BLOK 15 MODUL 3
Disusun oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan laporan diskusi
kelompok kecil tentang Nyeri Kepala dengan tepat waktu.
Laporan ini dibuat sebagai hasil diskusi kelompok kecil kami. Kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Hadi Irawiraman, Sp. PA
selaku pembimbing diskusi kami dan juga semua pihak yang terlibat dalam
proses belajar kami sehingga laporan ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
kami mengharapkan pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada kami. Sebagai penutup kami berharap, semoga laporan
ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pembaca.
Kelompok 8
ii
DAFTAR ISI
2.8. Sintesis.................................................................................................... 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.2. Tujuan dan Manfaat
1.3. Manfaat
5
2.1. Skenario
7
2. Mengapa telinga berdengung?
Telinga berdengugn adalah suara atau bising tanpa ada rangsangan dari
luar. Pada skenario hanya bisa didegar oleh pasien sendiri, Trauma kepala sebagai
fraktur post temporal menyebabkan mebran pembatas telinga menjadi pecah
akibatnya terjadi penumpukan cairan endolimfe juga bisa menyebabkan telinga
berdengung.
Faktor: Perdarahan, bisa terjadi akibat benturan, Tumor, Inflamsai, Ada iritatif
dan degeneratif dari traktus pendengaran.
9
a. Strukturisasi Konsep
10
b. Learning Objectives
1. Mahasiswa mampu menjelaskan fisiologi keseimbangan
2. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, klasifikasi, patomekanisme
dari vertigo
3. Mahasiswa mempu menjelaskan diagnosis banding dari vertigo
(BPPV, Meniere Disease, Neuritis Vestibuler, Vertigo Sentral)
1.4. Sintesis
1. Fisiologi Keseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan orientasi dari
tubuh dan bagian-bagian tubuh dalam hubungannya dengan lingkungan
sekitarnya. Keserimbangan tergantung pada input terus menerus dari tiga
sistem vestibular (labirin), sistem proprioseptif (somatosensorik) dansistem
visual serta integrasinya dengan batang otak dan serebelum.
Sistem vestibular mempunyai fungsi sensorik yang penting, berperan
dalam persepsi gerakan seseorang, posisi kepala, orientasi ruang secara relatif
terhadap gravitasi. Demikian juga berperan penting bagi fungsi motorik,
membantu dalam stabilisasi gaze, kepala dan penyesuaian postur tubuh.
14
LO 2 VERTIGO DAN KLASIFIKASI
A. Definisi Vertigo
Vertigo adalah sensasi gerakan tubuh ketika tubuh tidak sedang bergerak, yang
tidak sesuai dengan gerakan kepala normal. Vertigo merupakan persepsi yang salah
dari gerakan seseorang atau lingkungan sekitarnya. Persepsi bisa berupa :
1. Rasa berputar, disebut vertigo vestibular
Timbul pada gangguan vestibular.
2. Rasa goyang melayang mengambang disebut vertigo nonvestibular
Timbul pada gangguan sistem propioseptif atau sistem visual.
B. Klasifikasi Vertigo
Terdapat 2 jenis vertigo, sebagai berikut ;
Contoh kelainan yang timbul dengan gejala vertigo adalah sebagai berikut.
1. Vertigo vestibuler perifer : Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV).
Meniere’s disease, neuritis vestibular, oklusi arteri labirin, labirinitis, obat
15
ototoksik, autoimun, tumor N VIII, microvascular compression, perilymph
fistule.
2. Vertigo vestibuler sentral : Sentral Migrain, CVD, tumor, epilepsi, demielinisasi,
degenerasi
3. Vertigo non-vestibuler : Polineuropati, mielopati, artrosis servikalis, trauma
leher, presinkope, hipotensi, ortostatik, hiperventilasi, tension type headache,
hipoglikemia, penyakit sistemik.
C. Patomekanisme Vertigo
Keseimbangan tubuh dikendalikan oleh 3 sistem, yaitu sistem vestibular,
visual dan somatosensori, ketiganya merupakan kesatuan dalam sistem
multisensori; sensor tersebut adalah reseptor, berturut-turut, di labirin (kanalis
semisirkularis, utrikulus, dan sakulus) pada sistem vestibular, retina pada
sistem visual dan muskuloskeletal (otot, tendon, sendi dsb) pada sistem
somatosensori.
Gangguan keseimbanagn (dizziness) timbul apabila satu atau lebih
gangguan dari ketiga sistem yang mengaturnya. Vertigo vestibular timbul pada
gangguan sistem vestibular dengan gejala rasa berputar, vertigo non vestibular
terjadi pada lesi sistem somatosensori/propioseptif dan visual dengan keluhan
rasa melayang, goyang, seperti sedanga berenang.
16
Gangguan persepsi di korteks menimbulkan sensasi abnormal yaitu
vertigo, gangguan refleks vestibulookular menimbulkan nistakmus, rangsangan
pada sistem otonom/pusat muntah menimbulkan mual/muntah dan keringatan,
gangguan pada fungsi jalur vestibulospinal mengakibatkan ataksia.
Neurotransmiter utama pada nukleus vestibularis adalah kolinergik dan
H1 histaminergik. Sistem kolinergik memodulasi neural store, sedangakn
sistem histaminergik (H1) merangsang pusat muntah. GABA berperan sebagai
inhibitor dari sel-sel Purkinje serebelum. Sistem adrenergik menginhibisi
aktivitas vestibular. Jalur serotonergik diaktivasi oleh rangsangan dari traktus
digestivus bekerja di pusat muntah dengan memblokir chemoreceptor trigger
zone di area postrema. Hal inilah yang menyebabkan keluhan penyerta seperti
mual dan muntah pada saat vertigo berlangsung. (PERDOSSI, 2017)
17
LO 3 BPPV, Meniere Disease, Neuritis Vestibuler, Vertigo Sentral
BPPV
A. Definisi dan Epidemiologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan klinis yang
terjadi dengan karakteristik serangan vertigo tipe perifer, berulang dan singkat, sering
berkaitan dengan perubahan posisi kepala dari tidur melihat keatas kemudian memutar
kepala.
BPPV adalah salah satu penyebab vertigo, prevalensi 2,4% dalam kehidupan
seseorang. Barton 2011, prevalensi akan meningkat setiap tahunnya berkaitan dengan
meningkatnya usia sebesar 7 kali pada usia diatas 60 tahun dibandingkan dengan usia
18-39 tahun, disebutkan bahwa pada wanita lebih sering daripada laki-laki di kelompok
semua umur. Keterlambatan dalam mendiagnosis dan penanganannya masih sering
terjadi sehingga mengakibatkan biaya yang cukup tinggi dan menurunkan kualitas
hidup seorang penderita BPPV.
B. Etiologi
BPPV terjadi saat partikel-partikel bebas terperangkap dalam endolimf labirin
vestibular, partikel tersebut masuk dalam salah satu kanalis semisirkularis.
1. Idiopatik
Sekitar 50% penderita BPPV tidak diketahui penyebabnya.
2. Simptomatik
Pasca trauma, pasca labirinitis virus, stroke vertebrobasilaris, Meniere, paska
operasi, ototoksisitas dan mastoiditis kronik.
C. Patofisiologi
Terdapat hipotesa yang menerangkan patofisiologi BPPV,
1. Hipotesis kapulotiasis
Debris yang berisi kalsium karbonat berasal dari fragmen otokonia yang terlepas
dari makula utrikulus yang berdegenerasi, menempel pada permukaan kapsula
kanalis semisirkularis posterior yang letaknya paling bawah. Penyebab terlepasnya
debris dari makula belum diketahui pasti, tetapi diduga karena pasca trauma dan
infeksi. Penderita BPPV usia tua diduga berkaitan dengan timbulnya osteopenia dan
18
osteoporosis sehingga debris mudah terlepas sehingga menimbulkan serangan
BPPV yang berulang.
Bilamana pasien berubah posisi dari duduk ke berbaring dengan kepala
tergantung, seperti Dix Hillpike, kanalis posterior berubah dari inferior ke superior,
kupula bergerak secara utifugal dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan
vertigo.
Pergeseran masa otokonia tersebut membutuhkan waktu, hal ini menyebabkan
adanya masa laten sebelum timbulnya nistagmus dan keluhan vertigo.
Gerakan posisi kepala yang berulang akan menyebabkan otokonia terlepas
masuk ke dalam endolimfe, hal ini menyebabkan timbulnya fatigue, yaitu
berkurangnya atau menghilangnya nistagmus dan vertigo, disamping adanya
mekanisme kompensasi sentral. Nistagmus tersebut timbul secara paroksismal pada
kanalis posterior telinga yang berada pada posisi di bawah, dengan arah komponen
cepat ke atas.
2. Hipotesis kanalitiasis
Kristal kalsium karbonat bergerak di dalam kanalis semisirkularis (kanalitiasis)
menyebabkan endolimf bergera dimana akan menstimulasi ampula dalam kanal,
sehingga menyebabkan vertigo. Nistagmus dibangkitkan oleh saraf ampulari yang
tereksitasi di dalam kanal yang berhubungan langsung dengan muskulus ekstra
okuler. Setiap kanal dipengaruhi oleh kanalitiasis, dengan nistagmus yang khas.
19
D. Gambaran Klinis
Vertigo timbul menadak pada perubahan posisi misalnya miring ke satu sisi
pada waktu berbaring, bangkit dari tidur, membungkuk atau waktu
menegakankembali badan, menunduk atau menengadah. Serangan berlangsung dalam
waktu singkat, biasanya kurang dari 10-30 detik. Vertigo pada BPPV dirasakan
berputar, bisa disertai rasa mual, kadang-kadang muntah. Setelah rasa berputar
menghilang pasien bisa merasa melayang. Umumnya BPPV menghilang sendiri
dalam beberapa hari sampai minggu dan kadang-kadang kembali lagi.
E. Diagnosis
Diagnosis BPPV ditegakan secara klinis berdasarkan :
1. Anamnesis : adanya vertigo yang terasa berputar, timbul mendadak pada
perubahan posisi kepala atau badan, lamanya kurang dari 30 detik, dapat disertai
rasa mual dan kadang- kadang muntah.
2. Pemeriksaan Fisik : pada yang idiopatik tidak ditemukan kelainan, sedangkan yang
simtomatik dapat ditemukan kelainan neurologi fokal atau kelainan sistemik.
3. Tes Dix Hallpike
Tes ini dilakukan sebagai berikut,
a. Pasien dijelaskan tentang prosedur pemeriksaan supaya tidak tegang.
20
b. Pasien duduk dekat bagian ujung meja periksa
c. Mata terbuka dan berkedip sedikit mungkin selama pemeriksaan, pada
posisi duduk kepala menengok kekiri atau kanan, lalu dengan cepat badan
pasien dibaringkan sehingga kepala tergantung pada ujung meja periksa,
lalau dilihat adanya nistagmus dan keluhan vertigo, pertahankan posisi
tersebut selam 10-15 detik, setelah itu dengan cepat didudukan kembali.
Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menunjuk kesisi lain.
Untuk melihat adanya fatgue maneuver diulang 2-3 kali.
a. Normal; tidak timbul vertigo dan nistagmus dengan mata terbuka. Kadang-
kadang dengan mata tertutup bisa terekam dengan elektronistagmografi adanya
beberapa detik nistagmus.
b. Abnormal; timbulnya nistagmus posisional yang pada BPPV mempunyai 4 ciri,
yaitu: ada masa laten, lamanya kurang dari 30 detik, disertai vertigo lamanya
sama dengan nistagmus dan vertigo yang makin berkurang setiap maneuver
diulang.
21
F. Terapi
Komunikasi dan Informasi
Pada BPPV gejala yang timbul hebat sehingga pasien menjadi cemas dan
khawatir akan adanya penyakit yang berat seperti stroke atau tumor otak. Dengan
demikian perlu diberikan penjelasan bahwa BPPV bukan sesuatu yang berbahaya dan
prognosisnya baik, dapat hilang spontan setelah beberapa waktu, walaupun kadang-
kadang dapat berlangsung lama dan sewaktu-wakatu dapat kambuh kembali.
Medikamentosa
Obat anti vertigo seringkali tidak dibutuhkan, namun apabila terjadi
disekuilibrium paska BPPV, pemberian betahistin akan berguna untuk mempercepat
kompensasi.
1. Terapi
22
Manuver Epley
Keterangan gambar
Langkah 1 dan 2 : Identik dengan Dix Hillpike manuever. Pasien dipertahankan
pada posisi kepala menggantung ke sisi kanan selama 20-30 detik
Langkah 3 : Kepala diputar 90o selama 20-30 detik
Langkah 4 : Memutar kepala ke sisi lain sebesar 90o sehingga kepala mendekati
posisi menunduk selama 20-30 detik
Langkah 5 : Pasien diangkat ke posisi duduk
Walaupun pemeriksa melakukan dengan tepat pada setiap langkah tetapi kunci
keberhasilan BPPV adalah posisi kepala penderita.
23
Prosedur Semont
Keterangan gambar
Langkah 1 : Kepala penderita diputar 45° ke sisi kiri kemudian pasien secara cepat
bebaring ke sisi kiri
Langkah 2 : Setelah mempertahankan selama 30 detik pada posisi awal ini
kemudian pasien melakukan gerakan yang sama ke posisi yang berlawanan. Cara
ini berlawanan dengan latihan dari Brand-Daroff yang berhenti sejenak pada saat
penderita duduk dan kemudian memutar kepala bersama badan pada saat perubahan
posisi.
24
Keterangan gambar
Kepala pasien diposisikan dengan telinga yang terganggu di sisi bawah. Kepala
kemudia diputar 90° dengan cepat ke sisi telinga yang normal (wajah menghadap
ke atas). Kepala kemudian diputar lagi 90° secara berurutan hingga kepala berputar
penuh 360° dan posisi telinga telinga yang terganggu kembali ke posisi bawah.
Pasien kemudian diputar ke posisi wajah menghadap ke atas dan diangkat ke posisi
duduk. Manuver memutar kepala ini secara berurutan ini bisa dilakukan dengan
interval 15-20 detik, meskipun saat nistagmus masih berlanjut. Memberikan jeda
lebih lama tidak berbahaya, tetapi dapat menyebabkan pasien mual dan jeda yang
lebih singkat sepertinya tidak mengurangi efektivitas manuver.
Keterangan gambar
Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan kedua tungkai tergantung, dengan
kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu sisi pertahankan
setelah itu duduk kembali. Setelah 30 detik baringkan dengan cepat ke sisi lain,
pertahankan selama 30 detik, lalu duduk kembali. Lakukan latihan ini 3 kali pada
25
pagi, siang dan malam hari dan masing- masing diulang 5 kali, serta dilakukan
selama 2 minggu atau 3 minggu dengan latihan pagi dan sore hari.
2. Terapi Bedah
Pada sebagian kecil penderita BPPV yang berkepanjangan dan tidak sembuh
dengan terapi konservatif bisa dilakukan operasi neurektomi atau kanal pligging.
Tindakan operatif tersebut bisa menimbulkan komplikasi berupa tuli sensorineural
pada 10 % kasus.
G. Prognosis
Secara umum kekambuhan BPPV setelah keberhasilan terapi berkisar 40-50%
dalam pengawasan 5 tahun. Tampaknya sebagian penderita mengalami kekambuhan
yang berulang secara individu.
MENIERE DISEASE
A. Definisi
Penyakit Meniere adalah suatu gangguan kronis telinga dalam, tidak fatal namun
menganggu kualitas hidup.
B. Epidemiologi
Prevalensi penyakit Meniere sebagai etiologi sindrom vertigo sekitar 10,1%
C. Etiologi
1. Familial : 5-20% mempunyai keluarga dengan gejala yang sama
2. Faktor geografis/etnis : banyak terdapat di Eropa utara dan Amerika utara
3. Anomali dan malformasi fisik
4. Genetik, akibat mutasi gen COCH
5. Autoimun
6. Otosklerosis
7. Gangguan vaskularisasi telinga dalam, terutama stria vaskularis
8. Gangguan regulasi otonom sistem endolymph
9. Alergi local telinga dalam, menyebabkan edema dan gangguan kontrol otonom
10. Manifestasi local labirin akibat penyakit sistemik seperti gangguan tiroid atau
metabolism glukosa
26
11. Infeksi virus : ditemukan IgE spesifik untuk virus herpes simplex tipe I,II, Epstein
Barr, Citomegalo.
12. Trauma kapitis
13. Faktor psikologis (kepribadian psikosomatis dan neurosis)
D. Patofisiologi
- Infeksi virus pada telinga dalam, menyebabkan disfungsi mekanisma kontrol yang
menyeimbangkan cairan di telinga dalam. Sel sensoris untuk pendengaran dan
keseimbangan sangat sensitif terhadap perubahan ini, memmunculkan gejala
meniere.
- Disfungsi produksi dan absorbs endolimf, sehingga terjadi penumpukan cairan
dalam duktus. Ketika terjadi hidrops tekanan tinggi akan menyebabkan robekan kecil
pada membrane Reisnerr, sehingga terjadi percampuran antara endolim dan perilimf.
Campuran cairan ini merendam reseptor pada koklea dan sistema vestibuler,
sehingga berhenti firing dan terganggu fungsinya secara temporer. Perubahan ini
menyebabkan penurunan pendengaran dan imbalans vestbuler.
E. Manifestasi klinik
1. Vertigo : bisa berputar, episodik, derajat ringan sampai berat, rotasional, dengan
durasi minimal 20 menit setiap episode serangan, tidak pernah lebih dari 24 jam
2. Pendengaran menurun : berfluktuasi, tuli sensoris frekuensi rendah, yang memberat
saat serangan, dan makin lama bisa semakin memberat.
3. Tinitus : khas seperti dering bernada rendah atau roaringnoise di telinga.
4. Rasa penuh di dalam telinga.
F. Diagnosis
- POSSIBLE
1. Vertigo : episodik, vertigo berputar spontan selama minimal 20 menit, bisa
bercampur disekuilibirium yang berlangsung berhari-hari dan disertai nistagmus
dan nausea
2. Tanpa atau dengan tuli saraf yang berfluktuasi atau menetap, disertai
disekuilibirium dengan episode tidak menentu.
3. Penyakit vertigo lain dapat disingkirkan.
- PROBABLE
1. Satu episode vertigo yang definit
2. Audiometric : tuli sensoris minimal satu kali
27
3. Tinitus atau rasa penuh pada telinga yang sakit
4. Penyebab vertigo lain dapat disingkirkan.
- DEFINIT
1. Minimal 2 episode vertigo deifinitif dengan durasi minimal 20 menit.
2. Audiometri : tuli sensoris minimal satu kali
3. Tinnitus atau rasa penuh pada telinga yang sakit
4. Penyebab vertigo lain dapat disingkirkan
- CERTAIN
Memenuhi criteria definit ditambah konfirmasi histopatologi postmortem.
G. Tatalaksana
1. Terapi farmakologis
Anti vertigo : betahistin mesilat 48 mg/hari
Diuretic : hidrochlortiazid / asetozolamid 50mg/hari
Steroid : prednisone 80mg/hari selama 7 hari kemudian diturunkan bertahap.
Antihistamin
2. Terapi diet
Rendah garam (1,5-2 gram sehari)
Tinggi kalium, tinggi protein
Hidrasi
Hindari faktor pencetus
H. Prognosis
Beberapa penelitian mengatakan bahwa, tidak ada”sembuh” dalam arti
sebenarnya untuk penyakit Meniere, namun tatalaksana medis yang agresif dapat
menghasilkan gejala yang luar biasa pada 80 sampai 90% penderita.
28
NEURITIS VESTIBULARIS
A. DEFINISI
Neuritis vestibularis didefinisikan sebagai defisit unilateral yang terjadi secara
tiba-tiba pada organ vestibular perifer tanpa disertai gangguan pendengaran dan tanda
disfungsi batang otak. Terdapat beberapa istilah yang sinonim dengan neuritis
vestibularis yaitu : neurolabirinitis viral, vestibulopati unilateral perifer akut, vestibular
neurolabirinitis, neuropati vestibularis, vertigo episodik, vertigo epidemik.
Dengan insiden tahunan sebanyang 3,5 per 100.000 populasi maka neuritis
vestibularis merupakan kelainan vestibular perifer kedua terbanyak setelah BPPV.
Sering mengenai usia 30-60 tahun.
Gangguan neuritis vestibularis sering muncul berkaitan dengan musim, didahului
oleh infeksi saluran napas. Gejala dapat berlangsung lama, kadang membuat pasien
menjadi takut untuk banyak gerak, dan akan berkembang menjadi stroke.
B. ETIOLOGI
Infeksi virus diduga menjadi penyebab Neuritis vestibularis. Hal ini didukung oleh
hipotesis bahwa terjadinya bersifat endemic, pada bulan tertentu yang berhubungan
dengan infeksi virus. Studi otopsi menunjukkan kadar protein yang meningkat pada cairan
serebrospinal serta adanya transkripsi laten DNA dan RNA virus Herpes Simplex pada
ganglia vestibuler.
C. PATOFISIOLOGI
Perubahan gerakan atau posisi kepala akan mengaktifkan salah satu labirin dan
menghambat sisi lainnya. Aktifitas neuronal yang asimetri pada nucleus vestibularis
menghasilkan gerakan mata kompensasi dan pengaturan postur, sehingga kepala terasa
berputar. Bila input dari satu sisi neuronal nucleus vestibularis ipsilateral akan berhenti
sementara kontinyu kepala dan kemiringan kepala menuju sisi yang sehat.
Pada neuritis vestibularis terjadi kerusakan yang umumnya selektif pada superior
nervus vestibularis, yang mensarafi kanalis semisirkularis horizontal dan anterior,
termasuk utrikulus dan sebagian sakulus.
29
D. GAMBARAN KLINIS
Karakterikstik sindrom klinis neuritis vestibularis adalah
- Vertigo rotatorik dan nausea spontan yang berat, onset dalam beberapa jam, menetap
lebih dari 24 jam
- Nistagmus horizontal rotatorik spontan dengan arah ke non lesional, dengan ilusi
gerakan sekitarnya (oscilopsia)
- Gangguan keseimbangan saat berdiri atau berjalan.
- Defisit fungsi kanalis horizontal unilateral, yang dapat dideteksi dengan tes VOR dan
irigasi kalorik.
- Pemeriksaan otoskopi dan pendengaran normal.
Gejala vertigo muncul mendadak sering terjadi waktu malam dan saat bangun tidur
pagi, biasanya berlangsung sampai 2 minggu. Sehingga pasien harus berbaring dengan
mata tertutup serta posisi miring dengan sisi telinga terganggu di bawah.
E. DIAGNOSIS
Diagnosis neuritis vestibularis merupakan diagnosis klinis. Maka bila seorang
pasien sudah sesuai gambaran klinisnya dengan karakteristik klinik neuritis vestibularis,
pemeriksaan penunjang khusus tidak diperlukan. Pemeriksaan yang masih dibutuhkan
untuk menunjukkan gangguan fungsi vestibular unilateral dan monitor perbaikan adalah
elektronistagmografi dan tes kalori.
Jika terdapat gangguan pendengaran, diagnosis banding seperi penyakit Meniere,
fistel perilimfe, atau infark labirinintin dapat disingkirkan dengan melakukan pemeriksaan
audiometric. MRI dapat diindikasikan pada kondisi klinis yang melibatkan batang otak
dan sereblum, atau dengan faktor resiko vascular.
Beberapa tes rutin atau alat penunjang yang diperlukan untuk menunjukkan masih
adanya gejala sisa gangguan vestibulara perifer antara lain kaca Frenzel, oftalmoskopi,
headshaking, head-thrust dan tandem-Romberg.
F. TERAPI
Penderita neuritis vestibularis biasanya mengalami perbaikan spontan dan sedikit
mengalami gejala sisa. Terapi neuritis vestibularis ini secara garis besar mencakup :
30
Terapi simtomatik :
- Pada faseakut 1-3 hari pertama, tablet dimenhydrinate 100mg atau obat vertigo
lainnya dapat diberikan untuk menekan mual dan muntah. Obat harus dihentikan
pemberiannya setelah keluhan berkurang dan pasien membutuhkan waktu
berikutnya intuk kompensasi sentral.
Terapi Kausal :
- Kortikosteroid diberikan dalam 3 hari pertama onset gejala dan berlanjut hingga
3 minggu (awalnya 100mg/hari, selanjutanya diturunkan menjadi 20mg tiap 3
hari. Preparat lain prednisone tab 2x20mg dapat diberikan 10-14 hari. Antiviral
(valasiklovir) tak member perbedaan bermakna baik diberikan sendiri atau
kombinasi dengan kortikosteroid.
Latihan vestibular :
- Untuk meningkatkan kompensasi vestibular sentral dilakukan program latihan
fisik. Awalnya stabilisasi statis,selanjutnya latihan dinamis untuk mengontrol
keseimbangan dan stabilisasi gerak mata selama gerakan mata-kepala-badan.
G. PROGNOSIS
Fungsi vestibular perifer membaik kembali pada separuh dari pasien dalam
beberapa minggu atau bulan. Pemulihan secara klinis biasanya berkembang cepat dan
sering tidak berkaitkan dengan fungsi perifer yang masih belum kembali sempurna,
sebagian besar pasien sudah aktif dalam beberapa hari serta bebas gejala dalam beberapa
minggu.
Gejala sisi kecil meliputi oscilopsia dan gangguan keseimbangan selama gerakan
kepala yang cepat kearah sisi telinga yang terganggu.
Kurang dari 20% pasien dapat mengalami gejala kebosanan seperiti
disekuilibirium kronik, intoleransi gerakan kepalam dan kadang ansietas sekunder.
31
Vertigo Sentral
A. Definisi
Vertigo sentral adalah vertigo akibat kelainan di sentral (batang otak, serebelum,
cerebrum). Penyebab vertigo sentral : stroke, neoplasma, migren basilar, trauma, perdarahan
serebelum. Vertigo perifer adalah vertigo akibat kelainan pada labirin dan N.Vestibularis.
Penyebab pada labirin : BPPV, post trauma, Meniere, Labirintitis, toksik, oklusi & fistula labirin.
Penyebab pada N.VIII : infeksi, inflamasi, neuroma akustik, tumor lain (Lumbantobing, 2003).
B. EPIDEMIOLOGI
Frekuensi, insidensi, dan prevalensi sindrom vertebrobrobasiler bervariasi,
tergantung pada area spesifik dan sindrom yang terlibat. Sekitar 80-85% dari semua
stroke adalah iskemik, dan 20% dari lesi yang terkait dengan stroke iskemik terjadi
didalam sistem vertebrobasiler. Untuk stroke perdarahan, meski hampir semua
perdarahan intraserebri terjadi didalam area putamen dan thalamus, sekitar 7% dari semua
stroke hemorrhagik melibatkan serebelum dalam area nukleus dentatum, dan sekitar 6%
dari lesi hemorrhagik melibatkan pons. Insiden sistem kearteri vertebrobasiler di Kanada
sekitar 0,75 hingga 0,86 per 100.000 person-years.
Sebagian besar penelitian melaporkan mortalitas pasien dengan oklusi
arteribasiler pada angka yang lebih dari 75-80%. Mayoritas penyintas oklusi arteri basiler
mengalami disabilitas yang berat dan persisten.
C. PATOFISIOLOGI
Iskemia vertebrobasiler bisa disebabkan karena mekanisme embolik, trombotik,
dan hematodinamik. Embolisme adalah penyebab iskemi avertebrobasiler yang paling
sering, dengan onset gejala neurologis maksimal yang mendadak. Emboli sering terjadi
diarea vaskuler distal dengan aliran yang kuat, dimana sistem vertebrobasiler biasanya
melibatkan arteri serebriposterior, terutama yang terkait dengan pandangan. Gejala
iskemia embolik bisa membaik dengan cepat, khususnya jika lisis emboli spontan terjadi
dengan cepat. Stroke embolik paling sering berkaitan dengan perdaralian intraserebri
post-infark.Iskemia embolik paling sering berhubungan dengan lesipadasum berarteri
vertebralis.
Iskemia trombotik biasanya memitiki perjalanan penyakit yang relatif lambat dan
fluktuatif hingga gejala pasien menjadi sangat berat. Perjalanan penyakit yang progresif
int terjadi dalam hitungan jam hingga hari seiring dengan ukuran thrombus yang
meningkat atau menurun. Lesi oklusif trombotik sering kali disertai dengan stenosis fokal
atau ulserasi plak atherosklerotik.
32
Gejala hemodinamik dengan aliran rendah muncul akibatstenosis yang
menyebabkan penurunan tekanan perfusi distal,sehingga apabila terjadi penurunan kecil
di dalam mean arteriolpressure atau peningkatan mendadak dalam resistensi yangterjadi
kemudian dapat memicu terjadinya penurunan aliran yangmendadak. Iskemia
vertebrobasilr, istilah yang digunakan untukgejala iskemik vertebrobasilar aliran rendah
temporer, sering bersifatposisional dan mungkin menyertai gerakan stereotipik
sepertiekstensi atau rotasi kepala pada arah tenentu. Jika iskemia terjadisecara
berkepanjangan, dapat menyebabkan infark yang nyata.Iskemia vertebrobasiler dapat
juga disebabkan karena subcfovian-steal syndrome, dimana terdapat stenosis atau oklusi
grade tinggidi dalam arteri subklavia pada sisi proksimal dari arteri vertebralis.
Kondisi vaskuler yang paling sering mempengaruhi sistemvertebrobasiler adalah
terosklerosis yang terjadi pada pembuluhdarah besar. Oklusi emboli pada sistem
vertebrobasiler jarangterjadi dan jika terjadi biasanya pada arteri basiler. Lokasi
donoremboli biasanya dari arkus aona, aneri subklavia, dan sumber arteri vertebralis.
Manipulasi chiropractic atau rotasi leher diduga dapat menyebabkan nauma
arterivertebralis dalam leher karena hubungan anatomis yang erat antara arteri vertebralis
dan vertebra servikalis. Arteri yang rusak ini bisa mengalami oklusi karena trombus dan
mengalami diseksi.
Stroke vertebrobasiler bisa disebabkan karena sejumloh hal. Beberapa mekanisme
yang bisa memicu terjadinya stroke vertebrobasiler antar dlain thrombus, emboli, dan
perdarahan akibat aneurisma atautrauma.
D. GAMBARAN KLlNIS
Ciri khas iskemia vertebrobasilar adalah manifestasi sejumlah gejala yang muncul
bersamaan, paling sering adalah vertigo dan disfungsi visual. Nunibness atau paresthesis
perioral episodik juga merupakan tanda spesifik untuk iskemia vertebrobasiler. Gejala
lainnya adalah ataksia, disarthria, sinkop, nyeri kepala, mual, muntah, tinnitus, keluhan
motorik atau sensorik bilateral, dan disfungsi nervus kraniales. Disfungsi nervus kraniales
bisa menyebabkan ocial palsy, disfagia, aspirasi, disarthria, diplopia, nistagmus, [acial
nurnbness, atautortikollis.
Manifestasi khas dari stroke batang otak adalah hemiparesis (hemiplegy alternans),
koma, ataksia, dan vertigo.
33
E. PENERIKSAAN PENUNJANG
1. MRI lebih sensitive dari pada CTriolam mengidentifikasi gambaran iskemik. MRI
memiliki sensitivitas 97% dan spesifisitas 98% untuk mengidentifikasi
oklusivertebrobasiler.
4. Transcroniof Doppler (TCD) sering kali memberikan hasil yang tidak akurat, dengan
sensitivitas sebesar 72% dari pada spesifistas 94% pada pasien dengan penyakit arteri
basiler. TCD berguna untuk follow up setelah evaluasi awal menunjukkan
kemunculan lesi.
F. PENATALAKSANAAN
Seharusnya senitia pasien yang mengalami stroke vertebrobasiler harus
dimasukkan ke dalam sebuah unit khusus untuk pasien stroke. Perawatan di dalam ICU
diindikasikan untuk pasien yang merupakan didatuntuk terapi intervensional seperti
trombolisis atau yang mengalami gejala neurologis fluktuatifat Atau tidak stabil,
penurunan kesadaran, instabilitas hemodinamik atau disertai dengan masalah jantung
atau respiratorik aktif. Mengklasifikasikan gejala neurologis pasien ke dalam salah satu
kategori mekanisme patofisiologis berdasarkan perjalanan gejala klinis adalah penting
karena menentukantargetpemeriksaanpenunjangawaldantreatment.
Guideline AHA/ASA tahun 2009 merekomendasikan bahwa celah waktu untuk
pemberian t-PA bisa ditingkatkan menjadi 4,5 jam setelah stroke. Penelitian
menunjukkan bahwa t-PA efektif pada pasien stroke bahkan Ketika diberikan dalam
waktu 3 hingga 4,5 jam, tetapi rekomendasi AHA/ASA menyebutkan juga bahwa
efektivitas pemberian t-PA dibandingkan dengan treatment lainnya untuk thrombosis,
dalam periode waktu ini, masih belumjelas.
Angioplasti dilakukan untuk menangani pasien dengan stenosis arteri basiler.
Pemakaian angioplasty didasarkan pada kecenderungan bahwa thrombosis terjadi pada
segmen aneri yang mengalamistenosis.Laporan menunjukkan bahwa angioplasty bisa
dilakukan pada pasien dengan oklusi vertebrobasiler akut, serta pada pasien elektif.
Penelitian case series yang telah dipublikasikan menunjukkan tingkat morbiditas sebesar
0-16% dan tingkat monalitas hingga 33%; tetapi peran angioplasti dalam treatment oklusi
vertebrobasiler hingga kini masih belum jelas.
34
BAB III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau
lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan
otonomik yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh oleh
berbagai keadaan atau penyakit, gangguan alat dan saraf vestibuler, koordinasi
gerak bola mata (di batang otak) atau serebelar.
Vertigo terjadi persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau
lingkungan sekitarnya. Persepsi gerakan bisa berupa Vertigo vestibular yaitu rasa
berputar yang timbul pada gangguan vestibular dan Vertigo non vestibular yaitu
rasa goyang, melayang, mengambang yang timbul pada gangguan sistem
proprioseptif atau sistem visual
Berdasarkan letak lesinya dikenal 2 jenis vertigo vestibular, yaitu Vertigo
vestibular perifer (Terjadi pada lesi di labirin dan nervus vestibularis), dan
Vertigo vestibular sentral ( Timbul pada lesi di nucleus vestibularis batang otak,
thalamus sampai ke korteks serebri. )
Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah sensasi dimana pasien
merasa ruangan sekitar atau dirinya berputar hebat yang dipengaruhi oleh posisi
pergerakan kepala, Meniere’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten,
disertai tinnitus dan tuli sensorineural, Neuritis Vestibularis terjadi infeksi pada
nervus vestibular yang dapat disebabkan oleh virus, serta Central vertigo yang
melibatkan proses penyakit yang memengaruhi batang otak (brain stem),
cerebellum atau serebrum.
1.2. Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi
diskusi kelompok maupun penulisan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari dosen-dosen yang bertindak sebagai tutor,
dosen yang berkompeten di bidang ini, dari teman-teman angkatan 2019 dan dari
berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini.
35
yang terkait demi kesempurnaan laporan. Dan kami berharap
semoga laporan ini bisa berguna bagi para pembaca.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Ref: Thursina, Cempaka. & Dewati, Eva. (2017). Pedoman Tatalaksana Vertigo Edisi
Kedua. Kelompok Studi Neruootologi dan Neurooftalmologi PERDOSSI.
Bibliography
2. PERDOSSI. (2017). Pedoman Tatalaksana Vertigo.
37