Anda di halaman 1dari 31

PENDAPAT HUKUM (LEGAL OPINION)

TENTANG SURAT KETETAPAN NIHIL SBP TAHUN 2013 DAN 2014

PERMASALAHAN (Problem Statement)

1. Bahwa Pada tanggal 26 Januari 2018 Mentei Keuangan Republik Indonesia

mengeluarkan Surat Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: S-13/MK.2/2018

tentang Surat Ketetapan Nihil SBP Tahun 2013 dan 2014;

2. Bahwa Objek Sengketa dikeluarkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, in casu

Menteri Keuangan. Hal ini terlihat jelas dari Kop Surat serta bagian tandatangan Objek

Sengketa, dimana tertulis bahwa Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan

Republik Indonesia (DJA) menandatangani Objek Sengketa atas nama Menteri

Keuangan Republik Indoneisa, in casu Menteri Keuangan;

3. Bahwa bagian isi keputusan, jelas terlihat bahwa maksud dari Objek Sengketa adalah

Penetapan Atas Pengajuan Keberatan Atas Tagihan Kurang Bayar yang diajukan Star

Energy Geothermal Wayang Windu Ltd.;

4. Bahwa berdasarkan bagian judul dari isi keputusan Objek Sengketa, jelas terlihat bahwa

Objek Sengketa ditujukan kepada Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd., in casu

Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd.;

5. Bahwa Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. keberatan atas administratif yang

pada awalnnya KEMENKEU yang telah mengeluarkan Surat Nomor: S-2172/AG/2016

tertanggal 5 September 2016 Perihal Tagihan Kurang Setor Bagian Pemerintah Hasil

Audit BPKB Tahun 2013;


6. Bahwa terhadap Tagihan Kurang Bayar, Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd.

kemudian mengajukan keberatan melalui Surat Nomor: 0044/FIN/SEGWWL/XII/2016

tertanggal 2 Desember 2016, Perihal: Pengajuan Keberatan Atas Tagihan Kurang Setor

Bagian Pemerintah Hasil Audit BPKP Tahun 2014 dan 2014 (Keberatan Atas Tagihan

Kurang Bayar);

7. Bahwa terhadap Keberatan Atas Tagihan Kurang Bayar tersebut kemudian Menteri

Keuangan mengeluarkan Objek Sengekta yang pada pokoknya menolak Keberatan Atas

Tagihan Kurang Bayar.

POSISI KASUS (Statement of Facts)

1. Bahwa Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. merupakan bentuk usaha tetap yang

melakukan kegiatan pengusahaan panas bumi berdasarkan Kontrak Operasi Bersama

(Joint Operation Contract) tanggal 2 Desember 1994 sebagaimana diubah terakhir

berdasarkan amandemen tertanggal 21 Juni 2016 (JOC) dengan Perusahaan

Pertambangan Minyak dan Gas Negara (PERTAMINA) (sebagaimana telah dialihkan

kepada PT Pertaminia Geothermal Energy (PGE). JOC tersebut telah disahkan dan

disetujui oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Pertambangan dan Energi

(saat ini Menteri Enegeri dan Sumber Daya Mineral (Menteri ESDM)).

2. Bahwa kedudukan Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. untuk melakukan

kegiatan pengusahaan panas bumi berdasarkan JOC tersebut telah sesuai dengan

Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1981 tentang Kuasa untuk melakukan Eksplorasi

dan Eksploitasi Sumber Daya Panas Bumi dan Penjualan Tenaga Panas Bumi Atau
Listrik Yang Dihasilkan dari Sumber Daya Panas Bumi, sebagaimana diubah dari waktu

ke waktu (Keppres 22/1981).

3. Bahwa dalam Keppres 22/1981 mengatur bahwa Menteri ESDM memiliki kewenangan

untuk memberikan pedoman dan petunjuk pelaksanaan lebih lanjut atas kegiatan

pengusahaan panas bumi berdasarkan kutipan sebagai berikut:

Paragraf ke-empat Keppres 22/1981:

a) Untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum atau tidak dapat

dilaksanakan sendiri oleh PERTAMINA, Menteri Pertambangan dan Energi

dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor untuk mengadakan kerjasama

dengan PERTAMINA dalam bentuk Kontrak Operasi Bersama (Join Operation

Conctract).

b) Kerjasama antara PERTAMINA dan Kontraktor termaksud pada huruf (a) di atas

dilaksanakan berdasarkan pada pedoman petunjuk-petunjuk dan syarat-syarat

yang ditetapkan oleh Menteri Pertambangan dan Energi.

c) Kerjasama termaksud pada harus (a) di atas mulai berlaku sesudah disahkan

oleh Menteri Pertambangan dan Energi.

4. Bahwa Isi dan Ketentuan JOC tersebut telah sesuai dengan Peraturan Menteri

Pertambangan dan Energi Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1981 Tentang Pedoman

dan Syarat-Syarat Kerjasama Kontrak Operasi Bersama (Join Operation Contract) Antara

PERTAMINA dan Kontraktor dalam pelaksanaan Kuasa Pengusahaan Sumber Daya

Panas Bumi (Permentamben 10/1981).

5. Bahwa meskipun pengusahaan panas bumi berdasarkan JOC di atas dilakukan sebelum

berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 (sebagaimana diubah berdasarkan


Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014) tentang Panas Bumi (UU Panas Bumi). JOC

tersebut teap sah berlaku sampai berakhirnya masa kontrak sesuai dengan Pasal 78 (1)

huruf b UU Panas Bumi, seperti berikut:

“Pada saat undang-undang ini mulai berlaku:…….

b. Semua kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya Panas

Bumi yang telah ditandatangani sebelum berlakunya undang-undang ini,

dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya masa kontrak;….”

8. Bahwa dalam ketentuan Pasal 16 ayat (2) UU PNBP dinyatakan bahwa penetapan kurang

bayar harus berdasarkan hasil pemeriksaan Instansi Pemeriksa (incasu LHA BPKP),

sebagai berikut :

a. Pasal 16 ayat (2) UU PNBP

b. “Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) terhadap

Wajib Bayar untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9 ayat (2) disampaikan kepada Instansi Pemerintah untuk penetapan

jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang Wajib Bayar yang

bersangkutan”

c. Penjelasan Pasal 16 ayat (2) UU PNBP

d. “Dalam hal ini Instansi Pemerintah menetapkan jumlah Penerimaan Negara

Bukan Pajak yang Terutang berdasarkan hasil pemeriksaan”

9. Bahwa LHA BPKP pada Bab I Simpulan Hasil Audit halaman 3 dan 5, tercantum sebagai

berikut :

e. LHA BPKP Bab I butir 7 poin 2 (Temuan Hasil Audit Tahun 2013) :
f. “Atas kelebihan pembebanan biaya operasi tahun 2013 sebesar US$ 353.546.25

belum dihitung dan disetor;

Bagian Pemerintah sebesar US$ 115,397.50…”

g. LHA BPKP Bab I butir 8 poin 2 (Temuan Hasil Audit Tahun 2014) :

h. “Atas kelebihan pembebanan biaya operasi sebesar US$ 1.833.636.44 belum

dihitung dan disetor;

Bagian Pemerintah sebesar US$ 598.498.93…”

10. Bahwa Karena tidak ada bagian atau komponen lain dari LHA BPKP yang menyatakan

bahwa Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. kurang setor SBP, dengan demikian,

untuk bagian Pemerintah adalah sebesar US$ 115,397.50 (seratus lima belas ribu tiga

ratus sembilan puluh tujuh dolar Amerika Serikat koma lima puluh sen) tahun 2013 +

US$ 598,498.93 (lima ratus sembilan puluh delapan ribu empat ratus sembilan puluh

delapan dolar Amerika Serikat koma sembilan puluh tiga sen) tahun 2014. Dengan

demikian, kalaupun benar jumlah total yang harus disetor berdasarkan LHA BPKP

hanya sebesar US$ 713,896.43 (tujuh ratus tiga belas ribu delapan ratus sembilan enam

dan empat puluh tiga sen dolar Amerika Serikat).

11. Bahwa, secara kontradiktif dan tanpa ada pertimbangan, Menteri Keuangan

mengeluarkan Objek Sengketa yang menyatakan bahwa kurang bayar SBP adalah sebesar

US$ 1,249,563.30 (satu juta dua ratus empat puluh sembilan ribu lima ratus enam puluh

tiga dan tiga puluh sen dolar Amerika Serikat) (Jumlah Keberatan SBP Star Energy

Geothermal Wayang Windu Ltd.) dengan rincian sebagai berikut :


i. 2013 : US$ 713,896.43 (tujuh ratus tiga belas ribu delapan ratus sembilan puluh

enam dan empat puluh tiga sen dolar Amerika Serikat).

j. 2014 : US$ 535,666.87 (lima ratus tiga puluh lima ribu enam ratus enam puluh

enam dan delapan puluh tujuh sen dolar Amerika Serikat).

12. Bahwa Dengan demikian, terbukti bahwa Objek Sengketa tidak sesuai dengan LHA

BPKP dan karenanya bertentangan dengan Pasal 16 ayat (2) UU PNBP.

13. Bahwa Objek Sengketa Melanggar Pasal 19 ayat (3) jo. Pasal 19 ayat 91) jo. Pasal 16

ayat (1) UU PNBP jo. Pasal 48 ayat (1) UU PTUN jo. Pasal 7 ayat (2) UU Administrasi

Pemerintahan.

14. Bahwa dalam Pasal 19 ayat (1) UU PNBP menyatakan bahwa Wajib Bayar untuk jenis

PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dapat mengajukan keberatan secara

tertulis atas penetapan jumlah PNBP yang Terutang dalam bahasa Indonesia kepada

Instansi Pemerintah yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dalam

jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal penetapan.

15. Bahwa dalam Pasal 19 ayat (4) UU PNBP mengatur bahwa selambat-lambatnya dalam

jangka waktu 12 (dua belas) bulan setelah surat keberatan diterima secara lengkap,

Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengeluarkan penetapan atas

keberatan.

16. Bahwa dalam pengaturan UU PNBP tersebut, dapat disimpulkan bahwa UU PNBP hanya

mengatur upaya administratif berupa keberatan terhadap Tagihan Kurang Bayar, dimana

keberatan tersebut diajukan dan diputuskan oleh Instansi Pemerintah yang mengeluarkan

objek keberatan (in casu, Tagihan Kurang Bayar).


17. Bahwa Selain itu, dalamn Pasal 48 ayat (1) UU PTUN menyatakan bahwa dalam hal

suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan

peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata

Usaha Negara tertentu, maka sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikan

melalui upaya administratif yang tersedia.

18. Bahwa Penjelasan Pasal 48 ayat (1) UU PTUN antara lain menjelaskan bahwa, dalam hal

penyelesaian Keputusan Tata Usaha Negara tersebut harus dilakukan sendiri oleh badan

atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan itu, maka prosedur yang

ditempuh tersebut disebut “keberatan”.

19. Bahwa Dalam perkara ini, Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. telah

mengajukan Keberatan atas Tagihan Kurang Bayar kepada DJA pada tanggal 1

Desember 2016 karena DJA adalah Instansi Pemerintah yang menerbitkan Tagihan

Kurang Bayar. Dengan demikian, Instansi Pemerintah yang harus memeriksa dan

memutus Keberatan atas Tagihan Kurang Bayar adalah DJA.

20. Bahwa, penetapan atas keberatan tersebut dikeluarkan oleh Menteri Keuangan, padahal

faktanya, Menteri Keuangan bukan merupakan Instansi Pemerintah/Pejabat Pemerintah

yang mengeluarkan Tagihan Kurang Bayar;

21. Bahwa Dengan demikian, terbukti Menteri Keuangan telah melanggar Pasal 19 ayat (3)

jo. Pasal 19 ayat (1) jo. Pasal 6 ayat (1) UU PNBP jo. Pasal 48 ayat (1) UU PTUN jo.

Pasal 7 ayat (2) UU Administrasi Pemerintahan.

DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara

2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara

3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak

5. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2010 tentang Pengajuan Dan Penyelesaian

Keberatan Atas Penetapan Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Terutang

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Kementerian Keuangan

ANALISIS HUKUM

Bahwa Menteri Keuangan Rrepublik Indonesia dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawab

hukum yang telah melanggar ketentuan Pasal 53 ayat (2) UU PTUN, alasan-alasan yang dapat

digunakan terhadap suatu KTUN adalah sebagai berikut :

a. Menteri Keuangan tidak berwenang atau melampaui kewenangannya dalam menerbitkan

KTUN.

b. KTUN yang digugat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. KTUN yang digugat bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik

(AAUPB).

Bahwa penjelasan yang lebih rinci atas pelanggaran-pelanggaran hukum sebagai berikut :

A. MENTERI KEUANGAN TIDAK MEMILIKI KEWENANGAN UNTUK MENAGIH

DAN/ATAU MEMUNGUT PNBP


- Bahwa seseuai dengan Pasal 6 ayat (1) jo. Pasal 1 angka 7 UU PNBP, pihak yang dapat

menagih dan/atau memungut PNBP yang terutang adalah instansi Pemerintah yang

ditunjuk oleh Menteri. Adapun ketentuan-ketentuan tersebut kami kutip sebagai

berikut :

Pasal 6 ayat (1)

“Menteri dapat menunjuk Instansi Pemerintah untuk menagih dan atau memungut
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.”

Penjelasan Pasal 6 ayat (1) UU PNBP lebih lanjut mengatur sebagai berikut :

“Kata dapat dalam ayat ini dimaksudkan, apabila undang-undang belum menunjuk
Instansi Pemerintah untuk menagih dan atau memungut Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang terutang maka Menteri perlu menunjuk Instansi Pemerintah untuk tujuan
dimaksud.”

Pasal 1 angkat 7

“Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.”

- Bahwa berdasarkan ketentuan di atas, Menteri Keuangan tidak berwenang untuk

menagih dan/atau memungut PNBP terhadap kegiatan usaha Panas Bumi yang

dilakukan Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd.. Kewenangan Menteri

Keuangan hanya untuk menunjuk Instansi Pemerintah atau Lembaga Non Departemen

terkait/ teknis untuk menagih dan/atau memungut PNBP.

B. MENTERI KEUANGAN TIDAK BERWENANG UNTUK MEMINTA

PEMERIKSAAN KEPADA INSTANSI PEMERIKSA (BPKP) ATAS PEMENUHAN

PNBP STAR ENERGY GEOTHERMAL WAYANG WINDU LTD.


- Mengingat bahwa SBP Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. merupakan jenis

PNBP self-assessment, maka ketentuan yang berlaku sehubungan dengan pemeriksaan

PNBP adalah ketentuan Pasal 2 jo. Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 22

Tahun 2005 tentang Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PP Pemeriksaan

PNBP), dimana jelas diatur sebagai berikut :

Pasal 2 PP Pemeriksaan PNBP :

(1) Atas permintaan Pimpinan Instansi Pemerintah, Instansi Pemeriksa dapat


melaksanakan pemeriksaan terhadap Wajib Bayar yang menghitung sendiri
kewajibannya;
(2) Permintaan Pimpinan Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan :
a. Hasil pemantauan Instansi Pemerintah terhadap Wajib Bayar yang
bersangkutan;
b. Laporan dari pihak ketiga; atau
c. Penerimaan Wajib Bayar atas kelebihan pembayaran PNBP.

Pasal 1 angka 5 PP Pemeriksaan PNBP :

“Pimpinan Instansi Pemerintah adalah Menteri Teknis atau Pimpinan Lembaga Non
Departemen”

- Faktanya, dalam perkara ini, yang meminta pemeriksaan SBP Star Energy Geothermal

Wayang Windu Ltd. periode 2013-2014 adalah Menteri Keuangan berdasarkan Surat

Menteri Keuangan kepada Kepala BPKP Nomor S-834/MK.02/2015, tertanggal 21

Oktober 2015, perihal Permintaan Audit atas Kewajaran Setoran Bagian Pemerintah

pada Pengusaha Panas Bumi (Surat S-834/2015).

- Sedangkan, berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang telah tersebut di atas,

secara tegas mengatur bahwa wewenang untuk meminta pemeriksaan terhadap


pemenuhan PNBP self-assessment adalah Menteri Teknis/Pimpinan Lembaga Non

Departemen, bukan Menteri Keuangan.

- Oleh karena itu, tindakan Menteri Keuangan untuk meminta pemeriksaan kepada BPKP

sebagaimana tercantum dalam Surat S-834/2015, jelas-jelas diluar kewenangannya atau

melampaui kewenangan Menteri Keuangan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

- Karena tegas bahwa Objek Sengketa telah cacat formil sejak dari awal mengingat

Menteri Keuangan tidak memiliki dasar kewenangan untuk meminta pemeriksaan

PNBP Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd., maka tindakan Menteri Keuangan

dalam menerbitkan Objek Sengketa telah menyalahi wewenangnya (cacat wewenang)

yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan PNBP.

C. MENTERI KEUANGAN TIDAK BERWENANG UNTUK MENETAPAKAN LEBIH

ATAU KURANG BAYAR PNBP STAR ENERGY GEOTHERMAL WAYANG

WINDU LTD.

- Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku terkait PNBP, Menteri

Keuangan juga tidak berwenang untuk kemudian menetapkan lebih atau kurangnya

pembayaran PNBP Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd..

- Sebagai tindak lanjut dari pemeriksaan PNBP, PP Pemeriksaan PNBP juga

membedakan siapa yang berwenang untuk menindaklanjuti pemeriksaan PNBP

dimaksud. Sesuai dengan Pasal 18 jo. Pasal 1 angka 5 PP Pemeriksaan PNBP, laporan

hasil pemeriksaan terhadap wajib bayar adalah dasar bagi Pimpinan Instansi Pemerintah
untuk menerbitkan surat ketetapan jumlah PNBP terutang atau surat tagihan. Adapun

ketentuan-ketentuan tersebut kami kutip sebagai berikut :

Pasal 18 PP Pemeriksaan PNBP

(1) Laporan Hasil Pemeriksaan terhadap Wajib Bayar disampaikan oleh Pimpinan
Instansi Pemeriksa kepada Pimpinan Instansi Pemerintah
(2) Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
digunakan Pimpinan Instansi Pemerintah sebagai dasar penerbitan surat
ketetapan jumlah PNBP yang Terutang atau surat tagihan atau untuk tujuan lain
dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP.

Pasal 1 angka 5 PP Pemeriksaan PNBP :

“Pimpinan Instansi Pemerintah adalah Menteri Teknis atau Pimpinan Lembaga Non
Departemen.”

- Pada faktanya, Tagihan Kurang Bayar diterbitkan oleh Menteri Keuangan, dan bukan

oleh Menteri Teknis/Lembaga Non Departemen yang secara hukum berwenang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 jo. Pasal 1 angka 5 PP Pemeriksaan PNBP.

- Oleh karena itu, tindakan Menteri Keuangan menerbitkan Tagihan Kurang Bayar jelas-

jelas merupakan tindakan yang di luar kewengan Menteri Keuangan.

- Bahwa berikut merupakan tabel kewenangan untuk menagih dan/atau memungut,

meminta pemeriksan, dan menetapkan kurang/lebih bayar sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan.

JENIS PNBP PEJABAT YANG BERWENANG


Self- DASAR HUKUM MENERIMA LAPORAN HASIL
assessment PEMERIKSAAN
Penagihan/ Pasal 6 ayat (1) jo. Menteri Teknis atau Pimpinan
Pemungutan Pasal 1 angka 7 UU Lembaga Non Departemen
PNBP PNBP
Pemeriksaan Pasal 2 jo. Pasal 1 Menetri Teknis atau Pimpinan
PNBP angka 5 PP Lembaga Non Departemen
Pemeriksaan PNBP (Pimpinan Instansi Pemerintah)
Penetapan Pasal 18 jo. Pasal 1 Menteri Teknis atau Pimpinan
lebih/kurang angka 5 PP Lembaga Non Departemen
bayar Pemeriksaan PNBP (Pimpinan Instansi Pemerintah)

D. OBJEK SENGKETA TELAH MELANGGAR PERUNDANG-UNDANGAN

1. Menteri Keuangan melanggar Pasal 16 ayat (2) UU PNBP Karena Mengeluarkan

Objek Sengketa Yang Berbeda dari LHA BPKP

- Bahwa dalam ketentuan Pasal 16 ayat (2) UU PNBP dinyatakan bahwa penetapan

kurang bayar harus berdasarkan hasil pemeriksaan Instansi Pemeriksa (incasu LHA

BPKP), sebagai berikut :

Pasal 16 ayat (2) UU PNBP

“Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) terhadap Wajib
Bayar untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (2) disampaikan kepada Instansi Pemerintah untuk penetapan jumlah
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang Wajib Bayar yang bersangkutan”

Penjelasan Pasal 16 ayat (2) UU PNBP

“Dalam hal ini Instansi Pemerintah menetapkan jumlah Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang Terutang berdasarkan hasil pemeriksaan”

- Bahwa LHA BPKP pada Bab I Simpulan Hasil Audit halaman 3 dan 5, tercantum

sebagai berikut :

LHA BPKP Bab I butir 7 poin 2 (Temuan Hasil Audit Tahun 2013) :
“Atas kelebihan pembebanan biaya operasi tahun 2013 sebesar US$ 353.546.25
belum dihitung dan disetor;
 Bagian Pemerintah sebesar US$ 115,397.50…”

LHA BPKP Bab I butir 8 poin 2 (Temuan Hasil Audit Tahun 2014) :

“Atas kelebihan pembebanan biaya operasi sebesar US$ 1.833.636.44 belum


dihitung dan disetor;
 Bagian Pemerintah sebesar US$ 598.498.93…”

- Karena tidak ada bagian atau komponen lain dari LHA BPKP yang menyatakan bahwa

Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. kurang setor SBP, dengan demikian,

untuk bagian Pemerintah adalah sebesar US$ 115,397.50 (seratus lima belas ribu tiga

ratus sembilan puluh tujuh dolar Amerika Serikat koma lima puluh sen) tahun 2013 +

US$ 598,498.93 (lima ratus sembilan puluh delapan ribu empat ratus sembilan puluh

delapan dolar Amerika Serikat koma sembilan puluh tiga sen) tahun 2014. Dengan

demikian, kalaupun benar jumlah total yang harus disetor berdasarkan LHA BPKP

hanya sebesar US$ 713,896.43 (tujuh ratus tiga belas ribu delapan ratus sembilan

enam dan empat puluh tiga sen dolar Amerika Serikat).

- Namun demikian, secara kontradiktif dan tanpa ada pertimbangan, Menteri Keuangan

mengeluarkan Objek Sengketa yang menyatakan bahwa kurang bayar SBP adalah

sebesar US$ 1,249,563.30 (satu juta dua ratus empat puluh sembilan ribu lima ratus

enam puluh tiga dan tiga puluh sen dolar Amerika Serikat) (Jumlah Keberatan SBP

Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd.) dengan rincian sebagai berikut :

a. 2013 : US$ 713,896.43 (tujuh ratus tiga belas ribu delapan ratus sembilan puluh

enam dan empat puluh tiga sen dolar Amerika Serikat).


b. 2014 : US$ 535,666.87 (lima ratus tiga puluh lima ribu enam ratus enam puluh

enam dan delapan puluh tujuh sen dolar Amerika Serikat).

c. Dengan demikian, terbukti bahwa Objek Sengketa tidak sesuai dengan LHA

BPKP dan karenanya bertentangan dengan Pasal 16 ayat (2) UU PNBP.

2. Objek Sengketa Melanggar Pasal 19 ayat (3) jo. Pasal 19 ayat 91) jo. Pasal 16 ayat

(1) UU PNBP jo. Pasal 48 ayat (1) UU PTUN jo. Pasal 7 ayat (2) UU Administrasi

Pemerintahan

- Bahwa Pasal 19 ayat (1) UU PNBP menyatakan bahwa Wajib Bayar untuk jenis PNBP

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dapat mengajukan keberatan secara

tertulis atas penetapan jumlah PNBP yang Terutang dalam bahasa Indonesia kepada

Instansi Pemerintah yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)

dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal penetapan.

- Bahwa Pasal 19 ayat (4) UU PNBP mengatur bahwa selambat-lambatnya dalam

jangka waktu 12 (dua belas) bulan setelah surat keberatan diterima secara lengkap,

Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengeluarkan penetapan

atas keberatan.

- Dengan pengaturan UU PNBP tersebut, dapat disimpulkan bahwa UU PNBP hanya

mengatur upaya administratif berupa keberatan terhadap Tagihan Kurang Bayar,

dimana keberatan tersebut diajukan dan diputuskan oleh Instansi Pemerintah yang

mengeluarkan objek keberatan (in casu, Tagihan Kurang Bayar).

- Bahwa selain itu, Pasal 48 ayat (1) UU PTUN menyatakan bahwa dalam hal suatu

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan
peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa

Tata Usaha Negara tertentu, maka sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus

diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia.

- Bahwa Penjelasan Pasal 48 ayat (1) UU PTUN antara lain menjelaskan bahwa, dalam

hal penyelesaian Keputusan Tata Usaha Negara tersebut harus dilakukan sendiri oleh

badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan itu, maka

prosedur yang ditempuh tersebut disebut “keberatan”.

- Bahwa dalam perkara ini, Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. telah

mengajukan Keberatan atas Tagihan Kurang Bayar kepada DJA pada tanggal 1

Desember 2016 karena DJA adalah Instansi Pemerintah yang menerbitkan Tagihan

Kurang Bayar. Dengan demikian, Instansi Pemerintah yang harus memeriksa dan

memutus Keberatan atas Tagihan Kurang Bayar adalah DJA.

- Namun, penetapan atas keberatan tersebut dikeluarkan oleh Menteri Keuangan,

padahal faktanya, Menteri Keuangan bukan merupakan Instansi Pemerintah/Pejabat

Pemerintah yang mengeluarkan Tagihan Kurang Bayar;

- Dengan demikian, terbukti Menteri Keuangan telah melanggar Pasal 19 ayat (3) jo.

Pasal 19 ayat (1) jo. Pasal 6 ayat (1) UU PNBP jo. Pasal 48 ayat (1) UU PTUN jo.

Pasal 7 ayat (2) UU Administrasi Pemerintahan.

3. KTUN Menteri Keuangan Melanggar Pasal 55 ayat (1) UU Administrasi

Pemerintah
- Bahwa Pasal 55 ayat (1) UU Administrasi Pemerintahan menyatakan bahwa setiap

keputusan harus diberi alasan pertimbangan yuridis, sosiologis dan filosofis yang

menjadi dasar penetapan keputusan.

- Bahwa penjelasan ayat tersebut menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan

“pertimbangan yuridis” adalah landasan yang menjadi dasar pertimbangan hukum

kewenangan dan dasar hukum substansi. Sementara yang dimaksud dengan

“pertimbangan sosiologis” adalah landasan yang menjadi dasar manfaat bagi

masyarakat. Adapun yang dimaksud dengan “pertimbangan filosofis” adalah landasan

yang menjadi dasar kesesuaian dengan tujuan penetapan keputusan.

- Namun demikian, ayat (2) dari Pasal tersebut mengatur bahwa pemberian alasan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan jika keputusan tersebut diikuti

dengan penjelasan terperinci. Penjelasan terperinci sendiri dijelaskan sebagai

penjelasan yang menguraikan alasan penetapan Keputusan sampai ke hal yang bersifat

detail dan jelas.

- Bahwa Menteri Keuangan dalam mengeluarkan Objek Sengketa jelas-jelas tidak

memuat pertimbangan yuridis, sosiologis dan filosofis yang menjadi dasar penetapan

keputusan. Pertimbangan yuridis yang seharusnya dimuat Menteri Keuangan adalah

dasar wewenang (dasar Penunjukan) untuk menetapkan Tagihan Kurang bayar dan

dasar wewenang untuk mengeluarkan Objek Sengketa. Dengan demikian Menteri

Keuangan telah melanggar Pasal 55 ayat (1) UU Administrasi Pemerintahan.


4. Objek Sengketa Melanggar Pasal 6 ayat (4) PP Keberatan PNBP Karena Tidak

Mempertimbangkan Bukti Baru yang diajukan oleh Star Energy Geothermal

Wayang Windu Ltd.

- Pasal 6 ayat (4) PP Keberatan PNBP mengatur sebagai berikut :

“Apabila terdapat bukti baru yang diajukan oleh Wajib Bayar sebelum
dikeluarkannya penetapan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Instansi Pemerintah dapat meminta Instansi Pemeriksa untuk melakukan penelaahan
dan penghitungan kembali”

- Berdasarkan ketentuan di atas, Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. dapat

mengajukan bukti baru pada saat proses pengajuan Keberatan atas Tagihan Kurang

Bayar sebelum dikeluarkannya penetapan terhadap Keberatan atas Tagihan Kurang

Bayar.

- Dengan merujuk kepada ketentuan di atas, Star Energy Geothermal Wayang Windu

Ltd. sudah mengajukan Surat Penyampaian Bukti Baru pada tanggal 24 Januari 2018.

- Pada tanggal 26 Januari 2018, Menteri Keuangan mengeluarkan Objek Sengketa yang

pada pokoknya menolak keberatan yang diajukan Star Energy Geothermal Wayang

Windu Ltd., tanpa mempertimbangkan Surat Penyampaian Bukti Baru pada saat

mengeluarkan Objek Sengketa. Terlebih lagi, Menteri Keuangan baru menyampaikan

penolakan atas penyampaian bukti baru pada tanggal 2 April 2018 melalui suratnya

Nomor S-559/AG/2018, perihal Penelaahan kembali temuan kekurangan Setoran

Bagian Pemerintah Pengusaha Panas Bumi, yakni setelah mengeluarkan Objek

Sengketa.
- Dengan demikian, Menteri Keuangan terbukti melanggar Pasal 6 ayat (4) PP

Keberatan PNBP.

E. OBJEK SENGKETA BERTENTANGAN DENGAN ASAS-ASAS UMUM

PEMERINTAHAN YANG BAIK

1. Menteri Keuangan Sewenang-wenang Dalam Menetapkan Tagihan Kurang Bayar

Karena Tidak Konsisten Dengan LHA BPKP Dan Tanpa Memperhatikan Hak-Hak

Yang Dimiliki Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. Berdasarkan JOC

- Dalam UU Administrasi Pemerintah, dijelaskan bahwa asas tidak menyalahgunakan

kewenangan adalah asas yang mewajibkan setiap Badan dan/atau Pejabat

Pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau

kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut,

tidak melampaui, tidak menyalahgunakan, dan/atau tidak mencampuradukkan

kewenangan.

- Selain tidak berwenang untuk memeriksa PNBP Star Energy Geothermal Wayang

Windu Ltd., terlebih menetapkan Objek Sengketa, Menteri Keuangan juga tidak

memahami cara penghitungan jumlah SBP Star Energy Geothermal Wayang Windu

Ltd. di bidang panas bumi, hal mana menjadi memprihatinkan karena memang sudah

sejatinya pemeriksaan pemenuhan PNBP Star Energy Geothermal Wayang Windu

Ltd. dilakukan oleh Menteri Teknis/Lembaga Non Departemen yang memiliki

wewenang dan pemahaman akan industri panas bumi.


- Adapun kesalahan penghitungan SBP Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd.

yang dilakukan secara sewenang-wenang oleh Menteri Keuangan kami uraikan

sebagai berikut.

- Objek Sengketa diterbitkan dengan didasarkan oleh Tagihan Kurang Bayar

menyatakan bahwa Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. kurang bayar SBP

untuk periode 2013-2014 sebesar US$ 1,249,563.30 (satu juta dua ratus empat puluh

sembilan lima ratus enam puluh tiga dan tiga puluh dolar Amerika Serikat) (Jumlah

Keberatan SBP Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd.). Adapun salah satu

komponen dari jumlah tersebut adalah pembebanan biaya kantor pusat atau parent

company overhead (PCO).

- Sedangkan hasil LHA BPKP, sebagaimana diuraikan di atas hanya sebesar US$

713,896.43 (tujuh ratus tiga belas ribu delapan ratus sembilan enam dan empat puluh

tiga sen dolar Amerika Serikat).

- Adapun salah satu komponen dari jumlah tersebut adalah karena Menteri Keuangan

telah secara sewenang-wenang menolak pembebanan PCO dari Star Energy

Geothermal Wayang Windu Ltd. sebagai beban Biaya Operasi dan menerjemahkannya

sendiri sebagai tambahan kurang bayar SBP sebesar US$ 535,666.72 (lima ratus tiga

puluh lima ribu enam ratus enam puluh enam dan delapan puluh tujuh sen dolar

Amerika Serikat).

- Padahal dalam uraian mengenai pembebanan PCO tersebut, BPKP dalam LHA pada

pokoknya menyatakan bahwa POC mengatur pembebanan biaya PCO harus

berdasarkan metodologi dan detailed study yang disetujui oleh PGE, namun hingga

berakhirnya pemeriksaan belum ada persetujuan perihal tersebut meskipun Star


Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. telah dengan itikad baik menyerahkan

metodologi dan detailed study kepada PGE sejak 2011.

- Dengan demikian, LHA BPKP telah mengakui bahwa keabsahan atas pembebanan

biaya PCO sebagai Biaya Operasi adalah bergantung pada persetujuan dari PGE,

bukan Menteri Keuangan.

- Pada faktanya, LHA BPKP tidak menyatakan bahwa terdapat kurang setor SBP Star

Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. 2013-2014 yang disebabkan oleh

pembebanan biaya PCO. Berdasarkan LHA BPKP, pembebanan PCO masih

memerlukan pemenuhan kelengkapan dokumen saja. Terlebih, BPKP tidak

menyatakan bahwa biaya PCO tidak dapat dibebankan kedalam Biaya Operasi.

- Menteri Keuangan telah secara sewenang-wenang menetapkan bahwa Star Energy

Geothermal Wayang Windu Ltd. kurang bayar sebesar US$ 1,249,563.30 (satu juta

dua ratus empat puluh sembilan ribu lima ratus enam puluh tiga dan tiga puluh sen

dolar Amerika Serikat) dengan turut membebankan jumlah PCO meskipun dalam

LHA BPKP tidak dinyatakan bahwa pembebanan biaya PCO menyebabkan kurang

hitung dan setor SBP. Padahal, wewenang Menteri Keuangan dalam kaitannya dengan

PNBP self-assessment bukanlah untuk mengeluarkan penetapan atas biaya-biaya apa

yang boleh atau tidak boleh dibebankan sebagai Biaya Operasi.

- Dalam hal ini, penerbitan Objek Sengketa semata-mata hanya agar Star Energy

Geothermal Wayang Windu Ltd. menyetorkan jumlah PNBP yang lebih banyak

dengan pengurangan Biaya Operasi yang lebih rendah. Tindakan tersebut merupakan

tindakan yang sewenang-wenang.


- Pengawasan PNBP Self-assessment Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. telah

jelas dan tegas diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Pemeriksaan PNBP, yang pada pokoknya

menyatakan bahwa tujuan pemeriksaan terhadap wajib bayar. Bahwa Star Energy

Geothermal Wayang Windu Ltd. adalah untuk memastikan bahwa PNBP yang

disetorkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam perkara ini, peraturan

perundang-undangan hanya mengatur mengenai kepatuhan Wajib Bayar dalam

memenuhi persentase PNBP yang harus dibayar Star Energy Geothermal Wayang

Windu Ltd. yakni 34% dari NOI, bukan malah menghitung komponen pembebanan

Biaya Operasi Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. dan menetapkan jumlah

tetap PNBP.

- Sehingga, jika ditelaah secara menyeluruh, Menteri Keuangan malah

mempermasalahkan urusan komersil Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd.

yang bukan wewenangnya sebagai berikut :

Ranah Kewenangan Instansi Ranah Komersil Wajib Bayar dalam


Pemerintah JOC
Penghitungan SBP sebesar 34% dari Pembebanan Biaya Operasi yang dapat
NOI meliputi PCO; Penghitungan
Pendapatan

- Beban biaya PCO tidak dapat dibebankan sebagai Biaya Operasi, hanya jika dapat

dibuktikan bahwa biaya PCO tersebut tidak terkait dengan kegiatan pengusahaan

panas bumi Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. – hal mana tidak pernah

dibuktikan baik melalui LHA BPKP ataupun oleh Star Energy Geothermal Wayang

Windu Ltd..
2. Objek Sengketa Melanggar Asas Kecermatan Karena Penghitungan Menteri

Keuangan Atas SBP Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. Tidak

Didasarkan Pada Pemahaman Yang Tepat Terhadap Industri Panas Bumi

- Pada tahun 2013 dan 2014, BPKP menyatakan bahwa Star Energy Geothermal

Wayang Windu Ltd. telah membebankan biaya PCO tanpa didukung oleh

pembebanan dan detailed study yang disetujui PGE.

- Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. menegaskan bahwa segala biaya yang

dibebankan sebagai PCO dimaksud telah sesuai dengan ketentuan JOC dan WP&B

yang telah disetujui oleh PGE. Terlebih lagi, basis perhitungan yang menjadi acuan

pembebanan biaya PCO juga sudah disampaikan oleh Star Energy Geothermal

Wayang Windu Ltd. kepada PGE pada 12 Agustus 2011 melalui surat Star Energy

Geothermal Wayang Windu Ltd. No. 319/TFP/SEGWWL/VIII/2011, perihal

Penyampaian Basis Perhitungan Biaya Parent Company Overhead pada Revisi WP&B

2011 KOB Star Energy Geothermal (Wayang Windu) Limited.

- Oleh karenanya, dengan adanya metode pembebanan dan detailed study yang telah

diberikan oleh Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. dan kemudian dengan

adanya WP&B setiap tahun yang disetujui oleh PGE, maka jelas bahwa pembayaran

PNBP yang dilakukan Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. untuk periode

2013-2014 sudah tidak dapat lagi dipermasalahkan.

- Apabila PGE tidak pernah memberikan persetujuan atas pembebanan PCO sebagai

Biaya Operasi (quod non), maka tidak mungkin ada persetujuan atas WP&B Star

Energy Geothermal Wayang Windu Ltd.. Dengan kata lain, adanya persetujuan atas
WP&B tersebut sudah membuktikan adanya persetujuan dari PGE atas pembebanan

PCO sebagai Biaya Operasi.

- Pada faktanya, PGE telah menyetujui WP&B Star Energy Geothermal Wayang Windu

Ltd. melalui surat Persetujuan WP&B PGE baik untuk tahun buku 2013 dan 2014,

ataupun untuk WP&B tahun-tahun sebelum itu ataupun setelah itu. Bahkan untuk

tahun buku 2015, BPKP dengan tegas menyatakan bahwa pembebanan biaya PCO

Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. hanya memerlukan pemenuhan

dokumen administratif dan tidak serta merta menolak keabsahan pembebanan biaya

tersebut.

- Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan dan dibuktikan

bahwa pembebanan biaya PCO sebesar US$ 740.069,29 (tujuh ratus empat puluh ribu

enam puluh sembilan dolar Amerika Serikat koma dua puluh sembilan sen) untuk

tahun 2013 dan US$ 835,421.07 (delapan ratus tiga puluh lima ribu empat ratus dua

puluh satu dan nol sen dolar Amerika Serikat) untuk tahun 2014 telah sesuai dengan

ketentuan JOC sehingga dapat dibebankan sebagai Biaya Operasi, yang mana hal ini

tidak dipahami oleh Menteri Keuangan yang memang tidak berwenang untuk

menghitung dan/atau membebankan jumlah SBP Star Energy Geothermal Wayang

Windu Ltd. di bidang panas bumi.

3. Objek Sengketa Bertentangan Dengan Asas Kecermatan Karena LHA BPKP Tidak

Pernah Membebankan PCO sebagai Biaya Pengurang SBP Star Energy

Geothermal Wayang Windu Ltd..


- Berdasarkan penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf d UU Administrasi Pemerintahan, asas

kecermatan berarti suatu Keputusan dan/atau Tindakan harus didasarkan pada

informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau

pelaksanaan Keputusan dan/atau Tindakan sehingga Keputusan dan/atau tindakan

yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum Keputusan dan/atau

Tindakan tersebut ditetapkan dan/atau dilakukan.

- Dalam perkara a quo, fakta bahwa ketentuan mengenai persetujuan atas WP&B

dan/atau metodologi penghitungan PCO dan/atau kesepakatan mengenai Biaya

Operasi mana saja yang disetujui untuk masa periode operasi tahun 2013-2014 telah

dituangkan dalam JOC dan/atau persetujuan WP&B untuk tahun yang bersangkutan.

- Namun demikian, Menteri Keuangan secara tidak cermat menerbitkan Objek Sengketa

tanpa secara cermat memahami isi LHA BPKP dimana BPKP juga tidak menetapkan

jumlah kurang stor SBP diakibatkan PCO dan tidak mempertimbangkan keberadaan

JOC yang sebenarnya telah menetapkan cara penghitungan Biaya Operasi yang

dipermasalahkan oleh Menteri Keuangan.

- Dengan tidak dipertimbangkannya konsistensi pendekatan yang digunakan oleh BPKP

dalam melakukan pemeriksaan dan penerbitan LHA terhadap Star Energy Geothermal

Wayang Windu Ltd., penerbitan Objek Sengketa merupakan tindakan TUN yang

melanggar asas kecermatan.

4. Objek Sengketa Bertentangan Dengan Asas Kepastian Hukum.

- Penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf a UU Administrasi Pemerintahan menjelaskan

bahwa asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan dan keadilan

dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.

- Dalam hal ini, Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. merujuk kepada

ketentuan dictum keempat huruf a dari Keppres 22/1981 yang mengatur sebagai

berikut :

“Kerjasama antara Pertamina dan kontraktor termaksud pada huruf a di atas


dilaksanakan berdasarkan pada pedoman, petunjuk-petunjuk dan syarat-syarat yang
ditetapkan oleh Menteri Pertambangan dan Energi”

- Berdasarkan ketentuan di atas, kerjasama antara Star Energy Geothermal Wayang

Windu Ltd. dengan PERTAMINA (sekarang dialihkan ke PGE sebagaimana telah

diuraikan sebelumnya) diakui dan diatur untuk dilaksanakan berdasarkan pedoman,

petunjuk-petunjuk dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Menteri Pertambangan dan

Energi (sekarang Menteri Senergi dan Sumber Daya Mineral).

- Adapun pedoman, petunjuk-petunjuk dan syarat-syarat yang dimaksud dalam Keppres

22/1981 sejatinya termaktub dalam ketentuan-ketentuan dalam JOC. Hal mana dapat

dibuktikan dengan disahkannya JOC oleh Menteri Pertambangan dan Energi pada saat

itu yaitu Ir. Sudjana yang menandatangani pengesahan JOC atas nama Pemerintah

Republik Indonesia di lembar halaman tanda tangan yang sama dengan para pihak

dalam JOC.

- Ketentuan-ketentuan dalam JOC dimaksud tidak hanya mengatur pelaksanaan teknis

kegiatan usaha panas bumi, namun juga tata cara penghitungan pembebanan Biaya

Operasi yang dalam perkara ini dipermasalahkan oleh Menteri Keuangan sebagai
faktor kurang bayar SBP Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. tahun 2013 dan

2014.

- Lebih lanjut, JOC sebagaimana disahkan oleh Pemerintah tersebut secara tegas

menjamin hak Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. untuk membebankan

biaya PCO sebagai beban Biaya Operasi setelah adanya persetujuan dari

PERTAMINA (dalam hal ini PGE).

- Terlebih lagi, keberlakukan JOC juga dikukuhkan dengan ketentuan Pasal 41 Undang-

Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (UU 27/2003) sebagai peraturan

perundang-undangan yang berlaku terkait panas bumi saat itu, ketentuan mana juga

secara tegas diatur kembali dalam Pasal 78 ayat (1) huruf b UU Panas bumi yang kami

kutip berikut :

Pasal 41 UU 27/2003

“pada saat undang-undang ini berlaku, semua kontrak kerja sama pengusahaan
sumber daya panas bumi yang telah ada sebelum berlakunya undang-undang ini,
dinyatakan tetap berlaku samapai berakhirnya masa kontrak;

Pasal 78 ayat (1) huruf b UU Panas bumi

“Pada saat undang-undang ini mulai berlaku :



b.semua kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya panas bumi yang telah
ditandatangani sebelum berlakunya Undang-Undang ini, dinyatakan tetap berlaku
sampai berakhirnya masa kontrak;…”

- Sehingga dengan demikian, JOC yang berlaku sebagai pedoman dan petunjuk serta

syarat yang ditetapkan oleh Menteri Teknis/Lembaga Non Departemen (in casu
Menteri Pertambangan dan Energi) sebagai panduan dalam pelaksanaan pekerjaan

kegiatan panas bumi yang mencakup namun tidak terbatas pada tata cara perhitungan

SBP Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd..

- Pada faktanya, selain dari apa yang telah tegas diatur dalam JOC, Menteri Energi dan

Sumber Daya Mineral tidak memberikan pedoman dan petunjuk mengenai biaya-biaya

yang tidak dapat dibebankan sebagai beban Biaya Operasi, in casu biaya PCO.

- Akan tetapi, dalam penerbitan Objek Sengketa, Menteri Keuangan tidak hanya

mengabaikan LHA BPKP namun juga tidak memedulikan keberadaan JOC yang telah

secara hukum disahkan oleh pihak perwakilan yang sah dari Pemerintah Republik

Indonesia sebagai pedoman yang berlaku dalam menghitung SBP Star Energy

Geothermal Wayang Windu Ltd..

- Terlebih lagi, semenjak Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. pertama kali

membebankan biaya PCO pada tahun 2011, permasalahan mengenai pembebanan

PCO dalam penghitungan SBP Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. tidak

pernah dipermasalahkan. Permasalahan mengenai PCO juga tidak pernah menjadi

permasalahan dalam perhitungan SBP Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd.

untuk tahun 2015.

- Baru pada 2013 dan 2014, Menteri Keuangan secara sewenang-wenang dan tiba-tiba

mempermasalahkan pembebanan terhadap PCO dan Biaya Operasi yang menurut

Menteri Keuangan mempengaruhi angka setoran SBP Star Energy Geothermal

Wayang Windu Ltd..


- Kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh Menteri Keuangan tersebut mencederai

kepastian hukum atas kegiatan pengusahaan panas bumi yang dilakukan oleh Star

Energy Geothermal Wayang Windu Ltd.. Sebagai pelaku usaha, pengakuan atas asas

kepastian hukum menjadi sangat penting karena dengan tidak dihormatinya kepastian

hukum, menyebabkan ketidakpastian dalam pengembalian investasi yang telah

dilakukan oleh Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd.. Hal ini tentu dapat

berpengaruh pada iklim investasi industri panas bumi secara keseluruhan.

- Oleh karena itu, jelas bahwa penerbitan objek sengketa oleh Menteri Keuangan

melanggar asas kepastian hukum.

5. Objek Sengketa Bertentangan Dengan Asas Pengharapan Yang Wajar

- Bahwa Pasal 10 ayat (2) UU Administrasi Pemerintah mengatur bahwa terdapat asas

umum pemerintahan yang baik yang bersumber dari putusan Pengadilan Negeri yang

tidak dibanding, atau putusan Pengadilan Tinggi yang tidak dikasasi atau putusan

Mahkamah Agung.

- Dalam doktrin yang dikukuhkan dengan yurisprudensi, dikenal asas pengharapan yang

wajar, yakni asas yang menghendaki agar tindakan administrasi negara dapat

menimbulkan harapan-harapan yang wajar bagi yang berkepentingan. Star Energy

Geothermal Wayang Windu Ltd. merujuk kepada yurisprudensi Putusan Centrale Read

Van Beroep tertanggal 13 Januari 1959 dimana seorang Pegawai Negeri Sipil yang dinas

luar kota dengan menggunakan mobil pribadi meminta penggantian biaya atas pemakaian

mobil tersebut. Beberapa waktu kemudian diketahui bahwa hal itu tidak diperbolehkan,
sehingga kantor meminta kembali uang yang telah dibayarkan. Keputusan dimaksud

dibatalkan oleh Centrale Read Van Beroep.

- Bahwa dalam perkara ini, faktanya pembebanan tentang apa saja yang dapat dibebankan

sebagai Biaya Operasi telah disetujui oleh PGE melalui mekanisme persetujuan WP&B

tahunan yang disiapkan oleh Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. sebelum

dimulainya tahun buku berikutnya. Persetujuan terhadap setiap WP&B tahunan dari PGE

sebelum dilaksanakannya pekerjaan memberikan pengharapan yang wajar bagi Star

Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. untuk melaksanakan pekerjaannya di bidang

panas bumi tanpa hambatan.

- Meskipun Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. telah mendapat persetujuan dari

PGE atas WP&B tahun buku 2013 dan 2014, Menteri Keuangan tetap saja menerbitkan

Objek Sengketa dan karenanya tidak menghormati persetujuán WP&B. Padahal, Star

Energy Geothermal Wayang Windu Ltd. telah melaksanakan semua pekerjaan seuai

dengan rencana pembebanan biaya yang telah disetujuinnya WP&B. Star Energy

Geothermal Wayang Windu Ltd. juga telah menerapkan prosedur, pendekatan dan

metodologi yang konsisten dari tahun ke tahun dalam proses persetujuan pembebanan

biaya dalam WP&B.

KESIMPULAN

1. Bahwa Surat Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor S-13/MK.2/2018 Tahun 2018

yang telah dikeluarkan tersebut dikeluarkan tanpa ketelitian yang mendalam dan melanggar

ketentuan perauturan perundangundangan yang berlaku.


2. Bahwa Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tersebut telah sejak awal

bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, konsekwensi hukum Surat keputusan tersebut

adalah batal demi hukum atau dapat dibatalkan karena kelahiran keputusan Menteri Keuangan

Republik Indonesia telah cacat sejak lahir.

Anda mungkin juga menyukai