Anda di halaman 1dari 16

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 JSA

1. Definisi JSA

Job Safety Analysis (JSA) masih dianggap oleh beberapa pekerja hanya sebagai
lembaran kertas yang berisi daftar pekerjaan, bahaya, dan cara pengendaliannya saja.
Walaupun dianggap oleh para pekerja seperti itu JSA adalah suatu alat yang penting
untuk membantu para pekerja melakukan pekerjaan secara aman dan efisien. JSA tidak
hanya berfungsi untuk mencegah pekerja dari kecelakaan kerja, tetapi JSA juga dapat
melindungi peralatan untuk bekerja dari kerusakan. Menurut National Safety Council
(NSC) JSA melibatkan beberapa unsur yaitu :

a) Langkah-langkah pekerjaan secara spesifik


b) Bahaya yang terdapat pada setiap pekerjaan
c) Pengendalian berupa prosedur kerja yang aman agar dapat mengurangi bahkan
menghilangkan bahaya pada setiap langkah pekerjaan

Menurut Friend dan Kohn (2006), JSA dapat bermanfaat untuk mengidentifikasi dan
menganalisa bahaya dalam suatu pekerjaan sehingga bahaya pada setiap jenis pekejaan
dapat dicegah dengan tepat dan efektif. Kemudian JSA juga dapat membantu para pekerja
agar dapat memahahi pekerjaan mereka dengan lebih baik, khususnya memahami potensi
bahaya yang ada dan dapat terlibat langsung untuk mengembangkan prosedur pencegahan
kecelakaan. Hal ini membuat para pekerja dapat berpikir bahwa hasil yang melibatkan
tentang keselamatan terkait pekerjaan itu tidak bisa disepelekan.

2. Metode JSA

Job Safety Analysis Penjelasan tentang penggunaan metode Job Safety Analysis
(JSA) menurut Friend dan Kohn (2006) dibagi menjadi berbagai teknik yang digunakan
yaitu:

a) Metode observasi (pengamatan)


Metode pertama dalam Job Safety Analysis adalah wawancara observasi untuk
menetukan langkah-langkah kerja dan bahaya yang dihadapi yang bertujuan untuk
melakukan pengumpulan data terkait tempat kerja, lingkungan kerja, jam kerja, dan
penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja.
b) Metode diskusi (konsultasi)
Metode yang kedua ini biasa digunakan untuk pekerjaan yang jarang dilakukan.
Metode ini biasa diterapkan pada pekerja-pekerja yang sudah selesai bekerja dan
membiarkan para pekerja bertukar pikiran tentang langkah-langkah pekerjaan dan
potensi bahaya yang ada.
c) Metode meninjau kembali prosedur yang sudah ada
Metode yang terakhir ini dapat digunakan ketika proses sedang berlangsung dan para
pekerja tidak bisa bersama-sama. Semua orang yang berpartisipasi pada proses ini
dapat menuliskan ide-ide tentang langkah-langkah dan potensi bahaya yang ada di
ruang lingkup pekerjaan para pekerja.
3. Tujuan JSA

Pelaksanaan JSA bertujuan untuk mengidentifikasi potensi bahaya disetiap aktivitas


pekerjaan sehingga pekerja diharapkan mampu mengenali bahaya disekitar tempat kerja
tersebut sebelum terjadi kecelakaan bahkan penyakit akibat kerja.

Menurut Tarwaka (2014) tujuan untuk jangka panjang dari program JSA ini
diharapkan pekerja dapat ikut berperan aktif dalam pelaksanaan JSA, sehingga dapat
menanam kepedulian pekerja terhadap kondisi lingkungan disekitar tempat kerja yang
berfungsi untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman dan meminimalisasi
kondisi tidak aman (unsafe condition).

4. Manfaat Job Safety Analysis

Dalam pelaksanaan Job Safety Analysis (JSA) memiliki manfaat dan keuntungan
yang dapat bermanfaat yaitu:

a) Dapat memberikan pengertian yang sama terhadap setiap orang atau pekerja tentang
apa yang dilakukan untuk mengerjakan pekerjaan dengan baik dan selamat.
b) Sebagai wadah untuk pelatihan yang efektif untuk para pekerja baru disuatu
perusahaan.
c) Elemen yang utama bisa dimasukkan dalam daftar keselamatan, pengarahan sebelum
memulai suatu pekerjaan, observasi keselamatan, dan sebagai topik pada rapat
keselamatan.
d) Membantu dalam proses penulisan prosedur keselamatan untuk jenis pekerjaan yang
baru maupun yang sudah dimodifikasi.
e) Suatu alat yang dapat mengendalikan kecelakaan pada pekerjaan yang dilakukan tidak
rutin.
5. Tahapan pembuatan Job Safety Analysis

Untuk analisa keselamatan pekerjaan atau JSA ini terdiri dari beberapa tahap antara
lain yaitu:

a) Memilih jenis pekerjaan yang akan dianalisis Saat membuat JSA, pada suatu
pekerjaan perlu urutan langkahlangkah ataupun aktifitas untuk menyelesaikan
pekerjaan berdasarkan prioritas terpenting. Dalam menentukan pekerjaan atau tugas
berdasarkan prioritas didasarkan pada (Tarwaka, 2014):
1) Frekuensi kecelakaan
2) Kecelakaan yang mengakibatkan luka
3) Pekerjaan dengan potensi kerugianyang tinggi
4) Pekerjaan baru
b) Menguraikan suatu pekerjaan Sebelum memulai untuk melakukan identifikasi bahaya
potensial, pekerjaan harus dijabarkan terlebih dahulu urutan langkah-lagkahnya, setiap
langkah tersebut menerangkan apa yang terjadi.
c) Mengidentifikasi bahaya yang berpotensi Setelah proses pembuatan tahapan
pekerjaan, secara tidak langsung dapat mengidentifikas/menganalisa bahaya/dampak
yang disebabkan dari setiap langkah pekerjaan. Dalam proses identifikasi bahaya
tersebut diharapkan kondisi risiko yang memungkinkan terjadi dapat dihilangkan atau
diminimalkan sampai dengan batas yang dapat diterima dari segi keilmuan ataupun
standar yang sudah ditetapkan.
d) Membuat penyelesaian Tahapan terakhir dalam JSA yaitu membuat rekomendasi
perubahan untuk mengurangi atau menghilangkan bahaya yang memungkinkan terjadi
ditempat kerja.

3.2 OHN

1. Definisi
Perawat kesehatan kerja adalah kelompok terbesar dari profesional perawatan
kesehatan yang terlibat dalam manajemen kesehatan kerja di eropa. Whitaker dan
Baranski menggambarkan keperawatan kesehatan kerja sebagai "garis depan" peran
melibatkan pengaturan aspek, yaitu: dokter, spesialis, manajer, koordinator, penasehat,
pendidik kesehatan, konselor dan peneliti.

Keperawatan kesehatan kerja adalah cabang spesialis keperawatan kesehatan


masyarakat dengan akarnya dalam perawatan tradisional. Perawat kesehatan kerja adalah
semua perawat terdaftar - dengan kata lain, mereka telah melalui tahun pelatihan ketat
untuk memenuhi syarat sebagai perawat dan memperoleh pendaftaran resmi mereka.

2. Fungsi Occupational Health Nursing


Dorward 1993, mencatat fungsi keperawatan kesehatan kerja sebagai:
a) Surveilans Kesehatan lingkungan kerja
b) Pencegahan Kecelakaan
c) Pencegahan sakit karena bekerja
d) Pengobatan penyakit dan cedera di tempat kerja
e) Organisasi bantuan Pertama
f) Promosi kesehatan dan pencegahan kesehatan yang buruk
g) Konseling
h) Rehabilitasi
i) Menjaga catatan dan menghasilkan laporan
j) Penghubung dan kerjasama (internal dan eksternal)
k) Administrasi unit kesehatan kerja
l) Penelitian
3. Peran dan Fungsi Perawat Kesehatan kerja (OHN)
Pada beberapa dekade sebelumnya peran dan fungsi OHN hanya terfokus
penanganan kasus kegawatdaruratan dan penyakit akut yang dialami pekerja di tempat
kerja maka, saat ini peran dan fungsi OHN menjadi lebih luas dan kompleks (Nies &
Swansons, 2002). Lusk (1990, dalam Stanhope & Lancaster, 2004) mengidentifikasi 8
peran OHN.
a) Pemberi Pelayanan kesehatan
b) Penemu kasus
c) Pendidik Kesehatan
d) Perawat pendidi
e) Pemberi layanan Konseling
f) Manajemen kasus
g) Konsultan, serta
h) Peneliti.
4. Ruang Lingkup OHN
AAOHN (2012) mendefenisikan tujuh fungsi tertentu yang terlibat dalam praktek
keperawatan kesehatan kerja. Fungsi-fungsi ini memandu praktek lingkup dari OHN dan
berfungsi sebagai dari praktek. Praktek lingkup dari OHN dan berfungsi sebagai dasar dari
praktek.
a) Penilaian kesehatan. OHN melakukan penilaian kesehatan individu dan dalam kelompok
pekerja di tempat kerja. Penilaian ini berdasar pada dokumentasi riwayat kesehatan,
evaluasi risiko kesehatan, pengujian dan pemantauan, penilaian fisik.  OHN juga
melakukan evaluasi pengawasan medis dengan kelompok pekerja untuk memantau status
kesehatan melalui program kerja. OHN juga dapat mengumpulkan data dari manfaat
kesehatan pemanfaatan statistik sebagai dasar untuk intervensi kesehatan, promosi
kesehatan, dan strategi pendidikan kesehatan.
b) Manajemen kasus. OHN sebagai bentuk pengendali kasus kesakitan baik yang
didapatkan saat bekerja maupun di luar pekerjaan dan manajemen cedera. Fokus utama
OHN ini adalah untuk menjamin akses yang tepat dan penggunaan layanan kesehatan.
OHN juga memfasilitasi untuk bekerja kembali tepat waktu dan secara wajar.
c) Promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan. OHN mengembangkan dan mengelola
program promosi kesehatan bertingkat sebagai komprehensif yang mendukung tujuan
organisasi.  OHN mendasarkan pendidikan dan intervensi kegiatan khusus untuk risiko
kesehatan dari populasi pekerja.
d) Konseling dan Krisis Intervensi.  OHN menyediakan konseling individu dan bimbingan
bagi para pekerja. OHN berpartisipasi dalam mengelola program bantuan karyawan
menangani kebutuhan psikososial tenaga kerja serta dengan pengembangan kebijakan,
prosedur, dan program pendidikan yang berkaitan dengan kesehatan perilaku dan
penyalahgunaan zat.
e) Kesehatan dan pengawasan bahaya. OHN melakukan penilaian kesehatan secara berkala
dan mengimplementasikan layanan preventif untuk pekerja berdasarkan risiko. Ini
termasuk pelaksanaan program imunisasi, pengendalian infeksi, pelayanan kesehatan,
dan pemantauan medis yang tepat.
f) Pencegahan cedera dan kehilangan kontrol.OHN rutin menilai kerja untuk
mengidentifikasi kesehatan dan keselamatan potensi bahaya.  OHN bekerja sama dengan
profesional kesehatan kerja lainnya, seperti hygiene industri, profesional keamanan,
ergonomi, dan ahli toksikologi, yang sesuai.
g) Kerja terkait cedera dan penyakit management. OHN koordinat kesehatan dan
rehabilitasi atau pekerja, menjamin pengembalian yang optimal untuk bekerja dan hasil
yang memuaskan. OHN bekerja sama dengan profesional kesehatan lainnya untuk
mendiagnosa dan mengobati penyakit akibat  kerja dan cedera, memfasilitasi kembali ke
kesehatan yang optimal dan sehat.

3.3 SMK3

1. Pengertian SMK3

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari
sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan
produktif (PP No.50 Tahun 2012). Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui
upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Perusahaan atau organisasi
yang akan ataupun telah menerapkan SMK3 diharapkan dapat meningkatkan efektifitas
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur dan
terintegrasi, kemudian dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja dengan melibatkan unsur manajemen dan pekerja, dan juga perusahaan dapat
menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman dan efisien untuk mendorong
produktivitas.

2. Tujuan SMK3

Tujuan Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja SMK3:

a) Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang


terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi;
b) Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan
melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh;
c) Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong
produktivitas;
d) Memberikan image baik kepada perusahaan dari pandangan pihak eksternal seperti
masyarakat, pemerintah, klien dll;
e) Sebagai bentuk pemenuhan persyaratan bisnis dari pihak klien.

3. Manfaat Penerapan Sistem Manajemen K3

a) Perlindungan karyawan

Tujuan inti penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja atau K3
adalah memberi perlindungan kepada pekerja. Bagaimanapun, pekerja adalah asset
perusahaan yang harus dipelihara dan dijaga keselamatannya. Pengaruh positif
terbesar yang dapat diraih adalah mengurangi angka kecelakaan kerja.

b) Mengurangi biaya

Dengan menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja atau K3,
kita dapat mencegah terjadinya kecelakaan, kerusakan atau sakit akibat kerja. Dengan
demikian kita tidak perlu mengeluarkan biaya yang ditimbulkan akibat kejadian
tesebut.Salah satu biaya yang dapat dikurangi dengan penerapan sistem manajemen
K3 adalah biaya premi asuransi.

c) Membuat sistem manajemen yang efektif

Salah satu bentuk nyata yang bisa kita lihat dari penerapan sistem manajemen K3
adalah adanya prosedur terdokumentasi. Dengan adanya prosedur, maka segala
aktivitas dan kegiatan yang terjadi akan terorganisir, terarah dan berada dalam koridor
yang teratur. Rekaman-rekaman sebagai bukti penerapan sistem disimpan untuk
memudahkan pembuktian dan identifikasi akar masalah ketidak sesuaian.

4. Tahapan Penerapan Sistem Manajemen K3

Dalam menerapkan Sistem Manajemen K3 (SMK3) ada beberapa tahapan yang


harus dilakukan agar SMK3 tersebut menjadi efektif, karena SMK3 mempunyai elemen-
elemen atau persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dibangun didalam suatu
organisasi atau perusahaan. Sistem Manajemen K3 juga harus ditinjau ulang dan
ditingkatkan secara terus menerus didalam pelaksanaanya untuk menjamin bahwa system
itu dapat berperan dan berfungsi dengan baik serat berkontribusi terhadap kemajuan
perusahaan. Penerapan Sistem Manajemen ini (SMK3) ada beberapa tahapan yang harus
dilakukan, meliputi:

a) Penetapan Kebijakan SMK3


b) Perencanaan K3
c) Pelaksanaan Rencana K3
d) Pemantauan & Evaluasi Kinerja K3
e) Peninjauan & Peningkatan kinerja SMK3
5. Penetapan Kebijakan K3

Pengusaha harus menyebarluaskan kebijakan K3 yang telah ditetapkan kepada


seluruh pekerja. Dalam penyusunan kebijakan K3, pengusaha paling sedikit harus
melakukan tinjauan awal kondisi K3 yang meliputi:

a) Identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko


b) Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain yang lebih baik
c) Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan
d) Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan dengan
keselamatan
e) Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan
f) Memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus menerus
g) Memperhatikan masukan dari pekerja atau serikat pekerja
h) Kebijakan K3 paling sedikit harus memuat:

Visi

a) Tujuan perusahaan
b) Komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan
c) Kerangka dan program kerja yang mencangkup kegiatan perushaaan secara
menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional
6. Perencanaan K3

Perencanaan K3 dimaksudkan untuk menghasilkan rencana K3. Rencana K3 ini


disusun dan ditetapkan oleh pengusaha dengan mengacu pada kebijakan K3 yang telah
ditetapkan. Dalam menyusun rencana K3 harus melibatkan Ahli K3, Panitia Pembina K3,
wakil pekerja, dan pihak lain yang terkait di perusahaan. Dalam penyusunan rencana K3,
pengusaha harus mempertimbangkan:

a) Hasil penelaahan awal


b) Identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko
c) Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya
d) Sumber daya yang dimiliki

Rencana K3 paling sedikit memuat:

a) Tujuan dan sasaran


b) Skala prioritas
c) Upaya pengendalian bahaya
d) Penetapan sumber daya
e) Jangka waktu pelaksanaan
f) Indikator pencapaian
g) Sistem pertanggungjawaban

7. Pelaksanaan Rencana K3

Berdasarkan rencana K3 yang telah ditetapkan, dalam pelaksanaannya pengusaha


didukung oleh SDM di bidang K3, sarana dan prasarana. SDM yang dimaksud harus
memiliki:

a) Kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat


b) Kewenangan di bidang K3 yang dibuktikan dengan ijin kerja dan/atau surat
penunjukan dari instansi yang berwenang

Sarana dan prasana yang dimaksud minimal harus terdiri:

a) Organisasi atau unit yang bertanggungjawab di bidang K3


b) Anggaran yang memadai
c) Prosedur operasi/kerja, informasi, dan pelaporan serta pendokumentasian
d) Instruksi kerja
Syarat minimal kegiatan pelaksanaan rencana K3 harus meliputi:

a) Tindakan pengendalian
b) Perancangan dan rekayasa
c) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan
d) Prosedur dan instruksi kerja
e) Pembelian/pengadaan barang dan jasa
f) Produk akhir
g) Upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri serta rencana
pemulihan keadaan darurat (dilaksanakan berdasarkan potensi bahaya, investigasi,
dan analisa kegiatan)

8. Pelaksanaan rencana K3 berdasarkan identifikasi bahaya, penilaian, dan


pengendalian risiko

Pelaksaanaan kegiatan oleh pengusaha harus:

a) Menunjuk SDM yang berkompeten dan berwenang di bidang K3.


b) Melibatkan seluruh pekerja
c) Membuat petunjuk K3 yang harus dipatuhi oleh semua penghuni perusahaan
d) Membuat prosedur informasi yang harus dikomunikasikan ke semua pihak dalam
perusahaan dan pihak luar yang terkait
e) Membuat prosedur pelaporan yang terdiri:
1. Terjadinya kecelakaan di tempat kerja
2. Ketidaksesuaian dengan peraturan perundang-undangan dan/atau standar
3. Kinerja K3
f) Identifikasi sumber bahaya
g) Dokumen lain yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan
h) Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang dilakukan terhadap:
1. Peraturan perundang-undangan dan standar di bidang K3
2. Indikator kinerja K3
3. Izin kerja
4. Hasil identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko
5. Kegiatan pelatihan K3
6. Kegiatan inspeksi, kalibrasi, dan pemeliharan
7. Catatan pemantauan data
8. Hasil pengkajian kecelakaan di tempat kerja dan tindak lanjut
9. Identifikasi produk terhadap komposisinya
10. Informasi pemasok dan kontraktor
11. Audit dan peninjauan ulang SMK3
12. Audit SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan independen terhadap
pemenuhan
13. kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu hasil kegiatan yang telah
direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan SMK3 di perusahaan.

9. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3

Kegiatannya melalui pemeriksaan, pengujian, pengukuran, dan audit internal


SMK3 dilakukan oleh SDM yang kompeten, jika tidak memiliki SDM yang kompeten
dapat menggunakan jasa pihak lain. Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dilaporkan
kepada pengusaha dan digunakan untuk melakukan tindakan perbaikan yang dilakukan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

10. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3

Fungsinya untuk menjamin kesesuaian dan efektivitas penerapan SMK3 yang


dilakukan terhadap kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi untuk
melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja dalam hal:

a) Terjadi perubahan peraturan perundang-undangan


b) Adanya tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar
c) Adanya perubahan produk dan kegiatan perusahaan
d) Terjadi perubahan struktur organisasi
e) Adanya perkembangan IPTEK, termasuk epidemiologi
f) Adanya hasil kajian kecelakaan di tempat kerja
g) Adanya pelaporan
h) Adanya masukan dari pekerja

3.4 Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal Disorder (MSDs) Pada
Penderes Di PT. Bakrie Sumatra Plantation Tbk. 2020
1. Pendahuluan
Kesehatan kerja ialah bidang kesehatan beserta penerapannya yang bermaksud
menciptakan pekerja yang sehat, produktivitas ketika bekerja, berada saat
keseimbangan yang kukuh antara beban kerja, kapasitas kerja, dan keadaan daerah
bekerja, serta menjaga dari sakit yang diakibatkan dari lingkungan dan pekerjaannya
(Suma’mur P.K., 2014).
Penyakit akibat kerja meupakan salah satu persoalan pada kesehatan kerja. Setiap
penyakit ditimbulkan akibat pekerjaannya dan/atau lingkungan kerja disebut penyakit
akibat kerja (Perpres no. 7 thn 2019).
Hampir semua pekerjaan akan beresiko menimbulkan musculoskeletal disorder baik
dari sektor informal maupun dari sektor formal. Musculoskeletal disorder (MSDs)
ialah gabungan tanda-tanda yang berhubungan melalui ligamen, jaringan otot,
kartaligo, tendon, sistem saraf, dan tulang, serta pembuluh darah. Keluhan MSDs
ialah keadaan yang dirasakan pada elemen-elemen otot skeletal sejak keluhan yang
ringan sampai dengan keluhan yang berat. Pada mulamulanya, keluhan pada MSDs
berupa mati rasa, nyeri, sakit, kesemutan, kaku, gangguan tidur, gemetar, bengkak,
dan rasa terbakar dimana menyebabkan ketidaksanggupan seseorang untuk bergerak
dan penyelarasan gerak anggota tubuh akibatnya menekan efisien kerja serta
kehilangan masa kerjanya yang menyebabkan produktivitas kerja turun (Tarwaka,
2004). Keluhan pekerja yang mengalami keluhan seperti nyeri, pegal, dan kaku pada
leher, bahu kanan atas, tangan, pinggang, dan juga kaki serta adanya gangguan tidur.
Akan diberi dua kategori yaitu tidak mengeluh jika tidak ada keluhan yang dirasakan
dan mengeluh jika ada keluhan yang dirasakan.
2. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif bersifat survei analitik yaitu
untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan musculoskeletal
disorder (MSDs) pada penderes di PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk Kisaran.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik simple random
sampling.
3. Hasil dan Pembahasan
Distribusi Jumlah Keluhan MSDs pada Penderes Berdasarkan Lokasi Keluhan di PT.
Bakrie Sumatera Plantations Tbk. Tahun 2020.

Bagian Tubuh Jumlah


Neck/Leher Leher Atas : 38 Leher Bawa : 24
Back/Punggung 11
Bagian Tubuh Jumlah
Lengan Bawah 1 1
Pergelangan tangan 15 15

Bagian Tubuh Jumlah


Pinggang Belakang 26
Pinggul Belakang 48
Pantat 22
Bahu Kiri : 23 Kanan : 41
Lengan Atas Kiri : 1 Kanan : 5
Siku Kiri : 28 Kanan :30

Bagian Tubuh Jumlah


Telapak Tangan 7 8
Paha 0 0
Lutut 6 6
Betis 13 15
Pergelangan Kaki 0 0
Telapak Kaki 0 0

Bersumber dari hasil penelitian yang dilakukan pada penderes di PT. Bakrie Sumatera
Plantations, Tbk. Tahun 2020 menggunakan nordic body map (NBM) ditemukan hasil
bahwa bagian tubuh paling banyak dirasakan keluhan musculoskeletal disorder
(MSDs) adalah pinggang sebanyak 48 orang (62%), bahu kanan sebanyak 41 orang
(53%), leher atas sebanyak 38 orang (49%), siku kanan sebanyak 30 orang (39%),
siku kiri sebanyak 28 orang (36%), punggung bawah sebanyak 26 orang (34%), leher
bawah 24 0rang (31%) dan bahu kiri sebanyak 23 orang (30%), serta bokong
sebanyak 22 orang (29%). Sedangakan untuk keluhan yang paling sedikit dirasakan
yaitu lengan atas kiri, lengan kiri bawah, lengan kanan bawah sebanyak 1 orang (1%).
Pekerja yang berumur > 40 tahun dan mengalami keluhan MSDs sebanyak 34 orang
(44%). Berdasarkan uji statistik Chi square test didapatkan nilai p = 0,001, hal ini
berarti nilai p < 0,05 maka keputusan uji Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara umur dengan keluhan musculoskeletal
disorders (MSDs) pada penderes karet di PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk. Tahun
2020.
Pekerja yang memiliki masa kerja > 15 tahun dan mengalami keluhan MSDs
sebanyak 38 orang (49%). Berdasarkan uji statistik Chi square test didapatkan nilai p
= 0,000, hal ini berarti nilai p < 0,05 maka keputusan uji Ho ditolak dan Ha diterima
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan
musculoskeletal disorders (MSDs) pada penderes karet di PT. Bakrie Sumatera
Plantations Tbk. Tahun 2020.
Pekerja yang mengalami keluhan MSDs sebanyak 65 orang (84%). Berdasarkan uji
statistik Chi square test didapatkan nilai p = 0,000, hal ini berarti p < 0,05 maka
keputusan uji Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara lama kerja dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) pada
penderes karet di PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk. Tahun 2020.
Pekerja yang sikap kerja tidak aman dan yang mengalami keluhan MSDs sebanyak 65
orang (84%). Berdasarkan uji statistik Chi square test tidak didapatkan, karena
variabel sikap kerja bersifat constant sehingga tidak ada gambaran hubungan yang
dapat dilihat antara sikap kerja dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs)
pada penderes karet di PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk. Tahun 2020.
3.5 Asuhan Keperawatan

Dapus

https://belajark3.com/ruang-baca/tahapan-penerapan-smk3.html

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://media.neliti.com/media/publications/109595-ID-
tinjauan-teori-keperawatan-kesehatan-
ker.pdf&ved=2ahUKEwitnp_vlaL0AhWSX3wKHdqeCowQFnoECAcQBg&usg=AOvVaw0
ystQ1vCnN283N_qX-oKe8

https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31753/161000320.pdf?
sequence=1&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai