Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH PPKN

“Persatuan Dan Kesatuan Bangsa Dalam


Menghadapi Masalah Corona”
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
Syafa Azra Liwajhilla
XI MIPA C
Guru: Yustina, SH.

SMA NEGERI 1 NGABANG


LKS Halaman 55-57 Pilihan Ganda
1. A
2. C
3. E
4. E
5. A
6. E
7. C
8. C
9. A
10. C
11. E
12. A
13. B
14. E
15. C
“Persatuan Dan Kesatuan Bangsa Dalam
Menghadapi Masalah Corona”

Pandemi COVID-19  menjadi pusat perhatian saat ini, baik bagi


perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah, maupun
bagi pemberitaan media di Indonesia.
Mengingat fakta semenjak diumumkan pertama kali pada awal
Maret 2020, mengenai keberadaan virus corona  di Indonesia,
pandemi COVID-19 menjadi virus menakutkan bagi bangsa ini,
serta melumpuhkan berbagai aktivitas masyarakat, khususnya
pendidikan dan ekonomi.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk menghardik kaum oportunis,
tetapi hanya sekedar merefleksikan bagaimana eksistensi dari
“Pancasila” sebagai ideologi bangsa, di tengah mewabahnya
virus tersebut. Faktanya sebagai bangsa, kita perlu memiliki
kekuatan moral dalam menyikapi peristiwa apa pun, dalam
konteks Indonesia yang sedang dilanda pandemi COVID-19.
Apakah masih terdapat rasa kemanusiaan pada bangsa ini, atau
mati demi melindungi kepentingan pribadi?

Menyikapi COVID-19
Mewabahnya COVID-19 di berbagai belahan dunia, memang
menjadi teguran bagi umat manusia, khususnya dalam
mempersiapkan ketahanan yang memadai pada bidang
kesehatan, termasuk bangsa Indonesia, yang sedang diuji dalam
menyikapi dan melawan virus tersebut. Data terbaru
menunjukan, bahwa sebanyak 4.557 masyarakat Indonesia
dinyatakan positif, 380 sembuh serta 399 meninggal.
Bagaimana dengan masyarakat yang berstatus positif tetapi
“tidak terdata”, ketakutan tersebut masih menjadi misteri, serta
yang bisa kita lakukan hanya berdoa kepada Tuhan yang Maha
Kuasa. Lalu mengoptimalkan layanan khusus yang dibuat oleh
pemerintah berupa aduan COVID-19, di daerah masing-masing,
dalam ikhtiar menyelamatkan nyawa kita sendiri, maupun orang
lain, sebagai saudara setanah air.
Proses penyebaran COVID-19 yang cepat, mengakibatkan ribuan
orang Indonesia terpapar, sehingga pemerintah memberlakukan
berbagai kebijakan sebagai upaya menyelamatkan nyawa
masyarakatnya, seperti membentuk Gugus Tugas Penanganan
COVID-19, memberlakukan proses pembelajaran di rumah,
terbaru Kemenkes menyetujui status DKI Jakarta, serta Bodebek
(Bogor, Depok, Bekasi), menjadi daerah yang memberlakukan
PSBB (pembatasan sosial berskala besar).
Cara masyarakat dalam menyikapi COVID-19 begitu beragam,
sehingga merepresentasikan sudah sejauh mana bangsa ini
dewasa, serta menunjukan bagaimana eksistensi ideologi
Pancasila apakah masih “terpatri” pada nurani setiap manusia
Indonesia. Faktanya banyak masyarakat yang mengutamakan
keselamatannya, karena merupakan sebuah kelaziman, tetapi
tidak sedikit juga oknum yang mengutamakan keselamatannya,
dengan menghilangkan sifat kemanusiaannya.
Menolak dikuburkannya jenazah yang “terpapar virus COVID-19”
merupakan fenomena sosial yang begitu menyakitkan, serta
menjadi catatan kelam bagi keberlangsungan hidup bangsa ini.
Jenazah tersebut dianggap aib, penuh dengan dosa, sehingga
keberadaannya ditolak oleh oknum masyarakat, lebih
memprihatinkan apabila jenazah tersebut pernah berprofesi
sebagai tenaga medis atau pernah mengajukan diri untuk
menjadi relawan dalam melawan pandemi COVID-19.
Lantas apa bedanya kita dengan penjajah yang tidak menghargai
nyawa pribumi (manusia Indonesia asli), apabila realita sosial
tersebut telah terdeskripsikan. Rasional kita bersikap untuk
menjaga keselamatan diri sendiri, tetapi tidak harus
menghilangkan sifat kemanusiaan, perlu kita merefleksikan
bagaimana “sakitnya” apabila kita yang mendapatkan perlakukan
tidak adil tersebut.
Bangsa ini berdiri melalui semangat kolektifitas, begitu
beragamnya gangguan yang berpotensi merusak persatuan dan
kesatuan bangsa sejak awal kemerdekaan, mampu diatasi
dengan berbagai pendekatan dan strategi kebijakan yang baik.
Dalam merusak persatuan dan kesatuan bangsa, konflik
horizontal antar sesama saudara sebangsa dan setanah air,
terbukti lebih efektif dari pada konflik yang dihasilkan dari
perang internasional maupun agresi militer.
Bagaimana kekuatan serta komitmen bangsa untuk menjadi
modal utama dalam menghadapi berbagai peristiwa sosial
maupun tantangan zaman, begitu berarti untuk bangsa ini agar
tetap eksis bahkan menjadi pemenang.
Menolak jenazah yang terindikasi COVID-19 merupakan falasi
berpikir, serta merusak kesatuan dan persatuan bangsa, kita
perlu menjaga perasaan keluarga terkait, karena pada hakikatnya
kita adalah saudara sebangsa dan setanah air, tidak terkotak-
kotakan oleh preferensi sosial dan politik, bahkan oleh hubungan
darah sekali pun.
Menolak jenazah individu yang terpapar oleh pandemi COVID-19
merupakan perbuatan yang keji, tidak manusiawi, serta
merepresentasikan bangsa yang tidak beradab.
Menjadi catatan bersama akibat terjadinya peristiwa sosial yang
sangat memalukan tersebut, terlebih bagi pemerintah,
khususnya aparat keamanan, yang perlu mengatasi kejadian
tersebut, agar tidak terulang kembali, karena berpotensi untuk
merusak moralitas dan solidaritas bangsa.
Rusaknya moralitas dan solidaritas bangsa, mengakibatkan
bangsa ini hilang identitas atau jati dirinya, sebagai bangsa yang
memiliki keadaban yang tinggi. Tentu nilai-nilai ideal tidak hanya
dijargonkan tetapi diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Realita sosial tersebut menjadi indikator kuat sudah sejauh mana
“ikatan emosional” kita sebagai sebuah bangsa, sehingga apabila
peristiwa memalukan tersebut tetap terjadi, maka perlu kita
refleksikan, di manakah letak “keadilan”.

Memaknai Ideologi Pancasila


Sebagai ideologi yang menjadi representasi dari nilai-nilai
Ketuhanan serta nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat
Indonesia, tentu ideologi Pancasila menjadi kaidah untuk hidup
dalam konteks berbangsa dan bernegara.
Terdapat perilaku yang telah mendarah daging sehingga menjadi
watak warga negara, serta terdapat juga nilai dan perilaku ideal
yang perlu dihabituasikan, sebagai ikhtiar dalam membentuk
warga negara yang Pancasilais.
Ditinjau dengan menggunakan perspektif mana pun, fenomena
menolak jenazah yang terpapar COVID-19 tidak berdasar sama
sekali, serta merupakan kecatatan dalam berperilaku.
Sebagai masyarakat yang memiliki keimanan terhadap Tuhan
yang Maha Esa, kita perlu memuliakan sesama manusia,
termasuk memberikan pemakaman yang layak bagi individu yang
terpapar COVID-19 dengan pelaksanaan proses pemakaman yang
mengikuti syariat agama, serta mengikuti protokol kesehatan
yang telah ditetapkan (khusus untuk COVID-19), baik oleh WHO
(organisasi kesehatan internasional) maupun oleh lembaga
kesehatan setempat yang representatif.
Memaknai ideologi Pancasila tidak bisa dilakukan dengan
menggemakan jargon, atau melalui proses sosialisasi teoretik
semata, tetapi makna ideologi Pancasila akan terasa hikmatnya,
apabila diaplikasikan melalui keterlibatan kita dalam proses
mewujudkan keadilan serta kesejahteraan umum, bahkan
melalui komitmen kita untuk menjunjung tinggi Pancasila dalam
kondisi apa pun.
Dalam konteks Indonesia yang sedang dilanda pandemi COVID-
19, sudah sejauh mana kah peran diri kita sendiri dalam
mengutamakan kepentingan umum. Minimalnya kita mengikuti
anjuran pemerintah untuk tidak berkumpul serta melakukan
tindakan yang bisa merugikan orang lain.
Plato pernah memberikan definisi mengenai negara ideal yang
dipimpin oleh seorang “raja filsuf” (raja yang bijak), tetapi tidak
pernah terealisasikan sampai saat ini, karena prosesnya yang
begitu rumit, serta susahnya untuk mencapai kesepakatan.
Refleksi yang bisa diambil, tidak perlu kita menjadi individu yang
berkuasa untuk memberikan dampak positif bagi orang lain,
cukuplah berkontribusi sesuai dengan kapasitas kita sendiri.
Ditinjau dalam konteks pandemi COVID-19 saat ini, kita perlu
menjadi individu yang bijaksana, seperti tidak memberikan
stigma negatif pada jenazah yang terpapar COVID-19, bahkan
aktif dalam mengedukasi masyarakat umum, melalui media yang
memadai, agar pandemi COVID-19 ini bisa teratasi. Semoga Allah
SWT, Tuhan yang maha kuasa, selalu menyayangi bangsa ini, agar
moralitas dan solidaritasnya tetap terjaga.

Anda mungkin juga menyukai