Anda di halaman 1dari 3

USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

INDONESIA DI TENGAH PANDEMI DAN


POTENSI UNTUK PEMULIHAN USAHA
RAMAH LINGKUNGAN DAN INKLUSIF

LATAR BELAKANG
UNDP Indonesia bekerja sama dengan Indosat Ooredoo dan Kementerian Koperasi dan
UKM melakukan penelitian dampak PPKM darurat terhadap UMKM. Secara keseluruhan
1,070,719 SMS dikirimkan dari 538,665 nomor telepon, 11,448 orang tertarik dengan survei
ini, dan 7,629 memulai pengisian survei. Sebanyak 3,011 pemilik UMKM tersebar di 32
provinsi menyelesaikan survei ini, dimana 80%-nya berada di wilayah Jawa-Bali.
GENDER TAHUN MELAKUKAN USAHA REGISTRASI USAHA
Laki-laki: 63.2% 0-4 tahun: 38.4% SIUP: 11.9%
Perempuan: 36.5% >4-8 tahun: 31.0% IUMK: 19.5%
Lainnya: 0.7% >8-12 tahun: 14.8% NIB: 16.0%
> 12 tahun: 15.8% Tidak teregistrasi: 48.4%
Lainnya: 4.2%

UKURAN USAHA KEANGGOTAAN ASOSIASI STATUS DISABILITAS


Mikro: 98.3% USAHA Dengan disabilitas: 5.3%
Kecil: 1.3% Anggota: 30.6% Tanpa disabilitas: 94.7%
Medium dan besar: 0.4% Bukan anggota: 69.4%

HASIL SURVEY
Walaupun pandemi memberi dampak terhadap keberlangsungan UMKM, masih ada
harapan UMKM untuk bangkit. Hal ini berdasarkan temuan hasil survey:
Bahwa 45,2 % UMKM masih beroperasi dan 30.9%nya masih beroperasi sebagian
Kemudian tidak ada yang berniat untuk menutup usaha secara permanen ditengah
PPKM Darurat.
Secara rata-rata sejak maret 2020 sampai dengan Juni 2021, UMKM melaporkan
mengalami tantangan selama 4,7 bulan. Dimana bulan Mei 2021 adalah bulan yang
paling berat bagi kebanyakan UMKM untuk menjalankan usahanya.
Sebagian besar UMKM yang disurvei mengalami penurunan permintaan, pendapatan,
nilai aset, dan laba selama periode pandemi dan sebelum dilaksanakannya PPKM
darurat. Lebih dari 30% diantaranya mengalami kembali penurunan diatas 50% selama
PPKM darurat. Dimana penurunan laba merupakan dampak terberat yang dihadapi
UMKM selama pandemi dibandingkan dengan penurunan permintaan, pendapatan dan
nilai asset.
Pengurangan laba yang turun dua kali lebih dari 50% (selama periode awal pandemi
dan periode PPKM darurat) paling banyak terjadi pada UMKM yang berusaha di Jawa
dan Bali, yang belum terdigitalisasi dan yang fokus di sektor Fashion dan Garmen.
Satu dari tiga UMKM mengalami masalah pendanaan usaha dan pembayaran cicilan
utang. Ini dilaporkan sebagai aspek yang paling sulit dipenuhi dalam mempertahankan
usaha selama PPKM darurat.
Jika pandemi terus berlanjut, mayoritas UMKM (42,8%) melaporkan hanya dapat
bertahan selama 3-6 bulan lagi.
Sektor makanan dan minuman adalah salah satu sektor UMKM yang paling terdampak
karena banyak mengalami penurunan laba ganda dan paling sedikit yang optimis akan
kelangsungan usahanya.

Bantuan pemerintah telah meningkatkan ketahanan, tetapi cakupannya masih harus


diperluas
UMKM penerima bantuan pemerintah selama pandemi turun dari 28,2% menjadi 19,5%
dari sebelum dan sesudah pelaksanaan PPKM darurat.
Diantara usaha mikro penerima bantuan pemerintah sebelum PPKM darurat, program
bantuan langsung tunai untuk usaha mikro (BPUM) adalah bantuan keuangan yang
paling umum diterima (22,2%).
Penerima BPUM yang tertinggi ditemukan diantara usaha mikro yang terdaftar resmi,
dimiliki oleh laki-laki, tergabung dalam platform online untuk memasarkan produknya,
dan berlokasi di wilayah Jawa-Bali.
Penerima BPUM menunjukkan ketahanan usaha mikro yang lebih tinggi dibandingkan
bukan penerima. Hal ini ditunjukan oleh lebih tingginya proporsi penerima BPUM yang
masih beroperasi dan lebih tingginya ekpektasi mereka akan kelangsungan usaha jika
pandemi terus berlangsung.

Dampak pandemi ini dialami secara merata baik UMKM yang dimiliki perempuan dan laki-
laki. Namun studi ini menemukan karyawan perempuan lebih rentan dari pada karyawan
laki-laki pada prioritas pemberhentian pekerja. Selain itu, usaha mikro milik perempuan
memiliki tingkat penerimaan BPUM yang lebih rendah (19,7%) dibandingkan dengan usaha
mikro yang dimiliki laki-laki (26,9%).

Bergabung dengan platform daring telah membantu UMKM dalam mempertahankan


kelangsungan usaha mereka, tetapi manfaatnya masih terbatas.
Menarik pelanggan merupakan tantangan yang paling umum dihadapi UMKM (47.4%).
Sekitar 43% menyatakan bahwa alasan mereka belum menggunakan platform daring
adalah karena mengalami kesulitan dalam memahami cara kerjanya.
62% UMKM telah memanfaatkan platform online untuk memasarkan produknya.
Secara keseluruhan, digitalisasi memiliki prevalensi yang lebih tinggi di kalangan UMKM
milik perempuan, anggota asosiasi/komunitas usaha, dan pemilik usaha yang lebih
muda.
UMKM yang baru mendigitalisasikan usaha selama pandemi melaporkan dampak
penurunan permintaan, pendapatan, nilai asset dan keuntungan yang lebih kecil
dibandingkan yang belum. Akan tetapi, hampir separuh dari mereka (49,4%)
melaporkan tidak mengalami peningkatan keuntungan dikarenakan adanya persaingan
yang ketat di platform daring.
UMKM yang telah mendigitalisasi usahanya sebelum pandemi mengalami penurunan
aset dan keuntungan yang sedikit lebih kecil dari yang belum. Akan tetapi mereka
lebih terdampak dibandingkan dengan yang baru bergabung setelah pandemi. Hal ini
menunjukan bahwa digitalisasi hanya dapat menjadi solusi jangka pendek bagi UMKM.
Sekitar 94-95% UMKM tertarik dengan gagasan praktik usaha ramah lingkungan dan
sekitar 86-90% tertarik untuk melakukan praktik usaha inklusif.
UMKM milik perempuan cenderung menunjukkan dukungan yang lebih besar untuk
praktik ramah lingkungan dan inklusif dibandingkan dengan yang dimiliki oleh laki-laki
Masih terdapat UMKM yang belum menerapkan praktik usaha yang ramah lingkungan
(13,2%) atau inklusif (49,1%).
Lebih banyak dukungan diperlukan untuk membantu pemulihan ekonomi yang ramah
lingkungan dan inklusif.

REKOMENDASI
Perlunya membangun database UMKM sehingga akan memudahkan pemantauan kondisi
mereka selama pandemi dan proses pemulihan ekonomi.
Memperluas diseminasi informasi terkait ketersedian bantuan kepada UMKM.
Menyediakan sebuah platform dimana UMKM dapat membantu satu sama lain untuk
mengakses informasi, mendigitalisasi, merestrukturisasi hutang dan memformalkan
usahanya.
Terus mendukung UMKM melalui bantuan pemberian modal/bantuan likuiditas dan
bantuan subsidi bunga selama pandemi dan proses pemulihan ekonomi.
Meskipun UMKM mengalami dampak dari pandemi secara merata berdasarkan gender
tapi masih ditemukan kerentanan sehingga diperlukan kebijakan afirmasi berbasis gender.
Perlu adanya dukungan pelatihan dan pendampingan (mentorship) UMKM untuk
mengurangi dampak pandemi terhadap keberlangsungan usaha mereka, terutamanya
pada sektor fesyen, garmen dan asesoris dan jasa, dan sektor komponen mesin.
Perlu adanya dorongan UMKM untuk terus berinovasi paska terdigitalisasi sehingga
mereka dapat memperoleh manfaat jangka panjang. Dukungan ini dapat berupa subsidi
keanggotaan pada perusahaan online marketing yang dapat terus membantu UMKM
melakukan update toko onlinenya.
Memberi dukungan fasilitasi penerapan business continuity plan (BCP) untuk mengatasi
masalah rantai pasok dan memberi akses pasar.
Memfasilitasi kemitraan antara UMKM dan perusahaan-perusahaan besar untuk menjamin
keberlanjutan produksi.
Pengembangan fasilitas pemilahan sampah, sertifikasi lingkungan dan peningkatan literasi
bagi pelaku usaha agar dapat mendukung praktik usaha ramah lingkungan. Sementara
untuk mendorong praktik usaha yang inklusif diperlukan lokakarya untuk mengembangkan
pengetahuan UMKM dan insentif berupa subsidi/keringanan pajak.

Anda mungkin juga menyukai