Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


DENGAN HALUSINASI

OLEH:
KELOMPOK 6

1. NI LUH GEDE DENI ERAWATI C2120006


2. NI MADE SRI PRILIAWATI C2120007
3. I KADEK RISAN DERMANA C2120018
4. IDA AYU IKA ULANDARI C2120019
5. NI MADE WINA RUNITA PUTRI C2120030
6. NI MADE NILA DWI PARTIWI C2120031

KELAS : DIII A

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang
nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015). Halusinasi adalah persepsi sensori
yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan
Sheila L Vidheak, (2001) dalam Darmaja (2014).
Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015) halusinasi adalah
hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal
(pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi
atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal
(Stuart & Laraia, 2001). Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana
pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan
halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan
sesuatu melalui panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda
dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus,
salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang
terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh
klien.

2. Etiologi
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Pambayun (2015), faktor-faktor
yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai
berikut :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetik
Secara genetik, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-
kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki kemungkinan
mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang
anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang
15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya
skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak
yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal,
khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat.
1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak
seimbang dengan kadar serotonin.
2) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi skizofrenia.
3) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang
pencemas, terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
2. Faktor Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3) Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat
sistem syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.
4) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di
rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan
hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan
orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja,
kurang ketrampilan dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan,
ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah,
putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri,
merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak
seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya
kernampuan sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan
pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.

3. Rentang Respon Halusinasi


Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang
berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005) dalam Yusalia
2015. Ini merupakan persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya
akurat, mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran,
pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut tidak
ada.Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu
hal mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpresentasi
yang dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak sesuai stimulus yang
diterimanya, rentang respon tersebut sebagai berikut:
Respon adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis  Kadang-kadang proses  Waham


 Persepsi akurat pikir terganggu (distorsi  Halusinasi
 Emosi konsisten pikiran  Sulit berespons
dengan  Ilusi  Perilaku disorganisasi
pengalaman  Menarik diri  Isolasi sosial
 Perilaku sesuai  Reaksi emosi >/<
 Hubungan sosial  Perilaku tidak biasa
harmonis
Keterangan :
a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma- norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam
batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut. Respon adaptif meliputi :
1) Pikiran Logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli.
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.
b. Respon psikososial meliputi :
1) Prosep pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran.
5) Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindar interaksi dengan
orang lain.
c. Respon Maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma social budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif ini meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak
teratur.
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami yang
dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang
lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.

4. Jenis Halusinasi
Dibawah ini beberapa macam-macam dari halusinasi menurut (Stuart dan
Sudden tahun, 2007) :
a. Halusinasi Pendengaran
Klien mendengar suara atau bunyi yang tidak ada hubungannya dengan
stimulus yang nyata atau lingkungan. Data objektif klien berbicara atau
tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mendekatkan telinga kearah
tertentu dan menutup telinga. Data subjektif klien mendengar suara-suara
atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap dan
mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.  

b. Halusinasi Penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar terhadap adanya stimulus
yang nyata dari lingkungan dan orang lain tidak melihatnya. Data
objektif menunjuk kearah tertentu dan ketakutan pada sesuatu yang tidak
jelas. Data subjektif melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, kartun,
melihat hantu atau monster.
c. Halusinasi Penciuman
Klien mencium suatu bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa
stimulus yang nyata. Data objektif mengendus-endus seperti sedang
membaui bau–bauan tertentu, dan menutup hidung. Data subjektif
membaui bau-bauan  seperti bau darah, urine, feses dan terkadang bau-
bau tersebut menyenangkan bagi klien.
d. Halusinasi Perabaan
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yang nyata.
Data objektif klien menggaruk-garuk permukaan kulit. Data subjektif
klien mengatakan ada serangga di permukaan kulit dan merasa seperti
tersengat kulit.
e. Halusinasi Pengecapan
Klien merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan rasa
makanan yang tidak enak. Data objektif sering meludah dan muntah.
Data subjektif merasakan rasa seperti darah, urine atau feses.
f. Halusinasi Kinestetik
Klien merasakan badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota
badannya bergerak. Data objektif memegang kakinya yang dianggap
bergerak sendiri. Data subjektif klien mengatakan badannya melayang di
udara.

5. Tanda Gejala
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum
atautertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara,
bicarasendiri, pergerakan mata cepat, diam, asyik dengan
pengalamansensori, kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realitas rentang perhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau
menit, kesukaran berhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat
diri. Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden,
(1998) dalam Yusalia (2015).
Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan,
paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan
sampai percakapan lengkap antara
dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar
jelas dimana klien mendengar
perkataan bahwa pasien disuruh
untuk melakukan sesuatu kadang-
kadang dapat membahayakan.

Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan


cahaya, gambar giometris, gambar
karton dan atau panorama yang luas
dan komplek. Penglihatan dapat
berupa sesuatu yang
menyenangkan /sesuatu yang
menakutkan seperti monster.

Penciuman Membau bau-bau seperti bau darah,


urine, fases umumnya baubau yang
tidak menyenangkan. Halusinasi
penciuman biasanya sering akibat
stroke, tumor, kejang / dernentia.

Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa


darah, urine, fases.
Perabaan Mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas rasa tersetrum listrik yang
datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.

Sinestetik Merasakan fungsi tubuh seperti


aliran darah divera (arteri),
pencernaan makanan.

Kinestetik Merasakan pergerakan sementara


berdiri tanpa bergerak

6. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya Stuart & Sundeen, (2006) dalam Bagus, (2014), membagi fase
halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan
kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi, klien
semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.
Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien
1 2 3
Fase 1 : Comforting- Klien mengalami keadaan Menyeringai atau
ansietas tingkat emosi seperti ansietas, tertawa yang tidak
sedang, secara kesepian, rasa bersalah, dan sesuai, menggerakkan
umum, halusinasi takut serta mencoba untuk bibir tanpa
bersifat berfokus pada penenangan menimbulkan suara,
menyenangkan pikiran untuk mengurangi pergerakan mata yang
ansietas. Individu mengetahui cepat, respon verbal
bahwa pikiran dan yang lambat, diam dan
pengalaman sensori yang dipenuhi oleh sesuatu
dialaminya tersebut dapat yang mengasyikkan.
dikendalikan jika ansietasnya
bias diatasi
(Non psikotik)
Fase II: Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem
Condemning- menjijikkan dan menakutkan, syaraf otonom yang
ansietas tingkat klien mulai lepas kendali dan menunjukkan ansietas,
berat, secara umum, mungkin mencoba untuk seperti peningkatan
halusinasi menjadi menjauhkan dirinya dengan nadi, pernafasan, dan
menjijikkan sumber yang dipersepsikan. tekanan darah;
Klien mungkin merasa malu penyempitan
karena pengalaman kemampuan
sensorinya dan menarik diri konsentrasi, dipenuhi
dari orang lain. dengan pengalaman
(Psikotik ringan) sensori dan kehilangan
kemampuan
membedakan antara
halusinasi dengan
realita.
Fase III: Klien berhenti menghentikan Cenderung mengikuti
Controlling-ansietas perlawanan terhadap petunjuk yang diberikan
tingkat berat, halusinasi dan menyerah pada halusinasinya daripada
pengalaman sensori halusinasi tersebut. Isi menolaknya, kesukaran
menjadi berkuasa halusinasi menjadi menarik, berhubungan dengan
dapat berupa permohonan. orang lain, rentang
Klien mungkin mengalarni perhatian hanya
kesepian jika pengalaman beberapa detik atau
sensori tersebut berakhir. menit, adanya tanda-
(Psikotik) tanda fisik ansietas
berat : berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti petunjuk.
Fase IV: Conquering Pengalaman sensori menjadi Perilaku menyerang-
Panik, umumnya mengancam dan menakutkan teror seperti panik,
halusinasi menjadi jika klien tidak mengikuti berpotensi kuat
lebih rumit, melebur perintah. Halusinasi bisa melakukan bunuh diri
dalam halusinasinya berlangsung dalam beberapa atau membunuh orang
jam atau hari jika tidak ada lain, Aktivitas fisik
intervensi terapeutik. yang merefleksikan isi
(Psikotik Berat) halusinasi seperti amuk,
agitasi, menarik diri,
atau katatonia, tidak
mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks, tidak mampu
berespon terhadap lebih
dari satu orang.

7. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman
menakutkan yang berhubungan dengan respon neurobiologi pada halusinasi
pendengaran (Dalami, 2009: hal.27) adalah:
a. Regresi
Menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilakku kembali
seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan
masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas.
b. Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada orang
lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai cara untuk
menjelaskan kerancuan persepsi)
c. Menarik Diri

Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis,


reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari atau menghindar dari sumber
stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-
lain. Menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering
disertai rasa takut dan bermusuhan.
Mekanisme koping dapat dilakukan dengan beberapa cara, namum pada
pasien yang mengalami halusinasi pendengaran lebih banyak menggunakan
mekanisme koping seperti regresi, proyeksi dan menarik diri.

8. Komplikasi
Dampak dari gangguan sensori persepsi: halusinasi menurut Stuart dan Laraia
2007 adalah :
a. Resiko perilaku  kekerasan
Hal ini terjadi bahwa klien dengan halusinasi kronik cenderung untuk
marah-marah dan mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.
b. Kerusakan interaksi sosial
Hal ini terjadi karena perilaku klien yang sering marah-marah dan resiko
melakukan kekerasan, maka lingkungan akan menjauh dan
mengisolasinya.

9. Penatalaksanaan Medis
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan
untuk membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina
hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat
penting dijalin sebelum mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien
harus difasilitasi untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh
halusinasinya agar informasi tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat
diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat harus memperkenalkan
diri, membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat adalah
betul-betul untuk membantu klien. Perawat juga harus sabar, memperlihatkan
penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar ungkapan klien saat
menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan klien atau
menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh
dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa mengendalikan diri agar
tetap terapeutik.
Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan
selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi
halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat halusinasi muncul). Setelah
klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya adalah masalah yang harus
diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana cara yang bisa
dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses ini dimulai dengan
mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila ada beberapa usaha
yang klien lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat perlu mendiskusikan
efektifitas cara tersebut. Apabila cara tersebut efektif, bisa diterapkan,
sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat dapat membantu
dengan cara-cara baru.
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara yang
bisa dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
a. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya,
klien harus berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal
juga. Klien dilatih untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau
lihat”. Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat.
Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol halusinasi,
ajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu
menghardik halusinasi:
b. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat
ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk
itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi
halusinasi, serta bagaimana mengkonsumsi obat secara tepat sehingga
tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan kesehatan dapat
dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian obat agar klien
patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana
penanganan klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan
keluarga. Hal ini penting dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga
adalah sistem di mana klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat
menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah mampu mengatasi
masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa mengalami
kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi
sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama (kronis),
sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih mengalami halusinasi.
Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan halusinasi,
diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien kembali ke rumah.
Latih pasien menggunakan obat secara teratur.
c. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya.
Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat
memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami
peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua
hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus internal
yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi
dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain:
d. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang
yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik
dengan halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana
kegiatan dari pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur
dengan kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu memonitor
pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada waktu
lagi untuk melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol halusinasi
dengan cara ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian

Membina Hubungan Saling Percaya dengan Pasien


Tindakan pertama dalam melakukan pengkajian klien dengan halusinasi
adalah membina hubungan saling percaya, sebagai berikut :

Awali pertemuan dengan selalu mengucapkan salam. Misalnya :


Selamat pagi/siang/malam atau sesuai dengan konteks agama pasien.
Berkenalan dengan pasien. Perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan
perawat termasuk peran, jam dinas, ruangan, dan senang dipanggil dengan
apa. Selanjutnya perawat menanyakan nama klien serta senang dipanggil
dengan apa.
Buat kontrak asuhan. Jelaskan pada pasien tujuan kita merawat klien,
aktivitas apa yang akan dilaksanakan dan berapa lama akan dilaksanakan
aktivitas tersebut.
Bersikap empati yang ditunjukkan dengan : mendengarkan keluhan pasien
dengan penuh perhatian, tidak membantah dan tidak menyokong halusiansi
paien, segera menolong pasie jika pasien membutuhkan perawat.

Mengkaji Data Objektif dan Subjektif


Mengkaji halusinasi dapat dilakukan dengan mengobservasi perilaku
pasien dan menanyakan secara verbal apa yang sedang dialami oleh pasien.
Berikut ini jenis-jenis halusinasi dengan cara mengbservasi perilaku
pasien, memeriksa, mengukur, sedangkan sata subjektif didapatkan dengan
cara wawancara, curahan hati, ungkapan-ungkapan klien, apa-apa yang
dirasakan dan didengar klien secara subjektif. Data ini ditandai dengan “klien
menyatakan atau klien merasa“.
Adapun Manifestasi Klinis halusinasi menurut Videback (2004) sebagai
berikut :
Jenis Halusinasi Data subjektif Data Objektif
Halusinasi  Mendengar suara menyuruh  Mengarahkan telinga pada
pendengaran melakukan sesuatu yang sumber suara.
(auditory-hearing berbahaya.  Bicara atau tertawa
voices or sounds)  Mendengar suara atau bunyi sendiri.
 Mendengar suara yang  Marah-marah tanpa sebab.
mengajak bercakap-cakap.  Menutup telinga.
 Mendengar seseorang yang  Mulut komat-kamit.
sudah meninggal.  Ada gerakan tangan.
 Mendengar suara yang
mengancam diri klien atau
orang lain atau suara lain
yang membahayakan.
Halusinasi  Melihat seseorang yang  Tatapan mata pada tempat
pengihatan sudah meninggal, melihat tertentu.
(visual-seeing makhluk tertentu, melihat  Menunjukkan kearah
persons or things) bayangan, hantu atau tertentu.
sesuatu yang menakutkan,  Ketakutan pada objek
cahaya. Monster yang yang dilihat.
memasuki perawat.
Halusinasi  Mencium sesuatu, seperti  Ekspresi wajah seperti
penciuman bau mayat, darah, bayi, mencium sesuatu dengan
(olfactory- feces, atau bau masakan, gerakan cuping hidung,
smelling odors) parfum yang menyenangkan. mengarahkan hidung pada
 Klien sering mengatakan tempat tertentu.
mencium bau sesuatu.
 Tipe halusinasi ini sering
menyertai klien demensia,
kejang atau penyakit
serebrovaskular.
Halusinasi  Klien mengatakan ada  Mengusapkan,
perabaan (tactile- sesuatu yang menggerayangi menggaruk, meraba-raba
feeling bodily tubuh, seperti tangan, permukaan kulit. Terlihat
sensations) binatang kecil, makhluk menggerak-gerakan badan
halus. seperti merasakan suatu
 Merasakan sesuatu di rabaan.
permukaan kulit, merasakan
sangat panas atau dingin,
merasakan tersengat aliran
listrik.
Halusinasi  Klien seperti sedang  Seperti mengecap sesuatu.
pengecapan merasakan makanan tertentu Gerakan mengunyah,
(gustatory- atau mengunyah sesuatu. meludah atau muntah.
experiencing
tastes)
Cenesthetic &  Klien melaporkan bahwa  Klien terlihat menatap
Kinestetic fungsi tubuhnya tidak dapat tubuhnya sendiri dan
hallucinations terdeteksi, misalnya tidak terlihat merasakan sesuatu
adanya denyutan di otak yang aneh tentang
atau sensasi pembentukan tubuhnya.
urine dalam tubuhnya,
perasaan tubuhnya melayang
di atas bumi.

Mengkaji Waktu, Frekuensi dan Situasi Munculnya Halusinasi


Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya
halusinasi yang dialami oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan
intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan
halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat
direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi.

Mengkaji Respons terhadap Halusinasi


Untuk mengetahui dampak halusinasi pada klien dan apa respons klien
ketika halusinasi itu mucul, perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga
atau orang terdekat dengan klien. Selain itu, dapat juga dengan
mengobservasi dampak halusinasi pada pasien jika halusiasi timbul.

Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman
yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiology termasuk
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku
kembali seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi
ansietas
b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi
pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri semdiri (sebagai
upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi)
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber
stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi,gas beracun dll,
sedangkan reaksi psikologis individu menunjukan perilaku apatis,
mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan
bermusuhan.

2. Diagnosa Keperawatan
Pohon masalah, menurut Budi Anna Keliat (1998), pohon masalah pada
perubahan persepsi sensori sebagai berikut :

Resiko kekerasan terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran

Kerusakan interaksi sosial

Harga diri rendah kronis

Diagnosa keperawatan utama pada klien dengan prilaku halusinasi adalah


a. Gangguan sensori persepsi: Halusinasi (pendengaran, penglihatan,
pengecapan, perabaan dan penciuman).
b. Isolasi social
c. Resiko menciderai diri sendiri, lingkungan dan orang lain.
d. Harga diri rendah
3. Intervensi

PERENCANAAN
TG DX
L
TUJUAN KRITERIA INTERVENSI
EVALUASI
1 2 3 4 5
Gangguan Pasien mampu : Setelah …, pertemuan SP. 1 (Tgl … … … … … )
Sensori  Mengenali pasien dapat  Bantu pasien mengenal
Persepsi halusinasi yang menyebutkan : halusinasi :
Halusinasi dialaminya  Isi, waktu, o Isi
 Mengontrol frekuensi, situasi o Waktu terjadinya
halusinasinya pencetus, perasaan o Frekuensi
 Mengikuti program  Mampu o Situasi Pencetus
pengobatan secara memperagakan o Perasaan saat
optimal cara dalam terjadi halusinasi
mengontrol
 Latih mengontrol halusinasi
halusinasi
dengan cara menghardik
Tahapan tindakannya meliputi :
o Jelaskan cara
menghardik halusinasi
o Peragakan cara
menghardik halusinasi
o Minta pasien
memperagakan ulang
o Pantau penerapan cara
ini, beri penguatan
perilaku pasien
o Masukkan dalam
jadwal kegiatan pasien.
Setelah …. , SP. 2 (Tgl … … … … …)
Pertemuan pasien  Evaluasi kegiatan yang lalu
mampu : (SP 1)
 Menyebutkan  Latih berbicara/ bercakap
kegiatan yang dengan orang lain saat
sudah dilakukan halusinasi muncul
 Memperagakan  Masukkan dalam jadwal
cara bercakap- kegiatan pasien
cakap dengan
orang lain

Setelah …., SP. 3 (Tgl … … … … …)


Pertemuan pasien  Evaluasi kegiatan yang lalu
mampu : (SP 1 & SP 2)
 Menyebutkan  Latih kegiatan agar
kegiatan yang halusinasi tidak muncul
sudah dilakukan Tahapannya:
dan, o Jelaskan pentingnya
 Membuat jadwal aktivitas yang teratur
kegiatan sehari- untuk mengatasi
hari dan mampu halusinasi.
memperagakannya o Diskusikan aktivitas
yang biasa dilakukan
oleh pasien
o Latih pasien melakukan
aktivitas
o Susun jadwal aktifitas
sehari-sehri sesuai
dengan aktifitas yang
telah dilatih (dari
bangun pagi sampai
tidur malam)
o Pantau pelaksaan
jadwal kegiatan,
berikan penguatan
terhadap perlaku pasien
yang (+)
Setelah …. Pertemuan SP. 4 (Tgl … … … … …)
pasien mampu :  Evaluasi kegiatan yang
 Menyebutkan (SP.2 &3)
kegiatan yang  Tanyakan program
sudah dilakukan pengobatan
 Menyebutkan  Jelaskan pentignya
manfaat dari penggunannya obat pada
program gangguan jiwa.
pengobatan.  Jelaskan akibat bila tidak
digunakan sesuai program
 Jelaskan akibat bila putus
obat
 Jelaskan cara mendapatkan
obat/berobat
 Jelaskan pengobatan (5 B)
 Latih pasien minum obat
 Masukan dalam jadwal
harien pasien.
Keluarga mampu : Setelah ….., SP. 1 (Tgl … … … … …)
Merawat Pasien di pertemuan Keluarga  Identifikasi masalah
rumah dan menjadi mampu menjelaskan keluarga dalam merawat
sistem pendukung yang tentang halusinasi pasien.
efektif untuk pasien.  Jelaskan tentang
halusinasi :
o Pengertian
halusinasi
o Jenis halusinasi
yang dialami pasien
o Tanda dan gejala
halusinasi
o Cara merawat
pasien halusinasi
( cara
berkomunikasi
pemberian obat dan
pemberian aktivitas
kepada pasien)
o Sumber-sumber
pelayanan
kesehatan yang bisa
dijangkau
o Bermain peran cara
merawat
o Rencana tindak
lanjut keluarga,
jadwal keluarga
untuk merawat
pasien
Setelah …,Pertemuan SP. 2 (Tgl … … … … … …)
keluarga mamapu :  Evaluasi kemampuan
 Menyelesaikan keluarga (SP. 1)
kegiatan yang  Latih Keluarga merawat
sudah dilakukan pasien
 Memperagakan  RTL keluarga/ jadwal
cara merawat keluarga untuk merawat
pasien pasien

Setelah …, Pertemuan SP. 3 (Tgl … … … … … …)


Keluarga mampu :  Evaluasi kemampuan
 Menyebutkan keluarga (SP.2)
kegiatan yang  Latih Keluarga merawat
sudah dilakukan  RTL keluarga/ jadwal
 Memperagakan keluarga untuk merawat
cara merawat pasien
pasien serta
mampu membuat
RTL
Setelah …, Pertemuan SP. 4 (Tgl … … … … … …)
Keluarga mampu :  Evaluasi kemampuan
 Menyebutkan keluarga
kegiatan yang  Evaluasi kemampua pasien
sudah dilakukan  RTL Keluarga :
 Melaksanakan o Follow Up
follow up rujukan o Rujukan

4. Implementasi
Sebelum melakukan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih dibutuhkan klien
dan sesuai dengan kondisi saat ini (here and now). Pada saat akan
dilaksanakan tindakan keperawatan, perawat melakukan kontrak dengan klien
dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta klien yang
diharapkan.
Implementasi keperawatan yang dilakukan oleh perawat adalah sesuai
dengan strategi pelaksanaan (SP) yang telah dibuat. Strategi pelaksanaan yang
diberikan untuk pasien dan keluarga terdiri dari :
a) SP 1 yaitu membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara
mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi
dengan menghardik halusinasi.
b) SP 2 yaitu  Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
bersama orang lain.
c)  SP 3 yaitu melatih pasien mengontrol halusinasi dengan melaksanakan
aktivitas terjadwal.
d) SP 4 yaitu melatih pasien minum obat secara teratur.
Masalah Tindakan Keperawatan untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk
Keperawata Keluarga
n
Halusinasi SP I p SP I k
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi 1. Mendiskusikan masalah yang
pasien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien pasien
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi 2. Menjelaskan pengertian, tanda
pasien dan gejala halusinasi, dan jenis
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi halusinasi yang dialam pasien
pasien beserta proses terjadinya
5. Mengidentifikasi situasi yang 3. Menjelaskan cara-cara merawat
menimbulkan halusinasi pasien halusinasi
6. Mengidentifikasi respons pasien
terhadap halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik
halusinasi
8. Menganjurkan pasien memasukkan
cara menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian

SP II p SP II k
1. Mengvaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga mempraktekkan
pasien cara merawat pasien dengan
2. Melatih pasien mengendalikan Halusinasi
halusinasi dengan cara bercakap-cakap 2. Melatih keluarga melakukan cara
dengan orang lain merawat langsung kepada pasien
3. Menganjukan pasien memasukkan halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian

SP III p SP III k
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu kelaurga membuat
pasien jadwal aktifitas di rumah termasuk
2. Melatih pasien mengendalikan minum obat (discharge planning)
halusinasi dengan melakukan kegiatyan 2. Menjelaskan follow up pasien
(kegiatan yang biasa dilakukan pasien) setelah pulang
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

SP IV p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara teratur
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek
dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
(Keliat, 2005). Evaluasi digunakan sebagai alat ukur keberhasilan suatu
asuhan keperawatan yang telah dibuat. Adapun evaluasi yang dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan SOAP (Keliat, 2005: hal 17) yaitu:

S   : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah


dilaksanakan.
O   : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
A   : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data
yang kontraindikasi dengan masalah yang ada.
P    : Perencanaan atau tidak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
klien.
Pada implementasi yang dilakukan maka evaluasi hasil intervensi terhadap
pasien halusinasi yaitu: terbina hubungan saling percaya antara klien dan
perawat, klien dapat mengenal halusinasinya, mendapatkan dukungan dari
keluarga untuk mengontrol halusinasinya dan dapat memanfaatkan obat
dengan baik sesuai dengan program pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Pan. (2014). Konsep Halusinasi Dan Strategi Pelaksanaan Halusinasi.


www.academia.edu diakses Oktober 2021

Darmaja, I.K. (2014). Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.
“S” Dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
Diruang Kenari Rsj Dr. Radjiman Wedioningrat Lawang Malang.
Program Studi Profesi (Ners) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bakti
Indonesia Banyuwangi

Keliat Anna Budi. (2014). Keperawatan Jiwa TAK, Jakarta:EGC

Keliat Budi Ana. (2009). Gangguan Konsep Diri, Edisi I. Jakarta : EGC

Keliat Budi Ana. (2009). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I. Jakarta :
EGC

Pambayun, Ahlul H. (2015). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. S Dengan


Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Ruang 11 (Larasati)
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Asuhan Keperawatan Psikiatri
Akademi Keperawatan Widya Husada Semarang.

Stuart GW, Sundeen. (2005). Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th


ed.). St.Louis Mosby Year Book.

Stuart, Gail W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC

Yusalia, Refiazka. (2015). Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan


Halusinasi. www.academia.edu diakses Oktober 2021

Zelika, Alkhosiyah A. Dermawan, Deden. (2015). Kajian Asuhan Keperawatan


Jiwa Halusinasi Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula Rsjd
Surakarta. Jurnal Poltekkes Bhakti Mulia.

Anda mungkin juga menyukai