DI RUANG ASOKA
RSUD Dr. HARYOTO LUMAJANG
Oleh :
PEMBIMBING AKADEMI
.......................................................
NIP. ..............................................
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Konsep Penyakit
A. Definisi
Pengertian Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular langsung yang
disebabkan karena kuman TB yaitu Myobacterium Tuberculosis. Mayoritas kuman TB
menyerang paru, akan tetapi kuman TB juga dapat menyerang organ Tubuh yang
lainnya. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Werdhani, 2011).
Tuberkulosis atau biasa disingkat dengan TBC adalah penyakit kronis yang
disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium Tuberculosis yang ditularkan
melalui dahak (droplet) dari penderita TBC kepada individu lain yang rentan
(Ginanjar, 2008). Bakteri Mycobacterium Tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang
merupakan batang ramping, kurus, dan tahan akan asam atau sering disebut dengan
BTA (bakteri tahan asam). Dapat berbentuk lurus ataupun bengkok yang panjangnya
sekitar 2-4 μm dan lebar 0,2 –0,5 μm yang bergabung membentuk rantai. Besar bakteri
ini tergantung pada kondisi lingkungan (Ginanjar, 2010).
B. Etiologi
Penyebab penyakit Tuberculosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Penyakit ini menyebar saat penderita batuk atau bersin dan orang lain
menghirup droplet yang dikeluarkan mengandung bakteri Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis ada dimana – mana dan dapat ditularkan dari orang ke
orang melalui udara dan terhirup oleh individu yang rentan. (Kardiyudiani & Susanti,
2019) (Wijaya & Putri, 2013)
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis untuk menemukan kuman TB mempunyai arti
yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologis ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, bilasan bronkus,
liquor cerebrospinal, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar, urin, faeces,
dan jaringan biopsi.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Pemeriksaan atas indikasi seperti
foto apikolordotik, oblik, CT Scan. Tuberkulosis memberikan gambaran
bermacammacam pada foto toraks. Gambaran radiologis yang ditemukan dapat
berupa :
• Bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah
• Bayangan berawan atau berbercak
• Adanya kavitas tunggal atau ganda
• Bayangan bercak milier
• Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral
• Destroyed lobe sampai destroyed lung
• Kalsifikasi
• Schwarte
3. Pemeriksaan Khusus
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mendeteksi
kuman TB seperti :
a. BACTEC: dengan metode radiometrik , dimana CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam lemak M.tuberculosis dideteksi growth indexnya.
b. Polymerase chain reaction (PCR) dengan cara mendeteksi DNA dari
M.tuberculosis, hanya saja masalah teknik dalam pemeriksaan ini adalah
kemungkinan kontaminasi.
c. Pemeriksaan serologi : seperti ELISA, ICT dan Mycodot
4. Pemeriksaan Penunjang Lain
Seperti analisa cairan pleura dan histopatologi jaringan, pemeriksaan darah
dimana LED biasanya meningkat, tetapi tidak dapat digunakan sebagai
indikator yang spesifik pada TB. Di Indonesia dengan prevalensi yang tinggi,
uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnosis penyakit kurang berarti pada orang
dewasa. Uji ini mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau
kepositifan yang didapat besar sekali.
E. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
1) Terapi nebuliser-mini
Terapi nebuliser-mini merupakan suatu alat genggam yang dapat
menyemburkan obat seperti agens bronkodilator atau mukolitik menjadi suatu
partikel yang sangat kecil, selanjutnya akan dikirimkan ke dalam paru-paru saat
pasien menghirup napas (Smeltzer & Bare, 2013). Agens bronkodilator dan
mukolitik berfungsi untuk mengencerkan sekresi pulmonal sehingga dapat
dengan mudah dikeluarkan (Somantri, 2012). Nebuliser mini umumnya sering
digunakan di rumah dalam jangka waktu yang panjang (Smeltzer & Bare,
2013).
2) Intubasi endotrakeal
Suatu metode memasukkan selang endotrakeal melalui mulut atau hidung
sampai ke dalam trakea. Intubasi endotrakeal adalah suatu cara pemberiaan
jalan napas yang paten bagi pasien yang tidak dapat mempertahankan sendiri
fungsi jalan napas agar tetap adekuat seperti pada pasien koma dan pasien yang
mengalami obstruksi jalan nafas (Smeltzer & Bare, 2013).
3) Trakeostomi
Suatu prosedur pembuatan lubang ke dalam trakea yang dapat bersifat menetap
atau permanen. Tindakan trakeostomi dilakukan untuk membuat pintasan suatu
obstruksi jalan napas bagian atas, sehingga dapat membuang 14 sekresi
trakeobronkial. Trakeostomi dilakukan untuk mencegah terjadinya aspirasi
sekresi oral atau lambung pada pasien koma (Smeltzer & Bare, 2013).
4) Terapi inhalasi dengan nebulizer
Terapi inhalasi adalah suatu terapi pemberian obat dengan cara menghirup uap
dengan menggunakan alat nebulizer. Tujuan dari pemberian terapi inhalasi
untuk meminimalkan proses peradangan dan pembengkakan selaput lendir,
membantu mengencerkan dan memudahkan dalam pengeluaran sputum,
menjaga selaput lendir agar tetap lembab dan melegakan dalam proses respirasi
(Lusianah et al., 2012).
2. Nonfarmakologi
1) Fisioterapi dada
Fisioterapi dada terdiri dari drainase postural, perkusi, dan vibrasi dada. Tujuan
dari fisioterapi dada yaitu untuk memudahkan dalam pembuangan sekresi
bronkhial, memperbaiki fungsi ventilasi dan meningkatkan efisiensi dari otot-
otot sistem pernapasan agar dapat berfungsi secara normal (Smeltzer & Bare,
2013). Drainase postural adalah suatu posisi yang spesifik dengan
menggunakan gaya gravitasi untuk memudahkan proses pengeluaran sekresi
bronkhial. Tujuan dilakukan drainase postural adalah untuk mencegah atau
menghilangkan obstruksi bronkhial, yang disebabkan oleh adanya akumulasi
sekresi. Tindakan drainase postural dilakukan secara bertahap pada pasien,
dimulai dari pasien dibaringkan secara bergantian dalam posisi yang berbeda.
Prosedur drainase postural dapat diarahkan ke semua segmen paru-paru, dengan
membaringkan pasien dalam lima posisi yang berbeda yaitu satu posisi untuk
mendrainase setiap lobus paru-paru, kepala lebih rendah, pronasi, lateral kanan
dan kiri, serta duduk dalam posisi tegak. Dari perubahan posisi yang dilakukan
dapat mengalirkan sekresi dari jalan napas bronkhial yang lebih kecil ke bronki
yang lebih besar dan trakea. Sekresi akan dibuang dengan cara membatukkan
(Smeltzer & Bare, 2013). Perkusi adalah suatu prosedur membentuk mangkuk
pada telapak tangan dengan menepuk secara ringan pada area dinding dada
dalam. Gerakan menepuk dilakukan secara berirama di atas segmen paru yang
akan dialirkan (Smeltzer & Bare, 2013). Vibrasi dada adalah suatu tindakan
meletakkan tangan secara berdampingan dengan jari-jari tangan dalam posisi
ekstensi di atas area dada. Vibrasi dada dilakukan untuk meningkatkan
kecepatan dan turbulensi udara saat ekshalasi untuk menghilangkan sekret
(Somantri, 2012). Perkusi dan vibrasi dada merupakan suatu tindakan menepuk
sekaligus memvibrasi dada untuk membantu melepaskan mukus yang kental
dan melekat pada daerah bronkiolus dan bronki (Smeltzer & Bare, 2013).
2) Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mendorong
pasien agar mudah membuang sekresi dengan metode batuk efektif sehingga
dapat mempertahankan jalan napas yang paten. Latihan batuk efektif dilakukan
dengan puncak rendah, dalam dan terkontrol. Posisi yang dianjurkan untuk
melakukan latihan batuk efektif adalah posisi duduk di tepi tempat tidur atau
semi fowler, dengan posisi tungkai diletakkan di atas kursi (Smeltzer & Bare,
2013).
3) Penghisapan lendir
Penghisapan lendir atau section adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk
mengeluarkan sekret yang tertahan pada jalan napas. Penghisapan lendir
bertujuan untuk mempertahankan jalan napas tetap paten (Hidayat, 2009).
F. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut menurut Depkes
(2005):
a. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
c. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau retraktif) pada paru.
d. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan : kolapsspontan
karena kerusakan jaringan paru.
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,ginjal dan
sebagainya.
f. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
G. Patofisiologi terjadinya masalah keperawatan gangguan oksigenasi pada
penyakit Tuberkulosis Paru
Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli
lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium
tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil
juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal,
tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem
kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil
dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit
spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi
awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi
antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal
infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma
terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti
dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa.
Bagian tengah dari massa tersebut 8 disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas
makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang
berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi dan
akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif. Menurut
Widagdo (2011), setelah infeksi awaljika respons sistem imun tidak adekuat maka
penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat
infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada
kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing
caseosa di dalam bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan
membentuk jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang,
mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan
seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan
terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel
tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah
yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan
fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk
suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.
II. Konsep Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Dasar
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Keluhan pasien datang dengan gejala dan tanda penyakit TB paru seperti
batuk berdahak ≥ 2 minggu dan dapat disertai sedikitnya salah satu dari
gejala berikut:
b. Lokal respiratorik : dapat bercampur darah atau batuk darah, sesak nafas,
dan nyeri dada atau pleuritic chest pain (bila disertai peradangan pleura).
c. Sistemik : nafsu makan menurun, berat badan menurun, berkeringat malam
tanpa kegiatan fisik, demam meriang, badan lemah dan malaise.
d. Riwayat kontak
e. Riwayat pengobatan sebelumnya
f. Faktor risiko penurunan daya tahan tubuh (HIV, DM, dan lain sebagainya)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan. Bila lesi luas,
dapat ditemukan bentuk dada yang tidak simetris.
b. Palpasi : Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan. Bila lesi luas,
dapat ditemukan kelainan berupa fremitus mengeras atau melemah
c. Perkusi : Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan. Bila ada
kelainan tertentu, dapat terdengar perubahan suara perkusi seperti hipersonor
pada pneumotoraks, atau pekak pada efusi pleura.
d. Auskultasi : Bila lesi minimal, tidak ditemukan kelainan. Bila lesi luas, dapat
ditemukan kelainan berikut : Ronki basah kasar terutama di apeks paru, suara
napas melemah atau mengeras, atau stridor. suara napas
bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah di apeks
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1362/4/BAB%20II.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nurhayatij-6516-3-babii.pdf
http://www.perdoki.or.id/pdf/32.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nurhayatij-6516-3-babii.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/29530/Chapter?sequence=4
http://eprints.ums.ac.id/34035/26/BAB%202%20NEW.pdf
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/491/3/BAB%20II.pdf
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/563/1/BAB%20II.pdf
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru n.d
M Wilkinson Judith 2014. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.