PEMBAHASAN
3.1 JSA
1. Definisi JSA
Job Safety Analysis (JSA) masih dianggap oleh beberapa pekerja hanya sebagai
lembaran kertas yang berisi daftar pekerjaan, bahaya, dan cara pengendaliannya saja.
Walaupun dianggap oleh para pekerja seperti itu JSA adalah suatu alat yang penting
untuk membantu para pekerja melakukan pekerjaan secara aman dan efisien. JSA tidak
hanya berfungsi untuk mencegah pekerja dari kecelakaan kerja, tetapi JSA juga dapat
melindungi peralatan untuk bekerja dari kerusakan. Menurut National Safety Council
(NSC) JSA melibatkan beberapa unsur yaitu :
Menurut Friend dan Kohn (2006), JSA dapat bermanfaat untuk mengidentifikasi dan
menganalisa bahaya dalam suatu pekerjaan sehingga bahaya pada setiap jenis pekejaan
dapat dicegah dengan tepat dan efektif. Kemudian JSA juga dapat membantu para pekerja
agar dapat memahahi pekerjaan mereka dengan lebih baik, khususnya memahami potensi
bahaya yang ada dan dapat terlibat langsung untuk mengembangkan prosedur pencegahan
kecelakaan. Hal ini membuat para pekerja dapat berpikir bahwa hasil yang melibatkan
tentang keselamatan terkait pekerjaan itu tidak bisa disepelekan.
2. Metode JSA
Job Safety Analysis Penjelasan tentang penggunaan metode Job Safety Analysis
(JSA) menurut Friend dan Kohn (2006) dibagi menjadi berbagai teknik yang digunakan
yaitu:
Menurut Tarwaka (2014) tujuan untuk jangka panjang dari program JSA ini
diharapkan pekerja dapat ikut berperan aktif dalam pelaksanaan JSA, sehingga dapat
menanam kepedulian pekerja terhadap kondisi lingkungan disekitar tempat kerja yang
berfungsi untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman dan meminimalisasi
kondisi tidak aman (unsafe condition).
Dalam pelaksanaan Job Safety Analysis (JSA) memiliki manfaat dan keuntungan
yang dapat bermanfaat yaitu:
a) Dapat memberikan pengertian yang sama terhadap setiap orang atau pekerja tentang
apa yang dilakukan untuk mengerjakan pekerjaan dengan baik dan selamat.
b) Sebagai wadah untuk pelatihan yang efektif untuk para pekerja baru disuatu
perusahaan.
c) Elemen yang utama bisa dimasukkan dalam daftar keselamatan, pengarahan sebelum
memulai suatu pekerjaan, observasi keselamatan, dan sebagai topik pada rapat
keselamatan.
d) Membantu dalam proses penulisan prosedur keselamatan untuk jenis pekerjaan yang
baru maupun yang sudah dimodifikasi.
e) Suatu alat yang dapat mengendalikan kecelakaan pada pekerjaan yang dilakukan tidak
rutin.
5. Tahapan pembuatan Job Safety Analysis
Untuk analisa keselamatan pekerjaan atau JSA ini terdiri dari beberapa tahap antara
lain yaitu:
a) Memilih jenis pekerjaan yang akan dianalisis Saat membuat JSA, pada suatu
pekerjaan perlu urutan langkahlangkah ataupun aktifitas untuk menyelesaikan
pekerjaan berdasarkan prioritas terpenting. Dalam menentukan pekerjaan atau tugas
berdasarkan prioritas didasarkan pada (Tarwaka, 2014):
1) Frekuensi kecelakaan
2) Kecelakaan yang mengakibatkan luka
3) Pekerjaan dengan potensi kerugianyang tinggi
4) Pekerjaan baru
b) Menguraikan suatu pekerjaan Sebelum memulai untuk melakukan identifikasi bahaya
potensial, pekerjaan harus dijabarkan terlebih dahulu urutan langkah-lagkahnya, setiap
langkah tersebut menerangkan apa yang terjadi.
c) Mengidentifikasi bahaya yang berpotensi Setelah proses pembuatan tahapan
pekerjaan, secara tidak langsung dapat mengidentifikas/menganalisa bahaya/dampak
yang disebabkan dari setiap langkah pekerjaan. Dalam proses identifikasi bahaya
tersebut diharapkan kondisi risiko yang memungkinkan terjadi dapat dihilangkan atau
diminimalkan sampai dengan batas yang dapat diterima dari segi keilmuan ataupun
standar yang sudah ditetapkan.
d) Membuat penyelesaian Tahapan terakhir dalam JSA yaitu membuat rekomendasi
perubahan untuk mengurangi atau menghilangkan bahaya yang memungkinkan terjadi
ditempat kerja.
3.2 OHN
1. Definisi
Perawat kesehatan kerja adalah kelompok terbesar dari profesional perawatan
kesehatan yang terlibat dalam manajemen kesehatan kerja di eropa. Whitaker dan
Baranski menggambarkan keperawatan kesehatan kerja sebagai "garis depan" peran
melibatkan pengaturan aspek, yaitu: dokter, spesialis, manajer, koordinator, penasehat,
pendidik kesehatan, konselor dan peneliti.
3.3 SMK3
1. Pengertian SMK3
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari
sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan
produktif (PP No.50 Tahun 2012). Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui
upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Perusahaan atau organisasi
yang akan ataupun telah menerapkan SMK3 diharapkan dapat meningkatkan efektifitas
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur dan
terintegrasi, kemudian dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja dengan melibatkan unsur manajemen dan pekerja, dan juga perusahaan dapat
menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman dan efisien untuk mendorong
produktivitas.
2. Tujuan SMK3
a) Perlindungan karyawan
Tujuan inti penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja atau K3
adalah memberi perlindungan kepada pekerja. Bagaimanapun, pekerja adalah asset
perusahaan yang harus dipelihara dan dijaga keselamatannya. Pengaruh positif
terbesar yang dapat diraih adalah mengurangi angka kecelakaan kerja.
b) Mengurangi biaya
Dengan menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja atau K3,
kita dapat mencegah terjadinya kecelakaan, kerusakan atau sakit akibat kerja. Dengan
demikian kita tidak perlu mengeluarkan biaya yang ditimbulkan akibat kejadian
tesebut.Salah satu biaya yang dapat dikurangi dengan penerapan sistem manajemen
K3 adalah biaya premi asuransi.
Salah satu bentuk nyata yang bisa kita lihat dari penerapan sistem manajemen K3
adalah adanya prosedur terdokumentasi. Dengan adanya prosedur, maka segala
aktivitas dan kegiatan yang terjadi akan terorganisir, terarah dan berada dalam koridor
yang teratur. Rekaman-rekaman sebagai bukti penerapan sistem disimpan untuk
memudahkan pembuktian dan identifikasi akar masalah ketidak sesuaian.
Visi
a) Tujuan perusahaan
b) Komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan
c) Kerangka dan program kerja yang mencangkup kegiatan perushaaan secara
menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional
6. Perencanaan K3
7. Pelaksanaan Rencana K3
a) Tindakan pengendalian
b) Perancangan dan rekayasa
c) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan
d) Prosedur dan instruksi kerja
e) Pembelian/pengadaan barang dan jasa
f) Produk akhir
g) Upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri serta rencana
pemulihan keadaan darurat (dilaksanakan berdasarkan potensi bahaya, investigasi,
dan analisa kegiatan)
3.4 Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal Disorder (MSDs) Pada
Penderes Di PT. Bakrie Sumatra Plantation Tbk. 2020
1. Pendahuluan
Kesehatan kerja ialah bidang kesehatan beserta penerapannya yang bermaksud
menciptakan pekerja yang sehat, produktivitas ketika bekerja, berada saat
keseimbangan yang kukuh antara beban kerja, kapasitas kerja, dan keadaan daerah
bekerja, serta menjaga dari sakit yang diakibatkan dari lingkungan dan pekerjaannya
(Suma’mur P.K., 2014).
Penyakit akibat kerja meupakan salah satu persoalan pada kesehatan kerja. Setiap
penyakit ditimbulkan akibat pekerjaannya dan/atau lingkungan kerja disebut penyakit
akibat kerja (Perpres no. 7 thn 2019).
Hampir semua pekerjaan akan beresiko menimbulkan musculoskeletal disorder baik
dari sektor informal maupun dari sektor formal. Musculoskeletal disorder (MSDs)
ialah gabungan tanda-tanda yang berhubungan melalui ligamen, jaringan otot,
kartaligo, tendon, sistem saraf, dan tulang, serta pembuluh darah. Keluhan MSDs
ialah keadaan yang dirasakan pada elemen-elemen otot skeletal sejak keluhan yang
ringan sampai dengan keluhan yang berat. Pada mulamulanya, keluhan pada MSDs
berupa mati rasa, nyeri, sakit, kesemutan, kaku, gangguan tidur, gemetar, bengkak,
dan rasa terbakar dimana menyebabkan ketidaksanggupan seseorang untuk bergerak
dan penyelarasan gerak anggota tubuh akibatnya menekan efisien kerja serta
kehilangan masa kerjanya yang menyebabkan produktivitas kerja turun (Tarwaka,
2004). Keluhan pekerja yang mengalami keluhan seperti nyeri, pegal, dan kaku pada
leher, bahu kanan atas, tangan, pinggang, dan juga kaki serta adanya gangguan tidur.
Akan diberi dua kategori yaitu tidak mengeluh jika tidak ada keluhan yang dirasakan
dan mengeluh jika ada keluhan yang dirasakan.
2. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif bersifat survei analitik yaitu
untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan musculoskeletal
disorder (MSDs) pada penderes di PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk Kisaran.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik simple random
sampling.
3. Hasil dan Pembahasan
Distribusi Jumlah Keluhan MSDs pada Penderes Berdasarkan Lokasi Keluhan di PT.
Bakrie Sumatera Plantations Tbk. Tahun 2020.
Bersumber dari hasil penelitian yang dilakukan pada penderes di PT. Bakrie Sumatera
Plantations, Tbk. Tahun 2020 menggunakan nordic body map (NBM) ditemukan hasil
bahwa bagian tubuh paling banyak dirasakan keluhan musculoskeletal disorder
(MSDs) adalah pinggang sebanyak 48 orang (62%), bahu kanan sebanyak 41 orang
(53%), leher atas sebanyak 38 orang (49%), siku kanan sebanyak 30 orang (39%),
siku kiri sebanyak 28 orang (36%), punggung bawah sebanyak 26 orang (34%), leher
bawah 24 0rang (31%) dan bahu kiri sebanyak 23 orang (30%), serta bokong
sebanyak 22 orang (29%). Sedangakan untuk keluhan yang paling sedikit dirasakan
yaitu lengan atas kiri, lengan kiri bawah, lengan kanan bawah sebanyak 1 orang (1%).
Pekerja yang berumur > 40 tahun dan mengalami keluhan MSDs sebanyak 34 orang
(44%). Berdasarkan uji statistik Chi square test didapatkan nilai p = 0,001, hal ini
berarti nilai p < 0,05 maka keputusan uji Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara umur dengan keluhan musculoskeletal
disorders (MSDs) pada penderes karet di PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk. Tahun
2020.
Pekerja yang memiliki masa kerja > 15 tahun dan mengalami keluhan MSDs
sebanyak 38 orang (49%). Berdasarkan uji statistik Chi square test didapatkan nilai p
= 0,000, hal ini berarti nilai p < 0,05 maka keputusan uji Ho ditolak dan Ha diterima
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan
musculoskeletal disorders (MSDs) pada penderes karet di PT. Bakrie Sumatera
Plantations Tbk. Tahun 2020.
Pekerja yang mengalami keluhan MSDs sebanyak 65 orang (84%). Berdasarkan uji
statistik Chi square test didapatkan nilai p = 0,000, hal ini berarti p < 0,05 maka
keputusan uji Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara lama kerja dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) pada
penderes karet di PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk. Tahun 2020.
Pekerja yang sikap kerja tidak aman dan yang mengalami keluhan MSDs sebanyak 65
orang (84%). Berdasarkan uji statistik Chi square test tidak didapatkan, karena
variabel sikap kerja bersifat constant sehingga tidak ada gambaran hubungan yang
dapat dilihat antara sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs)
pada penderes karet di PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk. Tahun 2020.
3.5 Asuhan Keperawatan
Dapus
https://belajark3.com/ruang-baca/tahapan-penerapan-smk3.html
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://media.neliti.com/media/publications/109595-ID-
tinjauan-teori-keperawatan-kesehatan-
ker.pdf&ved=2ahUKEwitnp_vlaL0AhWSX3wKHdqeCowQFnoECAcQBg&usg=AOvVaw0
ystQ1vCnN283N_qX-oKe8
https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31753/161000320.pdf?
sequence=1&isAllowed=y