Anda di halaman 1dari 14

ADAT ISTIADAT KALIMANTAN SELATAN

Tarian tradisional

Secara garis besar seni tari dari Kalimantan Selatan adalah dari adat budaya etnis Banjar dan
etnis Dayak. Tari Banjar berkembang sejak masa Kesultanan Banjar dan dipengaruhi oleh
budaya Jawa dan Melayu, misalnya Tari Japin dan Tari Baksa Kembang

Rumah Adat
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Rumah Banjar
Rumat adat Kalimantan Selatan adalah Rumah Banjar dengan ikon utamanya adalah Bubungan
Tinggi.

Makanan dan Minuman


Setiap kawasan di Kalimantan Selatan, memiliki makanan sebagai ciri-ciri khas daerah, seperti
daerah Hulu Sungai Selatan dengan dodol dan ketupat khas kandangan-nya, Barabaidengan
apam dan kacang jaruk, Amuntai dengan kuliner dari daging itik, Martapura dengan kelepon
buntut, dan Binuang dengan olahan pisang sale yang disebut rimpi, Soto Banjar, Sate Itik, Nasi
Kuning, dan lain-lain.
Seni dan Budaya

Gedung Sultan Suriansyah tempat pementasan budaya Kal-Sel.

Seni Karawitan
 Sensapi (kecapi Dayak Deah)
 Gamelan Banjar
 Musik Panting (suku Banjar)
 Musik Kangkurung/Kukurung/kengkulung (suku Dayak Bukit)
 Musik Bumbung
 Musik Kintung
 Musik Kangkanong
 Musik Salung
 Musik Suling
 Musik Bamban
 Musik Masukkiri (suku Bugis)
Teater tradisional dan wayang

 Mamanda (teater tradisional suku Banjar)


 Lamut (suku Banjar)
 Madihin (suku Banjar)
 Wayang Kulit Banjar (suku Banjar)
 Wayang Gung (wayang orang suku Banjar)
 Balian(suku Dayak Bukit)
Tarian
Tarian suku Banjar
 Baksa Kambang
 Radap Rahayu
 Kuda Gepang
 Tarian suku Banjar lainnya
Tarian suku Dayak Bukit

 Tari Tandik Balian
 Tari Babangsai (tarian ritual, penari wanita)
 Tari Kanjar (tarian ritual, penari pria)
Lagu
Lagu Daerah suku Banjar antara lain:
 Ampar-ampar Pisang
 Sapu Tangan Babuncu Ampat
 Paris Barantai
 Lagu daerah Banjar lainnya
Rumah Adat
 Rumah Adat Suku Banjar disebut Rumah Bubungan Tinggi
 Rumah Adat Suku Dayak Bukit disebut Balai
Pakaian Adat
Lihat pula: Busana Pengantin Banjar

Busana Pengantin Suku Banjar di Kalimantan Selatan.


Pakaian Pengantin Suku Banjar
 Pengantin Bagajah Gamuling Baular Lulut
 Pengantin Baamar Galung Pancar Matahari
 Pengantin Babaju Kun Galung Pacinan
 Pangantin Babaju Kubaya Panjang
Pakaian Pemuda-pemudi
 Pakaian Nanang
 Galuh Banjar
Gedung dan Bangunan

Gedung Polda

Tempat Ibadah
Islam

Masjid Raya Sabilal Muhtadin di Kota Banjarmasin

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Daftar masjid di Kalimantan Selatan


 Masjid Raya Sabilal Muhtadin, Kota Banjarmasin
 Masjid Jami Banjarmasin, Kota Banjarmasin
 Masjid Jami Tuhfaturroghibin, Alalak, Kota Banjarmasin
 Masjid Muhammadiyah Kelayan, Kota Banjarmasin
 Masjid Jami Tuhfaturroghibin, Alalak, Kota Banjarmasin
 Masjid Agung Al-Karomah, Martapura, Kabupaten Banjar
 Masjid Ba'angkat, Simpur, Kabupaten Hulu Sungai Selatan
 Masjid Jami Sungai Banar, Amuntai, Hulu Sungai Utara
 Masjid Keramat Banua Halat, Kabupaten Tapin
 Masjid Pusaka Tabalong, Banua Lawas, Kabupaten Tabalong
Kristen Protestan
 Gereja Eppata GKE Banjarmasin
 Gereja Eben Ezer GKE Banjarmasin
Kristen Katolik
 Gereja Katedral Keluarga Kudus Banjarmasin
 Gereja Katolik Bunda Maria Banjarbaru
 Gereja Katolik St Yohanes Pemandi Landasan Ulin
 Gereja Katolik Hati Kudus Yesus Veteran
 Gereja Katolik Santa Perawan Maria Kelayan
 Gereja Katolik St. Theresia Pelaihari
 Gereja Katolik Stella Maris Sungai Danau
 Gereja Katolik St. Vincentius a Paulo Batulicin
 Gereja Katolik St. Yusuf Kotabaru
 Gereja Katolik Ave Maria Tanjung
Hindu
 Pura Jagatnata Banjarmasin
Budha
 Vihara Dhammasoka Banjarmasin
Konghucu
 Kelentheng Tua Pek Kong Banjarmasin

Rumah Sakit
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Daftar rumah sakit di Kalimantan Selatan
Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Rumah Sakit Sari Mulya

Hotel
 Hotel Banjarmasin Indonesia
 Swiss-Belhotel Borneo Banjarmasin
 Novotel Banjarmasin
BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT SUKU BANJAR
A.    ETNOGRAFI BANJAR
1.      Kondisi Geografis
Kota Banjarmasin terletak pada 3°15' sampai 3°22' Lintang Selatan dan 114°32' Bujur
Timur atau 114 19’’ 33’’ BT-116 33’ 28 BT dan 1 21’ 49’’ LS 1 10’’ 14’’ LS, dengan luas
wilayah 37.377,53 km2 atau hanya 6,98 persen dari luas pulau Kalimantan.
Kalimantan Selatan secara geografi terletak di sebelah selatan pulau Kalimantan dengan
luas wilayah 37.530,52 km2 atau 3.753.052 ha. Sampai dengan tahun 2004 membawahi
kabupaten/kota sebanyak 11 kabupaten/kota dan pada tahun 2005 menjadi 13 kabupaten/kota
sebagai akibat dari adanya pemekaran wilayah kabupaten Hulu Sungai Utara dengan Kabupaten
Balangan dan Kabupaten Kotabaru dengan Kabupaten Tanah Bumbu.
Kota Banjarmasin beriklim tropis dimana angin muson barat bertiup dari Benua Asia
melewati Samudera Hindia menimbulkan musim hujan, sedangkan angin dari Benua Australia
adalah angin kering yang berakibat adanya musim kemarau.

B.     KEPRIBADIAN BANJAR
Urang Banjar mengembangkan sistem budaya, sistem sosial dan material budaya yang
berkaitan dengan religi, melalui berbagai proses adaptasi, akulturasi dan assimilasi. Sehingga
nampak terjadinya pembauran dalam aspek-aspek budaya. Meskipun demikian pandangan atau
pengaruh Islam lebih dominan dalam kehidupan budaya Banjar, hampir identik dengan Islam,
terutama sekali dengan pandangan yang berkaitan dengan ke Tuhanan (Tauhid), meskipun dalam
kehidupan sehari-hari masih ada unsur budaya asal, Hindu dan Budha.

C.    SEJARAH SUKU BANJAR


Suku bangsa Banjar ialah penduduk asli yang mendiami sebagian besar wilayah Propinsi
Kalimantan Selatan. Mereka itu diduga memiliki kesamaan dengan penduduk pulau Sumatera
atau daerah sekitarnya, yang membangun tanah air baru di kawasan ini sekitar lebih dari seribu
tahun yang lalu.
Suku Banjar berasal dari orang Melayu Sumatera, Kalimantan dan Jawa yang datang ke
Kalimantan Selatan untuk berdagang. Adat, bahasa dan kepercayaan mereka adalah akibat
pengaruh berabad-abad dari orang Dayak, Melayu dan Jawa. Ada juga orang Dayak yang
menjadi orang Banjar karena memeluk agama Islam. Orang Banjar dapat dibagi dua dari segi
dialek bahasa, yaitu Banjar Hulu dan Banjar Kuala. Suku Banjar terdapat di propinsi Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Tengah, Sumatera dan Malaysia (Perak, Selangor dan Johor). Mereka
juga terkenal dengan julukan masyarakat air (‘the weter people’) karena adanya pasar terapung,
tempat perdagangan hasil bumi dan kebutuhan hidup sehari-hari di sungai-sungai kota
Banjarmasin, ibukota Propinsi Kalimantan Selatan.

D.    SUB SUKU BANJAR


Suku Banjar yang semula terbentuk sebagai entitas politik terbagi 3 grup (kelompok besar)
berdasarkan teritorialnya dan unsur pembentuk suku berdasarkan persfektif kultural dan genetis
yang menggambarkan percampuran penduduk pendatang dengan penduduk asli Dayak, berikut
pembagian sub suku banjar :
1.      Grup Banjar Pahuluan adalah campuran orang Melayu-Hindu dan orang Dayak Meratus yang
berbahasa Melayu (unsur Dayak Meratus/Bukit sebagai ciri kelompok)
2.      Grup Banjar Batang Banyu adalah campuran orang Pahuluan, orang Melayu-Hindu/Buddha,
orang Keling-Gujarat, orang Dayak Maanyan, orang Dayak Lawangan, orang Dayak Bukit dan
orang Jawa-Hindu Majapahit (unsur Dayak Maanyan sebagai ciri kelompok)
3.      Grup Banjar Kuala adalah campuran orang Kuin, orang Batang Banyu, orang Dayak Ngaju
(Berangas, Bakumpai), orang Kampung Melayu, orang Kampung Bugis-Makassar, orang
Kampung Jawa, orang Kampung Arab, dan sebagian orangCina Parit yang masuk Islam (unsur
Dayak Ngaju sebagai ciri kelompok). Proses amalgamasi masih berjalan hingga sekarang di
dalam grup Banjar Kuala yang tinggal di kawasan Banjar Kuala - kawasan yang dalam
perkembangannya menuju sebuah kota metropolitan yang menyatu (Banjar Bakula).

E.     BAHASA
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, bahasa banjar adalah bahasa daerah kalimantan
selatan yang dipergunakan oleh suku banjar. Beberapa kata-kata dalam bahasa banjar untuk kata
ganti orang berdasarkan tingkatannya:
1.      Halus
Ulun                                  : Saya
Piyan / Dika                      : Kamu
2.      Netral / Sepadan
Aku, diyaku                      : Aku
Ikam, Kawu                      : Kamu
3.      Agak Kasar
Unda / Sorang                   : Aku
Nyawa                               : Kamu
F.     MAKANAN
Dalam pembuatan makanan diperlukan sistem teknologi yang digunakan untuk membuat
makanan tersebut mempunyai nilai lebih. Bagaimana cara mengolah, memasak dan
menyajikannya juga harus diperhatikan, palagi penggunaan bumbu-bumbunya. Salah satu hasil
makanan orang Banjar yang terkenal adalah SOTO BANJAR yang telah tuurun temurun
menggunakan resep warisan leluhur mereka.

G.    BUDAYA BANJAR SAAT INI DI TENGAH GLOBALISASI


Dampak yang paling mengkhawatirkan dari arus globalisasi adalah terhadap agama dan
tatanan nilai lainnya dalam masyarakat Banjar. Kehidupan agama pada zaman ini mau tidak mau
memang akan terus ditantang. Dunia di luar dia adalah dunia persaingan. Karena itu, orang
mencari perlindungan pada agama dan kedamaian pada agama.
Tetapi ironisnya, orang sering menjauhkan diri dari upacara-upacara yang dirasakan
membosankan dan terlalu lama. Dalam sikap beragama orang ingin cenderung serba cepat,
efisien, dan efektif, tetapi menyentuh pribadi. Di tengah kencangnya arus globalisasi terdapat
juga upaya untuk membentuk kelompok kecil dengan basis identitas primordial. Orang merasa
lebih dekat pada rasa kesukuan, keagamaan, atau kebudayaan tertentu. Orang mengelompokkan
diri berdasarkan kesamaan darah (kesukuan) dan sejarah. Semangat membesar-besarkan
kebudayaan sendiri menguat dalam kelompok ini. Mereka merasa kebudayaannya superior, lebih
baik dan lebih unggul, sementara kebudayaan bangsa lain diabaikan dan diremehkan. Tidak ada
lagi penghargaan terhadap kelompok lain. Tidak ada solidaritas antar kelompok yang berbeda.
Semangat tersebut, gilirannya, menyulut orang-orang melakukan kekerasan, berperang atas nama
suku maupun agama.

H.    BUDAYA BANJAR
1.      MADIHIN
Madihin berasal dari kata madah dalam bahasa arab artinya nasihahat. Madihin dapat
diartikan sebagai sejenis puisi lama dalam sastra Indonesia, karena ia nenyanyikan syair-syair
yang berasal dari kata akhir persamaan bunyi atau sebagai kalimat puji-pujian ( bahasa arab)
karena bisa dilihat dari kalimat dalam madihin yang kadang kala berupa puji-pujian. Menurut
(2006) mendifinisikan madihin yaitu puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau
dituliskan dalam bahasa Banjar. Penyampaian syair-syair yang dibacakan oleh seniman madihin
yang disebut Pamadihin.
Pamadihinan termasuk profesi yang lekat dengan dunia mistik, karena para pengemban
profesinya harus melengkapi dirinya dengan tunjangan kekuatan supranatural yang disebut
Pulung. Pulung ini konon diberikan oleh seorang tokoh gaib yang tidak kasat mata yang mereka
sapa dengan sebutan hormat Datu Madihin. Datu Madihin yang menjadi sumber asal-usul Pulung
diyakini sebagai seorang tokoh mistis yang bersemayam di Alam Banjuran Purwa Sari. Datu
Madihin diyakini sebagai orang pertama yang secara geneologis menjadi cikal bakal keberadaan
Madihin di kalangan etnis Banjar di Kalsel.
Kesenian madihin pada umumnya dipergelarkan pada malam hari, lamanya sekitar 2
sampai 3 jam ditempatkan diarena terbuka. Seniman pamadihin ini terdiri dari 1 samapai 4 orang
pria atau wanita.Seorang pamadihin harus memiliki keterampilan memukul terbang sesuai
dengan penyajian syair-syair yang dibacakan, madihin ini temanya saling sindir menyindir antara
pamadihinnya.

2.      PASAR TERAPUNG
Pasar terapung ini sudah ada lebih dari 400 tahun lalu dan merupakan sebuah bukti
aktivitas jual-beli manusia yang hidup di atas air. Seperti halnya pasar-pasar yang ada di daratan,
di pasar terapung ini juga dilakukan transaksi jual beli barang seperti sayur-mayur, buah-buahan,
segala jenis ikan, dan berbagai kebutuhan rumah tangga lainnya. Pembelian dari tangan pertama
disebut dukuh, sedangkan tangan kedua yang membeli dari para dukuh untuk dijual kembali
disebut panyambangan.
Salah satu keunikan dari Pasar Terapung adalah desak-desakan antara perahu besar dan
perahu kecil yang mencari pembeli, serta penjual yang bersliweran kesana kemari dan kapalnya
yang dimainkan gelombang Sungai Barito. Pasar terapung tidak memiliki organisasi seperti pasar
di daratan, sehingga tidak tercatat berapa jumlah pedagang dan pengunjung atau pembagian
pedagang bersarkan barang dagangan.

3.      BAAYAN MAULID
Baayun asal katanya “ayun” yang diartikan”melakukan proses ayunan”. Asal kata maulid
berasal dari peristiwa maulid (kelahiran) Nabi Muhammad SAW.
Sebelum mendapat pengaruh Islam, maayun anak sudah dilaksanakan ketika masyarakat
masing menganut kepercayaan nenek moyang. Tradisi asalnya dilandasi oleh kepercayaan
Kaharingan. Setelah Islam masuk dan berkembang serta berkat perjuangan dakwah para ulama,
akhirnya upacara tersebut bisa “diislamisasikan”.
Dengan demikian, baayun anak adalah salah satu tradisi simbol pertemuan antara tradisi
dan pertemuan agama. Inilah dialektika agama dan budaya, budaya berjalan seiring dengan
agama dan agama datang menuntun budaya.

4.      PLUI
Palui merupakan salah satu tokoh cerita rakyat kalimantan tengah yang ketika itu secar
administrative bergabung dengan bagian Kalimantan selatan namun dalam perkembangannya
justru berkembang diwilayah Kalimantan selatan.
Penulisnya adalah seorang tokoh bernama Drs. H. Z Yustan Adzin kini almarhum yang
mengangkat cerita khas, muncul setiap hari diharian Banjarmasin Post sejak awal terbitnya yaitu
tahun 1971 dalam bahasa banjar dan berbagai logat bahasa banjar derah seperti Banjar
Kuala,Banjarmasin, Martapura, Pelaihari dan Banjar Hulu.
Cerita si Palui yang dipublikasikan pada harian Banjarmasin Post mengandung nilai budaya
Banjar yang cukup beragam, tokoh Palui mencerminkan bagaimana dinamika dan perkembangan
kehidupan orang Banjar. Kehidupan keseharian orang Banjar sangat terikat dengan nilai-nilai
Islam.

I.       TRADISI LISAN
Tradisi lisan oleh Suku Banjar sangat dipengaruhi oleh budayaMelayu, Arab, dan Cina.
Tradisi lisan Banjar (yang kemudian hari menjadi sebuah kesenian) berkembang sekitar abad ke-
18 yang di antaranya adalah Madihin dan Lamut. Madihin berasal dari bahasa Arab,
yakni madah (‫ )ﻤﺪﺡ‬yang artinya pujian. Madihin merupakan puisi rakyat anonim bertipe hiburan
yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental
tertentu sesuai dengan konvensi yang berlaku secara khusus dalam khasanah folklor Banjar di
Kalsel. Sedangkan Lamut adalah sebuah tradisi berkisah yang berisi cerita tentang pesan dan
nilai-nilai keagamaan, sosial dan budaya Banjar. Lamut berasal dari negeri Cina dan mulanya
menggunakan bahasa Tionghoa. Namun, setelah dibawa ke Tanah Banjar oleh pedagang-
pedagang Cina, maka bahasanya disesuaikan menjadi bahasa Banjar.
J.      PERKAWINAN MENURUT ADAT BANJAR
Secara kronologis, maka peristiwa perkawinan menurut adat suku Banjar dapat diuraikan
sebagai berikut:

1.      BASASULUH
Bilamana seseorang telah sampai saat ingin kawin lazimnya oleh keluarganya yang
terdekat diadakanlah apa yang yang dinamakan “Basasuluh”. Yakni ingin mendapatkan
keterangan tentang calon istri yang diinginkan setelah mendapatkan persetujuan dari pihak
keluarga yang bersangkutan.
Beberapa hal yang ingin diketahui diantaranya:
a.       Tentang agamanya
b.      Tentang keturunannya
c.       Tentang kemampuan rumah tangganya
d.      Tentang kecantikan wajahnya
Dari empat hal tersebut di atas yang menjadi titik tumpu perhatian itu adalah pada dua hal
yaitu agama dan keturunannya. Sebaliknya, bagi keluarga calon istri di samping hal di atas, akan
diperhatikan pula apakah lapangan pekerjaan calon suaminya tersebut. Hal itu sangat penting
karena akan turut menentukan nilai rumah tangga mereka kelak.

2.      BADATANG
Pihak keluarga pria pada saatnya yang diberitahukan sebelumnya, datang dengan beberapa
orang ke rumah calon istri yang disebut dengan istilah “badatang”. Kedatangan ini diterima
antara kedua keluarga calon suami istri itu secara traditional biasanya lahirlah dialog yang
mempunyai versi prosa liris bahasa daerah Banjar yang umumnya disebut Baturai Pantun, yakni
berbalas pantun antara keluarga pihak calon.
Adat orang banjar tidak mengenal istilah Batunangan atau Bapacaran. Istilah ‘Balarangan’
tidak sama dengan istilah ‘Batunangan’, karena belarangan adalah suatu perencanaan ancer –
ancer para pihak orang tua masing – masing, ketika kedua anak masih remaja.
Menurut adat seorang gadis yang akan kawin, maka untuk selama 40 hari sebelumnya dia
tidak diperkenankan keluar rumah.
Selama itu dia harus membersihkan diri, berlangsir mempercantik dirinya, yang disebut dengan
istilah ‘bekasai’, sekaligus dia diberi beberapa nasehat.
3.      NIKAH
Yang dimaksud dengan nikah adalah upacara keagamaan untuk melangsungkan ijab kabul
di hadapan seorang penghulu dan saksi – saksi. Acara ini sering kali juga disebut ‘Meantar
Jujuran’.

4.      BATIMUNG
Bagi pengantin pria maupun wanita terutama menjelang hari persandingan dua atau tiga
hari sebelumnya, maka pada malam harinya harus melaksanakan mandi uap yang dikenal dengan
istilah ‘Batimung’. Diharapkan dengan batimung ini akan menguras habis keringat tubuh,
menyehatkan dan mengharumkan tubuh pengantin tersebut. Dengan demikian pada saat
persandingan nanti kedua pengantin tidak akan berkeringat lagi.

5.      MANDI-MANDI
Pada waktu pagi hari menjelang acara persandingan siang, pengantin wanita
melangsungkan acara mandi – mandi pengantin dengan air yang ditaburi macam – macam
bunga. Pada daerah Kuala kadang – kadang disebut dengan istilah ‘Badudus’ atau ‘Bapapai’
dengan mayang Pinang. Jumlah bunga – bunga yang diperlukan lebih banyak dan lebih berkesan
sebagai salah satu upacara.
Acara mandi – mandi dilakukan oleh tiga orang wanita tua yang telah berpengalaman, yang
umumnya dipimpin oleh seorang bidan kampong atau wanita tua lainnya. Selesai mandi,
pengantin wanita disuruh menjejak telur ayam sampai pecah dengan ujung tumit. Ketika itu juga
pengantin wanita tersebut dicukur yaitu dengan istilah ‘Belarap’, membikin cecantung pada kiri
kanan wajahnya. Biasanya kemudian diikuti acara selamatan kecil dengan nasi lamak (ketan)
berinti gula merah dan pisang mauli.

6.      BATAPUNG TAWAR
Seiring dengan acara mandi – mandi tadi pada saat itu juga diadakan acara ‘batapung
tawar’, dimaksudkan sebagai penebus atas berakhirnya masa perawan bagi seorang wanita.
Untuk itu disediakan apa yang dinamakan ‘peduduk’, yaitu seperangkat keperluan pokok bahan
makanan dalam wadah sasanggan (bokor kuning) yang terdiri dari sagantang beras, sebiji nyiur,
gula merah, seekor ayam betina hitam, telur ayam tiga butir, lading, lilin, sebiji uang bahari
(perak), jarum dengan benangnya, sesuap sirih, rokok daun, dan rerempah dapur. Isi piduduk :
beras melambangkan rezeki, nyiur melambangkan lemak (kehidupan), gula merah lambang
manis (kehidupan), ayam lambang cangkal becari, telur ayam lambang sum-sum, lading makna
semangat yang keras, lilin lambang penerangan, uang lambang persediaan dalam hidup, jarum
dan benang lambang ikatan suami isteri, sesuap sirih lambang kesatuan, rokok daun lambang
kelaki-lakian, rerempah dapur lambang keterampilan kerja di dapur. Selanjutnya seluruh isi
piduduk ini diberikan kepada bidan kampong yang memimpin acara mandi – mandi.
Untuk yang hadir pada acara betapung tawar disuguhi air teh manis atau kopi dengan kue, bubur
habang bubur putih, cucur, wadai gincil, wadai galang, dan lakatan ber-inti.

7.      BATAMAT AL-QUR’AN
Baik pengantin pria maupun pengantin wanita pada waktu menjelang acara persandingan
biasanya melangsungkan acara betamat Qur’an yakni membaca kitab suci Al-Qur’an sebanyak
22 surah yang dimulai dari surah ke 93 (Ad-Dhuha) sampai dengan surah ke 114 (An-Nas)
ditambah dengan beberapa ayat pada surah Al-Baqarah, ditutup dengan do’a khatam Qur’an,
pembaca do’a biasanya guru mengaji pengantin tersebut.
Suatu kebiasaan yang unik dan lucu, ialah apabila pengantin telah sampai pada bacaan surah ke
105 (Al-Fiil) biasanya ramailah anak-anak dan remaja di sekitar itu memperebutkan telur masak
sekaligus memakannya. Sebab menurut cerita konon yang mendapatkan telur masak itu akan
menjadi terang hatinya, cepat menjadi pandai membaca kitab suci Al-Qur’an.

8.      WALIMAH
Yang dimaksud dengan ‘walimah’ ialah suatu pesta perkawinan dalam rangkaian acara-
acara perkawinan tersebut. Besar kecilnya walimah ini tergantung pada kemampuan keluarga
‘ahli bait’ masing.
Menurut adat orang Banjar maka pohon (ahli bait atau tuan rumah) tidak aktif untuk bekerja
dalam persiapan itu. Justru tetangga lah yang akan melaksanakan semua tugas-tugas, yang
dibentuk semacam kepanitiaan yang disusun secara lisan saja.
Biasanya membagi-bagi tugas sebagai berikut:
a.       Nang jadi kepala gawe (pimpinan kegiatan)
b.      Nang meurus tajak sarubung (mendirikan tenda)
c.       Nang meurus pengawahan (bagian masak nasi dan ikan)
d.      Nang meurus karasmin (mengurus kesenian)
e.       Nang besaruan lalakian (pengundang untuk pria)
f.       Nang besaruan bebinian (pengundang untuk wanita)
g.      Nang menerima saruan (penerima tamu)
Dalam susunan pembagian tugas ini jelas terlihat bahwa sifat kegotong-royongan
merupakan adat yang sangat menonjol sekali bagi para tetangga, tanpa diminta akan memberikan
tenaga dan jasa-jasanya untuk kepentingan pelaksanaan perkawinan tersebut.

9.      PETATAIAN
Petataian (pelaminan) dibuat secara khusus yang merupakan ciri khas banjar yang biasanya
diletakkan tepat di ‘tawing halat’ (dinding batas tengah rumah) atau yang lazim disebut balai
kencana. Terdapat juga yang dibangun khusus yang disebut balai warti yang terdiri dari tempat
duduk untuk dua orang pengantin pria dan wanita yang berlatar belakang air Gucci yang
gemerlapan dan pada kiri kanannya agak kebelakang tersusun bantal yang bersarung merah atau
kuning bersulam benang emas, yang disebut ‘tetumpangan’. Di belakang tetumpangan terdapat
pucuk tetumpangan yang berbentuk segitiga sama kaki dengan ornamen yang serasi dengan
tetumpangannya. Di situ tersedia pula sesajian di atas piring kuningan besar yang diletakkan di
atas bokor sesanggan kuningan.

10.  BATATAIAN
Merupakan puncak dari acara perkawinan menurut adat banjar ini adalah pada upacara
betataian (bersanding) pada tempat petataian. Acara ini yang dianggap paling bahagia oleh kedua
pengantin ataupun keluarga mereka.
a.       Pengantin Wanita
b.      Pengantin Pria
c.       Tahap-tahapan betataian
  Pengantin pria diantar
  Betawak nasi lamak
  Sujud dan makan bersama
  Usung jinggung dan diarak

11.  KELAMBU PENGANTIN
Begitu pentingnya kelambu pengantin ini bahkan menjadi suatu ukuran bagi orang untuk
melihat sampai dimana kemampuan kepala keluarga yang sedang berminantu itu.
Kelambu ini selalu ditempatkan di kamar depan sebagai suatu bagian rumah yang utama,
yakni ruangan tempat tidur sebelah kanan rumah banjar bahari, atau rumah bubungan tinggi
(rumah beanjung). Karena pada waktu itu belum mengenal atau belum banyak mengenal ranjang.
Kelambu itu digantung di ruang anjung dalam bentuk segi empat yang umumnya
mempergunakan warna putih atau kuning muda. Di atas kelambu di pasang langit-langit dari
kain yang agak tipis dengan sulaman kembang pancar matahari.

K.    KEPERCAYAAN KEHAMILAH
Pada masyarakat suku banjar maupun suku dayak , seorang istri yang hamil dai kehamilan 
1 bulan hingga 7 bulan diadakan acara mandi- mandi atau yang disebut ” mandi tian mandaring”.
Dan setelah lahir dilakukan palas bidan dan kemudian dilanjutkan dengan acara sunatan.
1.      PANTANGAN
Masyarakat suku banjar juga mempercayai pantangan – pantangan yang harus dihindari
oleh istri yang hamil dan suaminya, yaitu :
a.       tidak boleh duduk didepan pintu, dikhawatirkan akan susah dalam melahirkan
b.      tidak boleh keluar pada waktu maghrib,karena akan diganggu oleh roh jahat
c.       tidak boleh makan pisang dompet, dikhawatirkan anak akan kembar siam
d.      jangan membelah kayu api yang sudah terbakar, karena anak yang dilahirkan bisa sumbing
e.       dilarang pergi kehutan,karewna wanita hamil baunya harum,dan dapat diganggu roh jahat
f.       dilarang menganyam bakul, karena jari- jari anak yang dilahirkan dapat dempet menjadi satu.

Anda mungkin juga menyukai