Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu

dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada

bagian tubuh yang memerlukan. Tindakan ini selain untuk melancarkan

sirkulasi darah juga untuk menghilangkan rasa sakit, merangsang peristaltic

usus, pengeluaran getah radang menjadi lancer, serta memberikan

ketenangan dan kesenangan pada klien. Pemberian kompres dilakukan pada

radang persendian, kekejangan otot, perut kembung, dan kedinginan

(Weyde. 2012).

Masa nifas pada persalinan normal dimulai beberapa jam sesudah

lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu berikutnya. Masa nifas

(peurperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai

hingga alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas ini

yaitu 6-8 minggu (Bahiyatun, 2009).

Menurut World Health Organization (WH0, 2011) Asi Ekslusif

adalah memberikan hanya ASI saja tanpa memberikan makanan dan

minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan, kecuali obat

dan vitamin. Namun bukan berarti setelah pemberian ASI eksklusif

pemberian ASI eksklusif pemberian ASI dihentikan, akan tetapi tetap

diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 2 tahun. ASI merupakan

makanan pertama, utama, dan terbaik bagi bayi, bersifat ilmiah. ASI
eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI selama 6 bulan tanpa tambahan

makanan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air

putih, serta tanpa tambahan makanan padat , seperti pisang, bubur susu,

biscuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin, mineral, dan obat

(Prasetyono, 2009).

Cakupan ASI eksklusif di seluruh dunia hanya sekitar 36% selama

periode 2007-2014. Berdasarkan hasil Riskesdas (2012), cakupan pemberian

ASI eksklusif di Indonesia sebesar 54,3%, dimana persentase tertinggi

terdapat di Provinsi NTB sebesar 79,7% dan terendah di Provinsi Maluku

sebesar 25,2% (Balitbangkes, 2013). World Health Organization (WHO)

dan United Nations Childrens Fund (UNICEF) merekomendasikan agar ibu

menyusui bayinya saat satu jam pertama setelah melahirkan dan

melanjutkan hingga usia 6 bulan pertama kehidupan bayi. Pengenalan

makanan pelengkap dengan nutrisi yang memadai dan aman diberikan saat

bayi memasuki usia 6 bulan dengan terus menyusui sampai 2 tahun atau

lebih (WHO, 2016).

Menurut Sustainable Development Goals (SDG’s) untuk 15 tahun

kedepan yang merupakan lanjutan dan perluasan program pemerintah

sebelumnya yakni Milineum Development Goals (SDG’s) telah banyak

melahirkan perubahan yang signifikan kea arah yang lebih baik, namun

masih banyak juga kendala yang mesti dihadapi bangsa Indonesia. Yaitu

masih rendahnya cakupan pemberian Asi Ekslusif pada bayi. diantaranya

pada tahun 2015 lalu angka kematian bayi dan angka kematian balita
menurun sebesar dua pertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Berdasarkan

hal tersebut Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan angka

kematian bayi dari 68 menjadi 23/1.000 kelahiran hidup (KH) dan angka

kematian balita dari 97 menjadi 32/1.000 KH pada tahun 2015. Menghadapi

tantangan dari SDGs tersebut maka perlu adanya program kesehatan anak

yang mampu menurunkan angka kesakitan 2 dan kematian pada bayi dan

anak. Salah satu program dalam proses penurunan angka kematian bayi dan

angka kematian balita adalah program ASI eksklusif, dan penyediaan

konsultan ASI eksklusif di Puskesmas atau Rumah Sakit (Badan Pusat

Statistik, 2007).

Di Indonesia sendiri, pada tahun 2010 Angka Kematian Bayi (AKB)

menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup (KH) dan Angka Kematian Balita

(AKABA) 44/1000 KH. Walaupun angka ini telah turun dari tahun 1990

(AKB 68/1000 KH) penurunan ini masih jauh dari targetmillenium

development gold’s (MDG’s) tahun 2015 dimana AKB diharapkan turun

menjadi 23/1000 KH dan AKABA 32 /1000 KH (Depkes,2006). Target

80% cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih sangat jauh dari

kenyataan. Pemberian ASI eksklusif merupakan investasi terbaik bagi

kesehatan dan kecerdasan anak (Depkes, 2007).

Manfaat pemberian ASI eksklusif sesuai dengan salah satu tujuan dari

Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu mengurangi tingkat kematian

anak dan meningkatkan kesehatan Ibu. WHO (2009) menyatakan sekitar

15% dari total kasus kematian anak di bawah usia lima tahun di negara
berkembang disebabkan oleh pemberian ASI secara tidak eksklusif.

Berbagai masalah gizi kurang maupun gizi lebih juga timbul akibat dari

pemberian makanan sebelum bayi berusia 6 bulan (Ariani ,2008).

Banyak faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif pada

bayi usia 0-6 bulan. Penelitian februhartanty (2008) menyatakan bahwa

kegagalan ASI eksklusif adalah karena faktor predisposisi yaitu

pengetahuan dan pengalaman ibu yang kurang dan faktor pemungkin

penting yang menyebabkan terjadinya kegagalan adalah karena ibu tidak

difasilitasi melalui IMD. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan

dan pengalaman ibu sangat penting dalam menentukan pemberian ASI

eksklusif pada bayinya.

Hal ini sesuai dengan teori Though and Feeling yang dikemukakan

oleh WHO (2007), dalam Notoatmdjo(2010) bahwa yang menyebabkan

seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena empat alasan pokok,yaitu

pemikiran dan perasaan yang terdiri dari pengetahuan, persepsi, sikap,

kepercayan, orang penting sebagai referensi, sumber-sumber daya dan

budaya. 4 Berdasarkan wawancara dengan petugas Kesehatan Kota

Lubuklinggau tahun 2016 dari total jumlah bayi sebanyak 6029, yang

mendapat ASI eksklusif hanya 2167 bayi (36%). Pada tahun 2016

ditemukan penurunan jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif yaitu dari

jumlah bayi sebesar 8453, yang mendapat ASI Eksklusif sebesar 883 bayi

(10,45%). Berdasarkan Riskesdas 2014, persentase bayi yang menyusui

Eksklusif sampai dengan 6 bulan 15,3%. Di Kota Lubuklinggau pada Tahun


2016, cakupan pemberian ASI eksklusif sebesar 15,6% dari 1.100 bayi, dan

pada Tahun 2014 jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif sebesar 17,8%

dari 1.294 bayi (Profil Kesehatan Kota Lubuklinggau tahun 2016).

Pencapaian ASI eksklusif di Kota Lubuklinggau masih rendah dan menurun

sedangkan target Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Surat

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 450/Menkes/SK/IV/2016 tentang

pemberian ASI secara eksklusif pada bayi di Indonesia sebesar 80%.

Harusnya penurunan ini tidak terjadi mengingat pentingnya ASI bagi bayi

dan sangat bermanfaat untuk proses pertumbuhan dan perkembangan bayi

serta program pemerintah yang ingin menggalakkan pemberian ASI kepada

bayi.

Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA)

di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan Survey Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, jumlah AKB 32 per 1000

kelahiran hidup dan Akaba 40 per 1.000 kelahiran hidup. Jumlah kasus

kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 sebanyak 619 kasus.

Dengan demikian Angka Kematian ibu Provinsi Jawa Tengah 111,16 per

100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Angka Kematian Bayi di Provinsi

Jawa Tengah tahun 2015 sebesar 10 per 1.000 kelahiran hidup (Profil

Kesehatan Jawa Tengah, 2015). United Nations Childrens’s Fund

(UNICEF) (2013) menjelaskan bahwa tingginya angka kematian bayi di

Indonesia dapat dicegah melalui pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara dini

serta pemberian ASI Ekslusif. Hal ini ini dibuktikan oleh data World Health
Organization (WHO) (2003) dalam profil kesehatan Indonesia 2012 bahwa

AKB di Indonesia sebagian besar terkait dengan faktor nutrisi yaitu sebesar

53 %. Beberapa penyakit yang timbul akibat malnutrisi antara lain

pneumonia (20%), diare (15%), kematian perinatal (23%), yang sebenarnya

merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian ASI secara dini.

Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010), masa nifas (puerperium)

dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan

kembali seperti keadaan sebelum hamil. Batas waktu nifas yang paling

singkat (minimum) tidak ada batas waktunya, bahkan bisa jadi dalam waktu

yang relatif pendek darah sudah keluar, sedangkan batas maksimumnya

adalah 40 hari.

Berdasarkan laporan dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

(SDKI, 2007), diusia lebih dari 25 tahun sepertiga wanita di Dunia (38%)

didapati tidak menyusui bayinya karena terjadi pembengkakan payudara,

dan di Indonesia angka cakupan ASI eksklusif mencapai 32,3% ibu yang

memberikan ASI eksklusif pada anak mereka. Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2008-2009 menunjukkan bahwa 55%

ibu menyusui mengalami mastitis dan putting susu lecet, kemungkinan hal

tersebut disebabkan karena kurangnya masa menyusui serta pengetahuan

ibu yang kurang tentang menyusui (Astuti, 2013).

Dinas kesehatan Provinsi Jawa Tengah menetapkan target cakupan

pemberian ASI Eksklusif pada tahun 2012 sebesar 25,06 %, tahun 2013

sebesar 57,67 %, tahun 2014 60,7 %, dan pada tahun 2015 sebesar 61,6 %.
Seluruh ibu di dunia diharapkan dapat melaksanakan pemberian ASI, dan

setiap bayi memperoleh haknya yaitu mendapat ASI sesuai dengan tujuan

Sustaiable Development Goal’s (SDG’s) ke -3. Target ke-2 yaitu pada tahun

2030, mengakhiri kematian bayi dan balita yang dapat dicegah (Dinkes prov

Jawa Tengah, 2013). Presentase pemberian ASI ekslusif di Kabupaten

Kebumen pada bayi usia 0-6 bulan pada tahun 2011 sebesar 49,46%, tahun

2012 sebesar 54,58%, tahun 2013 61,17%, tahun 2014 59,3%, tahun 2015

68,3%. Salah satu upaya untuk meningkatkan keberhasilan pemberian ASI

adalah melalui pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (Dinas Kesehatan

Kebumen, 2015). Kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan

karena timbulnya beberapa hal. Beberapa hal yang menghambat pemberian

ASI eksklusif diantaranya adalah, produksi ASI kurang (32%), ibu bekerja

(16%), masalah pada puting susu (28%), pengaruh iklan pada susu formula

(16%), pengaruh orang lain terutama keluarga (4%). Oleh karena itu

dukungan untuk pemberian ASI sangat diperlukan dari keluarga, masyarakat

dan petugas kesehatan untuk menciptakan generasi yang sehat dan

berkualitas (Dinkes Prov Jawa Tengah, 2008).

Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI kurang

adalah ibu yang mengalami gangguan psikologis atau kecemasan ringan

sebanyak 73,3%. Faktor mental dan psikologis ibu menyusui sangat besar

pengaruhnya terhadap proses menyusui dan kelancaran produksi ASI.

Seorang ibu yang mengalami stress, perasaan tertekan dan tidak nyaman

saat menyusui dapat menghambat jumlah ASI yang keluar, akibatnya


setelah 2 sampai 3 hari melahirkan ASI yang diproduksi oleh ibu hanya

sedikit bahkan tidak keluar (Sholihah, 2010). Produksi ASI kurang salah

satunya dapat disebabkan karena tidak dilakukannya persiapan puting susu

terlebih dahulu dan kurangnya reflek oksitosin. Salah satu cara untuk

meningkatkan refleks oksitosin adalah dengan melakukan kompres hangat.

Kompres hangat merupakan stimulasi yang dapat merangsang reflek let

down dan dapat membantu merangsang pelepasan hormon oksitosin

sehingga mempertahankan produksi ASI serta memberikan rasa nyaman

pada ibu (Depkes RI, 2007).

Penelitian yang dilakukan Nurhanifah (2013) menunjukkan bahwa

pemberian kompres hangat payudara mampu meningkatkan kelancaran

produksi ASI. Kompres hangat payudara selama pemberian ASI akan dapat

meningkatkan aliran ASI dari kelenjar-kelenjar penghasil ASI. Manfaat lain

dari kompres hangat payudara antara lain, stimulasi refleks let down,

mencegah bendungan pada payudara yang bisa menyebabkan payudara

bengkak, memperlancar peredaran darah pada daerah payudara (Fithrah

Nurhanifah, 2013).

Saking pentingnya ASI bagi bayi, maka para ahli menyarankan agar

ibu menyusui bayinya selama 6 bulan sejak kelahiran, yang dikenal dengan

istilah ASI Eksklusif. Dalam era globalisasi, banyak ibu yang bekerja.

Keadaan itu sering menjadi kendala bagi ibu untuk memberikan ASI

Eksklusif kepada bayinya, sehingga pemberian ASI Eksklusif tidak mengkin

tercapai. Nah, supaya ibu yang bekerja juga dapat memberikan ASI
Eksklusif kepada bayinya, maka ibu memerlukan pengetahuan dan cara

pemberian ASI yang benar ( Dwi, 2009 p. 27) Dr. Dien Sanyoto Besar,

Sp.A. menerangkan bahwa bayi yang baru lahir harus lanngsung diberi ASI,

maksimal satu jam setelah lahir. Namun dalm kenyataanya, bayi diberi susu

formula lantaran ASI belum keluar.

Terjadi perubahan fisiologi selama masa post partum yang meliputi

semua sistem tubuh salah satu diantaranya yaitu perubahan pada sistem

reproduksi. Disamping involusi, terjadi juga perubahan-perubahan penting

lainnya yaitu timbulnya laktasi (Nengah dan Surinati, 2013). Laktasi adalah

keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi sampai proses bayi

menghisap dan menelan ASI. Dalam proses menyusui ditemukan beberapa

masalah salah satunya adalah pembengkakan (engorgement) payudara

(Ambarwati dan Wulandari, 2010).

Pembengkakan (engorgement) payudara terjadi karena ASI tidak

dihisap oleh bayi secara adekuat, sehingga sisa ASI terkumpul pada sistem

duktus yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan dan bendungan ASI

(Bahiyatun, 2009). Statis pada pembuluh darah dan limfe akan

mengakibatkan meningkatnya tekanan intraduktal yang mempengaruhi

berbagai segmen pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara

meningkat. Hal tersebut juga bisa terjadi dikarenakan adanya sumbatan pada

saluran susu (Bahiyatun, 2009).

Duktus tersumbat dapat menimbulkan nyeri pada payudara, nyeri

biasanya timbul hanya pada satu payudara dan hanya sedikit rasa hangat
dirasakan atau tidak ada rasa hangat sama sekali. Dalam suatu penelitian 96

dari 100 ibu dilaporkan mengalami nyeri pada waktu-waktu tertentu. Hal inI

terjadi terutama antara hari ke-3 dan ke-7. Pada beberapa wanita, nyeri ini

berlangsung selama 6 minggu (Wheeler, 2004) .

Nyeri adalah pengalaman sensorik yang dicetuskan oleh rangsangan

yang merupakan ancaman untuk menghancurkan jaringan (Mander, 2004).

Munculnya nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dan adanya

rangsangan. Reseptor nyeri dapat meberikan respons akibat adanya

stimulasi atau rangsangan. Stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut

ditrasmisikan berupa implus-implus nyeri ke sumsum tulang belakang oleh

dua jenis serabut, yaitu serabut A (delta) dan serabut C. Implus nyeri

menyebrangi tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur

spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamic tract (STT)

atau spinothalamus dan spinoreticular tract (SRT) yang membawa

informasi mengenai sifat dan lokasi nyeri (Uliyah, 2008).

Nyeri payudara pada post partum dapat diatasi dengan melakukan

kompres panas untuk mengurangi rasa sakit (Ambarwati dan Wulandari,

2010). Kompres panas juga akan menghasilkan efek fisiologis untuk tubuh

yaitu efek vasodilatasi, peningkatan metabolisme sel dan merelaksasikan

otot, sehingga nyeri yang dirasa berkurang. Kompres panas dengan suhu

40,50C –43 0C merupakan salah satu pilihan tindakan yang digunakan untuk

mengurangi dan bahkan mengatasi rasa nyeri (Potter dan Perry, 2006).
Kompres hangat juga dapat digunakan pada pengobatan nyeri dan

merelaksasikan otot – otot yang tegang. Kompres hangat dilakukan dengan

mempergunakan buli – buli panas atau kantong air panas secara konduksi

dimana terjadi pemindahan panas dari buli – buli ke dalam tubuh sehingga

akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan

ketegangan otot. Nyeri yang dirasakan akan berkurang atau hilang. Kompres

hangat memiliki beberapa pengaruh meliputi melebarkan pembuluh darah

dan memperbaiki peredaran daerah di dalam jaringan tersebut, pada otot

panas memiliki efek menurunkan ketegangan, meningkatkan sel darah putih

secara total dan fenomena reaksi peradangan serta adanya dilatasi pembuluh

darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah serta peningkatan

tekanan kapiler. Tekanan oksigen dan karbondioksida di dalam darah akan

meningkat sedangkan derajat keasaman darah akan mengalami penurunan

(Anugraheni dan Wahyuningsih, 2014).

Berdasarkan pengelolaan kasus yang dilakukan oleh penulis di Rumah

Sakit Siti Aisyah Kota Lubuklinggau di dapatkan data kejadian masalah

yang sering di jumpai yaitu nyeri payudara pada ibu nifas. Didapatkan data

dari hasil survailens di RSSA Kota Lubuklinggau pada bulan Januari 2018

pada ibu pasca melahirkan bahwa hampir rata-rata ibu yang habis

melahirkan baik secara normal maupun melalui operasi Caesar

bahwasannya sebesar 48,22 % dari 54 pasien rawatan mengalami

pembengkakan pada payudara dikarenakan kurangnya pengetahuan ibu

tentang perawatan payudara sehabis melahirkan.


Dan berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh

peneliti di Rumah Sakit Siti Aisyah Kota Lubuklinggau pada 7 ibu yang

mempunyai bayi hanya 3 bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif, dan

4 bayi mendapatkan ASI namun masih juga dicampur dengan susu formula

untuk tambahan dikarenakan Asi yang keluar belum lancar dan hanya

sedikit.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk

melakukan asuhan yang dituangkan dalam Karya Tulis Ilmiah dengan judul

“Penerapan Kompres hangat untuk melancarkan ASI pada ibu pasca

melahirkan di ruang Ummu Anisa Rs. Siti Aisyah Kota Lubuklinggau

Tahun 2018”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat di rumuskan

permasalahan “ Pemberian Kompres Hangat Untuk Melancarkan ASI pada Ibu

Post Partum di Ruang Ummu Anisa Rumah Sakit Siti Aisyah Kota

Lubuklinggau tahun 2018.

1.3 Tujuan Studi Kasus

Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah melakukan pemberian

kompres hangat untuk melancarkan ASI pada ibu post partum.

1.4 Manfaat Stadi Kasus

1.4.1 Manfaat Bagi Penulis

Untuk menambah wawasan dan informasi yang di peroleh serta

memberikan pengalaman dan kemampuan bagi peneliti dalam


melakukan suatu penelitian sesuai dengan metodelogi ilmiah yang

benar.

1.4.2 Manfaat Bagi Institusi

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi institusi

pendidikan serta dapat menambah bahan perpustakaan sehingga dapat

menambah informasi pengetahuan yang membaca.

1.4.3 Manfaat Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan atau panduan

untuk meningkatkan kinerja para tenaga medis dalam menangani klien

dengan masalah pasca melahirkan.

1.4.4 Manfaat Bagi Mahasiswa

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan

dorongan bagi mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan mengenai

masalah pasca melahirkan.

Anda mungkin juga menyukai