya absorpsi air mengarah pada intoksikasi air, hal ini disebabkan
karena difusi cepat dari usus yang mengalami dialatasi air ke dalam sirkulasi
(Sacharin,1986). Penatalaksanaan dari gejala obstipasi dan mencegah
enterokolitis dapat dilakukan dengan bilas kolon mengunakan garam faal.
Cara ini efektif dilakukan pada Hisrchsprung tipe segmen pendek-untuk
tujuan yang sama juga dapat dilakukan dengan tindakan kolostomi didaerah
ganglioner.

21 | P a g e
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik


masalah fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan
perkembangan anak dengan penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang
air besar. Orang tua yang mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar
dengan cara yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi bayi/anak.
Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus difahami dengan
benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya
tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien,
keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi
kemungkinan yang terjadi.

22 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC

Judith, A. Schilling. 2002. Disease Management for Nurse Practioners. USA :


Springhouse Corporation

Abdur-Rahman LO, Cameron B. 2010. Hirschsprung’s Disease In Africa In The 21


Century. Surgery in Africa

Madara, Bernadette., et al.2008.Obstetric and Pediatric Pathophysiology.Canada:


Jones and Bartlett Publishers

Lefkowitz, Mark., et al.2010.Atlas of Pathophysiology.3rd Edition.California: Lippincott


Williams & Wilkins

Behrman, Kliegman & Arvin, Nelson. 1996. Nelson Textbook og pediatrics. 15/E.
Philadelphia : Suanders Company

Tambayong, Jan. 1999. Patofisiologi Keperawatan. Jakarta : buku kedokteran EGC

Holly L Neville ( 2014). Pediatric Hirschsprung Disease Clinical Presentation.


Medscape [Online]. Tersedia : http://emedicine.medscape.com/article/929733-
clinical#a0216 . [26 April 2015].

Mayo Clinic Staff (2013). Disease and Coditions : Hirschsprung’s disease. Mayo
Clinic [online]. Tersedia : http://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/hirschsprungs-disease/basics/risk-factors/con-20027602 . [24 April 2015].

St.Louis Hospital (2014). Hirschsprung Disease. Children’s Hospital – ST. Louis


[ online]. Tersedia: http://www.stlouischildrens.org/diseases-conditions/hirschsprung-
disease . [ 26 April 2015].

Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi
ke-3. Jakarta : EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

23 | P a g e
Wagner,Justin P.2014. Hirschprung Disease.
http://emedicine.medscape.com/article/178493-overview#a0199. Di akses tanggal
27 april 2015

M Sacharin, Rosa. 1986. Prinsip Keperawatan Pediatrik., Jakarta: EGC

Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta: Sagung Seto

Holschneider A. and Ure B. M, 2005. Hirschprung’s Disease in Pediatric Surgery. 4th


Ed. Elsevier Saunders Philadelpia, Pensylvania

Lee, Steven L. 2005. Hirschprung Disease.


Availableat:http://emedicine.medscape.com/article/178493-overview.

Holschneider,Alexander M., Puri, Prem.2008. “Hiscprung’s disease and allied


disorders”.3rd ed. New York: Springer Berlin Heidleber

24 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai