Anda di halaman 1dari 16

TUGAS KELOMPOK

SISTEM RUJUKAN BPJS DARI PUSKESMAS KE RUMAH SAKIT TIPE B


ATAU TIPE A
Diajukan untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya
di bagian KSM IKM Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura
Periode 7 Desember 2020 – 16 Januari 2021

Oleh:
Kelompok 3
1. Liliana Hesti Roa (0120840159)
2. Wulandari Randabunga (2019086016387)
3. Ruth Marpaung (2019086016482)
4. Inggrit Ch. M Palar (2019086016444)
5. Arga Cahyawan (2019086016363)
6. Muhmijan S. Alhamid (0110840234)
7. Charlles Rumakiek (0120840048)
8. Riko F. Panjaitan (2019086016344)
9. Anthon F. Ririhena (2019086016361)
Pembimbing:
dr. Paulina Watofa, Sp.R., MPH

KSM ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2020
DAFTAR ISI

Daftar Isi………………………………………………………………………………1
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………2
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………….2

1.2 Tujuan Penulisan………………………………………………………………..3

1.3 Manfaat Penulisan………………………………………………………………3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………….4

2.1 Pengertian BPJS………………………………………………………………...4

2.2 Definisi Sistem Rujukan………………………………………………………..5

2.4 Sistem Rujukan…………………………………………………………………5

2.5 Pelayanan BPJS Kesehatan……………………………………………………..6

2.6 Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan………………………………………...8

2.7 Kriteria Rumah Sakit yang bisa memberikan pelayanan BPJS……………….10

2.8 Permasalahan dalam Sistem Rujukan BPJS Kesehatan…………………...…..11

2.9 Pemecahan Masalah Sistem Rujukan BPJS Kesehatan………………….........12

BAB III KESIMPULAN...........................................................................................14

Daftar Pustaka……………………………………………………………………….15

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap orang memiliki risiko jatuh sakit dan membutuhkan biaya
cukup besar ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang
dideritanya merupakan penyakit yang kronis atau tergolong berat. Untuk
memberikan keringanan biaya, pemerintah mengeluarkan Program JKN
(Jaminan Kesehatan Nasional). Program pelayanan kesehatan yang merata
dan tidak diskriminatif, diatur dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), kemudian diimplementasikan
ke dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 201 tentang Badan
Pengelola Jaminan Sosial (BPJS).
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan atau sering disebut
BPJS Kesehatan merupakan sebuah badan hukum yang dibentuk untuk
meyelenggarakan program jaminan sosial kesehatan di Indonesia. BPJS
Kesehatan di bentuk untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
Indonesia sehingga hak warga Negara Indonesia untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan dapat terpenuhi. Hak warga Negara Indonesia untuk
mendapatkan pelayanan yang layak juga telah tercantum didalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28H ayat 1 yang
berbunyi setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.
Sistem rujukan merupakan suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan
kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara
timbal balik atas masalah yang timbul, baik secara vertikal maupun horizontal
ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional dan tidak
dibatasi oleh wilayah administrasi. Diharapkan adanya sistem rujukan, pasien
mendapat pertolongan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu

2
sehingga jiwanya dapat terselamatkan dan juga diharapkan dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu.

1.2 Tujuan Penulisan


Untuk mengetahui sistem rujukan BPJS dari Puskesmas ke Rumah
Sakit Tipe A atau Tipe B.
1.3 Manfaat Penulisan
Bagi penulis sebagai bahan pembelajaran mengenai sistem rujukan
BPJS.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian BPJS


Badan Penyelenggar Jaminan Sosial yang selanjutnya disebut BPJS
adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
jaminan sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan
hukum yang dibentuk dengan Undang-Undang untuk menyelenggarakan
perogram jaminan sosial. BPJS menurut UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah trasformasi dari badan penyelenggara
jaminan sosial yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan untuk
membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika
perkembangnan jaminan sosial.
Sedangkan Menurut UU no. 24 tahun 2011 tentang BPJS pasal 7 ayat
(1) dan Ayat (2), pasal 9 ayat (1) dan UU. No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN,
Pasal 1 Angka 8, Pasal 4 Dan Pasal 5 ayat (1) memberikan keterangan bahwa
Badan Penyeleggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) adalah
badan hukum publik yang bertanggung jawab kepada Presiden dan berfungsi
menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk
Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia. UU BPJS menetukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi
menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut
UU SJSN diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi social
dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh
manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan.
Setiap orang atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib
mendaftarkan diri dan anggota keluarganya pada BPJS. Setiap peserta BPJS
akan ditarik iuran yang besarnya ditentukan kemudian. Sedangkan bagi warga
miskin, iuran BPJS ditanggung pemerintah melalui Program Bantuan Iuran.

4
Pasal 2 UU BPJS, disebutkan BPJS menyelenggarakan sistem jaminan
sosial nasional berdasarkan asas: (1) kemanusian, (2) manfaat, dan (3)
keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Pasal 3 UU BPJS, meyebut
bahwa BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta
dan/atau anggota keluarganya. Dalam Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang
dimaksud dengan “kebutuhan dasar hidup” adalah kebutuhan esensial setiap
orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.

2.2 Definisi Sistem Rujukan


Sistem rujukan adalah suatu system penyelenggaraan kesehatan yang
melaksanakan pelimpahan tanggung jawab yang timbal balik terhadap satu
kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertical dalam arti dari unit yang
berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal
dalam arti unit-unit yang setingkat kemampuannya.
Menurut BPJS Kesehatan, sistem rujukan pelayanan kesehatan adalah
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan
tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun
horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau
asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan.

2.3 Sistem Rujukan


Sistem rujukan mengatur alur dari mana dan harus kemana seseorang
yang mempunyai masalah kesehatan tertentu untuk memeriksakan masalah
kesehatannya. Sistem ini diharapkan semua memperoleh keuntungan.
Misalnya:

5
 Pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan (policy maker), manfaat
yang akan diperoleh di antaranya, membantu penghematan dana dan
memperjelas sistem pelayanan kesehatan.
 Masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan akan meringankan biaya
pengobatan karena pelayanan yang diperoleh sangat mudah.
 Pelayanan kesehatan (health provider), mendorong jenjang karier tenaga
kesehatan, selain meningkatkan pengetahuan maupun keterampilan, serta
meringankan beban tugas.
Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang
sesuai dengan kebutuhan medis. Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama,
peserta dapat berobat ke fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas, klinik,
atau dokter keluarga/praktek mandiri yang tercantum pada kartu peserta BPJS
Kesehatan. Apabila peserta memerlukan pelayanan lanjutan oleh dokter
spesialis, maka peserta dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua atau
fasilitas kesehatan sekunder, dalam hal ini FKTL.
Pelayanan kesehatan di tingkat ini hanya bisa diberikan jika peserta
mendapat rujukan dari fasilitas primer (FKTP). Rujukan ini hanya diberikan
jika pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik dan fasilitas
kesehatan primer yang ditunjuk untuk melayani peserta, tidak dapat
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan peserta karena
keterbatasan fasilitas, pelayanan, dan atau ketenagaan. Jika penyakit peserta
masih belum dapat tertangani di fasilitas kesehatan sekunder, maka peserta
dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tersier. Di sini, peserta akan mendapatkan
penanganan dari dokter sub-spesialis yang menggunakan pengetahuan dan
teknologi kesehatan sub-spesialiastik.

2.4 Pelayanan BPJS Kesehatan


Pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga)
tingkatan yaitu:

6
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (FKTP) merupakan pelayanan
kesehatan dasar yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (FKRTL) sekunder merupakan
pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau
dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi
kesehatan spesialistik.
3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga/FKRTL tersier merupakan pelayanan
kesehatan sub-spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub-spesialis atau
dokter gigi sub-spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi
kesehatan sub-spesialistik.
Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, FKTP dan FKTL wajib
melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Apabila ada peserta yang ingin mendapatkan
pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan maka tidak dapat
ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Bagi peserta BPJS Kesehatan, pelayanan rujukan dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu:
1. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan
kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau
menetap.
2. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan
yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih
rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.

Rujukan vertical dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke


tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
 Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik.

7
 Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau
ketenagaan.

Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke


tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila:
 Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya
 Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih
baik dalam menangani pasien tersebut
 Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh
tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan
kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau
 Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau
ketenagaan.

2.5 Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan


Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang
sesuai kebutuhan medis, yaitu:
 Dimulai dari pelayanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
 Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat
dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL)
 Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat
diberikan atas rujukandari faskes primer
 Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan
atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer

8
Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke
faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana
terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.

1. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan apabila


peserta BPJS Kesehatan dalam kondisi:
 Terjadi gawat darurat. Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan
yang berlaku
 Bencana, Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau
Pemerintah Daerah
 Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah
ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan
di fasilitas kesehatan lanjutan
 Pertimbangan geografis; dan
 Pertimbangan ketersediaan fasilitas

2. Pelayanan oleh Bidan dan Perawat


 Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
 Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau
dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali
dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan
pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi
pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama

3. Rujukan Parsial
Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi
pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau

9
pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di
Faskes tersebut. Rujukan parsial dapat berupa:
 Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau
tindakan
 Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka
penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

2.6 Kriteria Rumah Sakit yang bisa memberikan pelayanan BPJS


Sampai saat ini tidak semua rumah sakit swasta bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan. Berdasarkan fungsi dan tugas dari rumah sakit, ada
pembagian tipe-tipe rumah sakit berdasarkan kemampuan sebuah rumah sakit
dalam memberikan pelayanan medis kepada pasiennya. Berikut pembagian
tipe rumah sakit yang melayani BPJS Kesehatan:
1. Rumah Sakit BPJS Tipe A
Rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis
dan subspesialis luas sehingga oleh pemerintah ditetapkan sebagai tempat
rujukan tertinggi (Top Referral Hospital) atau biasa disebut juga sebagai
Rumah Sakit Pusat. Rumah Sakit Tipe A adalah faskes tingkat 3, untuk
berobat di rumah sakit tipe A peserta BPJS harus memiliki surat rujukan
dari rumah sakit umum faskes tingkat 2 dibawahnya.
2. Rumah Sakit BPJS Tipe B
Rumah sakit yang telah mampu memberikan pelayanan kedokteran
spesialis dan subspesialis terbatas. Rumah sakit ini didirikan di setiap
Ibukota Provinsi yang mampu menampung pelayanan rujukan dari rumah
sakit tingkat kabupaten.
3. Rumah Sakit BPJS Tipe C
Rumah sakit yang telah mampu memberikan pelayanan kedokteran
spesialis terbatas. Rumah sakit tipe C ini didirikan di setiap Ibukota

10
Kabupaten (Regency Hospital) yang mampu menampung pelayanan
rujukan dari Puskesmas.
4. Rumah Sakit BPJS Tipe D
Rumah sakit yang hanya bersifat transisi dengan hanya memiliki
kemampuan untuk memberikan pelayanan Kedokteran Umum dan gigi.
Rumah sakit tipe C ini mampu menampung rujukan yang berasal dari
Puskesmas.

5. Rumah Sakit BPJS Tipe E


Rumah sakit khusus (Spesial Hospital) yang hanya mampu
menyelenggarakan satu macam pelayanan kesehatan kedokteran saja,
contoh: Rumah Sakit Kusta, Rumah Sakit Jantung, Rumah Sakit Kanker,
Rumah Sakit Ibu dan Anak, dan sebagainya.

2.7 Permasalahan dalam Sistem Rujukan BPJS Kesehatan


Sistem rujukan pasien dirasakan masih tidak efektif dan efisien, masih
banyak masyarakat belum dapat menjangkau pelayanan kesehatan, akibatnya
terjadi penumpukan pasien yang luar biasa di rumah sakit besar tertentu.
Pemahaman masyarakat tentang alur rujukan sangat rendah sehingga mereka
tidak mendapatkan pelayanan sebagaimana mestinya. Pasien menganggap
sistem rujukan birokrasinya cukup rumit, sehingga pasien langsung merujuk
dirinya sendiri untuk mendapatkan kesehatan tingkat kedua atau ketiga.
Keluhan lain terkait sistem rujukan BPJS yang dirasakan adalah
ketidaksiapan tenaga kesehatan dan kurangnya fasilitas di layanan kesehatan
primer, kasus yang seharusnya dapat ditangani di layanan primer/sekunder
tetapi langsung dirujuk ke rumah sakit tersier.
Mengapa sistem rujukan berjenjang belum berjalan karena disebabkan
oleh beberapa faktor:

11
1. Tidak semua RS Kab/Kota (Sekunder) mampu memberikan pelayanan
pada pasien rujukan dari faskes primer, dikarenakan:
 Keterbatasan sarana dan prasaranab
 Keterbatasan SDM (dokter ahli)
2. Keterbatasan anggaran pemerintah untuk memenuhi seluruh kebutuhan
standar RS, serta ketergantungan pemerintah daerah terhadap anggaran
pusat
3. Keterbatasan pemenuhan dokter ahli disetiap daerah
4. Semua kasus yang akan dirujuk harus persetujuan BPJS daerah, meskipun
BPJS mengidentifikasi di rujuk, tetapi tidak ada persetujuan maka pasien
tidak dapat dirujuk
5. Dasar 155 penyakit yang harus di tuntaskan di FKTP, perlu ditelaah
kembali atau ada penjelasan lebih lanjut setiap penyakit tersebut., karena
petugas verifikator BPJS melihat hitam putih tidak melihat tingkat kegawat
daruratan masing masing penyakit
6. Tenaga verifikator klaim mayoritas bukan tenaga dokter dan melakukan
intervensi terhadap ranah medis
7. Belum adanya pedoman (petunjuk teknis) proses verifikator sehingga
belum ada keseragaman proses verifikasi antara masing-masing verifikator
8. Belum maksimalnya peran Dewan Pertimbangan medis dalam
penyelesaian dispute claim
9. DPM masih dibentuk oleh BPJS sehingga tidak independen dalam
penyelesaian masalah medis/klaim
10. Faktor pasien dan keluarga untuk menjangkau akses pelayanan ke
fasyankes

2.8 Pemecahan Masalah Sistem Rujukan BPJS Kesehatan


Kebanyakan masyarakat belum tahu mengenai system rujukan. Inilah
yang menjadi persoalan, ketika sudah dating ke rumah sakit tersier/sekunder
pasien akan dilayani jika sudah mendapatkan rujukan dari peyanan kesehatan

12
primer. Sistem rujukan sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.
001/2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan (PMK).
Untuk menjamin berjalannya sistem rujukan berjenjang BPJS maka
perlu dilakukan langkah-langkah yaitu:
 Sosialisasi yang terus-menerus,
 Proses pertemuan lintas sector secara proaktif serta
 Monitoring dan evaluasi yang juga terus menerus harus dilakukan antar
seluruh stakeholders, guna menanamkan kesadaran masyarakat tentang
sistem rujukan berjenjang.
Masyarakat yang tinggal di kepulauan juga menjadi korban kurangnya
sosialisasi mengenai sistem rujukan pada BPJS. Perjalanan jauh yang telah
ditempuh dengan menyeberangi pulau dan biaya tidak sedikit menjadi sia-sia
karena rumah sakit terpaksa menolak pasien. Pelayanan rujukan juga menjadi
sesuatu yang rumit di daerah seperti Papua. Banyak daerah yang tidak bisa
dijangkau oleh kendaraan darat, sehingga diperlukan heli-ambulans untuk
mengangkut pasien gawat atau pasien rujukan. Namun fasilitas ini tidak
tersedia di BPJS. Tidak jarang juga penolakan oleh rumah sakit dilakukan
karena ruangan benar-benar penuh. Ini tentu saja menyebabkan mutu
pelayanan rumah sakit jadi menurun. Seharusnya pasien tersebut dapat dirujuk
ke rumah sakit lain yang setingkat. Namun ada banyak rumah sakit yang
menolak (swasta) atau belum siap (swasta dan pemerintah) untuk bekerjasama
dengan BPJS.
Masyarakat menilai sistem rujukan terkesan berbelit-belit ini dipicu
oleh keengganan masyarakat untuk antre di layanan primer seperti Puskesmas.
Pembenahan sarana dan prasarana yang memadai di setiap tingkat pelayanan
kesehatan sesuai kebutuhan. Kompetensi petugas kesehatan/dokter perlu
disiapkan dan ditingkatkan sehingga mampu menangani kasus sesuai tingkat
layanannya. Kebijakan sistem rujukan yang ditetapkan harus lebih
komprehensif mencakup jejaring yang melibatkan swasta, dan membuka

13
seluas-luasnya kesempatan bagi klinik yang mau bergabung dengan BPJS
sehingga tidak terjadi antrean di Puskesmas.
Peran dokter dalam sistem rujukan berjenjang adalah memahami
secara jelas mengenai sistem rujukan karena dokter adalah petugas garda
depan yang selalu menjadi tempat bertanya pasien atau masyarakat yang
membutuhkan dan dokter harus selalu meningkatkan kompetensi agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan secara professional yang dibutuhkan pasien.
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan sistem rujukan perlu dilakukan
secara terus-menerus oleh pemerintah dan organisasi profesi sebagai organ
Pembina, agar menjamin setiap masyarakat mendapatkan layanan kesehatan
yang sesuai dengan haknya.
BAB III
KESIMPULAN

1. Program pelayanan kesehatan yang merata dan tidak diskriminatif, diatur


dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN), kemudian diimplementasikan ke dalam Undang-
Undang (UU) Nomor 24 Tahun 201 tentang Badan Pengelola Jaminan
Sosial (BPJS).
2. Sistem rujukan pasien dirasakan masih tidak efektif dan tidak efisien,
masih banyak masyarakat belum dapat menjangkau pelayanan kesehatan,
akibatnya terjadi penumpukan pasien yang luar biasa di rumah sakit besar
tertentu.
3. Ketidaksiapan tenaga kesehatan dan kurangnya fasilitas di layanan
kesehatan primer, kasus yang seharusnya dapat ditangani di layanan
primer/sekunder tetapi langsung dirujuk ke rumah sakit tersier.
4. Untuk menjamin berjalannya sistem rujukan berjenjang BPJS maka perlu
dilakukan langkah-langkah yaitu: Sosialisasi yang terus-menerus, proses
pertemuan lintas sector secara proaktif serta, monitoring dan evaluasi yang

14
juga terus menerus harus dilakukan antar seluruh stakeholders, guna
menanamkan kesadaran masyarakat tentang sistem rujukan berjenjang.
5. Peran dokter dalam sistem rujukan berjenjang adalah memahami secara
jelas mengenai sistem rujukan karena dokter adalah petugas garda depan
yang selalu menjadi tempat bertanya pasien atau masyarakat yang
membutuhkan dan dokter harus selalu meningkatkan kompetensi agar
dapat memberikan pelayanan kesehatan secara professional yang
dibutuhkan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Asih, E.P. 2014. Seri Buku Saku 2: Paham BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan), iedrich-Ebert-Stiftung,

BPJS kesehatan. Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang Undang-Undang Nomor 24


Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggar Jaminan Sosial

Marsis, O. I. 2016. Penataan Sistem Pelayanan Kesehatan Rujukan. Jakarta: Ikatan Dokter
Indonesia.

Sucipto, K. Mengenal Tipe Rumah Sakit BPJS sebagai Fasilitas Kesehatan.


http://www.pasiensehat.com. Diakses pada tanggal 21 Desember 2020

Srikandi, R. Seputar Pengertian BPJS Kesehatan. http://seputarpengertian.com/. Diakses


pada tanggal 22 Desember 2020

15

Anda mungkin juga menyukai

  • LAPORAN_PASIEN
    LAPORAN_PASIEN
    Dokumen8 halaman
    LAPORAN_PASIEN
    Riko Panjaitan
    Belum ada peringkat
  • Tuber Ku Loma
    Tuber Ku Loma
    Dokumen4 halaman
    Tuber Ku Loma
    Riko Panjaitan
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Saraf
    Jurnal Saraf
    Dokumen3 halaman
    Jurnal Saraf
    Riko Panjaitan
    Belum ada peringkat
  • Tuber Ku Loma
    Tuber Ku Loma
    Dokumen4 halaman
    Tuber Ku Loma
    Riko Panjaitan
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen17 halaman
    Bab Ii
    Riko Panjaitan
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen17 halaman
    Bab Ii
    Riko Panjaitan
    Belum ada peringkat
  • Tugas 8 Kelompok 3
    Tugas 8 Kelompok 3
    Dokumen16 halaman
    Tugas 8 Kelompok 3
    Riko Panjaitan
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Saraf
    Jurnal Saraf
    Dokumen3 halaman
    Jurnal Saraf
    Riko Panjaitan
    Belum ada peringkat
  • MG Klasifikasi Osserman
    MG Klasifikasi Osserman
    Dokumen40 halaman
    MG Klasifikasi Osserman
    Riko Panjaitan
    Belum ada peringkat