Anda di halaman 1dari 2

Assalamualaikum wr. wb.

Izin menjawab diskusi 6

1. Tanah absentee atau guntai adalah tanah pertanian yang terletak di luar wilayah kedudukan/domisili
si pemilik tanah, alias tanah yang letaknya berjauhan dengan pemiliknya.

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tidak mengizinkan pemilikan tanah secara absentee, dengan
alasan kepentingan sosial dan perlindungan tanah. Dikhawatirkan jika tanah absentee yang tidak diolah
akan menjadi tanah telantar atau tidak produktif sebab pemiliknya jauh.

Tanah absentee dapat dimiliki oleh penduduk yang berdomisili di kecamatan yang masih berbatasan
dengan kecamatan dimana tanah berada. Selain itu, tanah absentee juga dapat dimiliki oleh pegawai
negeri atau TNI, dengan alasan keduanya adalah abdi negara yang dapat berpindah tugas dari satu
wilayah ke wilayah lain.

2. Menurut UU Pokok Agraria, pemilikan dan penguasaan tanah melampaui batas tidak diperkenankan.
Pasal 17 memerintahkan agar pembatasan tersebut diatur. Maka, lahirlah Perppu No. 56 Tahun 1960
yang kemudian disahkan menjadi undang-undang. Berdasarkan ketentuan ini, seseorang  atau satu
keluarga hanya diperbolehkan menguasai tanah pertanian maksimum 20 hektare, tanpa melihat apakah
merupakan sawah atau tanah kering. Kalaupun boleh lebih dari jumlah itu, hanya dapat dibenarkan
tambahan 5 hektare atas dasar keadaan daerah yang sangat khusus.

Orang atau keluarga yang memiliki lahan melebihi batas 20 hektare harus melapor ke badan
pertanahan/agraria. Perpindahan hak atas tanah pertanian tersebut harus seizing badan pertanahan
setempat. Jumlah yang dipindahkan haknya pun tak boleh lebih dari 20 hektare. Kalau dalam pengalihan
itu terjadi tindak pidana, maka sesuai ketentuan pasal 10 ayat (3) dan (4) UU No. 56/Prp/1960,
pengalihan itu batal demi hukum. Konsekwensinya, tanah tersebut jatuh kepada negara.

3. Gadai adalah hubungan hukum antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain, yang telah
menerima uang gadai dari padanya. Selama uang gadai belum dikembalikan, tanah tersebut dikuasai
oleh “pemegang gadai”. Selama itu hasil tanah seluruhnya menjadi hak pemegang gadai. Pengembalian
uang gadai atau yang lazim disebut “penebusan”, tergantung pada kemauan dan kemampuan pemilik
tanah yang menggadaikan.

Gadai dapat diartikan menyerahkan tanah dari penggadai (pemilik tanah) kepada pemegang gadai
(pemegang gadai) untuk menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai dari pemegang gadai,
dengan ketentuan penggadai tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebusnya
kembali dari pemegang gadai. Pada dasarnya besar uang tebusan adalah sama dengan uang yang
diserahkan pemegang gadai pada awal transaksi gadai kepada penjual gadai, tidak ada perbedaan
nominal uang.
Uang yang akan diterima penggadai tentunya adalah yang disepakati kedua belah pihak. Sedangkan
waktu pengembaliannya tergantung pada kesediaan dan kemampuan pihak penggadai. Dengan
demikian waktu gadai adalah tidak pasti. Semakin lama waktu gadai tentunya membawa resiko
tersendiri yaitu perubahan nilai mata uang yang berakibat berbedanya besaran uang dari transaksi awal
gadai dengan transaksi pengembalian tanah (tebusan).

Anda mungkin juga menyukai