Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA KLIEN


TUBERKULOSIS PARU

DI RUANG ASOKA
RSUD Dr. HARYOTO LUMAJANG

PERIODE TANGGAL 01 FEBRUARI 2021 – 06 FEBRUARI 2021

Oleh :

NAMA : MAZIDATUR RIZKY AMALIA


NIM : 192303101024

PRODI D3 KEPERAWATAN KAMPUS LUMAJANG


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN INI TELAH DISAHKAN PADA


TANGGAL ................................. 2021

PEMBIMBING KLINIK MAHASISWA

....................................................... NINDYA AMARANGGANA


NIP. .............................................. NIM. 192303101111

PEMBIMBING AKADEMI

.......................................................
NIP. ..............................................
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Penyakit
A. Definisi
Pengertian Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular langsung yang
disebabkan karena kuman TB yaitu Myobacterium Tuberculosis. Mayoritas kuman TB
menyerang paru, akan tetapi kuman TB juga dapat menyerang organ Tubuh yang
lainnya. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Werdhani, 2011).
Tuberkulosis atau biasa disingkat dengan TBC adalah penyakit kronis yang
disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium Tuberculosis yang ditularkan
melalui dahak (droplet) dari penderita TBC kepada individu lain yang rentan
(Ginanjar, 2008). Bakteri Mycobacterium Tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang
merupakan batang ramping, kurus, dan tahan akan asam atau sering disebut dengan
BTA (bakteri tahan asam). Dapat berbentuk lurus ataupun bengkok yang panjangnya
sekitar 2-4 μm dan lebar 0,2 –0,5 μm yang bergabung membentuk rantai. Besar bakteri
ini tergantung pada kondisi lingkungan (Ginanjar, 2010).

B. Etiologi
Penyebab penyakit Tuberculosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Penyakit ini menyebar saat penderita batuk atau bersin dan orang lain
menghirup droplet yang dikeluarkan mengandung bakteri Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis ada dimana – mana dan dapat ditularkan dari orang ke
orang melalui udara dan terhirup oleh individu yang rentan. (Kardiyudiani & Susanti,
2019) (Wijaya & Putri, 2013)

C. Manifestasi Klinis dan Klasifikasi


Secara rinci tanda dan gejala TB paru ini dapat dibagi atas 2 (dua) golongan yaitu
gejala sistemik dan gejaja respiratorik.
a. Gejala sistemik adalah:
1) Demam.
Demam merupakan gejala pertarna dari tuberkulosis paru, biasanya timbul
pada sore dan malam hari disertai dengan keringat mirip demam influenza
yang segera mereda. Tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi kuman,
serangan demam yang berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan.
Demam seperti influenza ini hilang timbul dan semakin lama makin panjang
masa serangannya, sedangkan masa bebas serangan akan makin pendek.
Demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 40- 41
2) Malaise.
Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa tidak
enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit
kepala, mudah lelah dan pada wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan
siklus haid.
b. Gejala respiratorik adalah :
1) Batuk.
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkhus. Batuk
mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkhus; selanjutnya akibat adanya
peradangan pada ronkhus, batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif ini
12 berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak
dapat bersifat mukoid atau purulen.
2) Batuk Darah.
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya
batuk darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang
pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada
dinding kavitas, juga dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkhus.
Batuk darah inilah yang paling sering membawa penderita berobat ke dokter.
3) Sesak Nafas.
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang
cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah di temukan.
4) Nyeri Dada.
Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura terkena,
gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik (Manurung, S;et all, 2008).
1. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopik:
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
tuberkulosis positif.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada tuberkulosis paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi :
 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
2. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. Tuberkulosis paru BTA negatif foto toraks positif
Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat
dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran
kerusakan paru yang luas.
b. Tuberkulosis ekstraparu dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
1) Tuberkulosis ekstra paru ringan, misalnya : tuberkulosis kelenjar limfe,
tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
2) Tuberkulosis ekstra-paru berat, misalnya : meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, tuberkulosis tulang belakang,
tuberkulosis usus, tuberkulosis saluran kemih dan alat kelamin.
3. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya.
Ada beberapa tipe pasien yaitu:
a. Kasus baru
adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus kambuh (relaps)
adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.
c. Kasus setelah putus berobat (default )
adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
d. Kasus setelah gagal (failure)
adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e. Kasus lain
adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).
4. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis untuk menemukan kuman TB mempunyai arti
yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologis ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, bilasan bronkus,
liquor cerebrospinal, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar, urin, faeces,
dan jaringan biopsi.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Pemeriksaan atas indikasi seperti
foto apikolordotik, oblik, CT Scan. Tuberkulosis memberikan gambaran
bermacammacam pada foto toraks. Gambaran radiologis yang ditemukan dapat
berupa :
• Bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah
• Bayangan berawan atau berbercak
• Adanya kavitas tunggal atau ganda
• Bayangan bercak milier
• Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral
• Destroyed lobe sampai destroyed lung
• Kalsifikasi
• Schwarte
3. Pemeriksaan Khusus
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mendeteksi
kuman TB seperti :
a. BACTEC: dengan metode radiometrik , dimana CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam lemak M.tuberculosis dideteksi growth indexnya.
b. Polymerase chain reaction (PCR) dengan cara mendeteksi DNA dari
M.tuberculosis, hanya saja masalah teknik dalam pemeriksaan ini adalah
kemungkinan kontaminasi.
c. Pemeriksaan serologi : seperti ELISA, ICT dan Mycodot
4. Pemeriksaan Penunjang Lain
Seperti analisa cairan pleura dan histopatologi jaringan, pemeriksaan darah
dimana LED biasanya meningkat, tetapi tidak dapat digunakan sebagai
indikator yang spesifik pada TB. Di Indonesia dengan prevalensi yang tinggi,
uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnosis penyakit kurang berarti pada orang
dewasa. Uji ini mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau
kepositifan yang didapat besar sekali.

E. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
1) Terapi nebuliser-mini
Terapi nebuliser-mini merupakan suatu alat genggam yang dapat
menyemburkan obat seperti agens bronkodilator atau mukolitik menjadi suatu
partikel yang sangat kecil, selanjutnya akan dikirimkan ke dalam paru-paru saat
pasien menghirup napas (Smeltzer & Bare, 2013). Agens bronkodilator dan
mukolitik berfungsi untuk mengencerkan sekresi pulmonal sehingga dapat
dengan mudah dikeluarkan (Somantri, 2012). Nebuliser mini umumnya sering
digunakan di rumah dalam jangka waktu yang panjang (Smeltzer & Bare,
2013).
2) Intubasi endotrakeal
Suatu metode memasukkan selang endotrakeal melalui mulut atau hidung
sampai ke dalam trakea. Intubasi endotrakeal adalah suatu cara pemberiaan
jalan napas yang paten bagi pasien yang tidak dapat mempertahankan sendiri
fungsi jalan napas agar tetap adekuat seperti pada pasien koma dan pasien yang
mengalami obstruksi jalan nafas (Smeltzer & Bare, 2013).
3) Trakeostomi
Suatu prosedur pembuatan lubang ke dalam trakea yang dapat bersifat menetap
atau permanen. Tindakan trakeostomi dilakukan untuk membuat pintasan suatu
obstruksi jalan napas bagian atas, sehingga dapat membuang 14 sekresi
trakeobronkial. Trakeostomi dilakukan untuk mencegah terjadinya aspirasi
sekresi oral atau lambung pada pasien koma (Smeltzer & Bare, 2013).
4) Terapi inhalasi dengan nebulizer
Terapi inhalasi adalah suatu terapi pemberian obat dengan cara menghirup uap
dengan menggunakan alat nebulizer. Tujuan dari pemberian terapi inhalasi
untuk meminimalkan proses peradangan dan pembengkakan selaput lendir,
membantu mengencerkan dan memudahkan dalam pengeluaran sputum,
menjaga selaput lendir agar tetap lembab dan melegakan dalam proses respirasi
(Lusianah et al., 2012).
2. Nonfarmakologi
1) Fisioterapi dada
Fisioterapi dada terdiri dari drainase postural, perkusi, dan vibrasi dada. Tujuan
dari fisioterapi dada yaitu untuk memudahkan dalam pembuangan sekresi
bronkhial, memperbaiki fungsi ventilasi dan meningkatkan efisiensi dari otot-
otot sistem pernapasan agar dapat berfungsi secara normal (Smeltzer & Bare,
2013). Drainase postural adalah suatu posisi yang spesifik dengan
menggunakan gaya gravitasi untuk memudahkan proses pengeluaran sekresi
bronkhial. Tujuan dilakukan drainase postural adalah untuk mencegah atau
menghilangkan obstruksi bronkhial, yang disebabkan oleh adanya akumulasi
sekresi. Tindakan drainase postural dilakukan secara bertahap pada pasien,
dimulai dari pasien dibaringkan secara bergantian dalam posisi yang berbeda.
Prosedur drainase postural dapat diarahkan ke semua segmen paru-paru, dengan
membaringkan pasien dalam lima posisi yang berbeda yaitu satu posisi untuk
mendrainase setiap lobus paru-paru, kepala lebih rendah, pronasi, lateral kanan
dan kiri, serta duduk dalam posisi tegak. Dari perubahan posisi yang dilakukan
dapat mengalirkan sekresi dari jalan napas bronkhial yang lebih kecil ke bronki
yang lebih besar dan trakea. Sekresi akan dibuang dengan cara membatukkan
(Smeltzer & Bare, 2013). Perkusi adalah suatu prosedur membentuk mangkuk
pada telapak tangan dengan menepuk secara ringan pada area dinding dada
dalam. Gerakan menepuk dilakukan secara berirama di atas segmen paru yang
akan dialirkan (Smeltzer & Bare, 2013). Vibrasi dada adalah suatu tindakan
meletakkan tangan secara berdampingan dengan jari-jari tangan dalam posisi
ekstensi di atas area dada. Vibrasi dada dilakukan untuk meningkatkan
kecepatan dan turbulensi udara saat ekshalasi untuk menghilangkan sekret
(Somantri, 2012). Perkusi dan vibrasi dada merupakan suatu tindakan menepuk
sekaligus memvibrasi dada untuk membantu melepaskan mukus yang kental
dan melekat pada daerah bronkiolus dan bronki (Smeltzer & Bare, 2013).
2) Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mendorong
pasien agar mudah membuang sekresi dengan metode batuk efektif sehingga
dapat mempertahankan jalan napas yang paten. Latihan batuk efektif dilakukan
dengan puncak rendah, dalam dan terkontrol. Posisi yang dianjurkan untuk
melakukan latihan batuk efektif adalah posisi duduk di tepi tempat tidur atau
semi fowler, dengan posisi tungkai diletakkan di atas kursi (Smeltzer & Bare,
2013).
3) Penghisapan lendir
Penghisapan lendir atau section adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk
mengeluarkan sekret yang tertahan pada jalan napas. Penghisapan lendir
bertujuan untuk mempertahankan jalan napas tetap paten (Hidayat, 2009).

F. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut menurut Depkes
(2005):
a. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
c. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau retraktif) pada paru.
d. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan : kolapsspontan
karena kerusakan jaringan paru.
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,ginjal dan
sebagainya.
f. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
G. Patofisiologi terjadinya masalah keperawatan gangguan oksigenasi pada
penyakit Tuberkulosis Paru
Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli
lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium
tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil
juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal,
tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem
kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil
dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit
spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi
awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi
antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal
infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma
terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti
dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa.
Bagian tengah dari massa tersebut 8 disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas
makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang
berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi dan
akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif. Menurut
Widagdo (2011), setelah infeksi awaljika respons sistem imun tidak adekuat maka
penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat
infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada
kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing
caseosa di dalam bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan
membentuk jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang,
mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan
seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan
terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel
tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah
yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan
fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk
suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.
II. Konsep Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Dasar
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Keluhan pasien datang dengan gejala dan tanda penyakit TB paru seperti
batuk berdahak ≥ 2 minggu dan dapat disertai sedikitnya salah satu dari
gejala berikut:
b. Lokal respiratorik : dapat bercampur darah atau batuk darah, sesak nafas,
dan nyeri dada atau pleuritic chest pain (bila disertai peradangan pleura).
c. Sistemik : nafsu makan menurun, berat badan menurun, berkeringat malam
tanpa kegiatan fisik, demam meriang, badan lemah dan malaise.
d. Riwayat kontak
e. Riwayat pengobatan sebelumnya
f. Faktor risiko penurunan daya tahan tubuh (HIV, DM, dan lain sebagainya)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan. Bila lesi luas,
dapat ditemukan bentuk dada yang tidak simetris.
b. Palpasi : Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan. Bila lesi luas,
dapat ditemukan kelainan berupa fremitus mengeras atau melemah
c. Perkusi : Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan. Bila ada
kelainan tertentu, dapat terdengar perubahan suara perkusi seperti hipersonor
pada pneumotoraks, atau pekak pada efusi pleura.
d. Auskultasi : Bila lesi minimal, tidak ditemukan kelainan. Bila lesi luas, dapat
ditemukan kelainan berikut : Ronki basah kasar terutama di apeks paru, suara
napas melemah atau mengeras, atau stridor. suara napas
bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah di apeks

B. Diagnosa Keperawatan Utama


Diagnosa Keperawatan : Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
1. Definisi
Ketidakmampuan untuk membersihkan secret atau obstruksi saluran napas guna
mempertahankan jalan napas yang bersih
2. Batasan Karakteristik
Subjektif
Dispnea
Objektif
Suara napas tambahan (mis ronki, mengi)
Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan
Sianosis
Kesulitan untuk berbicara
Penurunan suara napas
Sputum berlebihan
Batuk tidak efektif atau tidak ada
Ortopnea
Gelisah
Mata terbelalak
3. Faktor yang Berhubungan
Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, dan perokok pasif
Obstruksi jalan napas : spasme jalan napas, retensi secret, mucus berlebihan,
adanya jalan napas buatan, terdapat benda asing di jalan napas, secret di bronki,
dan eksudat di alveoli
Fisiologis : disfungsi neuromuscular, hyperplasia dinding bronkial, PPOK
(Penyakit Paru Obstruktif Kronis), infeksi, asma, jalan napas alergik

C. Planning/Rencana Tindakan Keperawatan


1. Tujuan dan Kriteria hasil
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif
Kriteria hasil : Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan mengeluarkan sekret
tanpa bantuan
2. Intervensi dan Rasional
a. Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kelemahan dan
penggunaan otot bantu.
Rasional : Peningkatan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis, ronchi, mengi
menunjukkan akumulasi sekret / ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas
yang dapat menimbulkan penggunaan otot akseseri pernafasan dan peningkatan
kerja pernafasan
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif, catat karakter,
jumlah sputum, adanya hemoptisis
Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal sputum berdarah kental / darah
cerah (misal efek infeksi, atau tidak kuatnya hidrasi).
c. Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya
pernafasan.
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan
Rasional : Mencegah obstruksi respirasi, penghisapan dapat diperlukan bila pasien
tidak mampu mengeluarkan sekret.

D. Masalah Keperawatan Lain Yang Bisa Terjadi (Disertai Rencana Tindakan


Keperawatan sampai intervensi lengkap untuk 1 diagnosa keperawatan
tambahan)
1. Diagnosa Keperawatan Utama : Gangguan Pertukaran Gas
2. Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC
- Status Pernapasan : Pertukaran Gas
- Perfusi Jaringan : Paru
- Tanda-tanda Vital
Kriteria Hasil :
a. Pertukaran CO2 atau O2 di alveoli untuk mempertahankan konsentrasi gas
darah arteri
b. Keadekuatan aliran darah melewati vaskulatur paru yang utuh untuk perfusi
unit alveoli kapiler
c. Kondisi suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah dalam rentang normal
3. Intervensi dan Rasional
a. Kaji suara paru; frekuensi napas, kedalaman, dan usaha napas; dan produksi
sputum sebagai indicator keefektifan penggunaan alat penunjang
b. Pantau saturasi O2 dengan oksimeter nadi
c. Pantau hasil gas darah (mis., kadar PaO2 yang rendah, dan Paco, yang tinggi
menunjukkan perburukan pernapasan)
d. Pantau kadar elektrolit
e. Pantau status mental (mis., tingkat kesadaran, gelisah, dan konfusi)
f. Peningkatan frekuensi pemantauan pada saat pasien tampak somnolen
g. Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa mulut
h. Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan (oksigen, pengisap,
spirometer, dan IPPB)
i. Ajarkan kepada pasien teknik bernapas dan relaksasi
j. Jelaskan kepada pasien dan keluarga alasan pemberian oksigen dan tindakan
lainnya
k. Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok itu dilarang
l. Ajarkan tentang batuk efektif
m. Ajarkan kepada pasien bagaimana menggunakan inhaler yang dianjurkan,
sesuai dengan kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1362/4/BAB%20II.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nurhayatij-6516-3-babii.pdf
http://www.perdoki.or.id/pdf/32.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nurhayatij-6516-3-babii.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/29530/Chapter?sequence=4
http://eprints.ums.ac.id/34035/26/BAB%202%20NEW.pdf
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/491/3/BAB%20II.pdf
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/563/1/BAB%20II.pdf
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru n.d

Paru, A n.d., BAB II TINJAUAN PUSTAKA,.

M Wilkinson Judith 2014. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai