Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Otak Manusia
2.1.1 Otak (Brain)
Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena
merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh. Otak merupakan
dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (Cranium)
yang dibungkus oleh suatu lapisan yang kuat. Otak terdiri dari otak
besar (Cerebrum) batang otak (Trunchus Enchepali) dan otak kecil
(Cerebellum) (Syaifuddin, 2006)
a. Otak besar (Cerebrum)
1. Otak besar merupakan bagian yang
terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur, mengisi penuh
bagian depan atas rongga tengkorak. Otak mempunyai dua
permukaan yaitu permukaan atas dan permukaan bawah.
Kedua permukaan ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu)
yaitu pada bagian korteks cerebral dan zat putih terdapat pada
bagian dalam yang mengandung serabut saraf (Syaifuddin,
2006).
Fungsi Otak besar :
a) Mengingat pengalaman-pengalaman yang lalu.
b) Pusat persarafan yang mengenai aktifitas mental, akal,
intelegasi, dan memori.
c) Pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil.
b. Batang otak (Truncus Enchepali)
Batang otak terdiri dari:
1. Disenchepalon, bagian batang otak paling atas terdapat
diantara cerebellum dengan mesenchepalon (Syaifuddin,
2006).
Fungsi disenchepalon :
a) Vase konstruktor, mengecilkan pembuluh darah.
b) Respiratory, membantu proses persarafan.
c) Mengontrol kegiatan refleks.
d) Membantu pekerjaan jantung

4
5

2. Mesensepalon, atap dari mesensepalon terdiri dari empat


bagian yang menonjol keatas, dua di sebelah atas disebut
corpus kuadrigeminus superior dan dua sebelah bawah
disebut corpus kuadrigeminus inferior. (Syaifuddin, 2006)
Fungsi mesensepalon :
a) membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata
b) memutar mata dan pusat pergerakan mata
3. Pons Varoli, brakium pontis yang menghubungkan
mesenhepalon dengan pons varoli dan cerebellum terletak di
depan cerebellum di antara otak tengah dan medulla oblongata,
disini terdapat premotoksid yang mengatur gerakan pernafasan
dan refleks. (Syaifuddin, 2006)
Fungsi pons varoli:
a) Penghubung antara kedua bagian cerebellum dan juga
antara medulla oblongata dengan cerebellum atau otak
besar
b) Pusat saraf nervus trigeminus.
4. Medulla oblongata, bagian batang otak paling bawah yang
menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis.
(Syaifuddin, 2006)
Fungsi medulla oblongata:
a. Mengontrol pekerjaan jantung.
b. Mengecilkan pembuluh darah (vaso konstruktor)
c. Pusat pernafasan (respirasi center)
d. Mengontrol kegiatan refleks.
c. Otak kecil (cerebellum)
Cerebellum terletak pada bagian paling bawah dan belakang
tengkorak, dipisahkan dengan cerebrum oleh fisura transversalis
dibelakangi oleh pons varoli dan di atas medulla oblongata.
(Syaifuddin, 2006)
Fungsi otak kecil:
1. Arkhiocerebellum (vestibulocerebellum) untuk keseimbangan
dan rangsangan pendengaran ke otak .
6

2. Paleacerebellum (spinocerebellum), sebagai pusat penerima


impuls dan nervus vagus kelopak mata, rahang atas, rahang
bawah, dan otot pengunyah.
3. Neocerebellum (ponto cerebellum), korteks cerebellum
menerima informasi tentang gerakan yang sedang dan yang
akan dikerjakan dan mengatur gerakan sisi badan.

Gambar 2.1 Penampang Melintang Otak (Syariffudin, 2006).


Keterangan gambar :
1. Medula oblangata 7. Konvolusi
2. Pons 8. Dienchepalon
3. Otak tengah 9. Cerebellum
4. Meningens 10.Hind brain
5. Otak depan 11.Medula spinalis
6. Cerebrum

Keterangan gambar :
1.Vena-vena serebri superior.
2.Lobus frontalis.
3.Vena serebri media.
4.Vena-vena serebri inferior.
5.Rolandi.
6.Serebelum
7.Medula oblongata.
8.Lobus temporalis

Gambar 2.2 Otak dengan piameter (Syariffudin, 2006).


7

2.1.2 Meningen ( selaput otak )


Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang,
melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan
cairan sekresi (cairan serebro spinalis). Memperkecil benturan atau
gerakan yang terdiri dari 3 (tiga) lapisan ( Syaifuddin, 2006).
a. Durameter (lapisan sebelah luar)
Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat
dan kuat, di bagian tengkorak terdiri dari selaput tulang tengkorak
dan durameter propia di bagian dalam di canalisvertebralis kedua
lapisan ini terpisah. (Syaifuddin, 2006)
b. Arakhnoid (lapisan tengah)
Merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan
piameter membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan
otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral (Syaifuddin,
2006)
c. Piameter (lapisan sebelah dalam)
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan
otak, piamater berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur –
struktur jaringan ikat yang disebut trakekel (Syifuddin, 2006)
2.1.3 Ventrikel Otak
Ventrikel merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak
yang saling berhubungan dan dibatasi oleh ependima (semacam sel
epitel yang membatasi semua rongga otak dan medula spinalis) dan
mengandung CSF (cerebrospinal fluid). Ventrikel otak terdiri dari
ventrikel lateral, ketiga dan keempat.(Price Sylvia, 1995).
2.1.4 Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal adalah hasil sekresi plexus khoroid ke
dalam ventrikel – ventrikel yang ada dalam otak, cairan tersebut
masuk ke dalam kanalis sentralis sumsum tulang belakang dan juga
ke dalam ruang subarakhnoid melalui celah – celah yang terdapat
pada ventrikel keempat.
Jumlah cairan serebrospinal dalam ventrikel dan ruang
subarakhnoid berkisar antara 120 – 180 ml pada orang dewasa, 100 –
140 ml pada anak umur 8 – 10 tahun, dan 40 – 60 ml pada bayi. Pada
8

orang dewasa, produksi cairan serebrospinal selama 24 jam


berjumlah 430 – 500 ml, ini berarti dalam 24 jam cairan serebrospinal
diganti sebanyak 3 kali
a. Sirkulasi Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal yang dihasilkan dalam ventrikel dan
ruang subarakhnoid akan mengalir ke vili arakhnoid (pacchionian
granulations) selanjutnya masuk ke dalam sinus sagitalis superior,
untuk diabsorpsi. Cairan serebrospinal dari ventrikel lateral,
melalui foramen Monro akan masuk ke ventrikel III di garis tengah,
kemudian melalui foramina Luschka di lateral atau foramen
Magendie di garis tengah, selanjutnya masuk ke ruang
subarakhnoid (sisterna magna). Ada sejumlah cairan
serebrospinalis yang masuk ke canalis spinalis untuk beredar di
sekeliling medula spinalis atau ia dapat mengalir ke sefalad ke
dalam sisterna basalis. Cairan serebrospinalis meneruskan
alirannya ke sefalad ke ruang subarakhnoid untuk mencapai
pacchionian granulations setinggi sinus sagitalis superior, dan
cairan ini kembali ke dalam aliran darah melalui sisterna vena.
Untuk mempertahankan volume cairan dalam ventrikel dan ruang
subarakhnoid, absorpsi cairan serebrospinal harus sepadan
dengan produksi cairan serebrospinalis.(Woodruff ,1993).

2.2 Pengertian Cidera Kepala


Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera
yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan otak, sedangkan Doenges,
(1999) cedera kepala adalah cedera kepala terbuka dan tertutup yang terjadi
karena, fraktur tengkorak, kombusio gegar serebri, kontusio memar, leserasi
dan perdarahan serebral subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral,
batang otak. Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma
langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan
tengkorak dan otak (Pierce & Neil. 2006). Adapun menurut Brain Injury
Assosiation of America (2009), cedera kepala adalah suatu kerusakan pada
kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan
oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
9

mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan


kognitif dan fungsi fisik.
Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera kepala
adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi baik
secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat
menyebabkan kematian

4
2

3 5

Gambar 2.3 Petunjuk Cedera Kepala (Adam, 2012)


Keterangan gambar :
1. Luka di kulit kepala
2. Patah tulang
3. Bengkak memar
4. Penurunan kesadaran
5. Keluar cairan bening/darah dari hidung
6. Kaku kuduk

2.3 Macam-macam cedera kepala


Menurut, Brunner dan Suddarth, (2001) cedera kepala ada 2 macam
yaitu:
10

a. Cedera kepala terbuka


Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya
tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini
ditentukan oleh massa dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga
dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan
otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda
tajam/ tembakan, cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen
memiliki abses langsung ke otak.
b. Cedera kepala tertutup
Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah
goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang
bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan
tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio gagar otak, kontusio
memar, dan laserasi.
2.4. Klasifikasi cedera kepala
Menurut Rosjidi (2007), trauma kepala diklasifikasikan menjadi derajat
berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale ( GCS ) nya, yaitu :
a. Ringan
1) GCS = 13 – 15
2) Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
3) Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
b. Sedang
1) GCS = 9 – 12
2) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
3) Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat
1) GCS = 3 – 8
2) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
3) Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
11

2.5 Penyebab Cedera Kepala


Menurut Rosjidi (2007), penyebab cedera kepala antara lain sebagai
berikut:
1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan
mobil.
2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
3. Cedera akibat kekerasan.
4. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana
dapat merobek otak.
5. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat
sifatnya.
6. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat
merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.

2.6 Patofisiologi Cedera Kepala


Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak,
yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer
adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma,
dan merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi
permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi
stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses
penyembuhan yang optimal.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena
memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau
hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang
bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh.
Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang
berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat
terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada
pada area cedera.
Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma
ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala
selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena
12

perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia,


hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun,
hipotensi (Soetomo, 2002).
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan
dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat
mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan
bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang
mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain, 2009).

2.7 Manifestasi Klinis


Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi
cedera otak.
1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah
cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah
laku Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa
minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma
ringan.
2. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan
atau hahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit
neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,
disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan
pergerakan.
3. Cedera kepala berat, Diane C (2002)
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
13

c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.


d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area
tersebut.

2.8 Dasar-Dasar CT Scan


CT Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar-x, komputer dan
televisi. Prinsip kerjanya yaitu berkas sinar-x yang terkolimasi dan adanya
detektor. Didalam komputer terjadi proses pengolahan dan perekonstruksian
gambar dengan menerapkan prinsip matematika atau yang lebih dikenal
dengan rekonstruksi algoritma. Setelah proses pengolahan selesai maka
data yang telah diperoleh berupa data digital yang selanjutnya diubah
menjadi data analog untuk ditampilkan ke layar monitor. Gambar yang
ditampilkan dalam layar monitor berupa informasi anatomis irisan tubuh
(Rasad, 2006).
Pada CT Scan prinsip kerjanya hanya dapat menscaning tubuh dengan
irisan melintang tubuh. Namun dengan memanfaatkan teknologi komputer
maka gambaran axial yang telah didapatkan dapat direformat kembali
sehingga didapatkan gambaran coronal, sagital, oblique, diagonal bahkan
bentuk 3 dimensi dari obyek tersebut. (Ballinger, 2001).

2.7.1 Perkembangan CT Scan


Godfrey Hounsfield seorang insinyur dari EMI Limited London
dengan James Ambrose seorang teknisi dari Atkinson Morley’s
Hospital di London Inggris pada tahun 1970, mempekenalkan
Computed Tomography Scanning atau CT Scan (Ballinger, 2001).
a. Scanner Gerenasi Pertama
Scanner generasi pertama, menggunakan pancaran sinar-x
model pencil yang diterima oleh satu atau dua detektor. Waktu
yang dicapai 4,5 menit untuk memberi informasi yang cukup pada
satu slice dari rotasi tabung dan detektor sebesar 180 derajat.
d. Scanner Generasi Kedua
Scanner generasi ini mengalami perbaikan besar dan terbukti
pancaran sinar-x model kipas dengan menaikkan jumlah detektor
14

sebanyak 30 buah, dengan waktu scanning yang sangat pendek,


yaitu antara 15 detik per slice atau 10 menit untuk 40 slice.

e. Scanner Generasi Ketiga


Scanner generasi ketiga ini, dengan kenaikan jumlah detektor
sebanyak 960 buah yang meliputi bagian tepi, berhadapan dengan
tabung sinar-x yang saling rotasi memutari pasien dengan
membentuk lingkaran 360 derajat secara sempurna untuk
menghasilkan satu slice data jaringan. Waktu scanning pada
scanner generasi ketiga yang modern ini berkisar satu detik.

f. Scanner Generasi Keempat


Sekitar tahun 1980 scanner generasi ini diperkenalkan dengan
teknologi fixed-ring yang mempunyai 4800 detektor. Saat
pemeriksaan berlangsung x-ray tube berputar 360 derajat
mengelilingi detektor yang diam. waktu scanning yang sangat
pendek, yaitu kurang dari 1 menit untuk menghasilkan gambaran
multiple-slice (Bontrager, 2001).
2.7.2 Komponen dasar CT Scan
CT Scan mempunyai 2 komponen utama yaitu scan unit dan
operator konsul. Scan unit biasanya berada di dalam ruang
pemeriksaan sedangkan konsul letaknya terpisah dalam ruang
kontrol. Scan unit terdiri dari 2 bagian yaitu meja pemeriksan
(couch) dan gantry (Nesseth, 2000).
Bagian-bagian dari CT-Scan :
a. Gantry
Di dalam CT Scan pasien berada di atas meja pemeriksaan
dan meja tersebut bergerak menuju gantry. Gantry ini terdiri
dari beberapa perangkat yang keberadaanya sangat diperlukan
untuk menghasilkan suatu gambaran, perangkat keras tersebut
antara lain tabung sinar-x, kolimator dan detektor.
b. Meja pemeriksaan (couch)
Meja pemeriksaan merupakan tempat untuk memposisikan
pasien. Meja ini biasanya terbuat dari fiber karbon. Dengan
adanya bahan ini maka sinar-x yang menembus pasien tidak
15

terhalangi jalannya untuk menuju ke detektor. Meja ini harus


kuat dan kokoh mengingat fungsinya untuk menopang tubuh
pasien selama meja bergerak ke dalam gantry.
c. Sistem Konsul
Konsul tersedia dalam beberapa variasi. Model yang lama
masih mengunakan dua sistem konsul yaitu untuk
pengoprasian CT Scan sendiri dan untuk untuk perekaman dan
untuk pencetak gambar. Model yang baru sudah memakai
sistem satu konsul dimana banyak memiliki kelebihan dan
banyak fungsi.
Bagian dari sistem konsul yaitu :
1. Sistem Kontrol
Pada bagian ini petugas dapat mengontrol parameter-
parameter yang berhubungan dengan beroperasinya CT
Scan seperti pengaturan kV, mA dan waktu scanning,
ketebalan irisan (Slice thickness) dan lain-lain. Juga
dilengkapi dengan keyboard untuk memasukkan data
pasien dan pengontrol fungsi tertentu dalam komputer.
2. Sistem Pencetakan Gambar
Setelah gambar CT Scan diperoleh, gambaran tersebut
dipindahkan dalam bentuk film. Pemindahan ini
menggunakan kamera multi format. Cara kerjanya yaitu
kamera merekam gambaran di monitor dan
memindahkannya ke dalam film. Tampilan gambaran di
film dapat mencapai 2-24 gambar tergantung ukuran film
(biasanya 8 x 10 inchi atau 14 x 17 inchi).
3. Sistem Perekaman Gambar
Merupakan bagian penting yang lain dari CT Scan.
Data pasien yang telah ada disimpan dan dapat dipanggil
kembali dengan cepat. Biasanya sistem perekaman ini
berupa disket optik dengan kemampuan penyimpanan
sampai ribuan gambar. Ada pula yang menggunakan
magnetic tape dengan kemampuan penyimpanan data
hanya sampai 200 gambar.
16

Gambar 2.4 Gantry dan Couch atau meja pemeriksaan

Gambar 2.5 Komputer dan console

2.7.3 Parameter CT Scan


Dalam CT Scan dikenal beberapa parameter untuk
pengontrol eksposi dan output gambar yang optimal. Adapun
parameternya adalah : (Seeram, 2001).
a. Scanogram
Scanogram adalah irisan pertama yang dihasilkan berupa
gambaran lateral pada kepala dan gambar ini kita dapat
memilih range penggambaran. Cakupan dari batas awal dan
akhir obyek yang akan diiris.
17

b. Slice thickness
Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari
obyek yang diperiksa. Nilainya dapat di pilih antara 1mm-
10mm sesuai dengan keperluan klinis. Ukuran yang tebal
akan menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah
sebaliknya ukuran yang tipis akan menghasilkan detail yang
tinggi. Jika ketebalan meninggi akan timbul artefak dan bila
terlalu tipis akan terjadi noise.
c. Range
Range atau rentang adalah perpaduan atau kombinasi
dari beberapa slice thickness. Sebagai contoh untuk CT Scan
kepala, CT Scan kepala menggunakan dua range yaitu untuk
base orbita 5 mm dan cerebrum 8 mm sedangkan untuk
pemeriksaan CT Scan abdomen menggunakan satu range
dengan tebal irisan 10 mm. Pemanfaatan dari range adalah
untuk mendapatkan ketebalan irisan yang sama pada satu
lapangan pemeriksaan
d. Faktor Eksposi
Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap eksposi meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung
(mA) dan waktu eksposi (s). Biasanya tegangan tabung dipilih
secara otomatis pada tiap-tiap pemeriksaan. Namun kadang-
kadang pengaturan tegangan tabung diatur ulang untuk
menyesuaikan ketebalan objek yang akan diperiksa
(rentangnya antara 80-140 kV). Tegangan tabung yang tinggi
biasanya dimanfaatkan untuk pemeriksaan paru dan struktur
tulang seperti pelvis dan vertebra. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan resolusi gambar yang tinggi sehubungan
dengan letak dan struktur penyusunnya.
e. Filed Of View (FOV)
Filed Of View adalah diameter maksimal dari gambaran
yang akan direkonstruksi. Biasanya bervariasi dan biasanya
berada pada rentang 150-500 mm. FOV yang kecil akan
meningkatkan detail gambar (resolusi) karena FOV yang kecil
18

mampu mereduksi ukuran pixel, sehingga dalam rekonstruksi


matriks hasilnya lebih teliti. Namun bila ukuran FOV lebih kecil
maka area yang mungkin dibutuhkan untuk keperluan klinis
menjadi sulit untuk dideteksi (Nesseth, R., 2000).
f. Gantry tilt
Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang
vertical dengan gantry (tabung sinar-x dan detektor). Rentang
penyudutan antara -250 sampai +250. Penyudutan gantry
bertujuan untuk keperluan diagnosa dari masing-masing
kasus yang dihadapi. Disamping itu bertujuan untuk
mengurangi dosis radiasi terhadap organ-organ yang
sensitive.
g. Rekonstruksi Matriks
Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dari kolom
picture elemen (pixel) dalam proses perekonstruksian gambar.
Rekonstruksi matriks ini merupakan salah satu struktur
elemen dalam lemari komputer yang berfungsi untuk
merekonstruksi gambar. Pada umumnya matriks berpengaruh
terhadap resolusi gambar. Semakin tinggi matriks yang
dipakai maka semakin tinggi resolusinya.
h. Rekonstruksi Algorithma / Filter Kernel
Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis yang
digunakan terhadap data hasil scanning yang masih berupa
data untukmenghasilkan gambar dengan resolusi tulang
ataupun jaringan lunak. Secara umum terdapat tiga filter
kernel yaitu standar, bone, dan detail (Seeram, 2001).
i. Window Width
Window width adalah rentang nilai computed tomography
yang di konversi menjadi gray levels untuk di tampilkan dalam
TV monitor. Setelah komputer menyelesaikan pengolahan
gambar melalui rekonstruksi matriks dan algorithma maka
hasilnya akan di konversi menjadi sekala numeric yang
dikenal dengan nama nilai computed tomography. Nilai ini
mempunyai satuan HU (Hounsfield Unit) yang diambil dari
19

nama penemu CT-Scan kepala pertama kali yaitu Godfrey


Hounsfield.
Dasar pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU.
Untuk tulang mempunyai +1000 HU kadang sampai +3000
HU. Sedangkan untuk kondisi udara nilai yang dimiliki -1000
HU. Jaringan atau substansi lain dengan nilai berbeda-beda
tegantung pada tingkat pelemahannya. Jadi, penampakan
tulang pada monitor menjadi putih dan penampakan udara
hitam. Jaringan dan substansi lain akan dikonversi menjadi
warna abu-abu yang bertingkat yang di sebut gray scale.
Khusus untuk daerah yang semula dalam penampakannya
berwarna abu-abu dapat menjadi putih jika diberi media
kontras iodine.
Berikut ini tabel nilai CT pada jaringan yang berbeda
penampakannya pada layar monitor.

Tipe jaringan Nilai CT (HU) Penampakan

Tulang +1000 Putih


Otot +50 Abu-abu
Materi putih +45 Abu-abu menyala
Materi abu-abu +40 Abu-abu
Darah +20 Abu-abu
CSF +15 Abu-abu
Air 0 -
Lemak -100 Abu-abu gelap ke hitam
Paru -200 Abu-abu gelap ke hitam
Udara -1000 Hitam

Tabel 2.1. Nilai CT number pada jaringan yang berbeda penampakannya pada
layar monitor (Bontrager, 2001).
20

j. Window Level
Window level adalah nilai tengah dari window yang
digunakan untuk penampilan gambar. Nilainya dapat dipilih
dan tergantung pada karakteristik pelemahan dari struktur
obyek yang diperiksa. Window level menentukan densitas
gambar yang akan dihasilkan.

2.9 Prosedur pemeriksaan CT-Scan kepala


2.8.1 Pengertian
Teknik pemeriksaan CT-Scan kepala adalah suatu prosedur
pemeriksaan radiologi yang digunakan untuk mendapatkan gambaran
dari berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan otak untuk
mendapatkan informasi anatomis irisan atau penampang melintang
kepala (fahruc, 2014).

2.8.2 Indikasi Pemeriksaan ( Seeram, 2001 )


a.Tumor
b.Kelainan kongenital ( hidrosefalus )
c. Masalah vaskularisasi
d.Inflamasi
2.8.3 Persiapan Pemeriksaan
Persiapan Pasien Tidak ada persiapan khusus bagi penderita,
hanya saja instruksi-instruksi yang menyangkut posisi penderita dan
prosedur pemeriksaan harus diketahui dengan jelas terutama jika
pemeriksaan dengan menggunakan media kontras. Benda aksesoris
seperti gigi palsu, rambut palsu, anting-anting, penjempit rambut, dan
alat bantu pendengaran harus dilepas terlebih dahulu sebelum
dilakukan pemeriksaan karena akan menyebabkan artefak. Untuk
kenyamanan pasien mengingat pemeriksaan dilakukan pada ruangan
ber-AC sebaiknya tubuh pasien diberi selimut.
2.8.4 Teknik Pemeriksaan
Teknik pemeriksaan CT Scan kepala potongan axial adalah
sebagai berikut :
a. Posisi Pasien : pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan
21

posisi kepala dekat dengan gantry.


b. Posisi Objek : kepala hiperflexi kemudian diletakkan pada head
holder. Samping kiri dan kanan kepala pasien
diberi pengganjal agar kepala pasien tidak
bergerak. Agar gambaran simetris kepala
diposisikan sehingga mid sagital plane kepala
sejajar dengan lampu indikator longitudinal dan
interpupilary line sejajar dengan lampu indikator
horizontal. Lengan pasien diletakkan diatas perut
atau disamping tubuh. Gantry di sudutkan 200
terhadap canthomeatal line untuk mengurangi
penyinaran ke arah mata ( Seeram, 2001 ).
c. Persiapan Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan kepala
dibedakan menjadi dua, yaitu : (Seeram , 2001)
1. Peralatan steril :
a. Alat-alat suntik
b. Spuit.
c. Kassa dan kapas
d. Alkohol
e. Obat anastesi
2. Peralatan non steril
a) Pesawat CT-Scan
b) Media kontras
c) Tabung oksigen
d) Apron
e) Standar infus
f) Automatic Injector System
g) Selimut tebal
h) Head clam
d. Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi pada pemeriksaan CT-Scan kepala adalah
sebagai berikut ( Seeram, 2001 )
22

1. Konsultasi kepada Radiolog apakah pemeriksaan CT-Scan


benar- benar tepat dilakukan.
2. Bagian tubuh yang tidak diperiksa dilindungi dengan apron.
3. Menggunakan teknik dosis rendah
4. Potongan axial dibuat dengan gantry menyudut 20 derajat
terhadap canthomeatal line untuk menghindari penyinaran pada
mata.
e. Parameter CT –Scan
1. Scanogram : kepala lateral
2. Range : dari foramen magnum – vertek
3. Scan Time : 1 sekon
4. Gantry tilt : sudut gantry 200 terhadap canthomeatal line,
sudut gantry tergantung besar kecilnya
sudut yang terbentuk oleh orbito meatal
line dengan garis vertical.
5. kV : 120
6. mA : 250
7. Range : Range I dari basis cranii sampai pars
petrosum dan range II dari pars petrosum
sampai verteks.
8. Slice Thickness : 2-4 mm ( range I ) dan 5-10 mm ( range
II )
9. FOV : 24 cm
10. Reconstruksion : soft tissue
Algorithma
11. Window width :0-90 HU (otak supratentorial); 110-160 HU
(otak pada fossa posterior); 2000-3000
HU (tulang)
12. Level :40-45 HU (otak supratentorial); 30-40 HU
(otak pada fossa posterior); 200-400 HU
(tulang)
a. Gambar yang dihasilkan dalam pemeriksaan CT-scan kepala
pada umumnya
1. Potongan Axial I
23

Merupakan bagian paling superior dari otak yang disebut


hemisphere. Kriteria gambarnya adalah tampak :
a. Bagian anterior sinus superior sagital
b. Centrum semi ovale (yang berisi materi cerebrum)
c. Fissura longitudinal (bagian dari falks cerebri)
d. Sulcus
e. Gyrus
f. Bagian posterior sinus superior sagittal

Keterangan gambar :
a. Anterior
b a b. Posterior

Gambar 2.6 Posisi Irisan Otak (Bontrager, 2001)

Gambar 2.7 Irisan CT Scan dengan Jaringan Otak (Bontrager, 2001)

2. Potongan Axial IV
Merupakan irisan axial yang ke empat yang disebut tingkat
medial ventrikel. Kriteria gambarnya tampak
a. Anterior corpus collosum
b. Anterior horn dari ventrikel lateral kiri
c. Nucleus caudate
d. Thalamus
24

e. Ventrikel tiga
f. Kelenjar pineal (agak sedikit mengalami kalsifikasi)
g. Posterior horn dari ventrikel lateral kiri

Gambar 2.8 Posisi Irisan Otak (Bontrager, 2001)

Gambar 2.9 irisan CT Scan dengan Jaringan Otak (Bontrager, 2001)

3. Potongan Axial V
Menggambarkan jaringan otak dalam ventrikel medial tiga.
Kriteria gambar yang tampak :
a. Anterior corpus collosum
b. Anterior horn ventrikel lateral kiri
c. Ventrikel tiga
d. Kelenjar pineal
e. Protuberantia occipital interna
25

Gambar 2.10 Posisi Irisan Otak (Bontrager, 2001)

Gambar 2.11 Irisan CT Scan dengan jaring otak


(Bontrager, 2001 )

4. Potongan Axial VII


Irisan ke tujuh merupakan penggambaran jaringan dari
bidang orbita. Struktur dalam irisan ini sulit untuk ditampakkan
dengan baik dalam CT scan. Modifikasi-modifikasi sudut posisi
kepala dilakukan untuk mendapatkan gambarannya adalah
tampak :
26

a. Bola mata / occular bulb


b. Nervus optic kanan
c. Optic chiasma
d. Lobus temporal
e. Otak tengah
f. Cerebellum
g. Lobus oksipitalis
h. Air cell mastoid
i. Sinus ethmoid dan atau sinus sphenoid

Gambar 2.12 Posisi Irisan Otak (Bontrager, 2001)

Gambar 2.13 Irisan CT Scan dengan Jaringan Otak (Bontrager, 2001)

Anda mungkin juga menyukai